Vous êtes sur la page 1sur 25

MAKALAH INDIVIDU

AKAD KAFALAH

Tugas Ini Disusun sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam

Dosen Pengampu: Yayat Sujatna, SE., M.Si

Oleh

Wenny Nila Sari


NIM 2016353630

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
AHMAD DAHLAN JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini. Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas Ekonomi Islam dengan judul Akad Kafalah.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna, sehingga

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan kami ingin

menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

penyusunan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini mendatangkan manfaat untuk penulis dan

pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Desember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 7

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

2.1. Definisi Kafalah ................................................................................................. 3

2.2. Landasan Hukum Positif ..................................................................................... 3

2.3. Landasan Syariah ................................................................................................ 4

2.4. Rukun dan Syarat Akad Kafalah ........................................................................ 6

2.5. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia

(MUI) ................................................................................................................. 7

2.6. Jenis Akad Kafalah ........................................................................................... 12

2.7. Penerapan Kafalah dalam Perbankan ................................................................ 13

2.8. Opini Penulis Mengenai Penerapan Akad Kafalah di Perbankan

Syariah............................................................................................................... 18

ii
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 19

3.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 19

3.2. Saran ................................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seseorang dalam kehidupan sehari-hari ketika hendak melakukan kegiatan

meminjam/utang kepada orang lain biasanya diminta untuk memberikan

jaminan bahwa ia di kemudian hari pasti membayar utangnya tersebut. Untuk

itu, ia bisa menjaminkan barangnya yang berupa barang bergerak dengan sistem

gadai atau fiducia, menjaminkan barang yang tidak bergerak dengan hipotek

atau hak tanggungan. Pun juga dapat meminta orang lain untuk menjadi

penjamin atas utang-utangnya.

Jaminan yang diberikan oleh orang lain selaku pihak ketiga ini dikenal

dengan istilah borgtocht atau personal guarantee. Dalam praktiknya,

penanggungan utang ini dapat dilaksanakan perorangan, ataupun oleh institusi

perbankan (bank guaranty).

Dalam konteks Islam, penanggungan utang ini dikenal dengan istilah

kafalah, yaitu orang yang diperbolehkan bertindak (berakal sehat) berjanji

menunaikan hak yang wajib ditunaikan oleh orang lain atau berjanji

menghadirkan hak tersebut di pengadilan.

Maka dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam mengenai Akad Kafalah sebagai akad muamalah aliyah.

1
2

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi akad kafalah?

2. Apa yang menjadi dasar hukum akad kafalah?

3. Apa saja rukun dan syarat akad kafalah?

4. Bagaimana fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)

dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang akad kafalah?

5. Apa saja jenis-jenis akad kafalah?

6. Bagaimana implementasi akad kafalah di Perbankan Syariah?

7. Bagaimana opini penulis mengenai penerapan akad kafalah di Perbankan

Syariah?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi akad kafalah.

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum akad kafalah.

3. Untuk mengetaui rukun dan syarat akad kafalah.

4. Untuk mengetahui fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional

(DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang akad kafalah.

5. Untuk mengetahui jenis-jenis akad kafalah.

6. Untuk mengetahui pengimplementasian akad kafalah di Perbankan Syariah.

7. Untuk mengetaui opini penulis tentang penerapan akad kafalah di perbankan

syariah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Kafalah

Dewan Syariah Nasional (DSN) (DSN No: 11/DSN-MUI/IV/2000)

mengartikan kafalah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)

kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang

ditanggung (makful’anhu, ashil). Adapun menurut Sayyid Sabiq (1992:283)

pengertian kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafil menjadi

beban asjhil dalam tuntutan dengan benda (materi) yang sama, baik utang,

barang, maupun pekerjaan.

2.2. Landasan Hukum Positif

Kafalah sebagai salah satu produk perbankan syariah di bidang jasa telah

mendapatkan dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

perbankan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008

tentang perbankan syariah, kafalah mendapatkan dasar hukum yang lebih

kokoh. Dalam pasal 19 Undang-Undang Perbankan Syariah disebutkan bahwa

kegiatan usaha Bank Umum Syariah antara lain meliputi membeli, menjual,

atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan

3
4

atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain seperti akad

ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hiwalah.

2.3. Landasan Syariah

Dasar hukum kafalah bersumber dari Al-Qur’an, al-Sunnah, dan

kesepakatan para ulama, antara lain sebagai berikut:

1) Al-Qur’an

a) Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 66

َ ‫َّللا َلتَأْتُنَّ ِني بِ ِه ِإ ََّّل أ َ ْن يُ َحا‬


‫ط‬ ِ ُ ‫قَا َل لَ ْن أ ُ ْر ِسلَهُ َمعَ ُك ْم َحت َّ ٰى تُؤْ ت‬
ِ َّ َ‫ون َم ْوثِقًا ِمن‬

‫ع َل ٰى َما نَقُو ُل َو ِكيل‬ َّ ‫ِب ُك ْم ۖ فَلَ َّما آتَ ْوهُ َم ْوثِقَ ُه ْم قَا َل‬
َ ُ‫َّللا‬

Ya'qub berkata: "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi)


bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang
teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku
kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh". Tatkala mereka
memberikan janji mereka, maka Ya'qub berkata: "Allah adalah saksi
terhadap apa yang kita ucapkan (ini)".

b) Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72

ٍ ‫ع ْال َم ِل ِك َو ِل َم ْن َجا َء بِ ِه ِح ْم ُل بَ ِع‬


‫ير َوأَنَا بِ ِه زَ ِعيم‬ ُ ‫قَالُوا نَ ْف ِق ُد‬
َ ‫ص َوا‬
5

“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan


barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan
makanan (seberat) beban unta, dan akumenjamin terhadapnya.”

2) As-Sunnah

a) Rasulullah saw bersabda:

‫َارم‬
ِ ‫لز ِع ْي ُم غ‬ ِ َ‫ا َ ْلع‬
َّ ‫اريَةُ ُم َؤ َذة َو‬

“ Utang itu harus ditunaikan, dan orang yang menanggung itu harus
membayarnya “ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dan disahihkan ole
Ibnu Hibban)

b) Rasulullah saw bersabda:

ُ َ ‫ع َل ْي ِه َو‬
‫ش ْيئًا قَالُ ْوا‬ َ ِ‫سلَّ ْم أت‬
َ ‫ فَقَا َل ه َْل ت َ َر َك‬... ٍ‫ي ِب َجنَازَ ة‬ َ ‫صلَّى هللا‬ ّ ‫أ َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬

‫اح ِب ُك ْم قَا َل أَب ُْو‬


ِ ‫ص‬ َ ‫صلُّ ْوا‬
َ ‫علَى‬ َ ‫علَ ْي ِه َديْن قَالُ ْوا ثَالَثَةُ َدنَا ِني َْر قَا َل‬
َ ‫َّلَ قَا َل فَ َه ْل‬

َ ‫صلَّى‬
‫ع َل ْي ِه‬ َّ َ‫عل‬
َ َ‫ي َد ْينُهُ ف‬ ُ ‫علَ ْي ِه يَا َر‬
َ ‫س ْو َل هلل َو‬ َ َ ‫قَتَا َدة‬
َ ‫ص ِّل‬
“Telah dihadapakan kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki
untuk dishalatkan)… Rasulullah saw. bertanya “apakah dia mempunyai
warisan? Para sahabat menjawab, “tidak”. Rasulullah bertanya
lagi,”apakah dia mempunyai utang?” sahabat menjawab “ya, sejumlah
tiga dinar.” Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk
menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu
berkata, “saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah
pun menshalatkan mayat tersebut.” (HR. Bukhari No. 2127, kitab Al-
Hawalah)
6

3) Ijma’ Ulama

Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang

Islam generasi awal mempraktikkan hal ini, bahkan sampai saat ini, tanpa

ada sanggahan dari seorang ulama pun (Sayyid Sabid, 1992:284).

Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga didasarkan pada kebutuhan

manusia dan sekaligus untuk menegasikan adanya kemudharatan bagi

orang-orang yang berutang dan hal itu dapat dibantu oleh pihak lain.

2.4. Rukun dan Syarat Kafalah

Adapun Rukun dan Syarat Kafalah yang telah diputuskan dalam Fatwa

DSN No: 11/DSN-MUI/IV/2000 adalah sebagai berikut:

1. Pihak Penjamin (Kafiil)

a) Baligh (dewasa) dan berakal sehat.

b) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya

dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalahtersebut.

2. Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)

a) Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada

b) Penjamin.

c) Dikenal oleh penjamin.

3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)

a) Diketahui identitasnya.
7

b) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.

c) Berakal sehat.

4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)

a) Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang,

benda, maupun pekerjaan.

b) Bisa dilaksanakan oleh penjamin.

c) Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak

d) mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.

e) Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.

f) Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

2.5. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI)

No: 11/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Kafalah

Keberadaan kafalah sebagai akad di bidang jasa pada Bank Syariah dan

Unit Usaha Syariah tela diatur melalui fatwa DSN-MUI Nomor: 11/DSN-

MUI/IV/2000 tentang kafalah. Substansi dari fatwa tersebut adalah sebagai

berikut:

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang :

a. Bahwa dalam rangka menjalankan usahanya, seseorang sering memerlukan

penjaminan dari pihak lain melalui akad kafalah, yaitu jaminan yang
8

diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi

kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil);

b. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut, Lembaga Keuangan

Syariah (LKS) berkewajiban untuk menyediakan satu skema penjaminan

(kafalah) yang berdasarkan prinsip-prinsip syar’iah;

c. Bahwa agar kegiatan kafalah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam,

DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang kafalah untuk dijadikan

pedoman oleh LKS.

Mengingat:

1. Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72:

ٍ ‫ع ْال َم ِل ِك َو ِل َم ْن َجا َء بِ ِه ِح ْم ُل بَ ِع‬


‫ير َوأَنَا بِ ِه زَ ِعيم‬ ُ ‫قَالُوا نَ ْف ِق ُد‬
َ ‫ص َوا‬
“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang
siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”

2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:

ِ ‫علَى اْ ِإلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬


‫ان‬ َ ‫ َوَّلَ تَ َع َاونُ ْوا‬،‫علَى ْالبِ ِ ّر َوالت َّ ْق َوى‬
َ ‫َوتَ َع َاونُ ْوا‬
“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
9

3. Hadis Nabi riwayat Bukhari:

ُ َ ‫علَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬


َ ّ‫ص ِل‬
‫ي‬ َ ‫سلَّ َم أ ِت‬
َ ُ‫ي ِب َجنَازَ ٍة ِلي‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َّ ‫عن سلمة بن األكوع أ َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬
ُ َ ‫صلَّى‬
َ َ‫ ف‬،َ‫ َّل‬:‫علَ ْي ِه ِم ْن َدي ٍْن؟ قَالُ ْوا‬
َ ِ‫ ث ُ َّم أت‬،‫علَ ْي ِه‬
ٍ‫ي بِ َجنَازَ ة‬ َ ‫ ه َْل‬:‫ فَقَا َل‬،‫علَ ْي َها‬
َ

‫ قَا َل‬،‫احبِ ُك ْم‬


ِ ‫ص‬ َ ‫صلُّ ْوا‬
َ ‫علَى‬ َ ‫ ه َْل‬:‫ فَقَا َل‬،‫أ ُ ْخ َرى‬
َ :‫ قَا َل‬،‫ َنعَ ْم‬:‫علَ ْي ِه ِم ْن َدي ٍْن؟ قَالُ ْوا‬

َ ‫صلَّى‬
‫علَ ْي ِه‬ َ َ‫ ف‬،ِ‫س ْو َل هللا‬ َ :َ ‫أَب ُْو قَتَا َدة‬
َّ َ‫عل‬
َ َ‫ي َد ْينُهُ ي‬
ُ ‫ار‬

“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk


disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’
Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian
dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia
mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata,
‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu
Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah’. Maka
Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari
Salamah bin Akwa’).

4. Sabda Rasulullah SAW :

َ ‫ع ْو ِن ْال َع ْب ِد َما َكانَ ْال َع ْب ُد فِ ْي‬


‫ع ْو ِن أ َ ِخ ْي ِه‬ َ ‫َوهللاُ ِف ْي‬
“Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.”

5. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:

َ‫ص ْل ًحا َح َّر َم َحالََّلً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْس ِل ُمون‬


ُ َّ‫ص ْل ُح َجائِز بَيْنَ ْال ُم ْس ِل ِمينَ ِإَّل‬
ُّ ‫ل‬
‫طا َح َّر َم َحالََّلً أَ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما‬
ً ‫وط ِه ْم ِإَّلَّ ش َْر‬
ِ ‫ش ُر‬ ُ ‫علَى‬ َ
10

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian


yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

6. Kaidah fiqh:

ْ ‫صلُ ِف‬
‫يال ُمعَا َمالَتِا ْ ِإلبَا َحةُ ِإَّلَّأ َ ْنيَدُلَّ َد ِل ْيلعَلَىتَ ْح ِري ِْم َها‬ ْ َ ‫اَأل‬
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”

‫اَلض ََّر ُر يُزَ ا ُل‬


“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

Memperhatikan :

Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Kamis,

tanggal 8 Muharram 1421 H./13 April 2000.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG KAFALAH

Pertama : Ketentuan Umum Kafalah

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).


11

2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang

tidak memberatkan.

3. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara

sepihak.

Kedua : Rukun dan Syarat Kafalah

1. Pihak Penjamin (Kafiil)

a) Baligh (dewasa) dan berakal sehat.

b) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya

dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

2. Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)

a) Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada

b) Penjamin.

c) Dikenal oleh penjamin.

5. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)

a) Diketahui identitasnya.

b) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.

c) Berakal sehat.

6. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)

a) Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang,

benda, maupun pekerjaan.

b) Bisa dilaksanakan oleh penjamin.


12

c) Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak

d) Mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.

e) Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.

f) Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui

Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

2.6. Jenis Kafalah

a. Kafalah bin-Nafs

Kafalah bin-Nafs merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal

guarantee). Sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk bentuk kafalah

bin-Nafs adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan

jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat.

Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank

berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah

yang dibiayai mengalami kesulitan.


13

b. Kafalah bil-Maal

Kafalah bil-Maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan

barang.

c. Kafalah bit-Taslim

Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang

yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.

d. Kafalah al-Munjazah

Kafalah al-Munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi ole jangka

waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu.

e. Kafalah al-Muallaqah

Bentuk jaminan ini merupakan penyederanaan dari Kafalah al-Munjazah,

baik oleh industri perbankan maupun asuransi

2.7. Penerapan Kafalah dalam Perbankan

a. Aplikasi di Perbankan Syariah

Dalam praktiknya, implementasi akad kafalah ini dalam bank

syariah adalah dalam bentuk bank garansi. Bank garansi yaitu tindakan dan

garantor dalam hal ini bank untuk menjamin bahwa jika seseorang tidak

menunaikan kewajibannya, misalnya tidak membayar utang-utangnya, si

garantor tersebutlah yang akan melaksanakan/mengambil alih kewajiban

tersebut.
14

Di dalam kegiatan pemberian jasa-jasa perbankan kepada nasabah,

bank dapat memberikan jasa-jasa pemberian bank garansi, sepanjang tidak

bertentangan/melanggar dari peraturan perundang-undagan termasuk

Peraturan Bank Indonesia. Pemberian bank garansi ini suda merupakan

produk berupa jasa yang ditawarkan dalam rangka mendapatkan

perndapatan berupa.

Leih lanjut dapat disampaikan beberapa hal terkait dengan produk

berupa bank garansi ini, yaitu:

a) Dalam suatu pemberian fasilitas bank garansi, setidaknya terdapat 3

(tiga) pihak, yaitu:

1) Pihak pemberi garansi dalam hal ini bank;

2) Pihak yang digaransi dalam hal ini nasabah; dan

3) Pihak penerima garansi dalam hal ini adalah pihak ketiga (bouweer).

b) Pihak-pihak yang dijamin (nasabah bank) memiliki kewajiban

(pekerjaan atau utang) kepada pihak ketiga atau bouwheer.

c) Timbulnya garansi, biasanya karena diminta oleh bouwheer kepada

nasabah bank, dan menerbitkannya dengan pertimbangan bisnis

(opportunity income).

Teknis penerapan akad kafalah sebagai produk perbankan syariah di

bidang jasa dapat berpedoman pada SEBI No. 10/14/DPbS tertanggal 17

Maret 2008. Di dalam SEBI disebutkan bahwa kegiatan pelayanan jasa


15

dalam bentuk jasa pemberian jaminan atas dasar akad kafalah, berlaku

persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a) Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban

nasabah terhadap pihak ketiga;

b) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik jasa

pemberian jaminan atas dasar kafalah, serta hak dan kewajiban nasabah

sebagaimna diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai

transparansi informasi produk bank dan penggunan data pribadi

nasabah;

c) Bank wajib melaukan analisis atas rencana jasa pemberian jaminan atas

dasar kafalah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal

berupa analisis atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain

meliputi analisis kapasitas usaha (capasity), keuangan (capital), dan

prospek usaha (condition)

d) Objek penjaminan harus;

1) Merupakan kewajiban pihak/orang yang meminta jaminan;

2) Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya;

3) Tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan)

e) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk

perjanjian tertulis berupa akad pemberian jaminan atas dasar kafalah.

f) Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang disepakati di awal serta

dinyatakan dalam jumla nominal yang tetap;


16

g) Bank dapat meminta jaminan berupa cash collateral atau bentuk

jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan

h) Dalam hal nasaba tidak dapat memenui kewajiban kepada pihak ketiga,

maka bank melakukan pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak

ketiga dengan memberikan dana talangan sebagai pembiayaan atas dasar

akad qardh yang harus diselesaikan oleh nasabah.

b. Pendapatan Bank

Dalam pemberian garansi bank, bank memungut upah sebagai ujrah

(fee) dan biaya administrasi. Besarnya upah (ujrah) dan biaya administrasi

tersebut tergantung pada kebijakan bank syariah yang bersangkutan.

Pelaksanaan pemungutan upah dan biaya administrasi tersebut dapat

dilakukan:

1) Pada saat penandatanganan akad dan penerbitan warkat garansi bank

a) Pada saat nasabah menandatangani akad pemberian fasilitas garansi

bank (kafalah) dan kontra garansi, bank memungut ujrah atas

penyediaan fasilitas garansi bank (kafalah).

b) Pada saat garansi bank diterbitkan oleh bank, bank memungut biaya

administrasi pewarkat garansi bank.

2) Dalam hal nasabah cidera janji (default)

Pada saat nasaba cidera janji atau wanprestasi (default) kepada

pemegang garansi ban, maka bank memungut upah (ujrah) dan/atau

biaya administrasi serta denda dengan rincian sebagai berikut:


17

a) Apabila garansi bank diterbitkan dengan kontra garansi full cover,

maka bank hanya dapat memungut biaya administrasi saja bila ada,

karena risiko finansial bagi bank tidak ada.

b) Apabila garansi bank telah diterbitkan dengan kontra garansi non full

cover, maka dapat memungut upah (ujrah) karena bank telah

melakukan pembayaran sejumlah uang kepada pemegang garansi

bank. Uang yang telah dibayarkan oleh bank tersebut, wajib dibayar

kembali oleh nasabah kepada bank. Disamping ujra tersebut, bank

dapat memungut biaya administrasi. Dalam hal nasabah terlambat

membayar kembali dana yang telah dibayarkan oleh bank tersebut

berikut ujrah-nya, maka bank dapat mengenakan denda. Dalam

transaksi penerbitan garansi bank non full cover, bank tidak dilarang

menerima agunan. Apabila nasabah tidak melakukan pembayaran

kembali kepada bank, maka bank akan mengeksekusi agunan dan

memperhitungkannya dengan kewajiban nasabah kepada bank.


18

c. Skema Kafalah

2.8. Opini Penulis Mengenai Penerapan Akad Kafalah di Perbankan Syariah

Penulis

Akad kafalah dalam dunia perbankan syariah menurut penulis dipandang

perlu diterapkan. Mengingat bahwa kafalah (jaminan ) yang diberikan oleh bank

dapat memberikan rasa aman dan kondusif bagi kelangsungan bisnis maupun

proyek-proyek yang sedang dikerjakan oleh pihak-pihak terkait. Dengan ini,

maka para pelaku bisnis tidak lagi merasa was-was apabila proyek tesebut tidak

dapat terselesaikan, karena bank bertindak sebagai penjamin apabila pihak yang

terjamin cidera janji dan tidak bisa menjalankan kewajibannya.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Kafalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada

pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung

(makful’anhu, ashil)

2. Landasan hukum akad kafalah diatur dalam Perundang-undagan, Al-Qur’an,

Hadits Rasulullah, dan Ijma.

7. Rukun dan syarat akad kafalah terdiri dari; Pihak Penjamin (Kafiil), Pihak

Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu), Pihak Orang yang Berpiutang

(Makfuul Lahu), Obyek Penjaminan (Makful Bihi)

8. Keberadaan kafalah sebagai akad di bidang jasa pada Bank Syariah dan Unit

Usaha Syariah tela diatur melalui fatwa DSN-MUI Nomor: 11/DSN-

MUI/IV/2000 tentang kafalah.

9. Jenis Kafalah diantaranya; Kafalah bin-Nafs, Kafalah bil-Maal, Kafalah bit-

Taslim, Kafalah al-Munjazah, dan Kafalah al-Muallaqah.

10. Dalam praktiknya, implementasi akad kafalah ini dalam bank syariah adalah

dalam bentuk bank garansi.

19
20

3.2. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

menyempurnakan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta:

Gema Insasni.

Djamil, Faturraman. 2013. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di

Lembaga Keuangan Syariah.Jakarta: Sinar Grafika.

Umam, Khotibul. 2016. Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika

Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

https://dsnmui.or.id/produk/fatwa/?wpv_post_search=kafalah&tahun_masehi%5B%

5D=&nomor_fatwa%B%D-&wpv_filter_submit=Cari#350 diakses tanggal 27

Desember pukul 14.21

Vous aimerez peut-être aussi