Vous êtes sur la page 1sur 10

ANGINA LUDWIG

A. Definisi

Angina Ludwig merupakan suatu bentuk selulitis difus berat dengan onset
akut, berkembang progresif cepat, memiliki efek yang membahayakan, dan
melibatkan ruang submandibula, submental, sublingual dan parapharyngeal
bilateral sehingga mengakibatkan keadaan kegawatdaruratan. Angina Ludwig
dinamakan menurut dokter Karl Friedrich Wilhelm von Ludwig yang pertama
kali menggambarkan kondisi penyakit ini pada tahun 1836 sebagai selulitis
gangrenous progresif cepat dan edema jaringan lunak leher dan dasar mulut.
Angina Ludwig disebut juga dengan nama lain Angina Ludovici, Cynanche,
Karbukulus gangrenosus, Angina maligna, Morbus Strangularis dan Garotillo
(Candamourty et al., 2012; Kassam et al., 2013).

B. Epidemiologi

Sebagian besar kasus Angina Ludwig terjadi pada seseorang yang


sebelumnya sehat. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang dewasa dengan
infeksi gigi. Kondisi predisposisi meliputi diabetes mellitus, malnutrisi, perokok
dengan oral hygiene buruk, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik,
glomerulonefritis, dermatomiositis, sistemic lupus erythematosus (SLE) dan
human immunodeficiency virus (HIV). Penderita Angina Ludwig sebagian besar
berusia 20-60 tahun, walaupun rentang usia 12 hari hingga 84 tahun juga
dilaporkan. Laki-laki lebih dominan menderita Angina Ludwig dibanding
perempuan yaitu 3:1 hingga 4:1 pada penyakit ini. Selain itu, pasien
immunocompromised memiliki risiko lebih tinggi menderita Angina Ludwig.
Insidensi pada anak-anak jarang tetapi kadang terjadi dengan penyebab yang
tidak jelas. Sebelum perkembangan antibiotik yaitu penisilin oleh Alexander
Fleming dan produksi masal pada tahun 1950, angka mortalitas Angina Ludwig
melebihi 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan. Dewasa ini, setelah
perkembangan terapi antibiotik dan teknik operasi, angka mortalitasnya menurun
menjadi hanya 8% (Costain dan Marrie, 2011).

C. Anatomi dan Fisiologi

Ruang yang dibentuk oleh berbagai fascia pada leher merupakan area
yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan
selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui
saluran limfe.
Ruang submandibula merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan
m. mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi
dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Ada
juga yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang
submental dan ruang submaksillar. Infeksi dari gigi molar dan premolar pertama
sering berhubungan dengan ruang submandibular karena apeks akar dari gigi
molar dan premolar berada di superior otot mylohiod.
Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian
superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m.
styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya
berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal
bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian
anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di
bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal.

Gambar 1. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m.


styloglossus.
Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus
Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan
lemak.Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak
di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi
oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid
sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang
submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan.
Struktur lain yang terletak diruang sublingual adalah saluran wharton,
kelenjar ludah sublingual dan saraf hypoglossal, hal ini menjadi salah satu alasan
mengapa angina ludwig menyebabkan elevasi lantai mulut dan pembengkakan
pada daerah submandibular dan submental.

Gambar 2. Anatomi dari ruang submandibular

D. Etiologi

Angina Ludwig umumnya berasal dari infeksi odontogenik (70%),


khusunya pada molar bawah kedua dan ketiga karena gigi ini memiliki akar yang
terletak setinggi m. mylohyoid dan abses pada daerah ini dapat menyebar ke
ruang submandibula. Penyebab lain dari Angina Ludwig meliputi sialadenitis,
abses peritonsil, fraktur mandibula terbuka, kista duktus thyroglossus terinfeksi,
epiglotitis, injeksi intravena obat pada vena jugularis, bronkoskopi traumatik,
intubasi endotrakeal, laserasi mulut, tindik lidah, infeksi pernapasan atas, dan
trauma pada dasar mulut (Lemonick, 2007).

Penyebab Angina Ludwig seringkali infeksi bakteri polimikrobial


meliputi spesies Streptococcus grup A. Organisme lain yang banyak ditemukan
pada kultur yaitu spesies Staphylococcus, Fusobacterium dan Bacteroides.
Pasien immunocompromised umumnya terinfeksi oleh organisme atipikal seperti
Pseudomonas, Escherichia coli, Candida, atau Clostridium (Costain dan Marrie,
2011).

