Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO
menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap tahun,
lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus
merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit
serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan
kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa
mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan
otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Menurut kamus bahasa Indonesia meningitis merupakan suatu radang selaput otak dansaraf
tulang belakang. Menurut Wikipedia dijelaskan bahwa meningitis adalah peradangan selaput
pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang, disebut sebagai meninges . Harsono
(2003) mengatakan bahwa meningitis adalah suatu infeksi atau peradangan dari meningens dan
jaringan saraf dalam tulang punggung disebabkan oleh bakteri, Virus, riketsia atau protozoa,
yang terjadi secara akut dan kronis.
Pengertian lain meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang mengelilingi otak dan
medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur (Brunner &
Suddath. 2002. hal. 2175) Meningitis adalah suatu peradangan araknoid dan piameter (lepto
meningens) dari otak dan medulla spinalis. Bakteri dan virus merupakan penyebab yang paling
umum dari meningitis, meskipun jamur dapat juga menyebabkan. Meningitis bakteri lebih sering
terjadi. Deteksi awal dan pengobatan akan lebih memberikan hasil yang lebih baik menurut
Wahyu Widagdo dkk (2008:105).
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis)
dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan
bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column
yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Harsono (2003) mengatakan bahwa meningitis adalah suatu infeksi atau peradangan dari
meningens dan jaringan saraf dalam tulang punggung disebabkan oleh bakteri, Virus, riketsia
atau protozoa, yang terjadi secara akut dan kronis.
B. ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan
meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak
atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh
virus dan bakteri.
Meningitis Bakteri
Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai
jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan
tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks
cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi
tergantung pada jenis sel yang terlibat.
C. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa.
Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari
paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran
hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi,
nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri
punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda
rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan
kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit
ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis purulenta pada
umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput
otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia,
endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ
/ jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak
sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah
panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan,
kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24
(dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk
dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma
yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat
peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan
perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat
terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
D. ANATOMI FISIOLOGI
– Otak besar
– Otak kecil
– Batang otak
– Medulla spinalis
Yang termasuk system syaraf tepi adalah semua cabang dari medulla spinalis
– Syaraf simpatis
– Syaraf parasimpatis
Otak terdapat dalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen.
Selaput otak ini juga berlanjut melapisi medulla spinalis. Selaput otak maupun selaput medulla
spinalis adalah sama.
Cairan otak yang terdapat di rongga subarachnoid otak dan medulla spinalis. Cairan otak ini
dibentuk oleh plexus choroideus pada rongga otak (ventrikel). Cairan otak hampir sama dengan
plasma darah yaitu juga terdiri dari sebagian besar air, glukosa, protein, garam-garam, dan tidak
ada sel darah.
Merupakan bagian terbesar yang mengisi rongga tengkorak. Permukaan otak tidak datar,
melainkan mempunyai bagian yang lekuk di antara bagian yang datar. Bagian yang lekuk
disebut sulkus dan bagian yang datar disebut gyrus. Otak besar terdiri dari 2 belahan besar.
Masing-masing belahan otak disebut hemisphere, kedua hemisphere berbentuk simetris.
Berwarna kelabu dan terdiri dari inti-inti syaraf. Disini terdapat Thalamus, hipotalamus dan
formation reticularis.
Otak Kecil
Otak kecil terletak di bagian belakang bawah otak besar di dalam fossa crania posterior. Otak
kecil akan berhubungan dengan otak besar melalui pedunculus inferior. Permukaan otak kecil
juga mempunyai sulcus dan gyrus yang ukurannya kecil.
Batang Otak :
1. Pons
Sering terletak di depan otak kecil antara otak besar dengan medulla oblongata. Pada pons ini
terdapat serat syaraf longitudinal yang menghubungkan medulla oblongata dengan otak besar.
Pada pons juga terdapat inti-inti syaraf cranial V, VI,VII, dan VIII
1. Medulla Oblongata
Terletak di bawah pons dan di atas medulla spinalis. Batas antara medulla oblongata dengan
medulla spinalis adalah setinggi foramen magnum. Di medulla oblongata terdapat persilangan
serat corticospinalis yang membawa rangsangan motoris dari otak ke medulla spinalis. Pada
medulla oblongata terdapat inti-inti syaraf cranial IX, X, XI, XII juga terdapat pusat respirasi dan
pusat cardiovascular.
