Vous êtes sur la page 1sur 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN. S DENGAN KATARAK


DI DUSUN LUNGGE RT 04 RW 01
KECAMATAN TEMANGGUNG KABUPATEN TEMANGGUNG

N SAMPUL

Oleh:

Disusun Oleh :
Nurilla Tunisa
P1337420515048 / KRESNA 2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG
TAHUN 2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan menyebabkan
kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta
membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Salah satu penyebab
kebutaan adalah katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan melihat melalui
kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah, penglihatan ganda ketika
mengemudi di malam hari , merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari penderita justru
merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Begitu besarnya resiko masyarakat Indonesia untuk menderita katarak memicu kita
dalam upaya pencegahan. Dengan memperhatikan gaya hidup, lingkungan yang sehat dan
menghindari pemakaian bahan-bahan kimia yang dapat merusak akan membuat kita terhindar
dari berbagai jenis penyakit dalam stadium yang lebih berat yang akan menyulitkan upaya
penyembuhan.
Sehingga kami sebagai mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan
menanggulangi masalah katarak yakni dengan memberikan sebuah asuhan keperawatan pada
klien dengan katarak dalam sebuah keluarga sebagai bahan belajar dan pendidikan bagi
mahasiswa keperawatan.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah asuhan keperawatan keluarga yang dapat dilakukan pada pasien dengan
katarak?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dalam melaksanakan proses
asuhan keperawatan keluarga pada klien dengan penyakit katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui definisi penyakit Katarak
b. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi penyakit Katarak
c. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit Katarak
d. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit Katarak
e. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik dari penyakit Katarak
f. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari penyakit Katarak
g. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang penyakit Katarak
h. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan penyakit Katarak
i. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan penyakit Katarak

D. MANFAAT
Dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisa masalah keperawatan yang
dialami oleh klien dengan penyakit katarak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Katarak
Menurut Nugroho (2011) katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang
biasanya bening, transparan menjadi keruh, sehingga dapat menurunkan tajam/ visus
penglihatan dan mengurangi luas lapang pandang.
Menurut Wijaya dan Putri (2013) katarak adalah kekeruhan (bayangan seperti awan)
pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat
menerima cahaya.
Menurut Tamsuri (2011) katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi karena hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
keduanya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa katarak adalah keadaan dimana
lensa mata yang biasanya bening menjadi keruh karena hidrasi lensa, denaturasi protein
lensa, yang berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya
sehingga dapat menurunkan tajam/ visus penglihatan dan mengurangi luas lapang pandang.
2. Klasifikasi katarak
Klasifikasi katarak menurut Nugroho (2011) adalah katarak kongenital, katarak
juvenil, katarak senil, katarak komplikata dan katarak traumatik.
Sedangkan menurut Tamsuri (2011) klasifikasi katarak adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Katarak kongenital : katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari satu tahun.
2) Katarak juvenil : katarak yang terjadi setelah usia satu tahun.
3) Katarak senil : katarak setelah usia 50 tahun.
b. Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat dibedakan menjadi :
1) Katarak traumatika
Katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma tumpul maupun
tajam. Rudakpaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada satu mata (katarak
monokular). Penyebab katarak ini antara lain karena radiasi sinar- X, radioaktif,
dan benda asing.
2) Katarak toksika
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia
tertentu. Selain itu, katarak ini juga dapat terjadi karena penggunaan obat seperti
kortikosteroid dan chlorpromazine.
3) Katarak komplikata
Katarak terjadi akibat gangguan sistemik seperti diabetes mellitus,
hipoparatiroidisme, atau akibat kelainan lokal seperti uveitis, glaucoma, dan
myopia atau proses degenerasi pada satu mata lainnya.