E. Patofisiologi

Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak
terawat dan deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi
akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis,
maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh.
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling
sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya
celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal,
abses submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan
abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahangbawah dapat membentuk abses
sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina
Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m.mylohyoideus) dalam ruang submandibula,
menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan
pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang
parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi
ketegangan antara tulang.
Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal dari
gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada
setinggi otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang
submandibular. Infeksi yang menyebar diluar akar gigi yang berasal dari gigi
premolar pada umumnya terletak dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi
diluar akar gigi yang berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang
submandibular.

(Gambar 3. Patofisiologi Angina Ludwig)

Sebuah infeksi dengan cepat menyebar dari ruang submandibula,


sublingual dan submental dan menyebabkan pembengkakan dan elevasi lidah dan
indurasi berotot dari dasar mulut.Ruang potensial terjadinya peradangan selulitis
atau Angina Ludwig adalah Ruang suprahiod yang berada antara otot-otot yang
melekatkan lidah pada tulang hiod dan otot milohiodeus, peradangan pada ruang
ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan
mendorong lidah keatas dan belakang dan dengan demikian dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas secara potensial.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang
keras dari fascia cervikal profunda dengan m.digastricus anterior dan os hyoid.
Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas.
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu
sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni
dan mengikutistruktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas
ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di
bagian superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah
ke belakang, akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di
bagian inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian
superior dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah. Os hyoid
membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga pembengkakan
menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk dan
gambaran “bull neck”.

F. Manifestasi Klinis

Gejala pada Angina Ludwig bervariasi bergantung pada pasien dan


derajat infeksi. Gejala umum meliputi pireksia, kelemahan, dan kelelahan karena
respon imun dari adanya infeksi bakteri. Respon inflamasi menyebabkan edema
leher dan jaringan di ruang submandibula, submaksila, dan sublingua. Edema
yang signifikan dapat menyebabkan trismus dan ketidakmampuan menelan air
ludah. Nyeri, khususnya saat menggerakkan lidah juga umum terjadi. Gejala
yang menandai penyakit telah berkembang progresif dengan terjadinya obstruksi
jalan napas meliputi respiratory distress dengan dispnea, takipnea, atau stridor.
Kebingungan atau perubahan mental lain mungkin terjadi disebabkan oleh
hipoksia berkepanjangan. Otalgia, disfagia, disfonia, dan disartria juga
ditemukan. Sepsis dapat terjadi pada infeksi bakteri. Jika tidak diberikan terapi
segera, infeksi submandibula dapat menyebar cepat ke ruang pharynomaksila
atau mediastinal atau ke tulang dan menyebabkan osteomielitis (Costain dan
Marrie, 2011; Kassam et al., 2013).

G. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik kepala dan leher ditemukan pembengkakan


submandibula yang dikarakteristikkan dengan perabaan tegang dan berkalus.
Leher dibawah dagu dan dasar mulut edematous dan eritematous. Lidah
membesar karena pembengkakan jaringan lunak dibawahnya. Tanda obtruksi
jalan napas yaitu stridor yang dapat terdengar, disfonia, dehidrasi berat, dan
pembesaran nodus limfatikus leher. Diagnosis Angina Ludwig berdasarkan
gambaran klinis. CT scan dan MRI dapat membantu menentukan luas dan lokasi
infeksi. Grodinsky pada tahun 1939 mengembangkan kriteria diagnosis Angina
Ludwig meliputi selulitis, bukan abses, dari ruang submandibula yang tidak
pernah melibatkan hanya satu ruang saja, sehingga umumnya bilateral,
memproduksi gangren serosanguineous, infiltrasi berbau busuk tetapi hanya
sedikit pus, melibatkan jaringan penghubung, fascia, dan otot tetapi tidak
melibatkan struktur non kelenjar, menyebar perkontinuitatum dan bukan
limfatikum (Costain dan Marrie, 2011).

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari angina Ludwig yaitu edema angioneurotik,


karsinoma lingual, hematoma sublingual, abses kelenjar saliva, dan limfadenitis.

