Vous êtes sur la page 1sur 33

KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS

KELOMPOK 9 :

Yossy Amelia Faradea 1311311064

Ega Silvia Roza 1311311090

Mery Sepriani 1311311092

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2016

1 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kanker Serviks


Menurut Wahyu Rahayu, Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah
tumor ganas yang tumbuh dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah
dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks terutama
dialami oleh wanita muda dan dewasa pertengahan. Kanker serviks biasanya
menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari
sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10 % sisanya berasal dari sel kelenjar
penghasil lender pada saluran servikal yang menuju dalam rahim.
Sedangkan menurut Mitayani (2011), Karsinoma insitu pada serviks
adalah keadaan dimana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan epitel

Kanker serviks merupakan keganasan ketiga tersering pada system


reproduksi wanita. Kanker ini diklasifikasikan sebagai preinvasif dan invasif.
Kanker preinvasif berkisar dari dysplasia serviks minimal, dimana sepertiga
bagian bawah lapisan epitel mengandung sel abnormal, sampai karsinoma in
situ, dimana seluruh ketebalan lapisan epitel mengandung sel ploriferasi
abnormal (disebut juga neoplasma intaepitel serviks). Kanker preinvasif dapat
disembuhkan pada 75-90 % pasien dengan deteksi dini dan penanganan yang
benr. Jika tidak ditangani dapat menjadi kanker serviks invasive, tergantung
bentuknya (Lyndon Saputra, 2014).

2 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


B. Anatomi dan Fisiologi Rahim
Rahim (uterus) adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian
luarnya ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh
mukosa rahim. Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga
panggul kecil di antara kandung kemih dan dubur. Rahim berbentuk seperti
bola lampu pijar atau buah pear, mempunyai rongga yang terdiri dari tiga
bagian besar yaitu, badan rahim (korpkus uteri) berbentuk segitiga, leher
rahim (serviks uteri) berbentuk silinder, dan rongga rahim (kavum uteri).
Bagian rahim antara kedua pangkal tuba, yang disebut fundus uteri,
merupakan bagian proksimal rahim. Besar rahim berbed-beda, bergntung pada
usia dan pernah melahirkan anak atau belum. Ukurannya kira-kira sebesar
telur ayam kampong. Pada nulipara ukurannya 5,5-8 cm x 3,5-4 cm x 2-2,5
cm, multipara 9-9,5 cm x 5,5-6 cm x 3-3,5 cm. Beratnya 40-50 gram pada
nulipara dan 60-70 gram pada multipara. Letak rahim dalam keadaan
fisiologis adalah anteversiofleksi. Letak-letak lainnya adalah antefleksi
(tengah ke depan), retrofleksi (tengah ke belakang), anteversi (terdorong ke
depan), retroversi (terdorong ke belakang). Suplai darah rahim dialiri oleh
arteri uterine yang berasal dari arteri iliaka interna (arteri hipogastrika) dan
arteri ovarika.

Fungsi utama rahim adalah setip bulan berfungsi dalam siklus haid,
tempat janin tumbuh kembang, dan berkontraksi terutama sewaktu beralin dan
sesudah bersalin.

3 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


C. Etiologi Kanker Serviks
Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan
mebelah secara tak terkendali. Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari
sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah
perilakunya. Sel yang bermutasi ini nelakukan pembelahan sel yang tidak
terkendali, , imortal dan menginvasi jaringan stroma dibawahnya. Keadaan
yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini.
M.Farid Aziz (2006), Penyebab terutama kanker serciks adalah infeksi
virus HPV (human papilloma virus). Lebih dari 90% kanker serviks jenis
skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker serviks
berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui
hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan
yang penting melalui sekuensi gen E6 akan mengikat dan menjadikan gen
penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan
berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastona (pRb) menjadi tidak
aktif.
Faktor lain yang brhubungan dengan kanker serviksadalah aktivitas
seksual terlalu muda (<16 tahun), jumlah pasanganseksual yang tinggi (>4
orang), dan adanya riwayat infeksi berpapil (warts). Karena hubungannya
yang erat dengan infekssi HPV, wanita yang mendapat atau menggunakan
penekan kekebalan(immunosuppressive) dan penderita HIV berisiko
menderita kanker serviks.
Bahkan kardsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai dalam lendir
serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa
dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformassi maligna.

Faktor Resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya Kanker


Serviks:
1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia

4 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
2. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap
terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena
kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah
pada usia > 20 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa
pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini
akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi
lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
4. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan
obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di
serviks yang merangsang terjadinya kanker.
5. Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar
terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung
nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen
infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh
bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-
paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak
jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher
rahim.
6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena
virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim
sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko
terkena kanker leher rahim.

5 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


7. Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan
banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari
berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan
(banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit
kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang
akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human
Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher
rahim.
8. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan
kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi
oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena
jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh
hormon steroid perempuan.