3. Stadium katarak
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan
oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif. Lensa katarak memiliki ciri
berupa edema lensa, perubahan protein, perubahan proliferasi dan kerusakan
kontinuitas serat serat lensa. Secara umum edema lensa bervariasi sesuai stadium
perkembangan katarak (Khalilullah,2010).
Menurut Tamsuri (2011) stadium katarak dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Katarak insipient
Merupakan stadium awal katarak yaitu kekeruhan lensa masih berbentuk bercak-
bercak kekeruhan yang tidak teratur. Klien mengeluh gangguan penglihatan seperti
melihat ganda pada penglihatan satu mata. Belum terjadi gangguan tajam
penglihatan.
b. Katarak imatur
Lensa mulai menyerap cairan sehingga lensa agak cembung, menyebabkan
terjadinya myopia, dan iris terdorong ke depan serta bilik mata depan menjadi
dangkal. Sudut bilik mata depan dapat tertutup sehingga mungkin timbul glaukoma
sekunder.
c. Katarak matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini, terjadi kekeruhan
lensa. Tekanan cairan dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan
dalam mata sehingga ukuran lensa akan normal kembali. Tajam penglihatan sudah
menurun dan tinggal proyeksi sinar positif.
d. Katarak hipermatur
Pada stadium ini, terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat
mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa. Pada stadium
ini, dapat juga terjadi degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa maupun
korteks lensa yang cair dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Bahan lensa dapat
menutup jalan keluar cairan bilik mata depan sehingga timbul glaukoma fakolitik.

4. Etiologi katarak
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh
lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk. Katarak biasanya
berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun katarak bisa juga timbul
akibat trauma pada mata, paparan yang lama terhadap obat seperti kortikosteroid
menyebabkan katarak. Faktor resiko dari katarak antara lain DM, riwayat keluarga
dengan katarak, penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu, pembedahan mata
(Mutiarasari dan Handayani, 2011).
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
a. Fisik
Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan mempengaruhi
keadaan lensa, sehingga dapat mengakibatkan katarak baik pada orang yang
fisiknya semakin tua karena sakit.
b. Kimia
Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat paparan
sinar ultraviolet matahari, pada lensa mata dapat menyebabkan katarak.
c. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka fungsi lensa juga akan menurun dan
mengakibatkan katarak. Katarak yang didapatkan karena faktor usia tua biasanya
berkembang secara perlahan. Penglihatan kabur dapat terjadi setelah trauma dari
gejala awal dapat berkembang kehilangan penglihatan. Hilangnya penglihatan
tergantung pada lokasi dan luasnya kekeruhan.
d. Infeksi virus masa pertumbuhan janin
Jika ibu pada saat mengandung terkena atau terserang penyakit yang sebabkan oleh
virus. Maka infeksi virus tersebut akan mempengaruhi tahap pertumbuhan janin.
e. Penyakit
Meliputi penyakit diabetes mellitus dan trauma mata seperti uveitis. (Wijaya dan
Putri, 2013, p. 64).
5. Tanda dan Gejala
Katarak biasanya tumbuh secara perlahan dan tidak menyebabkan rasa sakit. Pada
tahap awal kondisi ini hanya akan mempengaruhi sebagian kecil bagian dari lensa mata
dan mungkin saja tidak akan mempengaruhi pandangan mata. Saat katarak tumbuh
lebih besar maka noda putih akan mulai menutupi lensa mata dan mengganggu
masuknya cahaya ke mata, pada akhirnya pandangan mata akan kabur. Berikut adalah
tanda dan gejala katarak :
a. Terjadi pada usia lanjut sekitar usia 50 tahun ke atas
b. Gatal-gatal pada mata
c. Sering keluar air mata
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
e. Penglihatan kabur pada malam hari
f. Tidak dapat menahan sinar lampu atau kilau cahaya yang langsung menembus mata
g. Penderita akan merasa seperti melihat awan di depan penglihatannya, menutupi
lensa mata
h. Bila sudah mencapai tahap akhir atau stadium lanjut penderita katarak akan
kehilangan penglihatannya
(Tri Ulandari, 2014).
6. Patofisiologi katarak
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia di atas 70 tahun,
dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak dapat juga
diakibatkan oleh kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun
(Tamsuri, 2011).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi,
ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan pandangan
/kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam
lensa (Mutiarasari dan Handayani, 2011).
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda, dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti Diabetes Mellitus, namun
sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Katarak dapat
bersifat kongenital dan dapat diidentifikasi awal, karena bila tidak dapat terdiagnosa
dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan permanen. Faktor yang paling berperan
yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, Diabetes Mellitus, dan asupan antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu lama (Wijaya dan Putri, 2013).
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh (Khalilullah, 2010). Setelah pembedahan, lensa diganti
dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokuler (Tamsuri, 2011).