I. Penatalaksanaan
Morbiditas dan mortalitas dari Angina Ludwig terutama disebabkan oleh
hilangnya patensi jalan nafas sehingga proteksi jalan nafas merupakan prioritas
utama dalam tatalaksana awal pasien. Konsultasi anestesiologist dan
otolaringologist sangat diperlukan dengan segera. Transfer pasien ke ruang
operasi harus dipertimbangkan sebelum manipulasi jalan nafas dimulai. Pasien
yang tidak memerlukan kontrol jalan nafas harus dimonitor terus menerus. Pada
pasien yang sangat memerlukan bantuan pernapasan, kontrol jalan nafas idealnya
dilakukan di ruang operasi, untuk dilakukan krikotiroidotomi atau trakeostomi
jika diperlukan.
Angina Ludwig lebih memerlukan trakeostomi dibandingkan infeksi lain
yang terjadi di leher dalam. Intubasi Nasotracheal saat pasien terjaga dapat
menimbulkan obstruksi jalan napas akut, persiapan untuk trakeostomi harus
dilakukan dalam setiap kasus bahkan ketika intubasi sedang dilakukan oleh
anestesi yang terampil. Narkotika sebaiknya dihindari karena menyebakan
depresi pernapasan dan dapat memperburuk kesulitan dalam ventilasi, sehingga
dianjurkan penggunaan anestesi hirup.
Apabila jalan nafas telah diamankan, administrasi antibiotik intravena
secara agresif harus dilakukan. Terapi awal ditargetkan untuk bakteri gram
positif dan bakteri anaerob pada rongga mulut. Pemberian beberapa antibiotik
harus dilakukan, yaitu penisilin G dosis tinggi dan metronidazol, klindamisin,
sefoksitin, piperasilin-tazobaktam, amoksisilin klavulanat, dan tikarsilin
klavulanat. Walaupun masih menjadi kontroversi, pemberian deksametason
untuk mengurangi edema dan meningkatkan penetrasi antibiotik dapat
membantu. Pemberian deksametason intravena dan nebul adrenalin telah
dilakukan untuk mengurangi edema saluran nafas bagian atas pada beberapa
kasus (Pak et al., 2017).
Penanganan yang terdiri dari Pembedahan insisi melalui garis tengah,
dengan demikian menghentikan ketegangan yang terbentuk pada dasar mulut,
karena Angina Ludwig merupakan selulitis, maka sebenarnya pus jarang
diperoleh, sebelum insisi dan drainase dilakukan, sebaiknya dilakuan persiapan
terhadap kemungkinan trakeostomi karena ketidakmampuan melakukan intubasi
pada pasien seperti lidah yang menyebakan obstruksi pandangan laring dan tidak
dapat ditekan oleh laringoskop.
Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif, bukti
radiologis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus, atau aspirasi
jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah
pemberian terapi antibiotik. Drainase ditempatkan di muskulus milohioid ke
dalam ruang sublingual. Mencabut gigi yang terinfeksi juga penting untuk proses
drainase yang lengkap.
Untuk pemberian terapi medikamentosa pada pasien dengan kecurigaan
Angina Ludwig dapat diberikan Antibiotik Clindamycin 600-900 mg/Iv setiap 8
jam, atau kombinasi penicillin dan metronidazole. Pemberian antibiotik dapat
mengurangi kematian akibat infeksi ruang leher dalam, tetapi infeksi pada ruang
yang lebih dalam dapat menimbulkan komplikasi yang fatal dan mengancam
jiwa, setelah pembentukan abses terjadi, operasi masih dianggap sebagai
pengobatan yang utama, sedangkan pemberian antibiotik digunakan pada infeksi
awal.

J. Komplikasi

Komplikasi yang paling serius dari Angina Ludwig yaitu asfiksia yang
disebabkan oleh edema pada jaringan lunak leher. Pada infeksi lanjut, dapat
terjadi thrombosis sinus kavernosus dan abses serebri. Komplikasi lainnya yang
telah dilaporkan yaitu infeksi dinding karotis dan ruptur arteri, tromboflebitis
supuratif dari vena jugularis, mediastinitis, empiema, efusi perikard atau efusi
pleura, osteomielitis mandibula, abses subfrenikus, dan aspirasi pneumonia
DAFTAR PUSTAKA

Candamourty R, Venkatachalam S, Babu MRR, Kumar GS. 2012. Ludwig's Angina -


An emergency: A case report with literature review. J Nat Sci Bio Med; 3(2):
206-208

Charles WC , Lee HC. 2007. Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 4th ed. Mosby

Costain N, Marrie TJ. 2011. Ludwig's Angina. The American Journal of Medicine.
124(2): 115-117

Hartmann W.R. Ludwig’s angina in children. American Family Physician.


http://www.aafp.org . Diakses November 2017.

Kassam K, Messiha A, Heliotis M. 2013. Ludwig's Angina: The original Angina.


Hindawi Publishing Corporation; pp 1-4

Lemonick DM. 2007. Ludwig's Angina: Diagnosis and Treatment. Hospital


Physician, pp: 31-37

Pak S, Cha D, Meyer C, Dee C, Fershko A. 2017. Ludwig's Angina. Cureus; 9(8): 1-4

Vous aimerez peut-être aussi