D. Patofisiologi Kanker Serviks

Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan


intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker
serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif
biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang
dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan

6 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh
adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah
onkogen, tumor supresor gen dan repair genes. Kanker pada serviks adalah
dimana keadaan dimana sel-sel neoplastik terjadi pada seluruh lapisan
epitel disebut displasia. Displasia merupaka neoplasma serviks
intraepitelial (CNI). CNI terbagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat 1
bersifat ringan, tingkat 2 sedang, tingkat 3 berat. Tidak ada gejala spesifik
untuk kanker serviks. Perdarahan merupakan satu-satunya gejala yang
nyata., tetapi gejala ini hanya ditemukan pada tahap lanjut dan tidak untuk
tahap awal.
CNI biasanya terjadi disambngan epitel skuamosa dengan epitel
kolumnar dan mukosa endoserviks. Keadaan ini tidak dapat diketahui
dengan cara panggul rutin, pap smear dilaksanakan untuk mendeteksi
perubhaan neoplastik hasil apusan abnormal dilanjutkan dengan biopsy
untuk memperoleh jaringan guna pemeriksaan sitologik. Stadium dini CNI
dapat diangkat seluruhnya dengan biopsy kerucut atau dibersihkan dengan
alat kanker atau bedah beku dan kemoterapi. Kanker invasif dapat meluas
sampai ke jaringan ikat pembuluh limfa dan vena, vagina, ligamentum
kardinale dan endometrium. Penanganan yang dapat dilakukan yairu
kemoterapi atau radioterapi dan histerektum radikal dengan mengangkat
uterus atau satu ovarium jika terkena kelenjar limfa. (Price, Sylvia A,
2006).
Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang
berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai
timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat
dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasif berkembang melalui
perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif.
Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 – 35%.
bentuk ringan (CNI 1) mempunyai angka regresi yang tinggi.
Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu
(KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu waktu yang diperlukan

7 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


dari karsinoma insitu invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan
gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi
invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan
lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau
dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke formiks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke
rektum dan vesika urinaria.
WOC
(Terlampir)
E. Manifestasi Klinis Kanker Serviks
 Kanker preinvasif tidak memiliki gejala atau perubahan klinis lain.
 Kanker invasive dini
 Pendarahan vagina, seperti secret vagina terus menerus yang bewarna
kekuningan, disertai darah, dan bau tidak sedap, nyeri setelah koitus
dan perdarahan.
 Perdarahan diantara periode mentruasi
 Mentruasi sangat banyak yang tidak seperti biasanya.
 Kanker invasive lanjut (ke dinding pelvis)
 Nyeri pinggang yang secara perlahan bertambah berat (keterlibatan
nervus iskiadikus)
 Kebocoran urine (metastasis ke kandung kemih dengan pembentukan
fistula)
 Kebocoran feses (metastasis ke rectum dengan pembentukan fistula)
(Lyndon Saputra, 2014).
Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker
serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda dini kanker
serviks tidak spesifik seperti adanya sekret vagina yang agak banyak dan

8 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


kadang-kadang dengan bercak perdarahan. Umumnya tanda yang sangat
minimal ini sering diabaikan oleh penderita (M. Farid Aziz, dkk ,2006).
Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang,
atau perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina.
Dengan semakin tumbuhnya penyakit tanda menjadi semakin jeelas.
Perdarahan menjadi semakin banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih
lama. Namun, terkadang keadaan ini diartikan penderita sebagai
perdarahan haid yang sering dan banyak. Juga dapat dijumpai sekret
vagina ber bau terutama dengan masa nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi
kerena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi pertumbuhan
pembulih darah ( angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang cukup.
Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan
non spesifik.
Pada stadium lanjut ketiak tumor telah menyebar ke luar dari
serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain
seperti nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Hal ini menandakan
keterlibatan ureter, dinding panggul, atau nervus skiatik. Beberapa
penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, perdarahan rektum
sampau sulit berkemih dan buang air besar. Penyebaran ke kelenjar getah
bening tungkai bawah dapat menimbulkan oedema tungkai bawah, atau
terjadi uremia bila telah terjadi penyumbatan kedua ureter.
F. Klasifikasi Kanker Serviks
M. Farid Aziz, dkk (2006) Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi, dilanjutkan
dengan penentuan stadium. Stadium kanker serviks ditentukan melalui
pemeriksaan klinik dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan di bawah pengaruh
anestesia umum, stadium tidak dipengaruhi adanya penyebaran penyakit yang
ditemui setelah tindakan bedah atau setelaah diberikan tindakan terapi.
Penentuan stadium ini harus mempunyai hubungan dengan kondisi klinis,
didukung oleh bukti-bukti klinis, dan sederhana.
Penentuan stadium kanker serviks menurut FIGO masih berdasarkan
pada pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto thoraks serta

9 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


sistoskopi dan rektoskopi. Penggunaan alat bantu diagnostik seperti CT-scan,
MRI, ataupun PET tidak dijadikan standar karena sebagian kasus berada
dinegara berkembang dengan fasilitas peralatan kesehatan yang masih minim.
Sekali stadium ditetapkan tidak boleh berubah lagi walau apapun hasil akhir
terapi yang diberikan. Temuan dengan pemeriksaan CT-scan, MRI, atau PET
tidak mengubah stadium, tetapi dapat digunakan sebagai informasi untuk
rencana terapi yang akan dilakukan.

Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

Stadium 0 karsinoma insitu, karsinoma intra epitelial

Stadium I karsinoma masih terbatas di serviks( penyebaran ke korpus uteri


diabaikan)

Stadium Ia invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secra mikroskopik,


lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang
sangat supervisial dikelompokan sebagai stadium Ib. Kedalaman
invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak lebih
dari 7 mm.

Stadium Ia1 invasi ke stoma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dam lebar
tidak lebih dari 7 mm

10 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


Stadium Ia2 invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm tetapi
kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm.

Stadium Ib lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopik lebih dari Ia

Stadium Ib1 besar lesi secaa klinis tidak lebih dari 4 cm

Stadium Ib2 besar lesi secara klinis besar dari 4 cm

Stadium II telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau
infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul.

Stadium IIa telah melibatkan vagina tetapi belum melibatkan parametrium.

Stadium IIb infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul

Stadium III telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai
dinding panggul. Kasus dengan difroneprosis atau gangguan fungsi
ginjal dimasukan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dappat
dibuktikan oleh sebab lain.

Stadium IIIa keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum
mencapai dinding panggul.

Stadium IIIb perluasan sampai dinding panggul atau adanya dhidroneprosis atau
gangguan fungsi ginjal.

Stadium IV perluasan ke organ reproduksi

Stadium IVa keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum

Stadium IVb metastase jauh lebih rendah keluar dari rongga panggul.

G. Komplikasi Kanker Serviks


Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat
menurun yang berhubungan dengan peningkatan teknik-teknik pembedahan
tersebut. Komplikasi tersebut meliputi fistula uretra, disfungsi kandung kemih,

11 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


emboli pulmonal, limfosit, infeksi pelvis, obstruksi usus dan fistula
rektovaginal.
Komplikasi yang dialami segera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit,
sistitis radiasi dan enteritis. Komplikasi berkaitan pada kemoterapi tergantung
pada kombinasi obat yang digunakan. Masalah efek samping yang sering
terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual dan muntah karena penggunaan
kemoterapi yang mengandung siplatin.

H. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks


Diagnosis kanker serviks diperoleh pemeriksaan histopatologi jaringan
biopsi. Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker secara kasat mata harus
dilakukan biopsi walau hasil pemeriksaan pap smir masih dalam batas normal.
Sementara itu, biopsi lesi yang tidak kasat mata didasarkan dai hasil
pemeriksaan sitologo serviks (pap smir). Diagnosa kanker serviks hanya
berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil
pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan
diagnosis.
Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa antuan anestesia dan
dapat dilakukan secara rawaat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi
dengan penekanan atau meninggalkan tampon vagina. Lokasi biopsi
sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi
jaringan nekrosis pada lesi kasat. Bila hasil biopsi dicurigai adany
mikroinvasi, dilanjutkan dengan kinisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan
pisau (cold knife) atau dengan elektrokuater.
Hasil Pap Smear pada kanker Serviks (Lyndon Saputra):
 Normal
 Sel skuamosa tipe permukaan, berukuran besar
 Kecil, inti piknotik
 Displasia Ringan
 Sedikit peningkatan rasio antara inti-sitoplasma
 Hiperkromatisme
 Pola kroatin abnormal

12 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


 Displasia berat, karsinoma in situ
 Sel tipe basal
 Rasio antara inti-sitoplasma sangat tinggi
 Hiperkromatisme yang tampak jelas
 Kromatin jelas
 Karsinoma invasive
 Pleomorfisme yang jelas
 Nucleus tidak beraturan
 Kromatin mengumpul
 Nucleolus tampak jelas
I. Terapi Kanker Serviks
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditemukan terapi
yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan
bergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan
komplikasi lain yang menyertai. Untuk ini diperlukan pemeriksaan fisik yang
seksama. Juga diperlukan kerja sama yang baik antara genikologi dan
onkologi dengan radio terapi dan patologi anatomi.
Pada umumnya kasus stadium lanjut (stadium IIb, III, IV) dipilih
pengobatan radiasi yang diberikan secara intrakaviter dan eksternal,
sedangkan stadium awal dapat diobati melalui pembedahan atau radiasi.
Terapi tunggal apakah berupa radiasi atau operasi merupakan pilihan
bila kanker serviks dapat didiagnosis dalam stadium dini. Namun, sayang
tidak sedikit penderita kanker serviks datang berobat setelah stadium lanjut
dimana terapi yang efektif menjadi persoalan.
Pada dasarnya untuk stadium lanjut (IIb, III, IV) diobati dengan
kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi). Kombinasi terapi
ini untuk menandapatkan dosis yang cukup pada titik A.berbagai perangkat
radiasi dapat digunakan untuk menghasilkan kekuatan radiasi sesuai dengan
kebutuhan. Teknologi radiasi eskema dimulai 1954 dengan ditemukannya alat
radiasi Cobalt 60 yang sudah memberikan energi 1 cm di bawah ulit. Akhir-
akhir ini lebih disenangi linear accelerator yang menghasilkan energi foton
dan mulai memberi energi 3-4 cm di bawah kulit.

13 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


Kombinasi pemberian sisplatin mingguan bersamaan denag radiasi
memberikan respons yang cukup baik. Akan tetapi, bila terjadi kekambuhan
baik lokal maupun jauh, setelah terapi komoradiasi ini biasanya usaha
pengobatan lain sering gagal.
Banyak penelitian tentang pemberian kemoterapi baik tunggal
maupun kombinasi utuk mengobati penderita kanker serviks stadium lanjut
atau kasus berulang yang tidak mungkin dilakukan terapi operatif atau radiasi.
Kombinasi antara bleomisin, sisplatin, dan ifosfamid tampaknya memberi
respons yang lebih baik, tetapi efek samping pada sistem syaraf pusat cukup
mengganggu.
Harapan hidup penderita akan menjadi lebih baik bila setelah
pemberian neoajuvan kemoterapi ini dapat dilanjutkan dengan operasi radikal.
Evaluasi respons kemoterapi neoajuvan ini dengan bantuan MRI karena MRI
dapat membedakan antara gambaran jaringan fibrosis dan jaringan tumor.
Akhir-akhir ini ada kecendrungan pembedahan kanker ginekologi
menjadi kurang agresif dengan ageresif dengan tujuan mengurangi kecacatan
dan mempertahankan fungsi organ genital. Kanker serviks stadium Ia1 cukup
hanya konisasi, sedangakan untuk stadium lainnya fungsi reproduksi terpaksa
dikorbankan.
Pada tahun 1994 D’argent memperkenalkan teknik operasi radikal
kanker serviks stadium dini dengan mempertahankan uterus. Operasi radikal
ini dikenal sebagai trakhelektomi radikal, dilakukan pada penderita kanker
serviks stadium dini yang masih ingin hamil. Pada saat itu trakhelektomi
radikal dilakukan melalui vagina dan limpadenektomi dengan bantuan
laparoskop. Trakhelektomi ini juga dapat dilakukan melalui abdominal dengan
cara dan peralatan yang sama seperti operasi histerektomi radikal bebas.
Bahkan, pendekatan perabdominal ini terasa lebih sederhana karena operator
tidak perlu mendapat pelatihan khusus disamping jaringan parametrium yang
diambil dapat lebuh banyak. Serviks dipotong setinggi orifisium uteri
internum. Radikal trakhelektomi ini diindikasikan untuk stadium Ia2 dan
Ib1/Iia dengan lesi 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar getah bening
pelvis.

14 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Data Dasar Klien


a. Identitas Klien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Status perkawinan:
Pekerjaan :
Jumlah anak :
Tanggal masuk rumah sakit :
No registrasi :
Tanggal pengkajian dan diagnosis medis :
Diagnosa medis :

b. Riwayat kesehatan klien


a) Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai
keputihan menyerupai air.
b) Riwayat penyakit dahulu
Data yang perlu dikaji adalah : Riwayat abortus, infeksi pasca abortus,
infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor.
Apakah pasien pernah mengalami kelainan menstruasi, lama, jumlah dan
warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah
keluar setelah koitus ( bersenggama ), apakah pekerjaan yang dilakukan
pasien
c) Riwayat kesehatan sekarang
Pada stadium awal klien tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru
pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti :

15 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal. Biasanya pasien
mengeluh nyeri pada intra servikal, merasa lelah, letih, ada anemia, pasien
seorang perokok & meminum alcohol, ada perubahan pola defekasi (
konstipasi ) serta nyeri saat berkemih, nyeri pada saat senggama dan
terjadi pendarahan saat senggama, keputihan yang cair dan banyak serta
bau yang khas, ada rasa kurang nafsu makan, penurunan berat badan, nyeri
panggul.
d) Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga
dengan kanker serviks / leher rahim.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a. Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
b. Wajah : tidak ada oedema
c. Mata : konjunctiva tidak anemis
d. Hidung : simetris, tidak ada sputum
e. Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f. Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab,
tidak terdapat lesi
g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening
2. Dada
a. Inspeksi : simetris
b. Perkusi : sonor seluruh lap paru
c. Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
d. Auskultasi : vesikuler
3. Cardiac
a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : ictus cordis teraba
c. Perkusi : pekak

16 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


d. Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a. Inspeksi : simetris, tidak ascites
b. Palapasi : tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : tympani
d. Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
Ada lesi, adanya pengeluaran pervaginam, berbau
6. Ekstremitas
Tidak ada edema

Pemeriksaan fisik pada klien dengan kanker serviks atau leher rahim
meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

a. Pernafasan B1 (breath)
Pada kasus kanker serviks stadium lanjut atau ketika sel abnormal sudah
mulai menyebar ke organ-organ lain ( tahap stadium 4 ), dapat
menimbulkan sesak nafas.
b. Kardiovaskular B2 (blood)
Adanya nyeri dada ( pada stadium lanjut ), bradikardi, dan tekanan darah
rendah dikarenakan pendarahan pada daerah intra-servikal
c. Persyarafan B3 (brain)
a) Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, penglihatan menurun
dikarenakan hemoglobin yang menurun, karena anemia, konjungtiva
anemis.
b) Penciuman (hidung) :Mengeluh bau pada keputihan yang banyak.
d. Perkemihan B4 (bladder)
Biasanya pasien mengeluh nyeri saat buang air kecil, adanya pendarahan.

17 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


e. Pencernaan B5 (bowel)
Biasanya nafsu makan menurun, porsi makan kurang, berat badan
menurun, adanya konstipasi sehingga terjadi perubahan pola defekasi pada
pasien.
f. Muskuloskeletal atau integument B6 (bone)
Biasanya ada nyeri pada bagian panggul sehingga sulit dalam bergerak dan
beraktivitas.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara
akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka
kematian akibat kanker servikspun menurun sampai lebih dari 50%. Tes
Pap merupakan salah satu pemeriksaan sel serviks untuk mengetahui
perubahan sel, sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker sejak dini.
Apusan sitologi pap diterima secara universal sebagai alat skrining kanker
serviks. Metode ini peka terhadap pemantauan derajat perubahan
pertumbuhan epitel serviks. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear
secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut
menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-
3tahun. (Rasjidi Imam, 2008). Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan
stadium dari kanker serviks :
a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
d. Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar)
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).

18 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


2. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan
suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi memerlukan prosedur diagnostik
yang penting sekalipun sitologi apusan serviks menunjukkan karsinoma.
Spesimen diambil dari daerah tumor yang berbatasan dengan jaringan
normal. Jaringan yang diambil diawetkan dengan formalin selanjutnya
diproses melalui beberapa tahapan hingga jaringan menjadi sediaan yang
siap untuk diperiksa secara mikroskopis. (Aziz, M.F., 2002)
3. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi adalah alat ginekologi yang digunakan untuk melihat
perubahan stadium dan luas pertumbuhan abnormal epitel serviks. Metode
ini mampu mendeteksi pra karsinoma serviks dengan akurasi diagnostik
cukup tinggi (Erich B., 1991). Kolposkopi hanya digunakan selektif pada
sitologi Tes Pap abnormal yaitu displasia dan karsinoma in situ atau kasus
yang mencurigakan maligna.
4. Tes Schiller
Serviks diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan
berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi
putih atau kuning.
5. Konisasi
Jika pemeriksaan kolposkopi tidak memuaskan maka konisasi harus
dilakukan yaitu pengawasan endoserviks dengan serat asetat selulosa di
mana daerah abnormal ternyata masuk ke dalam kanalis servikalis (Erich
B., 1991).

D. Pola Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menanyakan apakah klien sudah mengetahui tentang kanker serviks dan sudah
pernah mendengar tentang hal itu. Serta bagaimana penanganan yang pernah
dilakukan.

19 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Perhatikan pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan
(Kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan
ringan), nafsu makan, pola minum, serta jumlahnya. Makan dan minum pada
masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
3. Pola Eliminasi
Perhatikan apakah pasien mengalami gangguan dalam pola eliminasi urin
maupun BAB, seperti konstipasi dan poliuria.
4. Pola Aktivitas Latihan
Melihat kemampuan pasien dalam melakukan perawatan terhadap dirinya
sendiri.
5. Pola Istirahat dan tidur
Melihat seberapa lamanya pasien tidur, kapan (malam, siang), rasa tidak
nyaman yang mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-
remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suara- suara, posisi saat
tidur.
6. Pola Kognitif dan Sensori
Biasanya pada pola ini klien tidak mengalami gangguan, karena klien masih
dapat berkomunikasi.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu untuk kembali sehat
seperti dulu.
8. Pola Hubungan dan Peran
Peran klien sebagai ibu biasanya akan terganggu. Karena penyakit yang
dideritanya. Begitu juga hubungannya dengan orang lain disekitarnya.
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Tanyakan pada pasien bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan
pasangan meliputi frekuensi koitus atau hubungan intim, pengetahuan
pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan melakukan seks, kontiniutas
hubungan seksual.
10. Pola Koping dan Toleransi Stress

20 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


Perubahan peran, respon keluarga, yang bervariasi dapat menjadi pendukung
berkurang rasa sakit atau nyeri yang dialami pasien.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Tanyakan pada klien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya. Ini
sering kali berpengaruh terhadap intervensi yang akan kita berikan nantinya.

E. Aplikasi NANDA, NOC, NIC

NO NANDA NOC NIC


1 Gangguan rasa Tingkat kenyamanan Manajemen nyeri
nyaman b.d nyeri Indikator: Intervensi :
a. Melaporkan kondisi fisik a. kaji tipe intensitas, karakteristik
yang membaik dan lokasi nyeri
b. Melaporkan kondisi b. kaji tingkatan skala nyeri untuk
psikologis yang membaik menentukan dosis analgesik
c. Mengekspresikan c. anjurkan istirahat ditempat tidur
kegembiraan terhadap dalam ruangan yang tenang
lingkungan sekitar d. atur sikap fowler 300 atau dalam
d. Mengekspresikan posisi nyaman.
kepuasan dengan control e. ajarkan klien teknik relaksasai dan
nyeri nafas dalam
f. anjurkan klien menggunakan
Kontrol Nyeri mekanisme koping yang baik
Indikator: disaat nyeri terjadi
a. Mengenal factor g. Hindari mual, muntah karena ini
penyebab akan meningkatkan TIO
b. Mengenal serangan nyeri h. Alihkan perhatian pada hal-hal
c. Mengenal gejala nyeri yang menyenangkan
d. Melaporkan control nyeri i. Hilangkan atau kurangi sumber
nyeri
Tingkat Nyeri j. Pemberian analgesik
Indicator: k. Berikan analgesik sesuai order
a. Melaporkan nyeri dokter.

21 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


b. Frekuensi nyeri l. Perhatikan resep obat, nama pasien,
c. Ekspresi wajah karena dosis dan rute pemberian secara
nyeri benar sebelum pemberian obat.
d. Perubahan tanda-tanda
vital
Pemberian Analgesik

Intervensi :

a. Tentukan lokasi , karakteristik,


mutu, dan intensitas nyeri sebelum
mengobati pasien

b. Periksa order/pesanan medis untuk


obat, dosis, dan frekuensi yang
ditentukan analgesic

c. Beri analgesik 30 – 60 menit


sebelum menyusui dan perineum
bila dibutuhkan.

d. Evaluasi kemampuan pasien dalam


pemilihan obat penghilang sakit,
rute, dan dosis, serta melibatkan
pasien dalam pemilihan tersebut

e. Berikan perawatan yang


dibutuhkan dan aktifitas lain yang
memberikan efek relaksasi sebagai
respon dari analgesic

f. Cek pemberian analgesik selama


24 jam untuk mencegah terjadinya
puncak nyeri tanpa rasa sakit,
terutama dengan nyeri yang
menjengkelkan

g. Kolaborasikan dengan dokter jika

22 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


terjadi perubahan obat, dosis, rute
pemberian, atau interval, serta
membuat rekomendasi spesifik
berdasar pada prinsip
equianalgesic

2 Defisit volume cairan Derajat kehilangan darah Pengurangan perdarahan


b.d perdarahan, Indikator : Intervensi :
dehidrasi kehilangan darah dapat Identifikasi penyebab dari
intraseluler a. dilihat a. perdarahan
b. distensi abdomen b. Memantau pasien secara ketat
c. pendarahan vaginal untuk perdarahan
d. penurunan darah sistolik c. Terapkan tekanan langsung atau
e. penurunan tekanan darah tekanan ganti , sesuai ketentuan
diastolik d. Terapkan kompres es ke daerah
f. penurunan denyut jantung yang terkena dampak, sesuai
g. hilangnya pansa tubuh ketentuan
h. kecemasan e. Memantau jumlah dan sifat
i. penurunan kesadaran kehilangan darah
f. Memantau ukuran dan karakter
Status sirkulasi hematoma , jika ada
Indikator : g. Monitor tekanan darah dan
a. tekanan darah sistolik parameter hemodinamik , jika
b. tekanan darah diastolik tersedia ( misalnya , tekanan vena
c. tekanan nadi sentral dan kapiler paru / tekanan
d. kekuatan denyut nadi arteri temporalis )
e. keluaran urin h. Pantau status cairan , termasuk
intake dan output

23 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


3 Gangguan eliminasi Eliminasi urine Manajemen cairan
urine berhubungan Def: Kemampuan sistem Def : Mengatur keseimbangan cairan dan
dengan obstruksi urinarius untuk menyaring mencegah komplikasi akibat jumlah

mekanik , penyebab sampah, mengumpulkan, dan cairan abnormal


multiple mengubah urin menjadi pola Aktivitas :
yang sehat.  Pertahankan intake yang akurat
 Pasang kateter urin
Indikator :
 Monitor status hidrasi (seperti :
 Pola eliminasi IER*
kelebapan mukosa membrane,
 Bau urin IER
nadi.
 Jumlah urin IER
 Monitor status hemodinamik
 Warna urin IER termasuk CVP,MAP, PAP
 Partikel urin yang bebas  Monitor hasil lab. terkait retensi
 Kejernihan urin cairan (peningkatan BUN, Ht ↓)
 Pencernaan cairan yang  Monitor TTV

adekuat  Monitor adanya indikasi


retensi/overload cairan (seperti
 Keseimbangan intake
:edem, asites, distensi vena leher)
dan output dalam 24 jam
 Monitor perubahan BB klien
 Urin yang keluar disertai
sebelum dan sesudah dialisa
nyeri
 Monitor status nutrisi
 Urin yang tak lancar
 Monitor respon pasien untuk
keluar meresepkan terapi elektrolit
 Kaji lokasi dan luas edem
 Anjurkan klien untuk intake oral
 Distribusikan cairan> 24 jam
 Persiapkan untuk administrasi
produk darah
 Berikan terapi IV
 Berikan cairan
 Berikan diuretic, Berikan cairan
IV
 Nasogastrik untuk mengganti
kehilangan cairan

24 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


4 Resiko infeksi b.d Pengetahuan : Kontrol Pengontrolan infeksi
penurunan leukosit infeksi Aktivitas :
Indikator: 1 Ciptakan lingkungan ( alat-alat,
1 Mendeskripsikan tanda- berbeden dan lainnya) yang
tanda dan gejala nyaman dan bersih terutama
2 Mendeskripsikan setelah digunakan oleh pasien
tampilan prosedur- 2 Tempatkan pasien yang harus
prosedur diisolasi yang sesuai dengan
3 Mendeskripsikan kondisi pasien
pengontrolan prosedur- 3 Gunakan selalu handscoon
prosedur sebagai salah satu ketentuan
4 Mendeskripsikan kewaspadaan universal
aktivitas-aktivitas 4 Gunakan sarung tangan yang
meningkatkan daya steril, jika memungkinkan
tahan terhadap infeksi
5 Mendeskripsikan cara Perawatan perineal
pengobatan untuk Intervensi :
diagnosa a. Bantu kebersihan.
6 Mendeskripsikan tingkat b. Menjaga perineum tetap kering.
keberhasilan diagnose c. Memberikan alas duduk/bantal
infeksi pada kursi seperti bantal yang
berbentuk lingkaran, dengan tepat.
Kontrol resiko d. Memeriksa kondisi torehan atau
Indikator: sobekan (ex : episiotomy).
1 Mengetahui resiko e. Gunakan kompres dingin dengan
2 Memperhatikan factor baik.
resiko lingkungan f. Gunakan heat cradle/heat lamp
3 Perhatikan factor resiko dengan tepat.
perilaku individu g. Melatih pemikiran pasien dan
4 Kembangkan strategi mengguanakan sitz baths.
pengawasan factor resiko h. Bersihkan perineum sepenuhnya
yang efektif pada interval tetap.

25 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


5 Tentukan strategi kontrol i. Memelihara kenyamanan posisi
resiko yang dibutuhkan klien.
6 Menjalankan strategi j. Gunakan bantalan empuk yang
7 Mengikuti strategi yang menyerap untuk menyerap aliran
dipilih secara tepat.
Mengubah gaya hidup untuk k. Catat karakteristik pengaliran
mengurangi resiko dengan tepat.
l. Memberi dukungan scrotal,
dengan baik.

Proteksi infeksi
Aktivitas:
1 Monitor tanda-tanda dan gejala
sistemik dan local dari infeksi.
2 Monitor daerah yang mudah
terinfeksi.
3 Batasi pengunjung.
4 Pertahankan teknik asepsis untuk
pasien yang berisiko.
5 Inspeksi kulit dan membran
mukosa yang memerah, panas,
atau kering.
6 Inspeksi kondisi dari luka operasi
7 Anjurkan istirahat.
8 Anjurkan peningkatan mobilitas
dan latihan.
9 Beri agen imun.
10 Instruksi pasien untuk
mendapatkan antibiotik sesuai
resep.
11 Ajari pasien dan keluarga tentang
tanda dan gejala dari infeksi dan

26 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


kapan mereka dapat melaporkan
untuk mendapatkan perawatan
kesehatan.
12 Ajari pasien dan anggota keluarga
bagaimana menghindari infeksi.
13 Berikan ruangan privasi jika
dibutuhkan.
14 Laporkan kemungkinan adanya
infeksi dalam upaya pengendalian
infeksi.
15 Laporka kebiasaan positif dalam
mengendalikan infeksi.

5 Ketidakseimbangan Status nutrisi Nutrition Monitoring


nutrisi : kurang dari Indikator : 1. Berat badan pasien dalam batas
kebutuhan tubuh b.d 1. Asupan nutrisi normal
tidak mampu dalam 2. Asupan makanan 2. Monitor adanya penurunan berat
memasukan, 3. Asupan cairan badan
mencerna, 4. Energi 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
mengabsorbsi 5. Indek masa tubuh yang biasa dilakukan
makanan karena 4. Monitor interaksi anak atau
faktor biologi Status nutrisi: intake orangtua selama makan
(anoreksia) makanan dan cairan 5. Monitor lingkungan selama makan
Indikator : 6. Jadwalkan pengobatan dan
1. Intake makanan secara tindakan tidak selama jam makan
oral 7. Monitor kulit kering dan
2. Intake cairan secara oral perubahan pigmentasi
3. Intake cairan melalui IV 8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
Status nutrisi: intake zat kusam, dan mudah patah
makanan 10. Monitor mual dan muntah
Indikator : 11. Monitor kadar albumin, total

27 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


1. Asupan kalori protein, Hb, dan kadar Hemotokrit
2. Asupan protein 12. Monitor makanan kesukaan
3. Asupan lemak 13. Monitor pucat, kemerahan, dan
4. Asupan karbohidrat kekeringan jaringan konjungtiva
5. Asupan vitamin 14. Monitor kalori dan intake nuntrisi
6. Asupan mineral 15. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
Pengontrolan berat badan oral.
Indikator :
1. Memonitor berat badan Terapi nutrisi
2. Memelihara secara 1. Mengontrol penyerapan makanan
optimal intake kalori atau cairan dan menghitung intake
setiap hari kalori harian, jika diperlukan
3. Keseimbangan latihan 2. Memantau ketepatan urutan
dengan intake kalori makanan untuk memenuhi
4. Memilih snack bergizi kebutuhan nutrisi harian
5. Menggunakan suplemen 3. Menentukan jumlah kalori dan
zat gizi sesuai kebutuhan jenis zat makanan yang diperlukan
6. Menjaga pola makan untuk memenuhi kebutuhan
yang disarankan nutrisi, ketika berkolaborasi
7. Memelihara dengan ahli makanan, jika
keseimbangan cairan diperlukan
8. Mencapai berat badan 4. Mengatur pemasukan makanan,
yang optimum jika diperlukan
9. Memelihara berat badan 5. Memberi makanan yang punya
optimum
Mengontrol berat badan
1. Diskusikan dengan pasien
hubungan antara asupan makanan,
latihan, penambahan berat badan,
dan kehilangan berat badan
2. Diskusikan dengan pasien kondisi

