Vous êtes sur la page 1sur 44

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelenjar Prostat adalah bagian penting dari Sistem Reproduksi
pria. Kelenjar prostat merupakan suatu organ seukuran buah kenari yang
terletak didepan rectum ( ujung usus besar, anus) dibawah bladder (
Kandung kemih ). Organ ini terdiri dari 70% jaringan kelenjar ( glandular
tissue ) dan 30% jaringan fibromuskular. Pada Pria dewasa beratnya 20
gram. (Waluyo, 2015)
Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benigna prostat
hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang
akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah. Umumnya proses hiperplasia mulai pada umur 30 tahun, dengan
kejadian 8% pada laki-laki 30-40 tahun, 40-50% pada laki-laki berumur
51-60 thn dan pada umur lebih dari 80 thn angka kejadian lebih dari 80%.
Pada umur 30-40 tahun terjadi hiperplasia mikroskopis, 40-50 tahun
hyperplasia makroskopis dan setelah umur 50 tahun hiperplasia sudah
menimbulkan gejalah klinik. Prevalensi BPH pada otopsi hampir sama
pada berbagai ethnis. Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki berumur 40-
79 thn mempunyai gejala traktus urinarius bagian bawah sedang sampai
berat dengan penyebab utama adalah BPH. (Mahendrakrisna, 2016)
BPH terjadi pada sekitar 70% pria diatas usia 60 tahun. Angka ini
akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Angka
kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai
gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) sejak tahun 1994 - 2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata ‐ rata
umur penderita berusia 66,61 tahun. (Mochtar, 2015)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Konsep Medis dan Konsep Keperawatan Benign
Prostatic Hyperplasia ( Pembesaran Prostat Jinak)

1
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Konsep Medis Benign Prostatic Hyperplasia (
Pembesaran Prostat Jinak)
b. Mengetahui Konsep Keperawatan Benign Prostatic Hyperplasia (
Pembesaran Prostat Jinak)

2
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi

BPH ( Benign prostatic hyperplasia) atau Pembesaran Prostat Jinak


merupakan gangguan prostat yang paling sering terjadi dikalangan pria
usia pertengahan dan lanjut. Penyakit ini adalah kondisi dimana prostat
membesar tidak lagi sesuai ukuran yang sebenarnya seukuran kenari.
(Waluyo, 2015)
BPH ( Benigna prostatik hiperplasia) adalah pembesaran progresif
dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun )
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius. (Doenges, 2014)
BPH ( Benign prostatic hyperplasia) atau Pembesaran Prostat Jinak
atau Hiperplasia Prostat adalah kondisi dimana terjadi pembesaran
kelenjar prostat yang menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari
buli-buli. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat
benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan
kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. (Purnomo, 2007)

3
Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu
adanya hiperplasia sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Banyak faktor
yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar
prostat. Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua
dan memiliki testis yang masih menghasilkan testosteron. Di samping itu,
pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola diet, mikrotrauma,
inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga berhubungan dengan
proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor - faktor
tersebut mampu memengaruhi sel prostat untuk menyintesis growth factor,
yang selanjutnya berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel
kelenjar prostat. (Mochtar, 2015)
Jadi berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan penyakit pembesaran
prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasanya dialami oleh
pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung
kemih, dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan
gangguan perkemihan.
B. Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (Menjadi tua). Beberapa
Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah : (Purnomo, 2007)
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang
sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis
hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dalam sel prostad merupakan faktor terjadinya penetrasi
DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada
RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein

4
yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai
penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada
BPH, aktivitas enzim 5 alfa – reduktase dan jumlah reseptor
androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel
prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi
sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar
testosterone sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga
terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone
relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan
jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone
meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang
lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu
sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF)
dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi
yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak.
BFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi atau infeksi.

5
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar
prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel,
yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan
antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi
pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan
jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat
yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi
pertambahan masa prostat.
5. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-
sel baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu
sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi
sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormon androgen
kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis.
C. Klasifikasi
Secara Klinis, derajat pembengkakan prostat dibagi menjadi : (Mochtar,
2015)
a. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostattismus, pada DRE (
colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang dari
50 ml
b. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat
lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50
ml, tetapi kurang dari 100 ml.

6
c. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml
d. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
D. Prognosis
Prognosis bervariasi, tergantung pada kecepatan dalam melakukan
penanganan. Ketika kondisi ini diabaikan, BPH akan menjadi lebih parah,
dan keparahan dari waktu ke waktu akan menyebabkan masalah yang
serius berupa infeksi saluran kencing, kerusakan kandung kemih,
kerusakan ginjal, batu kandung kemih, dan inkontinensia. Jika keadaan ini
diabaikan dan berlangsung terus menerus, maka daya tahan tubuh
menurun dan penderta rawan mendapat serangan penyakit lain. (Waluyo,
2015)
E. Manifestasi Klinis
Gejala BPH bervariasi mulai dari pancaran urin yang lemah, rasa
ingin buang air kecil tapi urin yang keluar hanya berupa tetesan, rasa ingin
BAK, merasa belum tuntas BAK tapi urin sudah tidak keluar, rasa nyeri
saat memulai BAK, Adanya darah dalam Urin (hematuria) (Waluyo, 2015)
Tanda dan Gejala BPH : (Mochtar, 2015)
1. Gejala pada Saluran Kemih Bagian Bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan
dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi
(sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten
(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes
setelah miksi), Terminal dribling (menetesnya urin pada akhir
BAK)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi).
.Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran
kemih bagian bawah, beberapa ahli atau organisasi urologi
membuat sistem skoring yang secara subjektif dapat diisi dan

7
dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh
World Health Organization (WHO) adalah Skor Internasional
Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score),
seperti terlihat dibawah ini
Tabel 2.1International Prostate Symptom Score (IPSS)

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang


berhubungan dengan keluhan miksi atau lower urinary tract
symptoms (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan
yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 sampai
7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu (1) ringan : skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, dan (3)

8
berat : skor 20-35. Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi
kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urin. Pada suatu
saat, otot buli-buli mengalami kapayahan (fatique) sehingga jatuh
ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk
retensi urin akut.
2. Keluhan pada Saluran Kemih Bagian Atas
Keluhan yang ditimbulkan berupa gejala obstruksi antara
lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda
dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi.
F. Patofisiologi
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat
perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan
terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif
menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati
yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan
perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju
lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan
peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat
muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di
dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu
hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid,
berdilatasi dan tidak sanggup berkontraksi secara efektif.
BPH terbentuk pada zona transisional. Merupakan proses
hiperplasi akibat dari peningkatan jumlah sel. Secara mikroskopik tampak
pola pertumbuhan yang berbentuk noduler yang terdiri dari jaringan
stromal dan ephitelial, stroma terdiri dari jaringan kolagen dan otot polos.
(Waluyo, 2015)
Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-
buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan

9
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu
lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin.
Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka
akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Obstruksi urin yang berkembang
secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras dan
sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus
(intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan
untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai
obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang
tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika
urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan
interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang
mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria . Tekanan vesika yang
lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena
selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis. (Purnomo, 2007)
G. Komplikasi
Komplikasi dari BPH , (Waluyo, 2015)
1. Kerusakan kandung kemih
2. Kerusakan ginjal
3. Batu kandung kemih

10
4. Inkontinensia
5. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan
untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan
kultur urin berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan
sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar
ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin
ginjal dan status metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini
keganasan. Normal nilai PSA adalah <4ng/ml. Bila nilai PSA
<4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-
10 ng/ml, hitunglah prostat specific antigen density (PSAD) lebih
besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat,
demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.
2. Radiologis/pencitraan
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli buli dan volume residu urin serta
untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun
tidak berhubungan dengan BPH.
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu
opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya
bayangan buli-buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya
retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat
kegagalan ginjal.

11
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang
berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya
kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat
(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian
distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter
berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu
adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar
prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine,
menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal,
divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang
mungkin ada dalam buli-buli.
3. Pemeriksaan Lainnya
a. Uroflowmetry (Pancaran Urine )
Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama proses
berkemih. Pemeriksaan non--‐invasif ini ditujukan untuk mendeteksi
gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah. Dari uroflowmetry
dapat diperoleh informasi mengenai volume berkemih, laju pancaran
maksimum (Qmax), laju pancaran rata--‐rata (Qave), waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai laju pancaran maksimum, dan lama
pancaran. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengevaluasi gejala
obstruksi infravesika, baik sebelum maupun setelah terapi
b. Residu urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa
urine di kandung kemih setelah berkemih. Jumlah residu urine pada
pria normal rata--‐rata 12 mL. Pemeriksaan residu urine dapat
dilakukan dengan cara USG, bladder scan atau dengan kateter uretra.
Pengukuran dengan kateter ini lebih akurat dibandingkan USG,
tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra,
infeksi saluran kemih, hingga bakteremia. Peningkatan volume
residu urine dapat disebabkan oleh obstruksi saluran kemih bagian

12
bawah atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Volume residu urine
yang banyak pada pemeriksaan awal berkaitan dengan peningkatan
risiko perburukan gejala. Peningkatan volume residu urine pada
pemantauan berkala berkaitan dengan risiko terjadinya retensi.
I. Penatalaksanaan
1. Observasi atau Terapi Konservatif
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang
ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat
dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien
dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar
perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan
kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk
menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih.
Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur
2. Terapi medikamentosa
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot
berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH,
diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa
reduktase, fitofarmaka.
a. Penghambat adrenergenik alfa : Obat-obat yang sering dipakai
adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih
selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan
dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis

13
alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi
obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan
pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul
prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat
golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran
urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-
2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang
mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah.
Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka
perlu dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan,
transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot
kandung kemih dan sfingter uretra.
b. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase : Obat yang dipakai adalah
finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini
dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat
dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat
yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini
baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien
setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal
ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek
samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan
gangguan ejakulasi.
c. Fitofarmaka/fitoterapi : Penggunaan fitoterapi yang ada di
Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum
africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll dapat menghambat 5
alpha reductase sehingga DHT turun efeknya diharapkan terjadi

14
setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum
prostat. dapat menghambat 5 alpha reductase sehingga DHT turun
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio
urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu
saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu
penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya
gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi
bedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan
pembedahan endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi
terbuka yang biasa digunakan adalah :
1) Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat
dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat
dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar
dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi
ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak
dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat
terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari
semua prosedur bedah abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan
mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy
terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah
terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan
rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini
adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat
dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati

15
kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung
kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat
tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam
pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat
dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan
tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral
dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP) Merupakan
tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan
cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi
tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr.
Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat
terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi
uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway.
Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan
untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan
TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan
serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih
singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada
kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus
adanya perdarahan, infeksi, fertilitas.
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Adalah
prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini
dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau
prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah
keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat
normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan
adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu

16
atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah
pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%).
3) Terapi invasive minimal : terapi invasive minimal dilakukan
pada pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan
pembedahan. Terapi invasive minimal diantaranya
Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT),
Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral
Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA),
Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT),
jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa
rumah sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan
prostat menggunakan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui transducer yang
diletakkan di uretra pars prostatika, yang diharapkan
jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai
antara lain prostat.
b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik
ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang
berada di prostat dengan menggunakan balon yang
dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada
pasien dengan prostat kecil kurang dari 40 cm3.
Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala
sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga
cara ini sekarang jarang digunakan.
c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini
memakai energy dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.

17
Pasien yang menjalani TUNA sering kali mengeluh
hematuri, disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi
urine.
d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang
dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu supaya
uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa
melewati lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini
ditujukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani
operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.

18
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi :
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit
hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih.
Status social ekonomi memiliki peranan penting dalam terbentuknya
fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang
penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang
berat memiliki resiko lebih tinggi. (Bickley, 2015)
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi
berkemih meningkat, nokturia (BAK berlebih pada malam hari),
urgensi (persaan miksi yang mendesak), disuria, pancaran urin
melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi ( sulit memulai
miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi
memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine. (Bickley, 2015)
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
Kaji apakah memiliki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya. (Bickley, 2015)
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH. (Bickley, 2015)
e. Pola kesehatan fungsional (Doenges, 2014)
1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun
pada malam hari untuk berkemih (nokturia), kekuatan system

19
perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk
mulai atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya
tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat
dari prostrusi prostat kedalam rectum.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau
keadaan yang mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual,
muntah, penurunan BB.
3) Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang
karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ).
4) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri
punggung bawah
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obat
obatan, penggunaan alkhohol.
6) Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas
penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan
mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan sebelum sakit
dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – hari sendiri.
7) Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi
dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.
8) Pola persepsi dan konsep diri

20
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami
atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah
pembedahan pasien biasa cemas karena kurangnya pengetahuan
terhadap perawatan luka operasi.
2. Pemeriksaan Fisik, (Doenges, 2014)
a. Inspeksi : ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubis
buli-buli penuh/kosong
b. Palpasi supra pubik : terasa ada ballotemen & perasaan ingin
miksi
c. Perkusi : kandung kemih penuh redup.
d. Colok Dubur
Colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien BPH. Dari pemeriksaan
ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi
prostat, adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari
keganasan prostat.
e. Pemeriksaan PSA ( Prostate Specific Antigen)
PSA merupakan enzim yang di produksi oleh prostat. Kadar
PSA normal adalah <4 ng/ml
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut (000132)
Domain 12 : Kenyamanan
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik
2. Gangguan Eliminasi Urin ((00016)
Domain 3 : Eliminasi dan Pertukaran

Kelas 1 : Fungsi Urinarius

3. Resiko Infeksi (00004)


Domain 11 : Keamanan/Perlindungan
Kelas 1 : Infeksi
4. Resiko Perdarahan (00206)

21
Domain 11 : Keamanan/Perlindungan
Kelas 2 : Cedera Fisik
5. Defisiensi Pengetahuan (00126)
Domain 5 : Persepsi/Kognisi
Kelas 4 : Kognisi

22
C. Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan (NOC)
NO Konsep Keperawatan Intervensi (NIC) Rasional
dan Kriteria Hasil
1. Gangguan Eliminasi Urin 1. Eliminasi urin Observasi Observasi:
(00016) 2. Keparahan gejala 1. Monitor intake dan output 1. Melihat keseimbangan
Domain 3. Eliminasi dan 3. Control gejala antara pemasukan dan
Pertukaran pengeluaran
Kelas 1. Fungsi Urinarius Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor membrane mukosa, 2. Memantau terjadinya
keperawatan ….x24 Jam, turgor kulit, dan respon haus resiko kekurangan volume
Definisi: Eliminasi urin menjadi lancar cairan akibat drainase
Disfungsi eliminasi urine. dengan : cepat kadung kemih yang
terlalu distensi secara
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil: kronis. Dan terjadi
1. Dysuria Eliminasi urin ketidakseimbangan
2. Nokturia 1. Pola eliminasi (4) elektrolit (disfungsi ginjal)
3. Dorongan berkemih 2. Jumlah urin (4) 3. Monitor derajat distensi 3. Distensi kandung kemih
4. Retensi urin 3. Mengosongkan kantung kandung kemih dengan dapat dirasakan diarea
kemih sepenuhnya (4) palpasi dan perkusi suprapubik
Faktor yang berhubungan: Catatan: 4. Kaji kemampuan urgensi 4. Untuk mengetahui
1. Obstruksi anatomik (1) = sangat terganggu berkemih pasien kemampuan eliminasi urin
(2) = banyak terganggu dari klien, seberapa parah
(3) = cukup terganggu gangguan yang dialami
(4) = sedikit terganggu Mandiri: Mandiri:
(5) = tidak terganggu 5. Dorong masukan cairan 5. Peningkatan aliran cairan
sampai 3000 ml sehari, mempertahankan perfusi
4. Nyeri saat kencing (4) dalam toleransi jantung, bila ginjal dan membersihkan
5. Frekuensi berkemih (4) diindikasikan ginjal dan kandung kemih
6. Keinginan mendesak untuk dari pertumbuhan bakteri

23
berkemih (4) 6. Anjurkan pasien/keluarga 6. Retensi urin
7. Retensi urin (4) untuk mencatat urin output, meningkatkan tekanan
8. Nokturia (4) sesuai kebutuhan dalam saluran perkemihan
atas, yang dapat
Catatan: mempengaruhi fungsi
(1) = Berat ginja, adanya defisit aliran
(2) = cukup berat darah ke ginjal
(3) = sedang mengganggu
(4) = ringan kemampuannya untuk
(5) = tidak ada memfilter dan
menkonsentrasi subtansi
Keparahan Gejala 7. Berikan rendam duduk 7. Meningkatkan relaksasi
1. Intensitas gejala (4) sesuai indikasi otot, penurunan edema,
2. Frekuensi gejala (4) dan dapat meningkatkan
3. Ketidaknyamanan (4) upaya berkemih
Catatan: 8. Dorong pasien untuk 8. Peningkatan aliran cairan
(1) = Berat berkemih tiap 2-4 jam dan mempertahankan perfusi
(2) = cukup berat bila tiba-tiba dirasakan ginjal dan membersihkan
(3) = sedang ginjal dan kandung kemih
(4) = ringan dari pertumbuhan bakteri
(5) = tidak ada 9. Kateterisasi untuk residu 9. Menghilangkan/mencegah
urine dan biarkan kateter tak retensi urine dan
Control Gejala menetap sesuai indikasi mengesampingkan adanya
1. Memantau keparahaan struktur uretral. Catatan:
gejala (4) Dekompresi kandung
2. Memantau frekuensi gejala kemih harus dilakukan
(4) dengan menambah 200 ml
3. Melaporkan gejala yang untuk mencegah

24
dapat dikontrol (4) hematuria (rupture
4. Melakukan tindakan untuk pembuluh darah pada
mengurangi gejala (4) mukosa kandung kemih
Catatan: yang terlalu distensi) dan
(1) = tidak pernah pingsan (stimulasi
menunjukkan otonomik berlebihan)
(2) = jarang menunjukkan kateter oude diperlukan
(3) = kadang menunjukkan karena ujung lengkung
(4) = sering menunjukkan memudahkan pasase
(5) = secara konsisten melalui uretra prostat
menunjukkan 10. Pertahankan kebersihan 10. Agar kuman, bakteri
tangan yang baik sebelum, maupun virus yang
selama, dan setelah insersi terdapat di tangan tidak
atau saat memanipulasi terkontaminasi dengan
kateter selang drainase/ selang
kateter
11. Amankan kateter pada kulit 11. Agar kateter tidak mudah
dengan plester yang sesuai terlepas.
12. Tempatkan kantung 12. Untuk memperlancar
drainase di bawah aliran urin yang berada di
permukaan kandung kemih kandung kemih dan
meningkatkan drainase
urin.
13. Plester selang drainase pada 13. Mencegah penarikan
paha dan kateter pada kandung kemih dan erosi
abdomen (bila traksi tidak pertemuan penis-skrotal
diperlukan
14. Bersihakan daerah sekitar 14. Agar tidak menjadi tempat

25
kulit secara bekala penumpukan bakteri/virus
yang dapat beresiko
menginfeksi selang
drainase
15. Ganti alat drainase urin 15. Untuk mencegah
secara berkala, seperti yang terjadinya infeksi
diindikasikan dan
perprotokol lembaga
16. Cabut kantung pada kaki di 16. Agar kantung drainase
malam hari dan hubungkan tidak mengganggu saat
ke kantung drainase di sisi klien sedang tidur di
tempat tidur maam hari
17. Siapkan peralatan irigasi 17. Untuk menghindari
yang steril dan jaga secara terjadinya infeksi yang
streril sesuai protocol dapat memperparah
kondisi klien
18. Catat jumlah cairan yang 18. Untuk melihat
digunakan, karakteristik keberhasilan penggunaan
cairan, jumlah cairan yang kateter. Agar dapat dilepas
keluar, dan respon pasien apabila gejala sudah
sesuai dengan prosedur cukup ringan
tetap yang ada.
19. Instruksikan pasien untuk 19. Agar klien selalu terbiasa
tidak mengkontraksikan saat melakukan eliminasi
perut, pangkal paha, dan dengan rileks. Mengejan
pinggul; menahan nafas, juga berakibat buruk bagi
atau mengejan selama klien. Klien dapat
latihan mengalami hernia apabila

26
selalu mengejan.
20. Instruksikan pasien untuk 20. Untuk memperlancar pola
melakukan latihan berkemih klien. Sehingga
pengencangan otot, dengan klien dapat berkemih
melakukan 300 kontraksi dengan lancar.
setiap hari, menahan
kontraksi selama 10 detik,
dan relaksasi selama 10
menit diantara sesi
kontraksi, sesuai dengan
protocol
21. Tetapkan waktu untuk 21. Untuk membiasakan
memulai dan mengakhiri waktu berkemih, sehingga
(berkemih) dalam jadwal pola berkemih dapat
bantuan berkemih jika tidak teratur.
(berkemih) dalam 24 jam
HE: HE:
22. Ajarkan pasien untuk 22. Untuk menjaga kebersihan
membersihkan selang dan menjaukan dari resiko
kateter di waktu yang tepat terjadinya infeksi.
Kolaborasi: Kolaborasi:
23. Berikan Penghambat 23. Penggunaaan antagonis
adrenergenik alfa seperti alfa 1 adrenergenik dapat
prazosin, doxazosin, mengurangi obstruksi
terazosin, dan afluzosin pada buli-buli tanpa
merusak kontraktilitas
detrusor obat golongan ini
dapat memperbaiki

27
keluhan miksi dan laju
pancaran urin. Hal ini
akan menurunkan tekanan
pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran
air seni dan gejala-gejala
berkurang.
24. Pembedahan endourologi 24. Tindakan ini dilaksanakan
Transurethral Prostatic apabila pembesaran
Resection (TURP) prostat terjadi dalam lobus
medial yang langsung
mengelilingi uretra.
Setelah TURP yang
memakai kateter
threeway. Irigasi kandung
kemih secara terus
menerus dilaksanakan
untuk mencegah
pembekuan darah.
Manfaat pembedahan
TURP antara lain tidak
meninggalkan atau bekas
sayatan serta waktu
operasi dan waktu tinggal
dirumah sakit lebih
singkat
25. Lakukan pembedahan 25. Salah satu metode yang
Prostatektomi retropubik dapat dilakukan, dengan

28
cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung
kemih. Teknik ini sangat
tepat untuk kelenjar
prostat yang terletak
tinggi dalam pubis.
26. Berikan agen farmakologis 26. Diberikan untuk membuat
untuk meningkatkan berkemih lebih mudah
pengeluaran urin misalnya dengan merelaksasikan
Fenoksibenzamin otot polos prostat dan
(Dibenzyline) menurunkan tahanan
terhadap aliran urin.
Digunakan dengan
kewaspadaan karena
mengecilkan kelenjar dan
mempunyai efek samping
tak enak seperti pusing
dan kelelahan
27. Koaborasikan dengan 27. Supositoria diabsorbsi
tenaga medis lain untuk dengan mudah melalui
memberikan Supositoria mukosa kedalam jaringan
Rektal (B & O) kandung kemih untuk
menghasilkan relaksasi
otot/menghilangkan
spasme

29
28. Siapkan/bantu untuk 28. Diindikasikan untuk
drainase urin dengan mengalirkan selama
Sistostomi episode akut dengan
azotemia atau bila bedah
dikontraindikasikan
karena status kesehatan
pasien
29. Melakukan tindakan bedah 29. Pembekuan kapsul prostat
beku menyebabkan
pengelupasan jaringan
prostat menghiangkan
obstruksi. Prosedur ini
tidak seefektif TURP dan
dilakukan secara
individual yang
dipertimbangkan beresiko
anastesi buruk
30. Kolaborasikan dengan ahli 30. Pemanasan bagian sentral
medis dalam melakukan prostat dengn memasukan
Hipertermia transurethral elemen pemanas melalui
uretra membuat
pengecilan prostat.
Tindakan dilakukan 1-2
kali/minggu untuk
beberapa minggu untuk
meningkatkan hasilyang
diinginkan
31. Kolaborasikan dalam 31. Inflasi balon ujung kateter

30
prosedur balon dalam area terobstruksi
uretroplasti/dilatai mengubah letak jaringan
transuretal prostat prostat, sehingga
memperbaiki aliran urin.
Pada tehnik ini dilakukan
dilatasi (pelebaran)
saluran kemih yang
berada di prostat dengan
menggunakan balon yang
dimasukkan melalui
kateter
2. Nyeri Akut (00132) 1. Control Nyeri Observasi: Observasi:
Domain 12. Kenyamanan 2. Tingkat Nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Membantu informasi
Kelas 1. Kenyamanan Fisik 3. Kepuasan Klien : komprehensif yang meliputi untuk membantu dalam
Manajemen nyeri lokasi, karakteristik, menentukan
Definisi: pengalaman sensori onset/durasi, frekuensi, pilihan/keefektifan
dan emosional tidak Setelah dilakukan tindakan kulitas, intensitas (skala 0- intervensi
menyenangkan yang muncul keperawatan ….x24 Jam, 10), atau beratnya nyeri dan
akibat kerusakan jaringan Nyeri dapat berkurang dengan faktor pencetus
actual atau potensial atau yang : 2. Monitor pola tidur pasien 2. Untuk mengetahui
igambarkan sebagai kerusakan Kriteria Hasil: dan catat kondisi fisik keefektifan tidur klien
(internasional association or Control Nyeri (misalnya, apnea tidur, setiap harinya, dan
the study o the pain); awitan 1. Mengenali kapan nyeri sumbatan jalan nafas, meminimalakan masalah
yang tiba-tiba atau lambat dari terjadi (4) nyeri/ketidaknyamanan, dan yang terjadi yang dapat
intensitas ringan hingga berat 2. Menggunakan tindak frekuensi buang air kecil) mengganggu pola tidur
dengan akhir yang dapat pencegahan (4) dan/atau psikologis klien
diantisipasi atau diprediksi 3. Menggunakan tindakan (misalnya, etakutan atau
pengurangan (nyeri) tanpa kecemasan) keadaan yang

31
Batasan karakteristik: analgesic (4) menganggu tidur
1. Ekspresi wajah nyeri 4. Menggunakan analgesic Mandiri: Mandiri
(mis.,mata kurang yang direkomendasikan (4) 3. Tentukan akibat dari 3. Nyeri yang dirasakan
bercahaya, tampak kacau, 5. Mengenali apa yang terkait pengalaman nyeri tehadap klien terjadi akibat adanya
geraka mata berpencar dengan gejala nyeri (4) kualitas hidup pasien obstruksi. Sehingga nyeri
atatu tetap pada satu focus, Catatan: (mialnya, tidur, nafsu ini juga dapat
meringis) (6) = tidak pernah makan, pengertian, menyebabkan pola tidur
2. Focus pada diri sendiri menunjukkan perasaan, hubungan yang tidak teratur
3. Perilaku distraksi (7) = jarang menunjukkan performa kerja dan
4. Mengekspresikan perilaku (8) = kadang menunjukkan tanggung jawab peran)
(mis., gelisah, merengek, (9) = sering menunjukkan 4. Berikan informasi mengenai 4. Agar klien memhami apa
menangis) (10) = secara nyeri, seperti penyebab yang menyebabkan klien
konsisten menunjukkan nyeri, berapa lama nyeri aka sering merasa nyeri dan
dirasakan, dan antisipasi dapat menghindari
Tingkat Nyeri dari ketidaknyamanan aktivitas yang dapat
1. Panjangnya episode nyeri akibat prosedur meningkatkan nyeri
(4) 5. Dukung istirahat/tidur yang 5. Istirahat yang cukup dapat
2. Ekspresi nyeri wajah (4) adekuat untuk membantu meringankan nyeri yang
3. Focus menyempit (4) penurunan nyeri) dirasakan klien. Dibantu
4. Mengerang dan menangis dengan teknik relaksasi
(4) agar klien dapat merasa
Catatan: nyaman saat istirahat
(1) = Berat 6. Tentukan lokasi, 6. Untuk mengetahui
(2) = cukup berat karakteristik, kaulitas, dan pemilihan intervensi yang
(3) = sedang keparahan nyeri sebelum tepat dalam mengatasi
(4) = ringan mengobati nyeri yang dirasakan
(5) = tidak ada 7. Pertahankan tirah baring 7. Tirah baring mungkin
bila diindikasikan diperlukan pada awa

32
Kepuasan Klien : Manajemen selama fase retensi
nyeri akut.namun, ambulasi dini
1. Nyeri terkontrol (4) dapat memperbaiki pola
2. Mengambil tindakan untuk berkemih normal dan
memberikan kenyamanan menghilangkan nyeri
(4) kolik.
3. Memberikan pilihan- 8. Berikan kebutuhan 8. Meningkatkan relaksasi,
pilihan untuk manajemen kenyamanan dan aktivitas memfokuskan kembali
nyeri (4) lain yang dapat membantu perhatian, dan dapat
4. Informasi disediakan untuk relaksasi untuk meningkatkan kemampun
mengurangi nyeri (4) memfasilitasi penurunan koping
Catatan: nyeri (contoh pijat pnggung,
(1) = tidak puas membantu klien melakukan
(2) = agak puas posisi yang nyaman,
(3) = cukup puas mendorong penggunaan
(4) = sangat puas relaksasi/ latihan nafas
(5) = sepenuhnya puas dalam; aktivitas terapeutik)
9. Dorong menggunakan 9. Meningkatkan relaksasi
rendam duduk, sabun otot
hangat untuk perineum
Health Education: Health Education:
10. Ajarkan prinsp-prinsip 10. Klien dapat melakukan
manajemen nyeri majemen nyeri apabila
nyeri dirasakan oleh klien
seperti relaksasi/latihan
nafas dalam, kompres air
hangat/dingin, imajinasi
terbimbing terapi music

33
dsbg.
11. Ajarkan penggunaan teknik 11. Memfokuskan kembali
non farmakologi (seperti, perhatian serta
biofeedback, TENS, menurunkan keparahan
hypnosis, relaksasi, nyeri yang dirasakan
bimbingan antisipatif, terapi
music, terapi bermain, terapi
aktivitas, akupressur,
aplikasi panas/dingin dan
pijatan, sebelum, sesudah
dan jika memungkinkan,
ketika melakukan aktivitas
yang menimbulakan nyeri;
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat; dan bersamaan
dengan tindakan penurunan
rasa nyeri lainnya)
Kolaborasi: Kolaborasi:
12. Tentukan pilihan obat 12. Untuk menurunkan rasa
analgesic ( narkotik, non nyeri dengan obat
narkotik, atau NSAID) penghilang rasa sakit
berdasarkan tipe dan seperti untuk
keparahan nyeri menghliangkan nyeri
berat, dan memberikan
relaksasi mental dan fisik
digunakan obat golongan
narkotik contoh (eperidin)

34
3. Resiko Infeksi (00004) 1. Keparahan Infeksi Observasi: Observasi :
Domain 11. Keamanan/ 2. Control resiko : proses 1. Monitor kerentanan 1. Untuk mengetahui apakah
perlindungan infeksi terhadap infeksi penyebab sampai klien
Kelas 1. Infeksi bisa beresiko terkena
Setelah dilakukan tindakan infeksi
Definisi: rentan mengalami keperawatan ….x24 Jam, Mandiri: Mandiri:
invasi dan multiplikasi resiko terkena infeksi dapat 2. Anjurkan pasien mengenal 2. Dengan cuci tangan yang
patogenik yang dapat berkurang dengan: teknik cuci tangan dengan baik dan benar dapat
menganggu kesehatan tepat memutuskan mata rantai
Kriteria Hasil: terjadinya infeksi
Faktor Resiko: Keparahan Infeksi 3. Cuci tangan sebelum dan 3. Agar bakteri, kuman, atau
1. Statis cairan tubuh 1. Kemerahan (4) sesudah kegiatan perawatan virus yang terdapat di
2. Gangguan peristaltis 2. Drainase purulent (4) pasien tangan dapat hilang dan
3. Piuria/nanah dalam urin (4) dapat mencegah terjadinya
4. Demam (4) infeksi pada klien yang
5. Kolonisasi kultur urin (4) akan dilakukan perawatan
Catatan: 4. Gunakan kateterisasi 4. Unutk mencegah
(1) = Berat intermiten untuk pemasukan bakteri dan
(2) = cukup berat mengurangi kejadian infeksi infeksi/sepsis lanjut.
(3) = sedang kandung kemih
(4) = ringan 5. Anjurkan pasien meminum 5. Untuk mencegah atau
(5) = tidak ada antibiotic seperti yang mematikan bakteri yang
diresepkan berada di dalam tubuh
Control resiko : proses 6. Periksa kulit dan selaput 6. Untuk melihat apakah
infeksi lendir untuk adanya adanya tanda-tanda
1. Mengidentifikasi faktor kemerahan, kehangatan infeksi.
resiko infeksi (4) ekstrim, atau drainase
2. Mengidentifikasi tanda dan HE: HE:

35
gejala infeksi (4) 7. Ajarkan pasien dan keluarga 7. Infeksi yang muncu dapat
3. Mengembangan strategi tanda dan gejala infeksi dan diketahui dan segera
efektif untuk mengintrol kapan harus melaporkannya ditangani sebelum
infeksi (4) kepada penyedia perawatan menjadi parah
4. Menggunakan alat kesehatan
pelindung diri (4) 8. Ajarkan pasien dan keluarga 8. Ajarkan keluarga dank
5. Mencuci tangan (4) mengenai bagaimana lien tetap menjaga
Catatan: menghindari infeksi kebersihan, terutama
(1) = tidak pernah kebersihan selang drainase
menunjukkan yang bisa menjadi
(2) = jarang menunjukkan pathogen atau tempat
(3) = kadang menunjukkan masuknya virus ataupun
(4) = sering menunjukkan bakteri kedalam oragan
(5) = secara konsisten perkemihan
menunjukkan Kolaborasi: Kolaborasi:
9. Kolaborasikan pemberian 9. Menurunnkan adanya
antibacterial, contoh bakteri dalam traktus
metamin hipurat (Hiprex) urinarius juga yang
dimasukkan melalui
system drainase
4. Resiko perdarahan (00206) 1. Keparahan kehilangan Observasi: Observasi
Domain 11. Keamanan / darah 1. Monitor dengan ketat resiko 1. Agar klien tidak
Perlindungan 2. Status sirkulasi terjadinya perdarahan pada mengalami erdarahan
Kelas 2. Cedera fisik 3. Pemulihan pembedahan: pasien yang dapat memperparah
penyembuhan kondisi klien setelah
Definisi: 4. Pemulihan pembedahan: operasi
Rentan mengalami penurunan segera seteah operasi 2. Monitor adanya perdarahan 2. Resiko perdarahan sangat
volume darah, yang dapat setiap 30 menit untuk setiap besar dapat terjadi pada

36
mengganggu kesehatan Setelah dilakukan tindakan 2 jam setelah prosedur pasien post-operasi
keperawatan ….x24 Jam, apabila tidak ditangani
Faktor Resiko: resiko terjadi perdarahan dapat dengan baik
1. Kurang pengetahuan diatasi dengan: 3. Monitor proses 3. Melihat apakah tindakan
tentang kewaspadaan penyembuhan di daerah perawatan luka operasi
perdarahan Kriteria hasil: sayatan berhasil dengan baik
2. Sirkumsisi Keparahan kehilangan darah Mandiri: Mandiri:
1. Kehilangan darah yang 4. Pertahankan agar pasien 4. Ketika perdarahan klien
terlihat (4) tirah baring jika terjadi tidak mengalami
2. Perdarahan paska perdarahan aktif perdarahan besar yang
pembedahan (4) dapat memperburuk
Catatan: kondisi klien
(1) = Berat 5. Lindungi pasien dari trauma 5. Trauma dapat
(2) = cukup berat yang dapat menyebabkan mengakibatkan jahitan
(3) = sedang perdarahan dari tindakan operasi
(4) = ringan beresiko terbuka. Hal ini
(5) = tidak ada dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan
Pemulihan pembedahan: 6. Hindari mengangkat benda 6. Mengangkat beban berat
penyembuhan berat dapat beresiko tinggi
1. Keluaran urin (4) mengalami resiko
2. Keseimbangan elektrolit perdarahan
(4) 7. Instruksikan klien untuk 7. Vitamin K membantu
3. Penyembuhan luka (4) meningkatkan makanan menghasilkan sel darah
4. Pelaksanaan perawatan yang kaya vitamin K merah, yang akan
luka yang diresepkan (4) membantu penambahan
Catatan: darah apabila terjadi
(1) = deviasi berat dari kekurang darah

37
kisaran normal 8. Instruksikan pasien dan 8. Ketika terjadi pendarahan
(2) = deviasi cukup besar keluarga untuk memonitor aktif sebaiknya dilaporkan
dari kisaran normal tanda-tanda perdarahan dan kepada tenaga medis agar
(3) = deviasi sedang tdari mengambil tindakan yang tidak terjadi hal yang tidak
kisaran normal tepat jika terjadi perdarahan diinginkan
(4) = deviasi ringan dari 9. Gunakan pakaian yang 9. Pakaian yang longgar
kisaran normal sesuai untuk melindungi sangat cocok dipakai
(5) = tidak ada deviasi dari sayatan setelah prosedur
kisaran normal pembedahan. Ha ini
sebagai pencegah agar
Pemulihan pembedahan: pakaian tidak tergesek
segera seteah operasi pada daerah sayatan
1. Perdarahan (4) 10. Arahkan pasien cara 10. Agar pasien tahu cara
2. Pembengkakan luka (4) merawat luka insisi selama merawat uka dan
3. Tekanan intracranial (4) mandi meminimakan resiko
Catatan: perdaraahan.
(1) = Berat 11. Arahkan pasien bagaimana 11. Dengan cara tidak
(2) = cukup berat meminimalkan tekanan menggunakan daerah yang
(3) = sedang pada daerah insisi yang diinsisi secara
(4) = ringan berlebihan dan tidak
(5) = tidak ada menekan daerah insisi saat
berbaring
12. Arahkan pasien dan/atau 12. Agar daerah insisi dapat
keluarga cara merawat luka sembuh dengan cepat.
insisi, termasuk tanda-tanda
dan gejala infeksi

5. Defisiensi Pengetahuan 1. Pengetahuan: proses Observasi: Observasi:

38
(00126) penyakit 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Memberikan dasar
Domain 5. Persepsi/kognisi 2. Pengetahuan : perilaku pasien terkait dengan proses pengetahuan dimana
Kelas 4. Kognisi kesehatan penyakit yang spesifik pasien dapat membuat
3. Pengetahuan : gaya pilihan informasi terapi
Definisi: hidup sehat Mandiri : Mandiri:
Ketiadaan atau defisiensi Setelah dilakukan tindakan 2. Tentukan pengetahuan 2. Agar klien tahu tentang
informasi kognitif yang keperawatan ….x24 Jam, kesehatan dan gaya hidup gaya hidupnya yang harus
berkaitan dengan topic ketiadaan atau defisiens perilaku saat ini diubah sehingga dapat
tertentu iinformasi dapat diatasi menangani kondisi
dengan: kesehatan saat ini
Batasan Karakteristik: 3. Tekankan pentingnya pola 3. Makanan sehat dan
1. Ketidakakuratan mengikuti Kriteria Hasil: makan yang sehat, tidur, berolahraga dapat
perintah Pengetahuan: proses penyakit berolahraga, dan lain-lain memperbaiki kesehatan
2. Kurang pengetahuan 1. Faktor prnyebab dan faktor bagi individu, keluarga, dan klien.
yang berkontribusi (4) kelompok yang meneledani
Faktor yang Berhubungan 2. Tanda dan gejala penyakit nilai dan perilaku ini dari
1. Kurang sumber (4) orang lain
pengetahuan 3. Proses perjalanan penyakit 4. Jelaskan patofisiologi 4. Agar klien benar-benar
2. Kurang informasi biasanya (4) penyakit dan bagaimana memahami proses
4. Strategi untuk hubungannya dengan penyakit yang terjadi pada
meminimalkan anatomi dan fisiologi, sesuai dirinya, dengan begitu
perkembangan penyakit kebutuhan klien akan sadar tentang
(4) penyakitnya dan apa saja
Catatan: yang akan teranggu ketika
(1) = tidak ada mengalami penyakit BPH
pengetahuan 5. Kenali pengetahuan pasien 5. Melihat sampai dimana
(2) = pengetahuan terbatas mengenai kondisinya tingkat pengetahuan klien
(3) = pengetahuan sedang mengenai penyakitnya dan

39
(4) = pengetahuan banyak berapa besar kesadaran
(5) = pengetahuan sangat yang dimiliki klien
banyak tentang penyakitnya.
6. Jelaskan tanda dan gejala 6. Tanda dan gejala tentang
Pengetahuan : perilaku yang umum dari penyakit penyakit yang dialami
kesehatan klien harus diketahui agar
1. Praktik gizi yang sehat (4) saat gejala muncul klien
2. Manfaat olahraga teratur tidak akan merasa cemas.
(4) 7. Berikan informasi tentang 7. Memiliki informasi
3. Efek penggunaan kafein anatomi dasar seksual. tentang anatomi
(4) Dorong pertanyaan dan membantu pasien
Catatan: tingkatkan dialog tentang memahami implikasi
(1) = tidak ada masalaah. tindakan lanjut, sesuai
pengetahuan dengan efek penampilan
(2) = pengetahuan terbatas seksual
(3) = pengetahuan sedang 8. Diskusikan perubahan gaya 8. Kopi, alcohol dan
(4) = pengetahuan banyak hidup yang mungkin mengemudikan mobil
(5) = pengetahuan sangat diperlukan untuk mencegah lama dapat menyebabkan
banyak komplikasi di masa yang iritasi prostat dengan
akan dating dan/atau masalah kongesti.
mengkontrol proses Peningkatan tib-tiba pada
penyakit seperti aliran urine dapat
menghindari makanan menyebabkan distensi
berbumbu, kopi, alcohol, kandung kemih dan
mengemudikan mobil lama, kehilangan tonus kandung
pemasukan cairan cepat kemih, mengakibatkan
(terutama alcohol) episode retensi urinary
akut.

40
9. Berikan informasi bahwa 9. Mungkin merupakan
kondisi tidak ditularkan ketakutan yang
secara seksual dibicarakan.
10. Dorong menyatakan rasa 10. Membantu pasien
takut/ perasaan dan mengalami perasaan dapat
perhatian merupakan rehabilitasi
vital
11. Bicarakan masalah seksual, 11. Aktivitas seksual dapat
contoh bahwa selama meningkatkan nyeri
episode akut prostatitis, selama episode akut tetapi
koitus dihindari tetapi dapat memberikan suatu
membantu dalam masase pada adanya
pengobatan kronis penyakit kronis
12. Beri penguatan pentingnya 12. Hipertrofi berulang
evaluasi medic untuk dan/atau infeksi
sedikitnya 6 bulan - 1 tahun, (disebabkan oleh
termasuk pemerisaan rektal, organisme yang sama atau
urinlisa. berbeda) tidak umum dan
akan memerlukan
perubahan terapi untuk
mencegah komplikasi
serius.
Health Education Health Education:
13. Edukasikan pasien 13. Pengajaran mengenai
mengenai tindakan untuk tindakan pencegahan
mengontrol/meminimalkan penyakit sangat penting
gejala bagi klien. Agar klien
secara mandiri dapat

41
mengatasi masalah ketika
gejala dari penyakitnya
muncul, dan dapat
mengurangi resiko menuju
keparahan.

42
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan penyakit
pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang
biasanya dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat
pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.
Prognosis bervariasi, tergantung pada kecepatan dalam melakukan
penanganan. Ketika kondisi ini diabaikan, BPH akan menjadi lebih
parah, dan keparahan dari waktu ke waktu akan menyebabkan masalah
yang serius berupa infeksi saluran kencing, kerusakan kandung kemih,
kerusakan ginjal, batu kandung kemih, dan inkontinensia. Jika keadaan
ini diabaikan dan berlangsung terus menerus, maka daya tahan tubuh
menurun dan penderta rawan mendapat serangan penyakit lain
Berdasarkan penyakit diatas, diangnosa keperawatan yang dapat
diangkat untuk BPH yakni Nyeri akut, gangguan eliminasi urin, resiko
infeksi, gangguan pola tidur, resiko perdarahan dan defisiensi
pengetahuan.
B. Saran
Dalam pembuatan askep ini mungkin ada beberapa hal yang masih
kurang, maka di perlukan saran untuk lebih memperdalam
pengetahuan tentang Benigna Prostat Hiperplasia.

43
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, C. A. (2015). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak
( Benign Prostatic Hyperplasia). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Purnomo, B. B. (2007). Dasar Dasar Urologi. Jakarta: Cv. Sagung Seto Jakarta.
Suddarth, B. &. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Waluyo, D. B. (2015). 100 Question And Answer Gangguan Prostat. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo Kompas Gramedia.
Doenges, Marilyn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC
Bickley, L. S. (2015). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan.
Jakarta: EGC.
Kusuma, A. H. (2015). Nanda NIC NOC Jilid 3. Jogyakarta: Mediaction.
Mahendrakrisna, D. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Rawat Inap Pada
Pasien Pembesaran Prostat Jinak Di Rumah Sakit Bhayangkara
Mataram. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 102-108.
Kidingallo, Y. (2011). Kesesuaian Ultrasonografi Transabdominal Dan
Transrektal Pada Penentuan Karakteristik Pembesaran Prostat. JST
Kesehatan, 158-164.

44

Vous aimerez peut-être aussi