Vous êtes sur la page 1sur 12

ASAL USUL DESA ARJOWILANGUN

Gambar 1.1 Logo Desa Arjowilangun.


Pada zaman dahulu kala, ada seorang pengembara yang bernama
Mertowijoyo, beliau berasal dari Mataram (sekarang Yogyakarta) putra dari
seorang pertapa sakti yaitu Eyang Gimbal. Beliau bertempat di Gunung Tego
Pantes Mataram. Meninggal pada tahun 1752 dan meninggalkan 2 (dua) orang
putra yaitu:
1. Kromo
2. Mertowijoyo
Kedua kakak beradik ini akhirnya minta izin pamit kepada Eyang Tandu dan
Kyai Kasan untuk mengembara ke daerah timur (Jawa Timur). Akhirnya
sampailah di Sumbermanjing Kulon – Kabupaten Malang dilanjutkan kearah utara
sampailah di Dusun Bandung – Sumberpucung, yang sekarang daerah itu disebut
daerah Cengkeg. Kemudian ke arah barat sampailah di Seloayu – Kabupaten
Blitar.
Disitu mereka berhenti untuk beristirahat dan akhirnya tertidur karena
perjalanan yang cukup melelahkan. Dalam tidur beliau bermimpi aneh karena
merasa didatangi seorang perempuan cantik bernama Gadung Melati. Kedatangan
Gadung Melati memberikan benda-benda wasiat antara lain:
1. Godo
2. Gendir
3. Bedutan
Benda tersebut di gunakan sebagai alat untuk sesaji.
Setelah bangun ia terkejut sebab yang dimimpikan kini menjadi kenyataan.
Benda–benda yang ada dimimpikannya kini terletak disisinya. Dengan gembira
Eyang Mertowijoyo menceritakan mimpinya kepada Eyang Kromo. Dengan
bangga hati yang diliputi tanda-tanda heran, mereka meneruskan perjalanan
sesuai dengan petunjuknya pada mimpinya, yaitu menuju arah selatan.
Sesampainya di tepi Sungai Brantas mereka membuktikan keistimewaan Gendir
tersebut diatas air dan memang benar khasiatnya. Sungai Brantas yang sedang
banjir dicambuk ternyata airnya benar-benar surut. Lalu mereka menyeberang ke
selatan dan berhenti di bukit yang kini disebut Gunung Gurit. Disitu mereka
mendirikan rumah kecil, membuat alat-alat pertanian serta membuka tanah
pertanian. Disamping membuka tanah kering mereka juga membuka persawahan
baru diselatan Gunung Gurit. Tempat itu disebut Ngandong karena banyak
tanaman/tumbuhan Andong.

Kemudian mereka meninggalkan Gunung Gurit, menuju kearah selatan


dengan membawa alat-alat yang ada di Gunung Gurit berupa Paron dan Tumbak
Gondok. Tetapi yang berangkat hanya Eyang Kromo, sebab Eyang Mertowijoyo
harus menerima tamunya dari Mataram yaitu Eyang Tandu dan Kyai Kasan.
Setelah beberapa saat bertemu, mereka sepakat bahwa tanah Gunung Gurit dan
tanah Ngandong diserahkan kepada Eyang Tandu dan Eyang Mertowijoyo. Lalu
mereka meneruskan babat hutan sampai dihutan yang banyak pohon duriannya,
maka daerah tersebut dinamakan Dusun Duren (Jawa:Durian). Lalu meneruskan
kearah selatan dan sampailah mereka disuatu tempat yang begitu angker. Pada
saat itu pengikut Eyang Tandu dan Eyang Mertowijoyo kelaparan, maka Eyang
Mertowijoyo memerintahkan pengikutnya untuk mencari ikan disekitar daerah itu.
Alhasil, pengikut Eyang Tandu dan Eyang Mertowijoyo mendapatkan ikan lele
yang besar-besar dan banyak. Pada saat itu juga mereka membakar atau
memanggang ikan lele, maka tersebutlah daerah itu manjadi Dusun Pangganglele.
Lalu Eyang Mertowijoyo meneruskan kearah barat, sampai pada suatu tempat,
terjadi pertempuran antara pasukan Pangeran Aryoblitar dari Blitar dengan
pasukan Belanda. Banyak barisan prajurit yang berbaris rapi untuk melawan
Belanda. Maka daerah itu disebut Dusun Barisan. Lalu Eyang Mertowijoyo
meneruskan kearah selatan, Eyang Mertowijoyo menemui keanehan disini, karena
terdapat penginapan/pedaleman yang semua bahan bangunannya berasal dari
pohon loh. Maka daerah tersebut dinamakan Dusun Lodalem. Disini pengikut
Eyang Mertowijoyo bertambah banyak, lalu meneruskan kearah timur. Disini juga
Eyang mertowijoyo menjumpai keanehan-keanehan. Eyang mertowijoyo
memasuki hutan yang kesemua pohonnya tidak rata atau mentekol-mentekol,
maka daerah tersebut dinamakan Dusun Lotekol.

