Vous êtes sur la page 1sur 23

FINAL PROJECT : ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT SISTEM RESPIRASI


“ HEMATOTHORAK ”

Dosen Mata Kuliah : Agus Wiwit, S. Kep., Ns.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 2
Nama : 1. Anggita Dewi Saputri (201601067)
2. Distya Alfiatun Ni’mah (201601071)
3. Dwi Bagus Trihatmojo (201601073)
4. Happy Yaistikka Audina (201601081)
5. Lynda Asita Shara (201601089)
6. Nadia Puspa Prima I. (201601096)
7. Rahma Dwi Jayanti (201601106)
8. Silvia Rian Pratiwi (201601115)
9. Siti Wulandari (201601116)
10. Yulia Vista Sari (201601122)
Tingkat : 2 B (Semester IV)

PRODI DIPLOMA III - KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Final
Project : Asuhan Kegawatdaruratan Sistem Respirasi dengan judul “Hematothorak”
dengan baik. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang mukmin yang
tetap istiqamah di jalan-Nya.
Makalah ini kami rancang untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana, bertujuan agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang bagaimana memberikan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien hematotoraks, yang disajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber.
Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini
tidaklah sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta
masukan yang sifatnya membangun dari pembaca, sehingga dalam penyusunan
makalah yang akan datang menjadi lebih baik.
Terima kasih

Ponorogo, 9 Januari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

halaman
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ...................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ...................................................................................................... 4
2.3 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 5
2.5 Penatalaksanaan ........................................................................................ 7
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kegawatdaruratan Sistem
Respirasi (Hematothorak) ......................................................................... 11
2.6.1 Pengkajian ....................................................................................... 11
2.6.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 13
2.6.3 Intervensi ......................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 17
3.2 Saran ......................................................................................................... 17
Daftar Pustaka .................................................................................................. 18
Lampiran

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hematotoraks adalah penumpukan darah di dalam rongga pleura.
Penyebab paling umum dari hematotoraks sejauh ini adalah trauma, baik
trauma yang disengaja, tidak disengaja, atau iatrogenik. Ada kurang lebih
150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada terjadi pada
sekitar 60% kasus multiple-trauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar dari
terjadinya hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati
300.000 kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat,
berumur 15 tahun dirawat dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%)
memiliki trauma toraks (Mayasari & Pratiwi, 2017).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angka penderita
hematothorax selama 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan, dari 177
juta penduduk dunia yang menderita Hematothorak, sekitar 76% diantaranya
berada di negara berkembang, dan 62% disebabkan karena trauma. Pada
tahun 2006 penduduk Amerika Serikat yang menderita hematothorax
sebanyak 7,8 juta orang.
Di Asia, prevalensi penduduk Cina, angka penderita hematothorax
sebanyak 1,5%, di Hongkong 4,3% dan untuk Cina Singapura sebanyak 6,2%.
Pada tahun 2000 penderita hematothorax di Indonesia mencapai 1,6 juta
adapun prevalensi kejadian hematothorax ini tersebar diberbagai kota di
Indonesia.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui tentang konsep
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien Hematotoraks.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat dan Manajemen Bencana.

1
b. Mahasiswa/i diharapkan dapat :
- Menjelaskan definisi hematotoraks / hemotoraks.
- Memahami dan mengetahui etiologi dari hematotoraks.
- Mengetahui klasifikasi hematotoraks.
- Mengetahui dan memahami klasifikasi klinis hematotoraks.
- Mengetahui dan memahami pemeriksaan yang digunakan untuk
penunjang diagnosa.
- Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada pasien
dengan hematotoraks.
- Mengetahui konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada
pasien hematotoraks.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hematotoraks/Hemotoraks adalah keadaan bertumpuknya darah di dalam
rongga pleura (Oman, 2008). Sumber perdarahan dapat berasal dari dinding
dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh darah besar. Jumlah
perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml, apabila jumlah
perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks masif (Mayasari &
Pratiwi, 2017).

(a) (b)
Ket. (a) Kondisi pleura normal, (b) Kondisi pleura yang mengalami hematothorax

Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:


• Hematotoraks kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15%
pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai
300 ml.
• Hematotoraks sedang : 15–35% tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml.
• Hematotoraks besar : lebih 35% pada foto rontgen, perkusi pekak sampai
cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 – 1500 ml.

kecil sedang besar

3
2.2 Etiologi
Hematotoraks biasanya terjadi akibat konsekuensi dari trauma tumpul,
tajam dan kemungkinan kompilkasi dari beberapa penyakit. Trauma dada
tumpul dapat mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi
pembuluh darah internal.
Hematotoraks juga dapat terjadi ketika adanya trauma pada dinding dada
yang awalnya berakibat terjadinya hematom pada dada kemudian terjadi
ruptur masuk ke dalam cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi
pembuluh darah akibat fraktur costae, yang diakibatkan karena adanya
pergerakan atau pada saat pasien batuk
Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi
(keluar masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar
(organ kecil pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena
perubahan hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat
menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan
pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan
ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response
Syndrome (SIRS) dan sepsis. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering
disebabkan oleh trauma toraks (Mayasari & Pratiwi, 2017).

2.3 Manifestasi Klinis


Hematotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga bersifat
asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hematotoraks
yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukkan
simptom, diantaranya : Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding
dada, tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin,
tachycardia, dyspnea, hypoxemia, ansietas (gelisah), cyanosis, anemia,
deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena, gerak dan pengembangan rongga
dada tidak sama (paradoxical), penurunan suara napas atau menghilang pada
sisi yang terkena, dullness pada perkusi, adanya krepitasi saat palpasi
(Mayasari & Pratiwi, 2017).

4
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.4.1 Chest-Ray
Adanya gambaran hipodense pada rongga pleura disisi yang terkena
dan adanya mediastinum shift. Chest-Ray digunakan sebagai penegak
diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan dengan
pemeriksaan lainnya.

(a) (b)
Ket. (a) Rontgen thorak normal, (b) Rontgen thoraks dengan hematotoraks

2.4.2 CT-Scan
Diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk evaluasi
lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau
jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Hasil CT-Scan thoraks normal

5
(a) (b)
Ket. (a) Axial CT image of the chest shows a left-sided pleural effusion, (b) Repeat
axial CT image of the chest on day three shows a left-sided organized pleural
collection.

2.4.3 USG
USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemotoraks minimal.

USG toraks pada pasien Hemotoraks

2.4.4 Nilai BGA


Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis
respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi
biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam.
2.4.5 Cek Darah Lengkap
Dilakukan berdasarkan nilai kadar Hb yang menunjukkan jumlah darah
yang hilang pada hemothorax.

2.5 Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah

6
serta udara dari rongga pleura. Apabila penanganan pada kasus hematotoraks
tidak dilakukan segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena
akan terjadi akumulasi darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru
kolaps dan mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat, sehingga
terjadi gagal napas dan meninggal, fibrosis atau skar pada membrane pleura,
Ateletaksis, Shok, Pneumothoraks, Pneumonia, Septisemia (Mayasari &
Pratiwi, 2017).
Prinsip penatalaksanaan hematotoraks adalah stabilisasi hemodinamik
pasien, menghentikan sumber perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara
dari rongga pleura.

2.5.1 Posisi Pasien


Saat kondisi gawat darurat, hal pertama yang dapat dilakukan yaitu
memposisikan pasien dengan posisi semi fowler. Fungsi memposisikan
pasien dengan semi fowler yaitu agar pasien dapat menggunakan
rongga dada yang tidak terisi oleh cairan (darah) untuk bernapas, paru-
paru dapat mengembang dan mengempis.

2.5.2 Airway, Breathing, dan Circulation


Pada keadaan gawat darurat pada pasien hemotoraks, pertama-tama
kita observasi airway, yaitu mempatenkan jalan napas pasien. Jika saat
diperiksa ditemukan jalan napas tidak efektif, maka lakukan tindakan
untuk membebaskan jalan napas.
Setelah itu, jika jalan napas bebas dari hambatan/tidak ada masalah,
berikan terapi oksigen (breathing) pada pasien dengan aliran 2-4 lpm
menggunakan nasal kanula. Tetapi, penggunaan nasal kanul sebagai alat
bantu pernapasan dianggap kurang efektif pada kasus hemotoraks.
Terapi oksigen transtrakeal adalah prosedur untuk pasien yang
membutuhkan bantuan oksigen karena telah lama mengalami
gangguan pernapasan. Penyakit atau gangguan pernapasan
umumnya disebabkan oleh beberapa penyakit seperti PPOK,
pneumothorak, efusi pleura, hematotoraks, dll. Terapi oksigen
transtrakeal dilakukan dengan menyisipkan jarum dilator/stent atau

7
selang ke dalam trakea. Alat ini ditanam secara perkutan. Langkah -
langkah dari prosedur ini adalah:
 Area terapi akan dibius.
 Dokter akan menyisipkan jarum hipodermik ke dalam trakea.
 Selang pemandu dimasukkan melalui jarum. Dokter akan
memasukkan dilator jaringan untuk memperbesar trakea.
Kemudian, jarum dan dilator akan diangkat.
 Stent dimasukkan ke atas selang, yang kemudian akan diangkat.
Stent dibiarkan di dalam selama trakea pulih.
 Saat saluran sembuh, stent dikeluarkan. Dokter akan
memasukkan kateter pertama hingga proses pemulihan selesai.
Kateter akan dihubungkan pada sumber pemasok oksigen.
Dengan begitu, terapi dapat dimulai.
 Bila perlu, kateter pertama akan diangkat dan diganti. Dokter
terkadang menggunakan kateter kedua dan ketiga. Kateter
berikutnya dapat dikeluarkan dan dibersihkan oleh pasien.
Pada prosedur ini, dokter memasukkan jarum tajam 14-gauge ke
trakea. Jarum diletakkan di antara selaput krikotiroid dan sternal
notch. Jarum dengan ukuran ini dapat memberi hingga 3 liter
oksigen per menit dengan kadar tekanan 2-psi. Namun, jumlah ini
tidak selalu sama, ada pasien yang membutuhkan lebih banyak atau
sedikit oksigen.
Setelah diberikan terapi oksigen, pada bagian circulation yang
dapat dilakukan yaitu resusitasi cairan dan transfusi. Tahap ABC akan
dilakukan oleh perawat pada saat pasien berada di ruang emergency,
tepatnya di ruang resusitasi.

2.5.3 Resusitasi Cairan


Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok

8
untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula
chest tube (WSD).

2.5.4 Pemasangan Chest Tube (WSD)


Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks
sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar.
Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura,
dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
Evakuasi darah/cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian
terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD
adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /
cavum pleura.
Macam WSD adalah :
a. WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
b. WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien

2.5.5 Thoracotomy
Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan :
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar <1500ml,
tetapi perdarahan tetap berlangsung terus. Bila didapatkan
kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu
2-4 jam.
c. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu
atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi, oleh
karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus
atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.

9
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube adalah
sebagai berikut :
- Memposisikan pasien pada posisi trendelenberg.
- Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidon iodine pada ICS V atau ICS VI
posterior mid axillary line pemilihan berdasarkan 2 alasan: lokasi ini
aman karena berada diatas diafragma, area ini merupakan dinding
dada dengan lapisan otot paling tipis, oleh karena itu pada lokasi ini
dapat dilakukan pemasangan chest tube lebih tepat dan tidak sakit.
- Kemudian dilakukan anastesi lokal dengan menggunakan lidokain.
- Selanjutnya insisi sekitar 3-4 cm pada Mid Axillary Line.
- Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya
dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
- Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube.

Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah


lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata
sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral
torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi). Dalam
beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk
(interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong

10
tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7
cm hingga 25 cm.
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna
darah (arteri/vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai
sebagai dasar dilakukannya torakotomi.

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kegawatdaruratan Sistem


Respirasi (Hematotoraks)
2.6.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnostik medik, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri pada dada dan gangguan bernafas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri
yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety

11
(S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat
membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah terdapat riwayat sebelumnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi hematotraks dullness, normal resonan.
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
c. Sistem Persyarafan :
 Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan.
 Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan :
 Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.

12
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub-
kutan.
g. Sistem Endokrin :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi.
 Tidak ada hambatan.
i. Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
4. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural.
b. PaCO2 kadang-kadang menurun.
c. PaO2 normal / menurun.
d. Saturasi O2 menurun (biasanya).
e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah)
f. Torakosintesis : menyatakan darah/cairan.

2.6.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi cairan.
2. Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan
3. Resiko terdapatnya infeksi berhubungan tempat masuknya infeksi
sekunder terhadap trauma
4. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
5. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

13
2.6.3 Intervensi
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
1. Pola Nafas tidak NOC: NIC:
efektif berhubungan • Respiratory status : • Membuka jalan napas
dengan : Ventilation • Memposisikan pasien
- Hiperventilasi • Respiratory status : untuk mendapatkan
- Penurunan Airway patency ventilasi maksimal
energi/kelelahan • Vital sign Status • Mengajarkan batuk efektif
- Perusakan/pelemahan • Auskultasi suara napas
muskulo-skeletal Setelah dilakukan • Memonitor status
- Kelelahan otot tindakan keperawatan respiratori daan oksigenasi
pernafasan selama ………..pasien • Terapi oksigen
- Hipoventilasi sindrom menunjukkan • Memelihara kepatenan
- Nyeri keefektifan pola nafas, jalan napas
- Kecemasan dibuktikan dengan • Memberikan suplemen
- Disfungsi kriteria hasil: oksigen
Neuromuskuler • Mendemonstrasikan • Memonitor aliran oksigen
- Obesitas batuk efektif dan • Memonitor kemampuan
- Injuri tulang belakang suara nafas yang pasien dalam memelihara
bersih, tidak ada oksigen
DS: sianosis dan dyspneu • Mengobservasi tanda
- Dyspnea (mampu terjadinya hipoventilasi
- Nafas pendek mengeluarkan • Memonitor kecemasan
DO: sputum, mampu pasien
- Penurunan tekanan bernafas dg mudah, • Posisikan pasien untuk
inspirasi/ekspirasi tidakada pursed lips) memaksimalkan ventilasi
- Penurunan pertukaran • Menunjukkan jalan • Auskultasi suara nafas,
udara per menit nafas yang paten catat adanya suara
- Menggunakan otot (klien tidak merasa tambahan
pernafasan tambahan tercekik, irama nafas, • Atur intake untuk cairan
- Orthopnea frekuensi pernafasan mengoptimalkan
- Pernafasan pursed-lip dalam rentang keseimbangan.
- Tahap ekspirasi normal, tidak ada • Monitor respirasi dan
berlangsung sangat suara nafas abnormal) status O2
lama • Tanda Tanda vital • Pertahankan jalan nafas
- Penurunan kapasitas dalam rentang normal yang paten
vital (tekanan darah, nadi, • Observasi adanya tanda
- Respirasi: < 11 – 24 x pernafasan) tanda hipoventilasi
/mnt • Monitor adanya

14
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
• Monitor vital sign
• Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Ketidakefektifan NOC: NIC: Bantuan ventilasi
bersihan jalan napas • Respiratory status :
berhubungan dengan: Ventilation Aktivitas:
- Infeksi, disfungsi • Respiratory status : • Memelihara kepatenan
neuromuskular, Airway patency jalan nafas
hiperplasia dinding • Aspiration Control • Membantu bernafas dalam
bronkus, alergi jalan • Mengauskultasi suara
nafas, asma, trauma Setelah dilakukan nafas
- Obstruksi jalan nafas :
tindakan keperawatan • Memonitor kelemahan
spasme jalan nafas, selama 1x24 jam pasien otot respirasi
sekresi tertahan, menunjukkan
banyaknya mukus, keefektifan jalan nafas
adanya jalan nafas dibuktikan dengan • Berikan O2 ……l/mnt,
buatan, sekresi kriteria hasil : metode………
bronkus, adanya • Mendemonstrasikan • Anjurkan pasien untuk
eksudat di alveolus, batuk efektif dan istirahat dan napas dalam
adanya benda asing di suara nafas yang • Posisikan pasien untuk
jalan nafas. bersih, tidak ada memaksimalkan ventilasi
sianosis dan dyspneu. • Auskultasi suara nafas,
DO: • Klien tidak merasa catat adanya suara
- Penurunan suara nafas tercekik, irama nafas, tambahan
- Orthopneu frekuensi pernafasan • Monitor status
- Cyanosis pada rentang normal, hemodinamik
- Kelainan suara nafas tidak ada suara nafas • Atur intake untuk cairan
(rales, wheezing) abnormal mengoptimalkan
- Kesulitan berbicara • Mampu keseimbangan.
- Batuk, tidak efekotif mengidentifikasikan • Monitor respirasi dan
atau tidak ada dan mencegah faktor status O2
- Produksi sputum yang penyebab.
- Gelisah • Saturasi O2 dalam

15
- Perubahan frekuensi batas normal
dan irama nafas • Foto thorak dalam
batas normal