7. Komplikasi katarak
Menurut Wijaya dan Putri (2013) adapun komplikasi penyakit katarak ini adalah
sebagai berikut :
a. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intraokuler di dalam bola
mata, sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata menurun.
b. Kerusakan retina
Kerusakan retina dapat terjadi setelah pasca bedah, akibat ada robekan pada retina,
cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau terjadi penimbunan eksudat
di bawah retina sehingga retina terangkat.
c. Infeksi
Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak
adekuat.
Sedangkan menurut Billota (2014) komplikasi yang timbul akibat katarak dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Kehilangan penglihatan total
b. Penurunan cairan vitreus
c. Dehisens luka
d. Hifema
e. Glaukoma yang menyumbat pupil
f. Ablasio retina
g. Infeksi
8. Penatalaksanaan katarak
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tidak dapat diambil dengan laser.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang
terbalik dicapai 20/50 atau lebih buruk lagi. Pembedahan katarak paling sering
dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Pembedahannya ada 2 macam yaitu
:
a. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler
Intra catarax extraction (ICCE) mengeluarkan lensa secara utuh.
b. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler
Extra capsula catarax extraction (ECCE) : mengeluarkan lensa dengan merobek
kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior.
(Wijaya dan Putri, 2013)
Menurut Brunner & Suddarth (2015) penatalaksanaan katarak adalah sebagai berikut
:
a. Penatalaksanaan medis
Tidak ada terapi non bedah (obat, tetes mata, kacamata) yang dapat
menyembuhkan katarak atau mencegah katarak yang terkait usia. Studi tidak
menemukan adanya manfaat dari suplemen antioksidan, vitamin C dan E, beta-
karoten, dan selenium. Kacamata atau lensa kontak, lensa bifocal, atau lensa
pembesar dapat meningkatkan pandangan. Midriatik dapat digunakan dalam
jangka pendek, tetapi cahaya silau semakin besar.
b. Penatalaksanaan bedah
Secara umum, jika penurunan pandangan akibat katarak tidak mengganggu
aktivitas normal, pembedahan mungkin tidak dibutuhkan. Dalam memutuskan
kapan pembedahan katarak akan dilakukan, status fungsional dan status visual
pasien harus menjadi pertimbangan utama. Pilihan bedah mencakup
fakoemulsifikasi (metode pembedahan katarak ekstrakapsular) dan penempatan
lensa (kacamata afakia, lensa kontak, dan lensa okuler yang ditanam). Katarak
diangkat di bawah pengaruh anastesia lokal pada pasien rawat jalan. Apabila
kedua mata mengalami katarak, satu mata ditangani terlebih dahulu, dengan jeda
minimal beberapa minggu, lebih baik beberapa bulan, baru kemudian dilakukan
penanganan pada mata yang kedua.
c. Penatalaksanaan keperawatan
1) Tunda pemberian antikoagulan yang diterima pasien jika dibenarkan secara
medis. Dalam beberapa kasus, terapi antikoagulan dapat diteruskan
2) Berikan obat tetes pendilatasi setiap 10 menit untuk empat dosis, minimal 1
jam sebelum pembedahan. Obat tetes antibiotik, kortikosteroid, dan obat tetes
anti-inflamasi dapat diberikan secara profilaksis untuk mencegah infeksi dan
inflamasi pasca operasi.
3) Berikan instruksi lisan dan tulisan tentang bagaimana melindungi mata,
memberikan obat, mengenali tanda-tanda komplikasi, dan mendapatkan
perawatan darurat.
4) Jelaskan bahwa ketidaknyamanan yang dirasakan seharusnya minimal
setelah pembedahan, dan instruksikan pasien untuk menggunakan agen
analgesik ringan, seperti asetaminofen, sesuai kebutuhan.
5) Tetes mata atau salep antibiotik, anti-inflamasi, dan kortikosteroid diresepkan
pasca operasi.
9. Pengkajian katarak
a. Riwayat
1) Riwayat penyakit trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit
diabetes mellitus, hipotiroid, uveitis, glaukoma.
2) Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak
3) Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, risiko jatuh,
berkendaraan.
b. Pengkajian umum
1) Usia
2) Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid
c. Pengkajian khusus mata
1) Dengan pelebaran pupil , ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas putih)
pada lensa
2) Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut
3) Penurunan tajam penglihatan (miopia)
4) Bilik mata depan menyempit
5) Tanda glaukoma (akibat komplikasi)
(Tamsuri,2011).

