Vous êtes sur la page 1sur 18

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


“TUBERKULOSIS”

DISUSUN OLEH :
1. RISTU PUTRI A
(P1337420516045)
2. SALMA KUSUMA M

(P1337420516047)
3. HAYUNA PUTU M
(P1337420516050)
4. FARIDA INTAN R K

(P1337420516055)
5. UTRUJA FIRDAUSI (P1337420516062)
6. TIKA NURYANI (P1337420516078)
7. MUHAMMAD FARKHANI (P1337420516081)

GATOTKACA 2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya serta kemudahan pada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah I “Asuhan Keperawatan
Tuberkulosis “. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I di
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang Prodi D III Keperawatan Magelang.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Sehubungan dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penyusunan karya tulis ilmiah dimasa mendatang.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dan penulis minta maaf atas
csegala kesalahan dan kekurangan.

Magelang, 20 Agustus 2017

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru
(Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosisyang dilepaskan pada saat
penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).

B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong
dalam kuman Myobacterium tuberculosae complexadalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006) :
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

C. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg,
1981 dikutip dari Prie, 1995). Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya dibagian
bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini
membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-
hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-12
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk
jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
limfe regional dan lesi primer dinamakan komplek Ghon. Kompleks Ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.materi
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan
trakeobronkial. Prose ini dapa terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil
dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen).
Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah
yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi. Pada berbagai organ lain
(ekstrapulmonal). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosismilier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan
tersebar kedalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.

Pathway

Mycobacterium Tuberculosis

Tertiup udara Risiko infeksi

Menempel pada bronchiole atau alveolus

Proliferasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk dinding antara basil dan
organ yang terinfeksi (tuberkel)

Infeksi/inflamasi Lesi primer menyebabkan kerusakan


jaringan

Ketidakseimbangan
Hipertermia Produksi sekeret berlebih
Ketidakefektifan Meluas ke seluruh paru-paru
nutrisiPecahnya
kurang dari Diameter bronkus
Sputum
Sputumsukar Ketidakefektikan
ataupola
Membangkitkan
(bronchioul pleura)
kebutuhan
pembuluh
Erosi
Risiko
Batuk darahdarah bersihan jalan napas
pembuluh
Syok
berdarah mengecil
Hipermetabolisme dikeluarkan
menumpuk
Batuk napas
peradangan
D. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru
yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa
aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.

E. Penatalaksanaan Medis
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persistersehingga mencegah terjadinya kekambuhan

F. Penularan dan Faktor-Faktor Resiko


Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu
terinfeksi , melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, melepaskan
droplet. Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara
dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi untuk tertular
tuberkulosis adalah :
1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
3. Penggunaa obat IV dan Alkoholik.
4. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma;
tahanan ; etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun dan
dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
5. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(misalnya: diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass
gastrektomi tau yeyunoileal).
6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tnggi (Asia Tenggara, Afrika,
Amerika Latin, Karibia).
7. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya : fasilitas perawatan jangka
panjang, institusi psikiatrik, penjara).
8. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandard kumuh.
9. Petugas kesehatan.
10. Risiko untuk tertular TB juga terganutung pada banyaknya orgsnisme yang
terdapat di udara.

G. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

H. Pengkajian Fokus
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2) Pola metabolik-nutrisi
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Pola aktivitas-latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur-istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola persepsi- kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
a. Provocatif/Paliatif: apa penyebab penyakit Tuberkulosis Paru,
apa yang meringankan atau apa yang memperburuk keadaan penyakit
Tuberkulosis Paru. Seperti: batuk, demam, aktifitas ditempat berdebu,
dll.
b. Qualitas/Quantitas: Seberapa berat keluhan terasa pada
penyakit Tuberkulosis Paru, bagaimana rasanya, seringkah terjadi
pada penyakit Tuberkulosis Paru. Seperti: sesak, adanya nyeri dada
tetapi jarang ditemukan, turun berat badan, sampai ke sianosis.
c. Region/radiasi: Di daerah mana keluhan dirasakan, menyebar
atau tidak pada penyakit paru. Diantaranya adalah nyeri di daerah
dada.
d. Skala : Apakah mengganggu aktivitas pada penyakit paru.
Seperti adanya nyeri otot, sakit kepala.
e. Timing: Kapan keluhan mulai dirasakan, apakah munculnya
secara tiba-tiba atau bertahap dan pada waktu berapa menit pada
penyakit Tuberkulosis Paru. Seperti: adanya batuk kering sampai
purulen timbul >3 minggu dan keringat pada malam hari tanpa sebab.
7) Pola konsep diri-persepsi
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
8) Pola hubungan-peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
9) Pola reproduksi-seksualitas
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola toleransi terhadap stress-koping
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola keyakinan-nilai
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.

I. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
2. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
a. Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b. Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c. Perkusi : Suara ketok redup.
d. Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks
paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor
paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan.
c. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Myobacteriapatogen lainnya.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Batasan Karakteristik:
 Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan idel
 Bising usus hiperaktif
 Cepat kenyang setelah makan
 Diare
 Gagguan sensai rasa
 Kelemahan otot pengunyah
 Kelemahan otot untuk menelan
 Nyeri abdomen
 Ketidakmampuan memakan makanan
 Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
 Sariawan rongga mulut
 Membrane mukosa pucat
 Kurang minat pada makanan
Faktor yang berhubugan
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Gangguan psikososial
 Ketidakmampuan makan
 Ketidamampuan mencerna makanan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
 Kurang asupan makanan
2. Risiko syok
Faktor risiko:
a. Hipoksemia
b. Hipoksia
c. Hipotensi
d. Hipovolemia
e. Infeksi
f. Sepsis
g. Sindrom respons inflamasi sistemik

3. Ketidakefektifan pola napas


Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat
Batasan karakteristik :
 Bradipnea
 Dispnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Penggunaan otot bantu pernapasan
 Penggunaan posisi tiga-titik
 Peningkatan diameter anterior-posterior
 Penurunan kapasitas vital
 Penurunan tekanan ekspirasi
 Penurunan tekanan inspirasi
 Penurunan ventilasi semenit
 Pernapasan bibir
 Pernapasan cuping hidung
 Perubahan ekskursi dada
 Pola napas abnormal (mis, irama, frekuensi, kedalaman)
 Takipnea
Faktor yang berhubungan
 `ansietas
 Cidera medulla spinalis
 Deformitas dinding dada
 Deformitas tulang
 Disfungsi neuromuscular
 Gangguan musculoskeletal
 Gangguan neurologis (mis., elektroensefalogram (EEG) positif, trauma
kepala, gangguan kejang)
 Hiperventilasi
 Imaturitas neurologis
 Keletihan
 Keletihan otot pernapasan
 Nyeri
 Obesitas
 Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
 Sindrom hipoventilasi

4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari salran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik
 Batuk yang tidak efektif
 Dipsnea
 Gelisah
 Kesulitan verbalisasi
 Mata terbuka lebar
 Ortopnea
 Penurunan bunyi napas
 Perubahan frekuensi napas
 Perubahan pola napas
 Sianosis
 Sputum dalam jumlah yang berlebihan
 Suara napas ta,bahan
 Tidak ada batuk
Factor Yang Berhubungan
Lingkungan
 Perokok
 Perokok pasif
 Terpajan asap
Obstruksi Jalan Napas
 Adanya jalan napas buatan
 Benda asing dalam jalan napas
 Eksudat dalam alveoli
 Hyperplasia pada dinding brokus
 Mucus berlebihan
 Penyakit paru obstruksi kronis
 Sekresi yang tertahan
 Sepasme jalan napas
Fisiologis
 Asma
 Disfungsi neuromuskular
 Infeksi
 Jalan napas alergik

