Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu anemia
hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga
menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit. Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan
anemia hemolitik autoimun ini merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp
sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Tapi sebenarnya kedua defenisi dari
beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri
dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya .Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami
gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai
bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah,
akan terjadi anemia hemolitik autoimun.
TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai penyakit katarak senile imatur. Juga sebagai tambahan bahan materi pembelajaran
agar dapat lebih menguasai materi perkuliahan.
PEMBAHASAN
Skenario 4
Seorang pasien Ny B, 25 tahun, datang kepoliklinik dengan keluhan mudah lelah kurang
lebih 2-3 minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam,
mual, muntah, frekuensi serta warna BAK dalam batas normal, dan frekuensi, warna,
konsistensi BAB masih dalam batas normal.
PF: BB:81 kg, TB :170cm, keadaan umum : tampak sakit ringan, kesadaran :CM, TD
:120/80 mmHg, N:90x/mnt, RR 18x/mnt, T:36,5oC, mata :konjungtiva anemis +/+, sclera
ikterik +/+, leher :JVP:5-2cmH2O, thorak : pulmo/cor : dalam batas normal, abdomen
:Hepar : tidak merasa membesar, lien:S I-II, ekstremitas : dalam batas normal
Lab : Hb:9,5 g/dl, Ht:30%, L:8900/uL, MCV : 82 fL, MCH : 34 g/dL, hitung Retikulosit :
6%
ANAMNESIS 1
Informasi yang bisa diperoleh dari kecurigaan terhadap pasien dengan gejala anemia dapat
dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu :
a. Sistem kardiovaskuler
Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris, dan gagal jantung
b. Sistem saraf
Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel,
lesu, perasaan dingin pada ekstremitas
c. Sistem urogenital
d. Epitel
Warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tupis dan halus
e. Tanda perdarahan
Sekitar 70% kasus AIHA atau anemia hemolitik autoimun dan terjadi pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun dan lebih sering pada wanita.
Apakah anemia yang terjadi makin hari semakin memburuk atau mendadak?
Apakah ada ikterik? Oleh karena peningkatan bilirubin indirek dalam darah
Warna urin dan feses coklat? Disebabkan urobilinogen meningkat
Apakah demam?
Apa terasa pembesaran pada daerah abdomen? Curigai hepatosplenomegali oleh karena
destruksi eritrosit oleh makrofag meningkat dan adanya limfadenopati juga perlu ditanyakan
Apakah tinggal didaerah dingin? Sebab udara dingin dapat memicu hemolisis yang
diperantai oleh antibodi dingin yaitu aglutinin dingin dan antibodi Donath-
Landstainer sehingga menyebabkan hemolisis diinduksi-dingin atau Fenomena
Raynaud yang iskemianya menyebabkan pucat dan baal pada tangan jika terpajan
dingin, diikuti sianosis, kemerahan (hiperemia reaktif), nyeri berdenyut, dan
kesemutan.
Anemia yang terjadi biasanya ringan dengan Hb : 9-12 g/dl, maka gejala umum
seperti rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-
kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia perlu ditanyakan.
Apakah terdapat Akrosianosis? Yaitu warna kebiru-biruan tanpa rasa sakit pada
kedua tangan dan kaki (lebih jarang) yang bersifat menetap, biasanya lebih sering
terjadi pada wanita. Dan apakah terdapat pembesaran limpa?
Oleh karena gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
sangat bervariasi maka perlu menyingkirkan penyakit-penyakit yang menyebabkan
anemia tersebut seperti infeksi cacing tambang dengan gejala antara lain sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Selain itu juga anemia
akibat penyakit kronik seperti artritis reumatoid perlu ditanyakan. Tetapi pada
umumnya diagnosis anemia sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium.
PEMERIKSAAN FISIK 2
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematik dan menyeluruh
b. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
Sumber : http://www.scribd.com/doc/69691421/Anemia-Hemolitik-Autoimun
Sumber: http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun
Sumber : http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun
Pada mekanisme hapten/absorbsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat. Antibodi
terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit. Eritrosit
yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila dipisahkan dari
eritrosit hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat yangsama
(misal penisilin).
Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif. Oleh karena hemoglobin mengikat
oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif.
Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses
oksidasi adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin,
dan Heinz bodies,blister cell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan
hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid . Pasien
yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes coombs positif karena absorbsi non-
imunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen, dan plasma protein
lain pada membran eritrosit.
Gambaran klinis:
Adanya riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul hemolisis melalui mekanisme
hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan sampai sedang.
Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolisis akan terjadi secara berat,mendadak,
dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis
sudah dapat terjadi pada pemajanan dengan dosis tunggal.
Laboratorium:
Anemia, retikulositosis, MCV tinggi, tes coombs positif, leukopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang diperantarai kompleks
ternary.
Terapi:
dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat
dikurangi.Kortikosteroid dan tranfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.
ETIOLOGI 5
Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi
kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual. Terkadang system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan
menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan asing
(reaksi autoimun).
EPIDEMIOLOGI 6
Insidens dari AIHA tipe hangat sekitar 1 dari total 75-80.000 populasi di USA. AIHAtipe
hangat dapat muncul pada usia berapapun, tidak seperti AIHA tipe dingin yangseringkali
menyerang usia pertengahan dan lanjut, atau Paroxysmal Cold Hemoglobinuria(PCH) yang
melibatkan usia kanak.