B. Kosep Dasar Asuhan keperawatan Keluarga


1. Konsep keluarga
a. Pengertian

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional, serta individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga
(Friedman dalam Achjar, 2010).

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan
anaknya, ayah dan anaknya, ibu dan anaknya (UU No. 10 dalam APD Salvari, 2013).

b. Karakteristik keluarga

Menurut APD Salvari (2013), karakteristik keluarga sebagai berikut :

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu
sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial:
suami, istri, anak, kakak, dan adek.
4) Mempunyai tujuan yaitu: menciptakan dan mempertahankan budaya dan meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan social

c. Bentuk / Type Keluarga


1) Keluarga inti (nuclear family

Keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya, adopsi atau
keduanya.
2) Keluarga besar (extended family)

Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-
nenek, paman bibi).

3) Keluarga bentukan kembali (dyadic family)

Keluarga baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yang bercerai atau kehilangan pasangannya.

4) Orang tua tunggal (single parent family)

Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal
pasangannya.

5) Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).


6) Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the
single adult living alone.
7) Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital heterosexsual
cobabiting family)
8) Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian
family).
9) Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang berusia lanjut.
10) Keluarga Indonesia menganut keluarga besar (extended family), karena masyarakat
Indonesia terdiri dari berbagai suku hidup dalam satu kominiti dengan adat istiadat yang
sangat kuat (Depkes RI dalam Achjar, 2010).
d. Struktur keluarga

Menurut APD Salvari (2013), struktur keluarga sebagai berikut :

1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga saudarah istri.
4) Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga saudarah suami.
5) Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa anak saudara yang menjadi bagaian keluarga karna adanya hubungan dengan suami
istri.

e. Fungsi Keluarga
Menurut Achjar (2010), fungsi keluarga adalah sebagai berikut :

1) Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit akan
mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit.

2) Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain. Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita
dengan lingkungan akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap
memperhatikan kondisinya. Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi
penderita.

3) Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga dan juga
tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan
berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat penting.

4) Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan makan, pakaian dan
tempat untuk berlindung ( rumah) dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5) Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan

Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

f. Ciri-ciri keluarga
1) Terorganisir adalah : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga Ada
keterbatasan adalah : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga mempunyai
keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing
2) Ada perbedaan dan kekhususan adalah : setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan
fungsi-masing-masing (APD Salvari, 2013)

g. Tugas keluarga di bidang Kesehatan


Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di dalam bidang
kesehatan yang perlu di pahami dan dilakukan.

Ada 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus di lakukan( Fridman dalam Achjar,
2010).