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)
Defisit volume cairan [Keseimbangan cairan] [Pencegahan perdarahan]
berhubungan dengan Setelah dilakukan • Monitor dengan ketat
kehilangan cairan aktif. tindakan keperawatan resiko terjadinya
selama 1x24 jam, perdarahan pada pasien.
Batasan Karakteristik : diharapkan : • Monitor komponen darah
• Haus • Tekanan darah dalam (hemoglobin dan
• Kelemahan rentang normal (110- hematokrit)
• Kulit kering 120 / 70-100 mmHg) • Monitor TTV
• Membran mukosa • Denyut nadi dalam • Berikan produk-produk
kering rentang normal (60- pengganti darah.
• Peningkatan frekuensi 100 x/menit).
nadi • Denyut nadi perifer [Manajemen cairan]
• Peningkatan hematokrit teraba dengan jelas. • Jaga intake/output pasien.
• Peningkatan suhu tubuh • Jumlah hematokrit • Monitor status hidrasi
• Penurunan pengisian dalam rentang (mis., membran mukosa,
vena normal. denyut nadi, tekanan
• Penurunan tekanan • Turgor kulit darah)
darah membaik. • Monitor hasil
• Penurunan tekanan nadi • Membran mukosa laboratorium yang relevan
• Penurunan turgor kulit normal (lembab). dengan retensi cairan
• Penurunan volume nadi (mis., hematokrit)
• Monitor status
hemodinamik.
• Berikan terapi IV, seperti
yang ditentukan.
• Atur ketersediaan produk
darah untuk transfusi.
• Persiapkan pemberian
produk-produk darah
(mis., cek darah dan
mempersiapkan
pemasangan infus).
• Berikan produk-produk
darah yang diperlukan
pasien.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hematotoraks / Hemotoraks adalah keadaan bertumpuknya darah di
dalam rongga pleura.Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai
berikut hematotoraks kecil, hematotoraks sedang, danhematotoraks
besar.Kebanyakan pasien akan menunjukkan simptom, diantaranya : Nyeri
dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada, tanda-tanda shok seperti
hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin, tachycardia, dyspnea,
hypoxemia, ansietas (gelisah), cyanosis, anemia, deviasi trakea ke sisi yang
tidak terkena, gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama
(paradoxical).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien hematotoraks adalah
resusitasi cairan, pemasangan chest tube (WSD), dan thoracostomy.Tujuan
utama tatalaksana darihematotoraks adalah untuk menstabilkanhemodinamik
pasien, menghentikanperdarahan dan mengeluarkan darah sertaudara dari
rongga pleura.

3.2 Saran
Jika penanganan pada kasus hematotoraks tidak dilakukan segera maka
kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di
rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong
mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat, sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal, fibrosis atau skar pada membrane pleura, Ateletaksis, Shok,
Pneumothoraks, Pneumonia, Septisemia. Oleh karena itu, penanganan pada
kasus hematotoraks harus segera dilakukan.

17
DAFTAR PUSTAKA

A. R., A. A., & G. D. (2006). Intrapleural fibrinolysis in clotted haemothorax.


Singapore Med J 2006; 47(11), 985.
Mayasari, D., & Pratiwi, A. I. (2017). Penatalaksanaan Hematotoraks Sedang Et
Causa Trauma Tumpul. J AgromedUnila, Volume 4, Nomor 1, Juni 2017,
37-42.
Oman, K. S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather; alih bahasa, Budi Anna Keliat [et al.]. 2015. Nanda
International Inc. Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2015-
2017. Jakarta : EGC.
Sue Moorhead, dkk; alih bahasa, Intansari Nurjannah [et al.]. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Edisi ke-5. Yogyakarta : CV. Mocomedia
dengan pengawasan pihak Elsevier Inc.
Gloria M. Bulechek, dkk; alih bahasa, Intansari Nurjannah [et al.]. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi ke-6. Yogyakarta : CV.
Mocomedia dengan pengawasan pihak Elsevier Inc.

18
LAMPIRAN

Pertanyaan

1. Bagaimana penggunaan WSD aktif dan WSD pasif ?


• WSD aktif : digunakan pada saat udara/cairan berada pada sistem
pernapasan dan dengan suction.
• WSD pasif : digunakan pada saat udara/cairan berada pada rongga dada.
• Pada kasus hematotoraks, yang digunakan adalah sistem 2 botol.
2. Mengapa hematotoraks dapat menyebabkan peningkatan metabolisme ?
• Dipengaruhi oleh suhu tubuh pasien, peningkatan hormon tiroid (T3 dan T4)
karena PaO2 menurun (kebutuhan oksigen meningkat), dan energi yang
dibutuhkan untuk bernapas lebih besar.
3. Bagaimana penanganan anemia pada hematotoraks ?
• Dengan melakukan transfusi darah sesuai kebutuhan pasien, agar intake dan
output seimbang.
4. Mengapa masalah pada hematotoraks diambil defisit volume cairan ?
• Karena terjadi perdarahan yang mengakibatkan banyak kehilangan cairan
tubuh (darah). Maka kita perlu menangani kebutuhan cairan pasien.

19

Vous aimerez peut-être aussi