28 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


medis yang mempengaruhi berat
badannya
3. Diskusikan dengan pasien
kebiasaan, adat, budaya, dan
faktor hereditas yang
mempengaruhi berat badannya
4. Diskusikan gabungan resiko yang
akan menjadikan berat badan
bertambah atau berkurang
5. Menentukan berat badan ideal

6. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas


b.d kelemahan Indikator : Indikator :
umum, tirah baring. 1. Saturasi oksigen dalam 1. Tentukan komitmen pasien untuk
respon aktivitas IER meningkatkan frekuensi atau
2. HR dalam respon rentang aktivitas
aktivitas IER 2. Bantu untuk mengekplorasi arti
3. RR dalam respon pribadi dan aktivitas yang biasa
aktivitas IER dilakukan
4. Tekanan darah sistol 3. Bantu untuk memilih aktivitas
dalam respon aktivitas konsisten sesuai dengan
IER kemampuan fisik, psikologis dan
5. Tekanan darah diastol sosial
dalam respon aktivitas 4. Bantu berfokus kepada apa yang
IER dapat dilakukan pasien
6. Upaya pernafasan dalam 5. Bantu pasien untuk
respon aktivitas mengidentifikasi aktivitas yang
7. Kekuatan tubuh bagian disukai
atas 6. Membantu pasien
8. Kekuatan tubuh bagian mengidentifikasi aktivitas yang
bawah bermanfaat
9. Kemudahan melakukan 7. Bantu pasien untuk membuat

29 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


kegiatan sehari-hari jadwal periode yang spesifik
dalam hal aktivitas diversionalke
Ketahanan dalam rutinitas sehari-hari
Indikator : 8. Intruksikan pasien/keluarga
1. Pelaksanaan kinerja bagaimana menunjukkan aktivitas
sehari-hari yang diinginkan atau disarankan
2. Aktivitas 9. Sediakan aktivitas motorik untuk
3. Keadaan istirahat menghilangkan ketegangan otot
4. Daya tahan otot
5. Pola makan Manajemen energi
6. Energi yang disimpan 1. Tentukan keterbatasan fisik pasien
setelah beristirahat 2. Tentukan persepsi pasien atau
7. Tidak ada kelelahan orang terdekat tentang penyebab
8. Tidak ada kelesuan lelah
3. Tentukan penyebab kelelahan (
misal perawatan, nyeri, dan
pengobatan )
4. Amati pemberian nutrisi untuk
memastikan sumber energi yang
adekuat
5. Konsultasi dengan ahli diet
tentang cara untuk meningkatkan
pemberian asupan berenergi tinggi
6. Amati pasien untuk bukti
keterbatasan fisik dan kelelahan
emosional
7. Amati pola tidur pasien dan jam
tidur
8. Amati lokasi dan
ketidaknyamanan atau nyeri
selama beraktivitas
9. Kurangi ketidaknyamanan fisik

30 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


yang bisa dikaitkan dengan fungsi
kognitif dan pengamatan diri atau
pengaturan aktifitas
10. Atur batas dengan hiperaktivitas
ketika itu berkaitan dengan orang
lain / pasien sendiri
11. Batasi stimulus lingkungan ( mis:
cahaya dan suara ) untuk fasilitas
relaksasi
12. Anjurkan istirahat cukup atau
batasi aktivitas ( meningkatkan
lama tidur )
13. Tawarkan istirahat alternatif dan
aktivitas berkala
14. Gunakan latihan gerak pasif atau
aktif untuk meningkatkan tekanan
otot
15. Sediakan aktivitas yang
menenangkan untuk relaksasi
16. Anjurkan pasien atau orang
terdekat untuk mengenal tanda
dan gejala kelelahan yang
membutuhkan energi lebih dalam
beraktivitas
17. Evaluasi program yang meningkat
dalam level aktivitas

31 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


BAB IV

PENUTUP
.
4.1 Kesimpulan
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina
dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi
pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia
35-55 tahun.
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor
resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain, umur pertama kali melakukan
hubungan seksual, jumlah kehamilan dan partus, infeksi virus, sosial ekonomi,
hygiene dan sirkumsisi, merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).

4.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan agar dapat mengerti konsep
dari kanker serviks serta dapat mengetahui dan melaksanakan asuhan
keperawatan kepada klien dengan kanker serviks sesuai ketentuan yang ada.

32 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)


DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. Farid. (2006). Onkologi Genekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. (2012).


Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby
Elsavier.

Gale, D. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.


Jhonson,Marion. (2012). Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC).
St. Louis ,Missouri ; Mosby.

Mitayani. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: salemba Medika


NANDA International. (2012). Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications
2012-2014. Jakarta : EGC

Rahmawan, A. (2009). Kanker Serviks pada Kehamilan. Banjarmasin: Ilmu


Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
Saputra, Lyndon. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Jilid 2. Tanggerang Selatan :
Binarupa Aksara.

Swearingen, Pamela L. (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

U. Wahyu Rahayu. (-). Mengenali, Mencegah, dan Mengobati 35 Jenis Kanker.


Jakarta: Victory Inti Cipta.

33 | Asuhan Keperawatan Kanker Serviks(klp 9)

Vous aimerez peut-être aussi