Medulla Spinalis
Medulla spinalis terletak di dalam canalis spinalis mulai setinggi foramen magnum sampai
setinggi vertebra L1-L2. Medulla spinalis juga dibungkus oleh meningen seperti di otak. Medulla
spinalis mempunyai segmen-segmen yang namanya dimulai dari atas :
E. MANIFESTASI KLINIS
•Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
•Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
•Sakit kepala
•Sakit-sakit pada otot-otot
•Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
•Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
• Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan
•Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat
•Nausea
• Vomiting
•Demam
•Takikardia
•Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
•Pasien merasa takut dan cemas.
F. PATOFISIOLOGI
Dalam meningitis bakteri, bakteri mencapai meninges oleh salah satu dari dua rute utama:
melalui aliran darah atau melalui kontak langsung antara meninges dan baik rongga hidung atau
kulit. Dalam kebanyakan kasus, meningitis berikut invasi aliran darah oleh organisme yang
hidup di atas permukaan seperti lendir rongga hidung. Hal ini sering pada gilirannya didahului
oleh infeksi virus, yang memecah penghalang normal yang disediakan oleh permukaan mukosa.
Setelah bakteri memasuki aliran darah, mereka memasuki ruang subarachnoid di tempat-tempat
dimana penghalang darah-otak rentan-seperti pleksus koroid. Meningitis terjadi pada 25% bayi
yang baru lahir dengan infeksi aliran darah akibat streptokokus grup B; fenomena ini kurang
umum pada orang dewasa. kontaminasi langsung dari cairan serebrospinal mungkin timbul dari
perangkat berdiamnya, patah tulang tengkorak, atau infeksi nasofaring atau sinus hidung yang
telah membentuk saluran dengan ruang subarachnoid (lihat di atas), kadang-kadang, cacat
bawaan dari dura mater dapat diidentifikasi.
Peradangan besar-besaran yang terjadi di dalam ruang subarachnoid selama meningitis bukan
merupakan akibat langsung dari infeksi bakteri melainkan dapat sebagian besar disebabkan
respon sistem kekebalan tubuh untuk pintu masuk bakteri ke dalam sistem saraf pusat. Ketika
komponen dari membran sel bakteri diidentifikasi oleh sel-sel imun dari otak (astrosit dan
mikroglia), mereka merespon dengan melepaskan sejumlah besar sitokin, hormon seperti
mediator yang merekrut sel kekebalan lainnya dan merangsang jaringan lain untuk berpartisipasi
dalam respon imun . Penghalang darah-otak menjadi lebih permeabel, menyebabkan edema
“vasogenic” serebral (pembengkakan otak akibat kebocoran cairan dari pembuluh darah).
Sejumlah besar sel darah putih masukkan CSF, menyebabkan radang meninges, dan
menyebabkan edema “interstisial” (bengkak karena cairan di antara sel-sel). Selain itu, dinding
pembuluh darah sendiri menjadi meradang (vaskulitis serebral), yang mengarah pada aliran
darah menurun dan jenis ketiga edema, “sitotoksik” edema. Tiga bentuk edema serebral semua
mengarah pada tekanan intrakranial meningkat, bersama-sama dengan menurunkan tekanan
darah sering dijumpai pada infeksi akut, ini berarti bahwa lebih sulit bagi darah untuk masuk ke
otak, dan sel-sel otak kekurangan oksigen dan mengalami apoptosis ( otomatis sel kematian).
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang
menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis
lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat
saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan
bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan
di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang
juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi
terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
WOC
MK : Resti
penyebaran thd
infeksi
Mk : Potensial
terjadinya injuri
MK : Gangguan
rasa nyaman ;
Nyeri
G. KOMPLIKASI
d. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus )
e. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
f. Epilepsi
j. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ), nervus VI
(abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
H. PENATALAKSANAAN
– Isolasi
– Terapi antimikroba : antibiotic yang diberikan didasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan
dosis tinggi melalui intra vena.