5. Risiko infeksi
Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan.
Faktor Risiko
 Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
 Malnutrisi
 Obesitas
 Penyakit kronis (missal diabetes mlitus)
 Prosedur invasive
Pertahanan Tubuh Primer Tidak Adekuat
 Gangguan integritas kulit
 Gangguan peristalsis
 Merokok
 Pecah ketubandini
 Pecah ketuban lambat
 Penurunan kerja siliaris
 Perubahan pH sekresi
 Statis cairan tubuh
Pertahanan Tubuh Sekunder Tidak Adekuat
 Imunosupresi
 Leukopenia
 Penurunan hemoglobin
 Supresi respon inflamasi (missal interleukin 6 [IL-6], C-reactive
protein [CPR]
 Vaksinasi tidak adekuat
Pemajanan Terhadap Patogen Lingkungan Meningkat
 Terpajan pada wabah
BAB II
TINJAUAN KASUS

Kasus
Mr. Gery, a 56 years old, was admitted to the hospital with symptoms of right sided chest
pain and choughing up blood. He has been homeless and living on the street for the past
6 months, he had increasingly severy pain in the right side during the past 2 weeks, and
is almost unable to breathe when it hits. Thinks he has lost weight because he needs a
rope to hold up his pant, he describes frequent episodes of awakening in the night
soaking wet. Chest auscultation revealed diffuse rhonchi, serum albumin 2,8 g/dl, WBC
20.000, sputum specimen gray with red steaking, stain of sputum revealed many acid-
fast bacili, chest x-ray : diffuse alveolar infiltrates in lower right lobe accompanied by
small pleural effusion.

Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS : Nyeri dada sebelah Hiperventilasi Ketidakefektifan pola napas
kanan, kesulitan bernapas
DO :
auskultasi : Rhonki, X ray
dada: efusi pleura di lobus
paru bagian kanan bawah,
DS : batuk berdarah Mucus berlebihan Ketidakefektifan bersihan
DO : serum albumin 2,8 g/dl,
jalan napas
WBC 20.000 , warna sputum
abu-abu dengan bercak merah,
auskultasi napas : ronchi

PERUMUSAN NOC NIC


No
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Dx
1. Ketidakefektifan pola napas 1. Frekuensi 1. Monitor
berhubugan dengan hiperventilasi pernapasan kecepatan, irama,
ditandai dengan dispnea. dipertahankan kedalaman dan
pada skala 3 kesulitan
ditingatkan ke bernafas.
2. Posisikan untuk
skala 5.
2. Diaphoresis meringankan
dipertahankan sesak napas.
3. Posisikan pasien
pada skala 3
untuk
ditingkatkan pada
memasikmalkan
skala 5.
3. Suara napas ventilasi
4. Ajarkan pasien
tambahan
bagaimana
diperahankan
menggunakan
pada skala 3
inhaler.
ditingkatkan pada
5. Berikan oksigen
skala 5.
tambahan seperti
yang
diperintahkan.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas 1. Freku 1. Ausku
berhubungan dengan mucus ensi pernapasan ltasi suara nafas,
berlebihan ditandai dengan suara dipertahankan catat area yang
napas tambahan pada skala 3 ventilasinya
ditingkatkan pada menurun atau
skala 5. tidak ada dan
2. Suara
adanya suara
napas tambahan
tambahan.
diperahankan 2. Monit
pada skala 3 or kecepatan,
ditingkatkan pada irama, kedalaman
skala 5. dan kesulitan
3. Batuk
bernafas.
dipertahankan 3. Buang
pada skala 2 secret dengan
ditigkatkan ke memotivasi
skala 5. pasien untuk
melakukan batuk
atau menyedot
lendir.
4. Instru
ksikan bagaimana
agar bisa
melakukan batuk
efektif.
5. Berika
n bantuan terapi
nafas jika
diperlukan.
(Misalnya,
nebulizer)
6. Lakuk
an fisioterapi
dada,
sebagaimana
mestinya
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Nurjannah,Intansari, dan Roxsana Devi T.2013.Nursing Interventions Classification
(NIC).Solo
Pwirowiyono,Akemat,dkk.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017
edisi sepuluh.Jakarta:EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi