Vous êtes sur la page 1sur 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi daerah operasi (atau yang biasa disingkat dengan IDO) merupakan
komplikasi yang berkaitan dengan setiap prosedur operasi.1 Infeksi tipe ini
didefinisikan sebagai infeksi yang muncul pada luka akibat prosedur operasi invasif
dalam rentang waktu 30 hari atau 90 hari. Infeksi yang terjadi di lapisan tubuh
bersifat superfisial, yakni pada lapisan kulit, tetapi dapat pula melibatkan jaringan
yang lebih dalam dari lapisan kulit serta bersifat lebih serius.2 Infeksi daerah operasi
termasuk dalam masalah infeksi terkait pelayanan kesehatan yang paling banyak
diteliti.3,4

Prevalensi infeksi terkait pelayan kesehatan pada tahun 1995 -2010 pada
negara dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah berdasarkan WHO, yaitu
sebesar 15,5%. Negara Indonesia sendiri menurut WHO (1995-2010) memiliki
prevalensi sebesar 7,1 %.1 Infeksi daerah operasi, secara khusus, menurut data
terbaru dari WHO pada tahun 2016, merupakan jenis infeksi terkait pelayanan
kesehatan yang paling sering ditemui di negara dengan tingkat ekonomi menengah
ke bawah dan terjadi pada setidaknya satu dari tiga pasien yang menjalani prosedur
pembedahan.2

Insidens IDO pada negara dengan kategori tersebut dilaporkan sebesar 11.8
per 100 pasien yang menjalani prosedur bedah dan 5.6 per 100 prosedur bedah.1 Di
Asia Tenggara sendiri, sebuah studi meta analisis pada tahun 2015 yang melibatkan
41 laporan studi lainnya menyebutkan bahwa insidensi rata-rata kejadian infeksi
terkait pelayanan kesehatan mencapai 9% dengan angka insidensi infeksi daerah
operasi (IDO) mencapai 7,8%.5 Angka ini menunjukkan peningkatan insidensi
kejadian infeksi daerah operasi (IDO) sampai dengan lebih dari dua kali lipat bila
2

dibandingkan dengan insidensi infeksi daerah operasi (IDO) di negara-negara


berkembang Asia Tenggara yang didapatkan melalui survei pada tahun 2005-2010
(2,9%) dan dengan demikian, perlu segera dilakukan intervensi untuk mencegah
peningkatan kejadian infeksi daerah operasi (IDO), khususnya di daerah Asia
Tenggara.5
Pencegahan peningkatan kejadian infeksi daerah operasi (IDO) dapat
dilakukan dengan memahami faktor resiko terjadinya infeksi daerah operasi (IDO).
Berbagai studi menyebutkan bahwa faktor resiko terjadinya infeksi daerah operasi
(IDO) dipengaruhi terutama oleh tiga faktor, yakni: faktor-faktor yang meningkatkan
paparan kontaminasi secara endogen, eksogen dan faktor-faktor yang menurunkan
respon imun tubuh.6 Intervensi yang tepat terhadap ketiga faktor tersebut dapaat
menurunkan kejadian IDO secara signifikan. Walaupun sudah banyak langkah
pencegahan yang dilakukan di rumah sakit tersebut untuk mencegah terjadinya
infeksi daerah operasi (IDO), termasuk di dalamnya yang tersering adalah
penggunaan antibiotik profilaksis, infeksi daerah operasi (IDO) masih ditemui.
Berdasarkan fakta di atas, maka studi ini akan membahas hubungan waktu
dan durasi pemberian antibiotik terhadap kejadian infeksi daerah operasi (IDO).
Studi ini diharapkan dapat selanjutnya membantu meningkatkan pehamaman
mengenai karakteristik pasien yang mengalami infeksi daerah operasi (IDO) dan
dengan demikian, mampu menurunkan angka terjadinya infeksi daerah operasi
(IDO), khususnya di RS Atma Jaya.

1.2.Perumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan antara waktu dan durasi pemberian antibiotik terhadap
kejadian infeksi daerah operasi (IDO) pada pasien yang menjalani prosedur
pembedahan di Rumah Sakit Atma Jaya pada bulan Mei-Juli 2017?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
3

1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara waktu dan durasi pemberian antibiotik terhadap
kejadian infeksi daerah operasi (IDO) pada pasien yang menjalani prosedur
pembedahan di Rumah Sakit Atma Jaya pada bulan Mei-Juli 2017?
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pasien yang mengalami infeksi daerah operasi (IDO) setelah
menjalani prosedur pembedahan di Rumah Sakit Atma Jaya pada bulan Mei-
Juli 2017.
b.Mengetahui waktu pemberian antibiotik profilaksis pada pasien yang
mengalami infeksi daerah operasi (IDO) setelah menjalani prosedur
pembedahan di Rumah Sakit Atma Jaya pada bulan Mei-Juli 2017
c. Mengetahui durasi pemberian antibiotik profilaksis pada pasien yang
mengalami infeksi daerah operasi (IDO) setelah menjalani prosedur
pembedahan di Rumah Sakit Atma Jaya pada bulan Mei-Juli 2017
d.Mengetahui jenis antibiotik profilaksis yang diberikan pada pasien yang
mengalami infeksi daerah operasi (IDO) setelah menjalani prosedur
pembedahan di Rumah Sakit Atma Jaya pada bulan Mei-Juli 2017
.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Manfaat terhadap bidang akademik atau ilmiah
Menambah pengetahuan akademik tentang karakteristik pasien yang mengalami
infeksi daerah operasi (IDO).
2. Manfaat terhadap masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai infeksi daerah operasi (IDO) dan
karakteristik individu yang mengalami infeksi daerah operasi (IDO).
3. Manfaat terhadap pengembangan penelitian
Sebagai dasar dan data dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait
infeksi daerah operasi (IDO) dan faktor resikonya.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Daerah Operasi (IDO)

2.1.1 Definisi Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Infeksi daerah operasi (IDO), berdasarkan United States Centers for
Disease Control and Prevention, didefinisikan sebagai suatu infeksi yang
terjadi di salah satu bagian tubuh yang sebelumnya mengalami pembedahan.2
Infeksi daerah operasi (IDO) dapat terjadi di lapisan tubuh yang bersifat
superfisial, yakni pada lapisan kulit, dan dapat pula melibatkan jaringan yang
lebih dalam dari lapisan kulit serta bersifat lebih serius.2

Infeksi daerah operasi (IDO) juga didefinisikan sebagai infeksi yang


terjadi dalam 30 hari setelah prosedur pembedahan dan melibatkan lapisan
kulit serta jaringan subkutis tempat insisi dilakukan (superficial) dan/atau
melibatkan jaringan lunak yang lebih dalam lagi, seperti fascia atau otot, serta
dapat pula melibatkan organ ataupun rongga tubuh yang mengalami
manipulasi selama proses pembedahan.7

2.1.2 Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Secara garis besar, resiko terjadinya infeksi daerah operasi (IDO)
meningkat pada:
-peningkatan resiko terkontaminasi secara endogen (misalnya, pada
prosedur pembedahan yang melibatkan organ tubuh dengan konsentrasi
flora normal yang tinggi, seperti lambung),
5

-peningkatan resiko terkontaminasi secara eksogen (misalnya,


peningkatan durasi operasi meningkatkan paparan terhadap jaringan
tubuh dan dengan demikian, meningkatkan resiko terjadinya infeksi
daerah operasi),
-menurunnya fungsi kekebalan tubuh, baik secara local atau generalisata
(misalnya, ada penyakit lain seperti diabetes, malnutrisi, serta
penggunaan obat-obatan imunosupressan seperti steroid dan lain-lain).6

Berikut merupakan beberapa faktor yang diduga mempengaruhi resiko


terjadinya infeksi daerah operasi (IDO):
a. Usia
Dari 5 studi yang digunakan dalam penyusunan guideline oleh
NICE, didapatkan bahwa usia merupakan faktor resiko independen
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi daerah operasi (IDO).
Disebutkan bahwa pasien dengan usia lebih dari 40 tahun, memiliki
resiko mengalami infeksi daerah operasi (IDO) lebih tinggi daripada
pasien berusia kurang dari 40 tahun. Selain itu, disebutkan pula
bahwa resiko mengalami infeksi daerah operasi (IDO) meningkat
sampai usia 65 tahun, dan kemudian pada usia di atas 65 tahun,
resikonya menurun sebesar 1,2% setiap pertambahan usia sebesar satu
tahun.6,8,9 ,10,11,12
b. Penyakit Penyerta
Status fisik pasien berdasarkan klasifikasi oleh American Society
of Anesthesiologists’ (ASA) digunakan untuk menilai kondisi
seseorang sebelum menjalani prosedur pembedahan. Dalam 4 studi
yang digunakan dibawah ini, didapatkan bahwa skor ASA seseorang
merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menentukan
kemungkinan terjadinya infeksi daerah operasi (IDO) pada orang
yang bersangkutan. Secara umum, skor ASA lebih dari 3 memiliki
6

angka kejadian infeksi daerah operasi (IDO) yang lebih tinggi


daripada angka kejadian infeksi yang ditemui pada pasien dengan
skor ASA 1 atau 2.6,8,9,12,13
Tidak hanya berdasarkan skor ASA, penyakit penyerta lainnya
seperti misalnya diabetes, juga merupakan faktor resiko terjadinya
infeksi daerah operasi (IDO). Pasien dengan diabetes disebutkan
memiliki resiko dua sampai tiga kali lipat lebih tinggi untuk
mengalami infeksi daerah operasi (IDO).9,11,14,15,16,17,18
Selain diabetes, malnutrisi juga merupakan penyakit penyerta
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi daerah operasi
(IDO) pada seseorang.11 Rendahnya kadar albumin dalam darah,
penggunaan steroid, dan radioterapi juga meningkatkan resiko
seseorang mengalami infeksi daerah operasi (IDO).9
c. Obesitas
Jaringan lemak memiliki vaskularisasi yang buruk dan dengan
demikian turut pula mempengaruhi oksigenasi jaringan serta
menganggu respon imun tubuh. Pada pasien dengan obesitas, terjadi
peningkatan timbunan jaringan lemak dalam tubuh, sehingga obesitas
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya infeksi daerah operasi
(IDO).6,11,14,15,16,17,18,19,20
d. Kebiasaan Merokok
Proses penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh efek
vasokonstriksi dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh
darah yang dijumpai pada perokok. Dari 4 studi yang mengamati
hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya infeksi daerah
operasi (IDO), semuanya menunjukkan bahwa kebiasaan merokok
dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami infeksi pada daerah
operasi (IDO).6,9,18,21
7

e. Klasifikasi Luka
Oleh American College of Surgeon, luka diklasifikasikan menjadi
4 jenis, yakni luka bersih, luka bersih-terkontaminasi, luka
terkontaminasi, dan luka kotor/terinfeksi.2
Dalam berbagai studi, ditemukan bahwa pada luka dengan derajat
bersih maupun bersih-terkontaminasi, insidensi terjadinya infeksi
daerah operasi (IDO) lebih rendah bila dibandingkan dengan
insidensinya pada luka terkontaminasi maupun kotor/terinfeksi.9,12,13
f. Kompleksitas Prosedur Pembedahan
Dari berbagai studi terkait infeksi daerah operasi (IDO),
ditemukan pula bahwa semakin kompleks suatu prosedur
pembedahan maka semakin tinggi pulalah resiko terjadinya infeksi
daerah operasi (IDO), Hal ini terutama berhubungan dengan lama
durasi prosedur pembedahan.6,22
g. Jenis Anestesi yang Digunakan
Jenis anestesi yang digunakan selama prosedur pembedahan
bergantung pada tindakan pembedahan yang dilakukan, status
kesehatan pasien, usia pasien, dan permintaan dari pasien. Beberapa
studi menunjukkan bahwa pasien yang dianestesi menggunakan
anestesi umum memiliki insidensi terjadinya infeksi daerah operasi
(IDO) yang lebih tinggi daripada pasien yang dianestesi
menggunakan teknik anestesi regional.23,24 Namun, ada pula berbagai
studi yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara
keduanya.25,26
h. Jenis Operasi (Cito atau Elektif)
Jenis operasi cito/emergensi disebut memiliki insidensi infeksi
daerah operasi (IDO) yang lebih tinggi dibandingkan pada pasien
yang mengalami prosedur pembedahan secara elektif. Hal ini
berhubungan dengan tidak memungkinkannya dilakukan persiapan
8

preoperative yang lebih menyeluruh pada pasien dengan jenis operasi


cito/emergensi, bila dibandingkan dengan pasien yang mengalami
prosedur pembedahan secara elektif.25
i. Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Pre-Operatif
Jumlah sel darah putih (leukosit) yang diukur sebelum tindakan
pembedahan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya infeksi
daerah operasi (IDO). Semakin tinggi jumlah sel darah putih
(leukosit) seseorang maka semakin tinggi pula kemungkinannya
mengalami infeksi daerah operasi (IDO).25
j. Antibiotik Profilaksis
Agen antimikroba untuk profilaksis bedah harus dapat mecegah
infeksi daerah operasi, mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
infeksi daerah operasi, mengurangi durasi dan biaya perawatan, tanpa
efek samping, serta tidak mempengaruhi flora pasien atau rumah
sakit. Hal-hal di atas dapat tercapai jika pemilihan dan pemberian
dilakukan secara tepat, yaitu agen antimikroba yang digunakan harus
sesuai dengan patogen yang ada, diberikan dengan dosis sesuai dan
waktu tepat yang menjamin bahwa tercapainya kadar konsentrasi
yang adekuat dalam serum dan jaringan, aman, serta diberikan dalam
waktu singkat sehingga mengurangi efek samping dan potensi
resistensi27.

k. Pemasangan Implan
Operasi dengan menggunakan implan atau prostetik, sebagai contoh
graft pembuluh darah setelah operasi bypass arteri atau pemasangan
sendi prostetik, menyebabkan adanya benda asing dalam tubuh.
Keberadaan benda asing tersebut menurunkan jumlah organisme
patogen yang dapat menyebabkan infeksi daerah operasi. Sebaliknya
pada lingkungan seperti ini, organisme bersifat non-patogen, seperti
9

Staphylococcus epdermidis,berpotensi menyebabkan infeksi daerah


operasi.27

2.1.3 Jenis dan Kriteria Infeksi Daerah Operasi (IDO)


2.1.3.1 Infeksi Daerah Operasi (IDO) Insisional Superfisial2
Infeksi Daerah Operasi (IDO) Insisional Superfisial harus memenuhi
dua kriteria berikut:
 Terjadi dalam 30 hari paska pembedahan,
 Hanya melibatkan kulit atau jaringan subkutis di sekitar insisi, dan
Ditambah minimal satu dari kriteria berikut ini:
 Drainase purulen dari bekas insisi,
 Adanya organisme yang teridentifikasi dari hasil kultur spesimen
yang diambil secara aseptik,
 Paling tidak adanya satu dari gejala dan tanda infeksi (nyeri,
edema lokal, eritem, daerah tersebut lebih panas daripada daerah di
sekitarnya) apabila hasil kultur ternyata negatif, atau
 Diagnosis infeksi daerah operasi (IDO) insisional superficial
ditegakkan oleh ahli bedah atau dokter yang melihat pasien secara
langsung.
Kriteria di bawah ini tidak termasuk dalam infeksi daerah operasi
(IDO) insisional superficial:
 Selulitis,
 Abses pada jahitan (inflamasi minimal dan adanya cairan yang
berasal dari titik tempat masuknya jarum),
 Infeksi yang terlokalisir pada luka tusuk (dianggap sebagai infeksi
kulit atau infeksi jaringan lunak),
 Infeksi paska prosedur pembedahan berupa sirkumsisi, dan
 Infeksi pada luka bakar.
10

2.1.3.2 Infeksi Daerah Operasi (IDO) Insisional Dalam2


Infeksi Daerah Operasi (IDO) Insisional Dalam harus memenuhi dua
kriteria berikut:
 Terjadi dalam 30-90 hari paska pembedahan,
 Melibatkan jaringan lunak dalam di sekitar insisi (misalnya, fascia
dan lapisan otot), dan
Ditambah minimal satu dari kriteria berikut ini:
 Drainase purulen dari bekas insisi dalam,
 Insisi dalam yang secara spontan terbuka atau dibuka oleh ahli
bedah atau dokter bertugas saat itu untuk memeriksa pasien dan
mendapatkan adanya organisme yang teridentifikasi dari hasil
kultur spesimen yang diambil secara aseptik dan apabila hasil
kultur negatif, pasien memiliki paling tidak salah satu dari gejala

dan tanda infeksi (demam dengan suhu >38⁰C atau adanya nyeri
setempat pada daerah bekas pembedahan),
 Adanya abses atau bukti lain yang menunjukkan bahwa telah
terjadi infeksi yang melibatkan insisi dalam (ditemukan melalui
pemeriksaan anatomikal, histopatologis, ataupun radiologis), dan
 Diagnosis infeksi daerah operasi (IDO) insisional dalam
ditegakkan oleh ahli bedah atau dokter yang melihat pasien secara
langsung.

2.1.3.3 Infeksi Daerah Operasi (IDO) Insisional Organ/Rongga Tubuh2


Infeksi Daerah Operasi (IDO) Insisional Organ/Rongga Tubuh harus
memenuhi dua kriteria berikut:
 Terjadi dalam 30-90 hari paska pembedahan,
 Melibatkan bagian tubuh yang lebih dalam daripada lapisan fascia
dan otot, yang terbuka dan dimanipulasi selama prosedur
pembedahan
11

Ditambah minimal satu dari kriteria berikut ini:


 Drainase purulen dari selang drain yang ditempatkan melalui luka
yang ditembuskan menuju organ/rongga tubuh,
 Adanya organisme yang teridentifikasi dari kultur cairan/jaringan
tubuh yang berasal dari organ/rongga tubuh yang berkaitan dan
didapatkan dengan cara aseptik, serta
 Adanya abses atau bukti lain yang menunjukkan bahwa telah
terjadi infeksi yang melibatkan organ/rongga tubuh (ditemukan
melalui pemeriksaan anatomikal, histopatologis, ataupun
radiologis), dan
 Diagnosis infeksi daerah operasi (IDO) insisional dalam
ditegakkan oleh ahli bedah atau dokter yang melihat pasien secara
langsung.

2.1.4 Patogenesis Terjadinya Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Infeksi daerah operasi terjadi akibat kontaminasi pada daerah luka
sayatan pada akhir prosedur operasi dan secara spesifik berhubungan dengan
patogenitas dan inokulasi dari mikroorganisme yang ada, serta
keseimbangan dengan respon imun tubuh. Mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi daerah operasi biasanya berasal dari infeksi endogen
pasien itu sendiri. Mikroorganisme dapat berada di permukaan kulit atau
berasal dari organ yang terbuka. Infeksi eksogen terjadi saat
mikroorganisme berasal dari instrumen operasi atau dari lingkungan kamar
operasi mengkontaminasi lapangan operasi, saat mikroorganisme dari
lingkungan sekitar mengkontaminasi luka akibat trauma atau kontaminasi
mikroorganisme saat luka setelah operasi belum ditutup.
Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme yang paling sering
ditemukan pada kultur infeksi daerah operasi. Pada organ tertentu, seperti
usus besar, saat organ tersebut terekspos sebagai akibat dari tindakan operasi
12

maka kemungkinan besar akan terkontaminasi oleh seluruh jenis organisme.


Sebagai contoh, enterobacteriaceae dan bakteri anaerob dapat bersinergi
menyebabkan infeksi daerah operasi setelah dilakukannya prosedur operasi
colorectal. Pada operasi dengan menggunakan implant atau prostetik terjadi
penurunan jumlah organisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi
daerah operasi. Sebaliknya pada lingkungan seperti ini, organisme bersifat
non-patogen berpotensi menyebabkan infeksi daerah operasi.22

2.1.5 Pencegahan Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Pencegahan infeksi daerah operasi (IDO) oleh WHO dibagi ke dalam tiga
fase, yang selanjutnya akan dijelaskan dalam tabel di bawah ini:1

Topik Rekomendasi
FASE PREOPERATIF
Membersihkan diri  Pasien dianjurkan untuk mandi sebelum
(mandi) sebelum operasi prosedur pembedahan.
 Penggunaan sabun ataupun sabun
antimikroba dalam hal ini sudah cukup.
 Tidak perlu membersihkan diri (mandi)
dengan menggunakan clorhexidin gluconate
karena tidak terbukti menurunkan insidensi
terjadinya infeksi daerah operasi (IDO).
Dekolonisasi  Pada pasien yang diketahui merupakan
menggunakan salep carrier S. aureus di daerah hidung dan akan
mupirocin dengan/tanpa menjalani operasi di bidang cardiothorax
menggunakan sabun ataupun orthopedi, pengaplikasian
clorhexidin gluconate menggunakan salep mupirocin 2% dengan
untuk membersihkan atau tanpa kombinasi dengan mandi
diri (mandi) sebagai menggunakan clorhexidin gluconate sangan
13

pencegahan terjadinya dianjurkan.


infeksi oleh S. aureus  Pada pasien yang diketahui merupakan
pada pasien pembawa carrier S. aureus di daerah hidung dan akan
bakteri pathogen menjalani operasi di bidang lainnya,
tersebut di daerah pengobatan menggunakan salep mupirocin
hidung 2% sangatlah dianjurkan.
Screening aktif terhadap  Tidak dianjurkan.
adanya kolonisasi
bakteri penghasil β-
laktamase spectrum
lanjutan dan efeknya
terhadap penggunaan
antiobiotik profilaksis
Waktu yang paling tepat  Antibiotik profilaksis, bila diindikasikan,
sehubungan dengan diberikan sebelum insisi dilakukan.
pemberian antibiotik  Antibiotik profilaksis diberikan paling tidak
profilaksis dalam 120 menit sebelum insisi, sembari
tetap memperhatikan waktu paruh dari
antibiotik yang diberikan.
Persiapan usus secara  Penggunaan oral antibiotik bersamaan
mekanis dan dengan persiapan usus secara mekanis
penggunaan antibiotik dianjurkan untuk mengurangi resiko
oral terjadinya infeksi daerah operasi (IDO) pada
pasien dewasa yang akan menjalani operasi
kolorektal secara elektif.
 Penggunaan persiapan usus secara mekanis
(tanpa penggunaan oral antibiotik) tidak
dianjutkan untuk digunakan demi
14

mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi


daerah operasi (IDO) pada pasien dewasa
yang akan menjalani operasi kolorektal
secara elektif.
Pembersihan rambut  Pembersihan rambut dari area operasi tidak
dari area operasi dianjurkan, namun apabila perlu dilakukan,
dianjurkan menggunakan clipper.
Persiapan area operasi  Penggunaan antiseptic berbahan dasar
alkohol cukup untuk mempersiapkan area
operasi sebelum prosedur pembedahan
dimulai.
Cuci tangan sebelum  Sangat disarankan untuk mencuci tangan
prosedur pembedahan sebelum prosedur pembedahan
menggunakan sikat dengan sabun
antimikroba atau larutan antiseptic berbahan
dasar alkohol sebelum menggunakan sarung
tangan steril.
FASE PREOPERATIF DAN/ATAU FASE INTRAOPERATIF
Pemberian nutrisi  Pemberian nutrisi tambahan per oral
tambahan ataupun enteral sangat direkomendasikan
untuk pasien dengan status gizi kurang yang
akan menjalani prosedur pembedahan
mayor. Hal ini ditujukan untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi daerah operasi
(IDO).
Menghentikan  Tidak dianjurkan untuk menghentikan
penggunaan agen pengobatan dengan menggunakan agen
imunosupressif selama imunosupressif selama periode perioperatif
15

periode perioperatif untuk mencegah terjadinya infeksi daerah


operasi (IDO).
Oksigenasi selama  Pasien yang dianestesi menggunakan
periode perioperatif anestesi umum dianjurkan untuk menerima
fraksi oksigen minimal sebesar 80% selama
operasi berlangsung dan selama 2-6 jam
post pembedahan untuk mengurang resiko
terjadinya infeksi daerah operasi (IDO).
Menjaga suhu tubuh  Dianjurkan untuk menggunakan alat
(normotermi) penghangat selama pasien berada di kamar
operasi ataupun selama prosedur
pembedahan dilakukan untuk menjaga suhu
tubuh pasien dan dengan demikian,
diharapkan mampu mengurangi resiko
terjadinya infeksi daerah operasi (IDO).
Kontrol glukosa darah  Kontrol glukosa darah selama periode
selama periode perioperatif diperlukan, baik pada pasien
perioperatif dengan atau tanpa penyakit diabetes, untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi daerah
operasi (IDO).
Menjaga volume  Pemberian terapi cairan selama periode
sirkulasi tetap adekuat perioperatif sangat dianjurkan, terutama
selama periode juga karena mampu mengurangi resiko
perioperatif terjadinya infeksi daerah operasi (IDO)>
(normovolemia)
Gaun dan kain operasi  Penggunaan kain dan gaun operasi steril,
baik yang sekali pakai ataupun dapat
dipakai berulang, sangat direkomendasikan
untuk mencegah terjadinya infeksi daerah
16

operasi (IDO).
 Penggunaan kain operasi dengan bahan
adhesive dari plastic dengan/tanpa agen
antimikroba tidak dianjurkan.
Wound protector  Dianjurkan untuk menggunakan wound
devices protector devices pada operasi daerah
abdomen dengan jenis luka bersih
terkontaminasi, terkontaminasi, ataupun
kotor untuk mengurangi resiko terjadinya
infeksi daerah operasi (IDO).
Irigasi luka insisi  Belum ada bukti yang cukup untuk
menyatakan pentingnya irigasi luka insisi
menggunakan saline sebelum penutupan
luka operasi untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi daerah operasi (IDO).
 Tidak dianjurkan untuk mengirigasi luka
insisi menggunakan larutan antibiotik.
Perawatan luka  Perawatan luka menggunakan tekanan
menggunakan tekanan negatif untuk mencegah terjadinya infeksi
negatif untuk mencegah daerah operasi (IDO) dapat digunakan untuk
terjadinya infeksi daerah mengurangi resiko terjadinya infeksi daerah
operasi (IDO) operasi (IDO) pada pasien dengan resiko
tinggi mengalami infeksi daerah operasi
(IDO).
Penggunaan sarung  Belum ada bukti kuat terkait penggunaan
tangan surgikal satu atau dua lapis sarung tangan steril
terkait hubungannya untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi daerah operasi
17

(IDO).
Pergantian instrument  Belum ada rekomendasi.
operasi
Jahitan dengan lapisan  Penggunaan benang jahit berlapis triklosan
antimikroba dianjurkan untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi daerah operasi (IDO),
tanpa memandang jenis operasi yang
dilakukan.
FASE POSTOPERATIF
Perpanjangan periode  Tidak direkomendasikan untuk
penggunaan antibiotik memperpanjang pemberian antiobiotik
profilaksis profilaksis setelah prosedur pembedahan
selesai dilakukan.
Penggunaan antimikroba  Tidak direkomendasikan untuk
profilaksis bila memperpanjang pemberian antibiotik
terpasang drain dan profilaksis pada pasien yang dipasang
waktu yang tepat untuk selang drain.
melepaskan drain  Selang drain dapat dilepaskan sesuai dengan
indikasi klinisnya. Tidak ada waktu tertentu
yang dianjurkan untuk melepaskan selang
drain dengan harapan untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi daerah operasi
(IDO).

2.2 Peran Antibiotik Profilaksis terhadap Infeksi Daerah Operasi


Agen antimikroba atau antibiotik yang digunakan untuk profilaksis
bedah harus dapat mecegah infeksi daerah operasi, mencegah morbiditas
18

dan mortalitas akibat infeksi daerah operasi, mengurangi durasi dan biaya
perawatan, tanpa efek samping, serta tidak mempengaruhi flora pasien atau
rumah sakit Hal tersebut dapat dicapai dengan menggabungkan beberapa
faktor. Faktor pertama yang berperan adalah pemilihan agen antimikroba.
Agen yang dipilih harus memiliki mekanisme yang dapat melawan patogen
daerah operasi tersering. Organisme yang predominan menyebabkan infeksi
daerah operasi setelah prosedur operasi golongan bersih adalah flora kulit,
termasuk didalamnya S. aureus dan Staphylococcus kogulase negsatif,
sedangkan pada prosedur bersih-terkontaminasi organisme yang predominan
adalah bakteri batang gram negatif dan enterococcus disamping flora pada
kulit. Berdasarkan hal tersebut, pemilihan jenis antibiotik yang sesuai
dengan patogen berperan penting dalam profilaksis infeksi. Beberapa agen
antimikroba yang telah diakui oleh FDA diantaranya adalah cefazolin,
cefuroxime, cefoxitin, cefotetan, ertapenem dan vancomycin.27
Faktor kedua adalah waktu pemberian antibiotik yang sesuai hingga
tercapai dosis inisial sebelum kontaminasi oleh mikroorganisme terjadi.
Prinsip pemberian antibiotic profilaksis ini adalah memasukkan seluruh
dosis antibiotik sebelum adanya gangguan peredaran darah di lapangan
operasi. Secara menyeluruh yang direkomendasikan adalah dosis pertama
antibiotik diberikan dalam rentang waktu 60 menit sebelum insisi dilakukan.
Vancomycin dan florokuinolon secara khusus perlu dimulai dalam rentang
waktu 20 menit sebelum insisi. Hal ini dikarenakan kedua obat tersebut
membutukan waktu infus yang lebih lama. Vancomycin dan florokuinolon
memiliki waktu paruh yang panjang maka pemberian yang lebih cepat tidak
mempengaruhi konsentrasi dalam serum. 27
Faktor lainnya adalah durasi pemberian profilaksis. Saat ini durasi
terpendek yang paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi daerah
operasi belum diketahui, akan tetapi ada banyak studi yang menyatakan
pemberian antibiotik setelah prosedur operasi tidak diperlukan. Durasi
19

antibiotik profilaksis untuk sebagian besar prosedur adalah kurang 24 jam.


Penggunaan antibiotik yang berkepanjangan tidak disarankan karena akan
meningkatkan risiko resistensi.27

2.3 Kerangka Teori

Penyakit Penyerta Status Gizi

-Diabetes -Malnutrisi

-Penggunaan steroid, dan -Obesitas

-Radioterapi

Antibiotik profilaksis

Implan atau prostetik -Jenis antibiotik


Infeksi Daerah
Operasi (IDO) -Waktu dan durasi
pemberian
Usia

Jenis Operasi

Prosedur Pembedahan -Cito/emergensi

-Kompleksitas -Elektif

-Durasi pembedahan
Jumlah Sel Darah Putih
(leukosit) Pre Operatif

Klasifikasi Luka
Jenis Anestesi yang Digunakan
-Bersih

-Bersih terkontaminasi -Anestesi Umum

-Terkontaminasi -Anestesi Regional


Kebiasaan
-Kotor/Terinfeksi Merokok
20

BAB III

Kerangka Konsep

3.1 Kerangka Konsep

Infeksi
Antibiotik Profilaksis daerah
operasi
( waktu dan durasi)

Proses
Pembedahan

3.2 Hipotesa
Ho : Tidak ada hubungan kejadian infeksi daerah operasi dengan
waktu dan durasi pemberian antibiotkc profilaksis.
Hα : Terdapat hubungan kejadian infeksi daerah operasi dengan
waktu dan durasi pemberian antibiotik profilaksis.

3.3 Definisi Operasional


Variabel bebas :
Antibiotik Profilaksis
Definisi : Antibiotik yang digunakan sebelum, selama, atau setelah
dibuatnya suatu diagnosa atau prosedur operasi untuk mencegah
terjadinya komplikasi berupa infeksi.
21

Variabel terikat :
Infeksi daerah operasi
Definisi : Infeksi yang terjadi dalam 30 hari setelah prosedur pembedahan
dan melibatkan lapisan kulit serta jaringan subkutis tempat insisi
dilakukan (superficial) dan/atau melibatkan jaringan lunak yang
lebih dalam lagi, seperti fascia atau otot, serta dapat pula
melibatkan organ ataupun rongga tubuh yang mengalami
manipulasi selama proses pembedahan
Skala ukur : Ordinal
Alat ukur : Diagnosa IDO oleh dokter spesialis atau dokter umum
Hasil ukur : Ya atau tidak
22

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik korelatif untuk mengetahui hubungan


antara waktu dan durasi pemberian antibiotik profilaksis dengan angka kejadian infeksi
daerah operasi (IDO) pada pasien yang telah menjalani prosedur pembedahan di Rumah
Sakit Atma Jaya pada bulan Mei-Juli 2017

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1. Populasi

4.2.1.1. Populasi Target

Seluruh pasien rawat inap bangsal bedah yang menjalani proses


pembedahan di instalasi kamar operasi pada periode bulan Mei-Juli 2017 di
wilayah propinsi DKI Jakarta

4.2.1.2. Populasi Terjangkau

Seluruh pasien rawat inap bangsal bedah yang menjalani proses


pembedahan di instalasi kamar operasi pada periode bulan Mei-Juli 2017 di
RS Atma Jaya

4.2.2. Sampel

Sampel yang dipilih pada penelitian ini menggunakan metode purposive


sampling. Sampel yang digunakan adalah seluruh pasien rawat bangsal bedah
yang menjalani proses pembedahan di instalasi kamar operasi RS Atma Jaya
pada periode bulan Mei- Juli 2017. Besar sampel ditentukan dengan
23

menggunakan rumus analitik korelatif dengan skala pengukuran variabel jenis


kategorik

Rumus besar sampel :

2
𝑍𝛼+𝑍𝛽
n ={ (1+𝑟) } +3
0.5 𝑙𝑛[(1−𝑟)]

Keterangan :
Zα = Kesalahan tipe 1
Zβ = Kesalahan tipe 2
r = nilai korelasi
Maka besar sampel yang dibutuhkan

2
2,576+1,960 4,536 2
{ (1+0.5) } + 3 = (0.5 ln 3) + 3 = 71,2
0.5 𝑙𝑛[(1−0,5)]

Jumlah sampel dibulatkan menjadi 72 orang.

4.3. Kriteria Responden

4.3.1. Kriteria Inklusi

Seluruh pasien rawat bangsal bedah yang menjalani proses pembedahan di


instalasi kamar operasi RS Atma Jaya pada periode bulan Mei- Juli 2017

4.3.2. Kriteria Eksklusi

1) Pasien yang menjalani operasi bedah saraf dan bedah urologi


2) Pasien yang menjalani operasi minor
3) Pasien yang menjalani proses pembedahan di ruang operasi minor atau di
luar instalasi kamar operasi
24

4.4. Alur Penelitian

Seluruh pasien rawat bngsal bedah yang menjalani


proses pembedahan di instalasi kamar operasi RS Atma
Jaya pada periode bulan Mei- Juli 2017

Pencatatan faktor risiko yang berpengaruh terhadap


IDO (sebelum operasi)

Pencatatan faktor risiko yang berpengaruh terhadap IDO


(saat prosedur operasi)

Follow up setelah 30 hari

Ada atau tidaknya IDO

Follow up lanjutan (60 hari


berikutnya) untuk beberapa jenis
operasi

Ada atau tidak IDO khususnya


jenis infeksi deep dan organ
25

3.5. Cara Pengambilan Data dan Alat Pengambil Data

3.5.1. Cara Pengambilan

Data yang diambil merupakan data primer yang didapatkan dari hasil pencatatan
komponen-komponen faktor risiko oleh peneliti sendiri

3.5.2. Alat Pengambil Data

Catatan tentang komponen faktor risiko dan tanda-tanda klinis terjadinya infeksi
daerah operasi yang dibuat oleh peneliti sendiri dan rekam medis pasien.

3.6. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

3.6.3 Dummy Table

3.6.3.1 Tabel Pengelompokkan Antibiotik

Jenis antibiotik Waktu Pemberian Durasi Pemberian PDPK


Florokuinolon 2 jam sebelum Loading dose sesuai
operasi
Cephalosporin 30 menit sebelum Loading dose Tidak sesuai
operasi

3.6.3.2 Tabel Hubungan Antibiotik Profilaksis dengan IDO

Jumlah IDO Jumlah tidak IDO


Antibiotik Profilaksis
(sesuai dengan PDPK)
Antibiotik Profilaksis
(tidak sesuai dengan
PDPK)
26

3.6.2. Rencana Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15.0 for


Windows, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing data (memeriksa kelengkapan pengisian rekam medis dan kejelasan
tulisan dalam rekam medis).
b. Coding (memberikan nilai kategori data berupa angka untuk data-data yang
diperoleh dalam rekam medis).
c. Data processing yang dilakukan dengan cara data entry (memasukkan atau
memindahkan data yang diperoleh dari rekam medis ke dalam komputer).
d. Data cleaning (kegiatan pengecekan kembali untuk menghindari
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi saat meng-entry data).

3.6.3. Analisis Data

Analisis data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini merupakan uji
Pearson pada program SPSS 15.0 for windows.
27

ANGGARAN

A. Anggaran untuk Proposal Penelitian

Nama Barang Harga (Rp) Jumlah Total (Rp)

Kertas A4 75.000/rim 2 rim 150.000

Alat Tulis 5000/buah 75 buah 375.000

Buku Folio Bergaris 50.000/buku 2 buku 100.000

Total 625.000

B. Anggaran untuk Laporan Akhir Penelitian

Total (Rp)
Nama Barang Harga Jumlah

Kertas A4 75.000/rim 2 rim 150.000

Tinta Printer 175.000/buah 4 buah 700.000

Fotokopi Proposal, Papers, dan 300/ halaman 700 halaman 210.000


Surat-Surat Administrasi

Jilid Laporan Akhir Penelitian 5.000/bundle 15 bundle 75.000

Administrasi Rekam Medis 20.000/orang 15 orang 300.000

Honor Asisten Penelitian 20.000/orang 60 orang 1.200.000

Biaya Cetak Poster Penelitian 50.000/buah 5 buah 250.000

Biaya Design Poster Penelitian 450.000/orang 1 orang 450.000

Total 3.335.000
28

DAFTAR PUSTAKA

(1) United States Centers for Disease Control and Prevention. Surgical Site Infection.
[cited 17 Mei 2012]. Available from: URL: https://www.cdc.gov/HAI/ssi/ssi.html
(2) World Health Organization. Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site
Infection. [cited 4 Februari 2016]. Available from: URL:
http://www.who.int/gpsc/global-guidelines-web.pdf
(3) Allegranzi B, Bagheri Nejad S, Combescure C, Graafmans W, Attar H, Donaldson
L, et al. Burden of endemic health-care-associated infection in developing countries:
systematic review and meta-analysis. Lancet. 2011;377(9761):228-41
(4) Report on the burden of endemic health careassociated infection worldwide. A
systematic review of the literature. Geneva: World Health Organization; 2011
(http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/80135 /1/9789241501507_eng.pdf,
accessed 10 August 2016).
(5) Moi LL, Anucha A, Gilbert M. The Burden of Healthcare-Associated Infections in
Southeast Asia: A Systematic Literature Review and Meta-Analysis. Clin Infect Dis.
2015;60(11):1690-9.
(6) National Institute for Health and Clinical Excellence. Surgical Site Infection:
Prevention and Treatment of Surgical Site Infection. [cited Oktober 2008]. Available
from: URL: https://www.nice.org.uk/guidance/cg74/evidence/full-guideline-
242005933
(7) European Centre for Disease Prevention and Control. Survellance of Surgical Site
Infections in European Hospitals-HAISSI Protocol. [cited 15 Februari 2012].
Available from: URL:
http://ecdc.europa.eu/en/publications/Publications/120215_TED_SSI_protocol.pdf
(8) Ridgeway S, Wilson J, Charlet A, et al. Infection of the Surgical Site after
Arthroplasty of the Hip. Journal of Bone and Joint Surgery – British. 2005;87:844–
50.
(9) Neumayer L, Hosokawa P, Itani K, et al. Multivariable Predictors of Postoperative
Surgical Site Infection after General and Vascular Surgery: Results from the Patient
29

Safety in Surgery Study. Journal of the American College of Surgeons.


2007;204:1178–87.
(10) Scott JD, Forrest A, Feurstein S, et al. Factors Associated with Postoperative
Infection. Infection Control and Hospital Epidemiology. 2001;22:347–51.
(11) Cruse PJ, Foord R. A Five-Year Prospective Study of 23,649 Surgical Wounds.
Archives of Surgery 1973;107:206–10.
(12) Kaye KS, Schmit K, Pieper C, et al. The Effect of Increasing Age on the Risk of
Surgical Site Infection. Journal of Infectious Diseases. 2005;191:1056–62.
(13) Culver DH, Horan TC, Gaynes RP, et al. Surgical Wound Infection Rates by
Wound Class, Operative Procedure, and Patient Risk Index. National Nosocomial
Infections Surveillance System. American Journal of Medicine. 1991;91(3B):152S–
7S.
(14) Friedman ND, Sexton DJ, Connelly SM, et al. Risk Factors for Surgical Site
Infection Complicating Laminectomy. Infection Control and Hospital
Epidemiology.2007;28:1060–5.
(15) Ridderstolpe L, Gill H, Granfeldt H, et al. Superficial and Deep Sternal Wound
Complications: Incidence, Risk Factors and Mortality. European Journal of
Cardio-Thoracic Surgery.2001;20:1168–75.
(16) Latham R, Lancaster AD, Covington JF, et al. The Association of Diabetes and
Glucose Control with Surgical-Site Infections Among Cardiothoracic Surgery
Patients. Infection Control and Hospital Epidemiology.2001;22:607–12.
(17) Russo PL, Spelman DW. A New Surgical-Site Infection Risk Index Using Risk
Factors Identified by Multivariate Analysis for Patients Undergoing Coronary
Artery Bypass Graft Surgery. Infection Control and Hospital Epidemiology.
2002;23:372–6.
(18) Abboud CS, Wey SB, Baltar VT. Risk Factors for Mediastinitis after Cardiac
Surgery. Annals of Thoracic Surgery 2004;77:676–83.
(19) Olsen MA, Mayfield J, Lauryssen C, et al. Risk Factors for Surgical Site Infection
in Spinal Surgery. Journal of Neurosurgery.2003;98:149–55.
30

(20) Olsen MA, Butler AM, Willers DM, et al. Risk Factors for Surgical Site Infection
after Low Transverse Cesarean Section. Infection Control and Hospital
Epidemiology.2008;29:477–84.
(21) Gravante G, Araco A, Sorge R, et al. Postoperative Wound Infections after Breast
Reductions: The role of Smoking and the Amount of Tissue Removed. Aesthetic
Plastic Surgery.2008;32:25–31.
(22) Surgical Site Infection: Prevention and Treatment of Surgical Site Infection. NICE
Clinical Guidelines, No. 74. National Collaborating Centre for Women's and
Children's Health (UK). London: RCOG Press; 2008 Oct.
(23) Johnson A, Young D, Reilly J. Caesarean Section Surgical Site Infection
Surveillance. J Hosp Infect. 2006;64:30–35.
(24) Chang CC, Lin HC, Lin HW, Lin HC. Anesthetic Management and Surgical Site
Infections in Total Hip or Knee Replacement: A Population-Based Study.
Anesthesiology. 2010;113:279–284.
(25) Keping C, Jiawei L, Qingfang K, Changxian W, Nanyuan Y, Guohua X. Risk
Factors for Surgical Site Infection in a Teaching Hospital: A Prospective Study of
1,138 Patients. [cited 14 Agustus 2015]. Available from: URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4542557/
(26) Devjani De, Saxena S, Mehta G, Yadav R, Dutta R. Risk Factor Analysis and
Microbial Etiology of Surgical Site Infections Following Lower Segment Caesarean
Section. International Journal of Antibiotics. 2013;2013:283025
(27) Bratzler DW, Dellinger EP, Olsen KM, Perl TM, Auwaerter PG, Bolon MK, et al.
Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery. American
Journal of Health-System Pharmacy. 2013 Feb 1;70(3):195–283.

Vous aimerez peut-être aussi