Sementara Eyang Kromo membuka lahan pertanian baru di selatan Dusun


Pangganglele yang disebut Sumbersuko, karena disitu terdapat mata air yang
jernih dari hamparan sawah yang luas. Namun disisi keberhasilan ini ada kejadian
suatu peristiwa yang sangat mengerikan, yakni Eyang Tandu tewas diterkam
harimau, pada hari Jum’at Pahing bulan Selo (Tahun Jawa). Akibat kejadian
tersebut pengikut Eyang Tandu kacau dan resah, sehingga mereka bergabung
kembali dengan Eyang Kromo dan Eyang Mertowijoyo.
Dengan terjadinya peristiwa diatas yang ditandai tewasnya Eyang Tandu,
penduduk mohon pada Eyang Kromo dan Eyang Mertowijoyo, agar diizinkan
mengadakan Selamatan atau Bersih Desa. Maka pada hari Jum’at Pahing bulan
Selo selalu diadakan Bersihdesa setiap setahun sekali. Untuk memohon
keselamatan dan ketentraman, dengan tidak melupakan jasa Eyang Tandu dan
Mbah Gadung Melati. Setelah selamatan itu Eyang Kromo bertambah namanya
menjadi Eyang Kromo Pisto (Pisto sama dengan pesta). Tak lama kemudian
Eyang Kromo meninggal dunia dan pimpinan diganti oleh Eyang Demang
Mertowijoyo. Setelah itu Eyang Mertowijoyo menamakan desa tersebut dengan
nama ARJOWILANGUN. Arjo yang berarti Rejo atau Ramai, Wilangun yang
berarti Wilayah. Jadi Arjowilangun artinya Wilayah yang ramai, karena letak desa
ini berada ditengah-tengah hutan dan diapit oleh sungai besar, berharap suatu saat
nanti desa ini menjadi desa yang ramai dan gemah ripah loh jinawi. Setelah itu
Eyang Mertowijoyo diangkat menjadi Demang, beliau mendapat wasiat lagi
berupa iket Gadung Melati, iket Bangun Tulak, Celana Prabunatan dan baju
Kerong Hitam dengan bebetnya.

Sahabat Eyang Mertowijoyo yang bernama Kyai Domo mengetahui bahwa


Mbah Gadung Melati adalah seseorang yang pada suatu saat dapat menjelma Roh
Halus. Hubungan antara Eyang Demang Mertowijoyo dan Mbah Gadung Melati
menurunkan seorang putra yang bernama Prabu Joko. Selain Itu Eyang Demang
Mertowijoyo mempunyai seekor kuda yang sangat buas atau biasa disebut Mbah
Jaran dengan seorang pekatik yang bernama Mbah Loco Murea. Antara Kuda dan
Mbah Loco Murea adalah sahabat sejati Eyang Demang Mertowijoyo, karena
kemanapun Eyang Demang Mertowijoyo pergi, mereka selalu mengikutinya. Pada
tahun 1860 Eyang Mertowijoyo dan Mbah Loco meninggalkan Desa
Arjowilangun, dengan mewariskan benda-benda pusaka berupa: Iket Gadung
Melati, Iket Bangun Tulak, Gendir, Tlupak, Bedutan, Kain Jarik/Batik Barong
Cantel, Celana Prabunatan, Baju Kerong, Bebet Hitam dan Pedang yang kini
disimpan di Padepokan Eyang Demang Mertowijoyo, Dusun Pangganglele-Desa
Arjowilangun-Kec. Kalipare-Kab. Malang. Sepeninggal Eyang Demang
Merowijoyo, pemerintahan dilanjutkan oleh Mbah Setro.

Catatan:
Kini nama Eyang Demang Mertowijoyo diabadikan sebagai nama sebuah
Padepokan yang ada di Dusun Pangganglele, Sementara Mbah Setro diabadikan
menjadi nama lapangan olahraga yakni: Lapangan Setro yang berada di Dusun
Barisan Selatan. Dan dalam peristiwa diterkamnya Eyang Tandu oleh Harimau
menjadi awal dari tradisi Bersihdesa yang turun temurun sampai sekarang yang
diperingati setiap tahun sekali. Pada hari Jum’at Pahing bulan Selo (Tahun Jawa).
Dalam pesta adat atau Bersihdesa, selalu ada ritual khusus untuk merayakannya.
Diantaranya:

Napak Tilas : Untuk mengenang jejak para leluhur Desa Arjowilangun. Start
dimulai dari Gunung Gurit, Dusun Duren dan finish di Balaidesa Desa
Arjowilangun, Dusun Barisan Timur. Dengan rute Gunung Gurit-Dusun Duren-
Dusun Bengkok-Dusun Donggampar-Dusun Barisan Tengah-Dusun Lodalem-
Dusun Lotekol-Dusun Bonsari-Dusun Pangganglele-Balaidesa Arjowilangun,
Dusun Barisan Timur.
Gambar 1.2 Kirab Leang-leong Desa Arjowilangun.
Kirab Leang-Leong/Budaya: Untuk mengarak Mbah Sukoco dan Mbah Sukeci
untuk mengelilingi Desa Arjowilangun. Mbah Sukoco dan Mbah Sukeci di
gambarkan dengan bentuk arca yang diyakini warga ada Roh Halus dari nenek
moyang/leluhur Desa Arjowilangun. Dengan diiringi budaya Jawa atau budaya
local, misalnya: Reog, Jaranan, Jaran Joged, Bantengan, Kentrung Sholawat dan
lain sebagainya.