1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya perubahan sekecil apapun yang di alami
anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka
apabila menyadari adanya perubahan perlu segera di catat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi dan seberapa perubahannya.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan
keadaan keluarga, dengan pertimbangan siap diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segeralah melakukan tindakan yang
tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan bisa teratasi. Jika keluarga mempuyai
keterbatasan agar meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
3) Memberikan keperawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membatu dirinya
sendiri karena cacat atau usianya terlalu mudah. Perawat ini dapat di lakukan di rumah apabila
keluarga mempunyai kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau ke
pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak
terjadi (Suparyanto , 2012).
4) Memodifikasi lingkungan keluarga seperti pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya
pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga, upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan
keluarga, kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan luar rumah yang
berdampak pada kesehatan keluarga.
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas
kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada,
keuntungan keluarga terhadap pengunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kesehatan
terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik dipersepsikan keluarga
(Achjar, 2010)
h. Pemegang kekuasaan dalam keluarga
1) Patrikal : Yaitu yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah.
2) Matrikal : Yaitu yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ibu.
3) Equaltarial : Yaitu yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu (APD
Salvari, 2013).
i. Dimensi dasar struktur keluarga

Menurut APD Salvari (2013), dimensi dasar struktur keluarga sebagi berikut :
1) Pola dan proses komunikasi :
a) Bersifat terbuka dan jujur.
b) Selalu menyelesaikan konflik keluarga.
c) Berpikiran positif.
d) Tidak mengulang-ulang issu dan pendapat sendiri.
2) Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan
dapat bersifat format dan informat. Peranan dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

3) Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk
mengubah perilaku orang lain kearah positif.

Tipe struktur kekuatan :

a) Legitimate power (hak)


b) Referent power (ditiru)
c) Expert power (keahlian)
d) Reward power (hadiah)
e) Coercive power (paksa)
f) Affective power.
4) Nila-nilai keluarga
a) Nilai, merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak
mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga jaga merupakan suatu
pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.
b) Norma, adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam
keluarga.
c) Budaya, adalah kumpulan dari perilaku yang dapat dipelajari, di bagi dan ditularkan dengan
tujuan untuk menyelesaikan masalah.

2. Konsep Proses Asuhan Keperawatan Keluarga

Menurut Friedman (1998:54), Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan
keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi tertentu,
konsep tertentu, teori atau falsafah.
Friedman dalam Proses keperawatan keluarga juga membagi dalam lima tahap proses keperawatan
yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu atau
diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber dan
evaluasi perawatan.

Dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga menurut Effendi (2004) dengan melalui
membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak
dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk membantu keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan keluarga, menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi
kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina komunikasi dua arah
dengan keluarga.

Friedman (1998: 55) menjelakan proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari lima langkah
dasar meliputi :

A. Pengkajian

Menurut Suprajitno (2004:29) pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya. Pengkajian
merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data
pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan
bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).

Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi dengan cara sistematis
dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman,
1998: 56)

1. Pengumpulan data
a. Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
b. Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
1) Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Untuk penderita stroke
biasanya mengkonsumsi makanan yang bayak menandung garam, zat pengawet, serta emosi yang
tinggi

2) Pemanfaatan fasilitas kesehatan


Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang penting dalam
penggelolaan penyakit stroke fase rehabilitasi terutama ahli fisiotherapi.

3) Pengobatan tradisional

Karena penderita stroke memiliki kecenderungan tensi tinggi, keluarga bisa memanfaatkan
pengobatan tradisional dengan minum air ketimun yang dijus sehari dua kali pagi dan sore.

c. Status Sosial Ekonomi


1) Pendidikan

Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta


pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil
keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.

2) Pekerjaan dan Penghasilan

Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan
pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena
hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-
sumber yang ada pada keluarga.

d. Tingkat perkembangandan riwayat keluarga

Menurut Friedmen (1998:125), Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat
perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan
yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis
seseorang yang dapat mengakibatkan kecemasan.

e. Aktiftas

Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan
hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga (Friedman,
1998:9).

f. Data Lingkungan
1) Karakteristik rumah

Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan fentilasi
yang baik dapat mengurangai faktor penyebab terjadinya cedera pada penderita stroke fase
rehabilitasi.
2) Karakteristik Lingkungan

Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan


lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi

g. Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi

Menurut (Friedman, 1998) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan komunikasi.
Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga
untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun
non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.