– Mempertahankan ventilasi
– Memperbaiki anemia
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan
protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat,
glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan
prosedur khusus.
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau
mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat/tanggal lahir, NO. MR penanggungjawab,
dll.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.
3. Riwayat Kesehatan
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya
pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk
produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat
kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotic).
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut
diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada
dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,
bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan
apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS,
pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen
terutama tindakan melalui pembuluh darah.
4. Pengkajian Fisik
a) Aktivitas / istirahat
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara umum,
keterbatasan dalam rentang gerak.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung conginetal (
abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan dengan
peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ); takikardi, distritmia ( pada fase akut )
seperti distrimia sinus (pada meningitis ).
c) Eliminasi
e) Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ), Pareslisia,
terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf
cranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas (minimitis) .Timbul kejang ( minimitis bakteri
atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi
).Fotopobia ( pada minimtis).Ketulian ( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin
hipersensitifitas terhadap kebisingan, Adanya halusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : Status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga koma,
delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ). Kehilangan memori, sulit mengambil
keputusan ( dapat merupakan gejala berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti
meningitis bacterial). Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi. Mata ( ukuran / reaksi pupil ) :
unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya ( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata
bergerak terus menerus ).Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ). Karakteristik fasial (wajah ) ;
perubahan pada fungsi motorik dan sensorik ( saraf cranial V dan VII terkena ).Kejang umum
atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal .Otot mengalami hipotonia/ flaksid
paralisis ( pada fase akut meningitis .Spastik (encephalitis). Hemiparese hemiplegic ( meningitis
/ encephalitis ).Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya
iritasi meningeal ( fase akut ).Regiditas muka ( iritasi meningeal ).Refleks tendon dalam
terganggu, brudzinski positif. Refleks abdominal menurun.
g) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan leher/ punggung kaku,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
h) Pernapasan
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai koma )
dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis telinga
tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak
/ cedera kepala.Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh
campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.Gangguan penglihatan atau
pendengaran
Gangguan sensoris.
5. Data Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai
pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan respons inflamasi
5. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi, toksin dalam
sirkulasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Gangguan perfusi jaringan Pasien bed rest total Perubahan pada tekanan
sehubungan dengan dengan posisi tidur intakranial akan dapat
peningkatan tekanan terlentang tanpa bantal. meyebabkan resiko untuk
intrakranial. terjadinya herniasi otak.
Monitor tanda-tanda
status neurologis dengan Dapat mengurangi kerusakan otak
GCS. lebih lanjut.
meningkatkan panas
sebagai propilaksis
3 Potensial terjadinya injuri Monitor kejang pada Gambaran tribalitas sistem saraf
sehubungan dengan tangan, kaki, mulut dan pusat memerlukan evaluasi yang
adanya kejang, perubahan otot-otot muka lainnya. sesuai dengan intervensi yang
status mental dan tepat untuk mencegah terjadinya
penurunan tingkat komplikasi.
kesadaran
Melindungi pasien bila kejang
terjadi
Persiapkan lingkungan
yang aman seperti Mengurangi resiko jatuh / terluka
batasan ranjang, papan jika vertigo, sincope, dan ataksia
pengaman, dan alat terjadi
suction selalu berada
dekat pasien Untuk mencegah atau mengurangi
kejang.
Pertahankan bedrest total
selama fase akut Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius
Berikan terapi sesuai depresi dan sedasi.
advis dokter seperti;
diazepam, phenobarbital,
dll.
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2010 pukul 10.00 WIB di Ruang anak RSUD Dr.
M. Djamil Padang.
a. Biodata
Nama : By. L
Agama : Islam
Alamat : Belimbing
No. MR : 1039285
b. Keluhan utama
Kejang.
c. Riwayat Kesehatan
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan batuk. klien mulai kejang
pada tanggal 13 Oktober 2010 jam 08.00 (pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada
seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat
mulut) dan langsung dibawa ke RSUP DR. M. DJAMIL PADANG. Pada saat dilakukan
pengkajian pada 15 Oktober 2010, Klien masih demam dan menggigil, klien tampak mengantuk,
kesadaran samnolen. Kaku kuduk (+), klien sering mual dan muntah. Pada saat bangun klien
sering menangis.
Sebelumnya klien pernah masuk rumah sakit dengan diare pada saat berumur 1 bulan. Dan
menurut ibu, klien belum pernah dilakukan pembedahan yang berhubungan langsung dengan
otak ataupun pembuluh darah.
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang didalam keluarga tidak ada
yang menderita sakit flu/ batuk,TB paru, dan menurut ibu tidak ada anggota keluarga
sebelumnya yang menderita penyakit yang sama seperti klien.
Ibu mengungkapkan bahwa selama hamil ia rajin kontrol ke bidan didekat rumahnya, ia
mengatakan bahwa ia juga mengkonsumsi jamu selama hamil. Menurut ibu, klien lahir di rumah
bidan di dekat rumahnya dengan berat badan lahir 2400 gram, tidak langsung menangis, menurut
ibu air ketubannya berwarna kehitaman dan kental.
e. Status imunisasi
Menurut ibu anaknya telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT I dan hepatitis
f. Status nutrisi
Ibu mengungkapkan An.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1 bulan, setelah dirawat di
ruang anak ibu tidak menenteki dan diganti dengan PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB
4100 gram, panjang badan 59 cm, lingkar lengan atas 13 cm. Ibu mengungkapkan anak tidak
mual dan tidak pernah muntah.
g. Riwayat perkembangan
Pada saat ini anak memasuki masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa percaya anak kepada
lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia rasakan). Ia juga berada pada fase oral dimana
kepuasan berasal pada mulut
h. Data Psikososial
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat
sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien
selalu menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi
klien, karena harus bekerja dan sekolah.
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan, kesadaran
Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata, ubun-ubun besar
masih belum menutup, teraba lunak dan cembung, tegang. Lingkar kepala 36 cm. Reaksi
cahaya+/+, mata nampak anemis, ikterus tidak ada. Telinga sering terdapat sekret. Hidung tidak
terdapat pernafasan cuping hidung. Mulut bersih. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, kaku
kuduk (+).
Pergerakan dada simetris, Wheezing-/-, Ronchi-/-, tidak terdapat retraksi otot bantu pernafasan.
Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak
ada bising/ murmur.
4) Abdomen
Hasil perkusi tympani, bising usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung
kemih teraba kosong.
5) Ekstremitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan dalam segi bentuk, uji
kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak
sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1 menit.
6) Refleks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leucocyt :24.400/mm3
ANALISA DATA
DO :
– Kesadaran samnolen
DO :
– CSF Keruh/purulen
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kriteria Hasil :
– Kesadaran composmentis
INTERVENSI RASIONAL
Longgarkan pakaian, berikan pakaian Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian
tipis yang mudah menyerap keringat yang ketat dan tidak menyerap keringat.
Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) saat demam kebutuhan akan cairan tubuh
meningkatkan panas
sebagai propilaksis
Diagnosa Keperawatan 2 : Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d Penekanan respons
inflamasi, pemajanan orang lain terhadap pathogen
Kriteria Hasil : Klien mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen atau keterlibatan orang lain.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan Isolasi diperlukan sampai organismenya
pencegahan diketahui/dosis antibiotic yang cocok
Pertahankan teknik aseptic dan teknik Menurunkan resiko pasien terkena infeksi
cuci tangan yang tepat bagi pengunjung sekunder. Mengontrol penyebaran sumber
maupun staf, batasi pengunjung. infeksi.
Pantau suhu secara teratur, catat tanda- Timbulnya tanda klinis yang terus menerus
tanda klinis dari proses infeksi merupakan indikasi perkembangan dari
meningokosemia akut yang dapat bertahan
Kolaborasi : sampai berminggu-minggu/berbulan-bulan.
Berikan terapi antibiotic ; asetaminofen, Obat yang dipilih tergantung pada jenis
deksametason meningitis dan tipe infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Wong, L.Donna et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Suriadi & Yulianni, rita. 2006. BUku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Jakarta : Percetakan Penebar Swadaya