PATOFISIOLOGI 6,7
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi system
komplemen, aktivasi mekanisme selular, atau kombinasi keduanya. Aktivasi Sistem
Komplemen secara keseluruhan, aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya
membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan
hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur
klasik ataupun jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan
jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3 disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab
antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada
suhu di bawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan
antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.
Gambar 5 : Jalur aktivasi komplemen
Sumber : http://www.scribd.com/doc/54306273/Anemia-Hemolitik
MANIFESTASI KLINIS 7
Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat : Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-
lahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar,
sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa
dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna
gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik
splenomegali tarjadi pada 50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien
dan limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ
dan limfonodi.
Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin: Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi
pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl.
Sering juga terjadi akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan
menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi
dan bisamenyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan
GEJALA
demam
menggigil
nyeri punggung dan nyeri lambung
perasaan melayang
penurunan tekanan darah yang berarti.
sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian
dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.
Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur,
kadang menyebabkan nyeri perut.
Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana
batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.
PENATALAKSANAAN 8,9
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat: Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa
cara untuk mengobati penyakit ini, jika penyebab penyakit di ketahui yang pertama
harus dilakukan adalah menyingkirkan penyebab yang mendasari contohnya SLE .
Pemakaian obat seperti methyldopa dan fludarabin harus dihentikan. Apabila
penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan
pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena
selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk
orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada
kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil. Steroid ini
mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody.
Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan.
Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal mempertahankan
kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa (splenoktomi) dapat di
pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa berhenti menghancurkan sel darah
merah yang terbungkus oleh autoantibody. Pengangkatan limfa diketahui berhasil
mengendalikan pada sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat
yang menekan system kekebalan. Obat imunosupresif lain dapat digunakan
diantaranya: Azatioprin50-200 mg/hari, siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2),
klorambusil, dansiklosporin. Terapi lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari,
biasanya danazol dipakai bersama-sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang
mengancam fungsi jantung dapat dilakukan tranfusi. Transfusi darah dapat
menyebabkan masalah pada penderita karena bank darah mengalami kesulitan dalam
menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibody.Transfusinya sendiri dapat
merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibody.Maka, darah yang ditranfusi harus
tidak mengandung antigen yang sesuai dengan penderita. Kemudian pada keadaan
gawat dapat diberikan immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan
apabila Hb < 7 g/dl.
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin: Dan terapi pada anemia hemolitik autoimun
tipe dingin yakni dengan menghindari udara dingin , mengobati penyakit dasar,
kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga dengan memberi kortikosteroid tetapi
kortikosteroid ini tidak efektif. Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil pada
beberapa kasus. Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi
pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada
penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil 2-4 mg/hari,
plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi
hemolisis, namunsecara praktik hal ini sukar dilakukan
KOMPLIKASI 9,10
adalah bekuan darah yang terbentuk di vena dalam, biasanya di tungkai bawah. Kondisi ini
cukup serius, karena terkadang bekuan tersebut bisa pecah dan mengalir melalui peredaran
darah ke organ-organ vital seperti emboli paru atau menyumbat arteri pada limpa sehingga
terjadi iskemi dan bisa menyebabkan gangguan jantung hingga kematian.
Terjadi Hemogloblinuria oleh karena terjadi penghancuran eritrosit dalam sirkulasi, maka
Hb dalam plasma akan meningkat dan jika konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma maka Hb akan berdifusi dalam glomerulus ginjal. Selain itu juga terjadi
mikrioangiopati pada pembuluh darah ginjal sehingga merusak tubuli ginjal menyebabkan
oligouria dan gangguan berat fungsi ginjal.
Komplikasi splenektomi
A. Trauma pada usus. Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan
usus pada lubang bagian bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka saat
melakukan operasi.
B. Perlukaan vasklular adalah komplikasi yang paling sering pada saat melakukan
operasi. Dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau penjepitan capsular
pada saat dilakukan retraksi limpa.
C. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari splenektomi
dengan melihat tigkat enzim amylase. Gejala yang paling sering muncul adalah
hiperamilase ringan, tetapi tidak berkembang menjadi pankreatitis fistula
pankeas, dan pengumpulan cairan dipankreas.
D. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada lubang
superior tidak menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi
splenektomi, mungkin lebih sulit untuk melihat luka yang ada di
pneomoperitoneum. Ruang pleura meruapakan hal utama dan harus berada dalam
tekanan ventilasi positf untuk mengurangi terjadinya pneumotoraks.
A. Koplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open
splenektomi, termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.
B. Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open splenektomi.
Tetapi ini sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi
biasanya dengan memasang drain di bawak kulit dan pemkaian antibiotic
intravena.
C. Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering terjadi
setelah dilakukan open splenektomi adanya gangguan darah pada 4-5% pasien.
Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi biasanya lebih sedikit
(1,5% pasien)
D. Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah dilakukan
laparoskopt splenektomi.
E. Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai jenis
operas intra-abdominal lainnya.
Obesitas
Merokok
Gizi yang buruk
Penyakit kronik
Diabetes
Lanjut Usia
Penyakit jantung dan paru yang telah ada sebelumnya.
PENCEGAHAN 11
PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering kali
dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. . Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2005. Hal 365-66