2) Struktur Kekuasaan

Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat
menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam tekanan darah pasien stroke.

3) Struktur peran

Menurut Friedman(1998), anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang
dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan
sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan
mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.

h. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif

Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan
menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang
dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).

2) Fungsi sosialisasi

Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita stroke dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka
akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi
labil dan mudah stress.

3) Fungsi kesehatan

Menurut suprajitno (2004) fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
i. Pola istirahat tidu

Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum
terselesaikan.

j. Pemeriksaan fisik anggota keluarga

Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan


menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku untuk semua anggota keluarga. Setelah ditemukan
masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.

k. Koping keluarga

Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka ini
akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan.

B. Diagnosa keperawatan

Menurut APD Salvari, (20013) Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan
respon manusia atas perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat secara legal
dapat mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah keperawatan. Kolaburasi dan koordinasi
dengan anggota tim lain merupakan keharusan untuk menghindari kebingungan anggota akan
kurangnya pelayanan kesehatan.

Dalam diagnosa keperawatan meliputi sebagai berikut :

1. Problem atau masalah

Suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga aatau
anggota keluarga.

2. Etiologi

Suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga.

Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga
adalah :

a. Ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesalahan persepsi).


b. Ketidakmauan (sikap dan motivasi).
c. Dan ketidak mampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu prosedur atau tindakan,
kurangnya sumber daya keluarga baik finansial, fasilitas, system pendukung, lingkungan fisik
dan psikologis).
3. Symtom

Sekumpulan data subyektif dan objektif yang diperoleh perawatan dari keluarga secara langsung
atau tidak langsung.

Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Diagnosis actual adalah masalah keperwatan yang sedang dialami oleh keluarga dan
memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.
b. Diagnosis resiko / resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda
untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera
mendapat bantuan perawat.
c. Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu
memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat ditingkatkan.

4. Prioritas Diagnosa

ANALISA DATA

NO D A T A DX. KEPEAWATAN

SCORING

NO KRITERIA SCORE PEMBENARAN

1 Sifat masalah

Skala : 1

 Tidak/kurang sehat 3
 Ancaman kesehatan
2
 Keadaan sejahtera
1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah

Skala : 2

 Mudah 2
 Sebagian
1
 Tidak dapat
0

3 Potensial masalah untuk dicegah

Skala : 1

 Tinggi 3
 Cukup
2
 Rendah
1

4 Menonjolnya masalah

Skala : 1

 Masalah berat, harus segera ditangani 2


 Ada masalah, tetapi tidak perlu segera
1
ditangani
 Masalah tidak dirasakan. 0

C. Perencanaan keperawatan keluarga

Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang mencakup tujuan umum dan
tujuan khusus serta dilengkapi dengan kriteria dan standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan
spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang
ditetapkan.

D. Tahapan Tindakan Keperawatan Keluarga

Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal dibawah ini:


1. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan
kesehatan dengan cara:
a. Memberikan informasi
b. Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
c. Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara:
a. Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
c. Mendiskusikan tentang konsekuensi tipa tindakan
3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara:
a. Mendemonstrasikan cara perawatan
b. Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
c. Mengawasi keluarga melakukan perawatan
4. membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, dengan
cara:
a. Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
b. Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
5. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dengan cara:
a. Mengenakan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
b. Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

E. Tahap Evaluasi

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat
keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan
keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam watu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional.


S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subyektif setelah dilakkukan intervensi
keperawatan, misalnya : keluarga mengatakan nyerina berkurang.
O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif setelah dilakkukan intervensi
keperawatan, misalnya : BB naik 1 kg dalam 1 bulan.
A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang terkait dengan
diagnosis.
P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahapan
evaluasi.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. Data Umum
Nama Kepala Keluarga : Tn. S
Usia : 67 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : RT 04 RW 01 Lungge, Temanggung
Komposisi Anggota Keluarga :

Vous aimerez peut-être aussi