Gambar 1.3 Kesenian Jaran Joged khas Desa Arjowilangun.


Beksane Mbah: Yaitu upacara sacral yang wajib dengan 7 gending yait
1. Eling-eling
2. Gadung Melati
3. Arbanat
4. Onang-onang
5. Sekar Gadung
6. Celeng
7. Boyong

Sepasare Mbah: 4 hari sesudah acara Bersihdesa maka penjemputan Mbah


Sukoco dan Mbah Sukeci harus dilakukan dengan diiringi Kentrung Sholawat
untuk dikembalikan ke Keputren yang berada dikediaman Bapak Ponimen, Dusun
Barisan Selatan.

Add caption

Gambar 1.4 Suasana Dusun Barisan, Ibukota Desa


Arjowilangun.

Tempat Sejarah dan Keramat

1. Padepokan Eyang Demang Mertowijoyo


Merupakan tempat Pesareyan Eyang Demang Mertowijoyo yang sangat
disakralkan oleh masyarakat Desa Arjowilangun. Padepokan ini terletak di Dusun
Pangganglele. Selain itu juga Padepokan ini menyimpan beberapa peninggalan
pusaka Eyang Demang Mertowijoyo, diantaranya: Pecut, Gendir, Batik Parang
Cantel dll.

2. Punden Mbah Lanjar Kuning


Merupakan tempat bersemayamnya Mbah Lanjar Kuning beliau juga adalah
tokoh leluhur Desa Arjowilangun. Terletak di Dusun Barisan Timur, dekat jalan
raya. Punden ini sangat dikeramatkan oleh masyarakat Desa Arjowilangun.
Menurut cerita, Mbah Lanjar Kuning pernah menjalin cinta dengan Mbah Sukoco.
Namun cintanya pupus ketika Mbah Sukeci merebut Mbah Sukoco dari Mbah
Lanjar Kuning. Akhirnya, terjadi perseteruan antara Mbah Lanjar Kuning dengan
Mbah Sukeci. Sampai saat inipun kalau rombongan Leang-Leong diarak, tidak
boleh dilewatkan didepan Punden Mbah Lanjar Kuning. Menurut penuturan
warga, jika arak-arakan Leang-leong masih dilewatkan didepan Punden Mbah
Lanjar Kuning, maka Mbah Sukeci yang digambarkan dengan bentuk arca
kepalanya akan minger dan meneteskan air mata. Entah cerita ini benar atau tidak,
yang jelas ini memang benar-benar terjadi.

Gambar 1.4 Arca Mbah Sukoco dan Mbah Sukeci.

3. Arca Paron

Sebuah Arca atau patung yang berbentuk seperti tempat pemujaan yang
terletak di area Pemakaman Dusun Pangganglele. Arca ini sampai sekarang masih
digunakan untuk pemujaan oleh masyarakat Hindu, Desa Arjowilangun.

4. Pesareyan Mbah Ampel


Mbah Ampel merupakan salah satu tokoh babat alas Desa Arjowilangun.
Makam Mbah Apel terletak di Dusun Lodalem.

5. Gunung Gurit
Merupakan tempat pertama Eyang Demang Mertowijoyo manapakkan
kakinya di bhumi Arjowilangun. Dalam setiap acara Bershedesho, Gunung Gurit
adalah tempat pertama untuk melakukan upacara sacral. Yaitu kegiatan Napaktilas
Sing Babat Alas Desa Arjowilangun. Gunung Gurit terletak di Dusun Duren.

Pembagian Wilayah
1.Dusun Barisan
2.Dusun Bengkok (Pemekaran Dusun Barisan)
3.Dusun Bonsari (Pemekaran Dusun Pangganglele)
4.Dusun Donggampar (Pemekaran Dusun Barisan)
5.Dusun Duren
6.Dusun Lodalem
7.Dusun Lotekol
8.Dusun Pangganglele

Semoga Bermanfaat bagi warga Arjowilangun


dan sekitarnya. Bila ada kurang dan lebihnya,
saya mohon maaf. Untuk itu mohon saran dan
kritiknya, demi kemajuan Desa tercinta kita,
Desa Arjowilangun.
Profil Q
Nama : Prima Aquino
Tempat Tanggal Lahir : Malang, 09 Juli
1993
Tempat Tinggal : Perum Kota Araya
Kelurahan Blimbing - Kota Malang
Asal : Dusun Barisan - Desa Arjowilangun
Kec. Kalipare - Kab. Malang
Sekolah : SMK Negeri 5 Malang
Jurusan : Desain Produksi
Facebook : - Excell Axyago
- Eyang Demang Merthowiejoyo
- Prima Aquino

Vous aimerez peut-être aussi