Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. SP
Umur : 37 tahun
B. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan kepada pasien pada tanggal 13 November 2017 di
Ruang Kelas III Penyakit Dalam Wanita.
1. Keluhan Utama :
Lemah pada anggota gerak tubuh
1
- Riwayat Hipertensi (+) tidak terkontrol
- Riwayat DM (+)
- Riwayat Asam Urat (-)
- Riwayat Alergi (-)
- Riwayat Jantung (-)
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : - Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Respirasi : 24 x/menit
- Suhu : 36.5 0C
- SpO2 : 86% tanpa O2
GCS : E4V5M6
Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
- Bentuk : bulat, simetris
- Rambut : hitam, keriting, tebal, tidak mudah dicabut
2
- Mata : konjungtiva anemis : (+/+)
sklera ikterik : (-/-)
eksoftalmus : (-/-)
refleks cahaya : (+/+)
- Hidung : sekret (-), pernapasan cuping hidung (+)
- Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
- Mulut : oral candidiasis (-)
b. Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : tidak ada pembesaran
c. Thorax
1) Cor :
- Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
- Palpasi : Iktus cordis tak teraba, thrill (-)
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi Jantung I – II murni reguler, suara
jantung tambahan (-), mur-mur (-), gallop
(-).
2) Pulmo
- Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
- Palpasi : Vocal premitus kanan kiri normal
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
d. Abdomen
- Inspeksi : Datar, caput medusa (-),
- Auskultasi : bising usus (+), 2-3 kali/menit
- Perkusi : tympani
3
- Palpasi : supel, nyeri tekan abdomen (-)
H/L tidak teraba.
e. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema -/-, CRT<2”
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/
- Refleks Patologis : babinsky ( - )
- Motorik kekuatan otot
4444 4444
2222 2222
f. Vegetatif
- Makan : Baik
- Minum : Kurang minum
- BAK / BAB : Baik
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
4
Natrium 159 135-148 mEq/L
Clorida 132 98-106 mEq/L
Glukosa Darah
GDS 215 70-140 mg/dL
EKG
E. Resume
Pasien datang dibawa keluarga dengan keluhan lemah pada ke-4 anggota gerak
tubuh yang dirasakan sejak 3 hari SMRS.
Pasien mengaku secara tiba-tiba kaki terasa lemas, hingga membuat pasien
tidak kuat untuk berdiri. Mual (-), muntah (-), rasa kepala berputar. Pasien mengaku
pernah dirawat inap ± 6 bulan lalu di ruang saraf.
Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Riwayat
diabetes, jantung, alergi disangkal.
Sebelum sakit, pasien bekerja di kebun yang digarap bersama keluarga,
namun 3 hari ini pasien sudah tidak bekerja lagi karena penyakitnya yang
5
bertambah berat. Sebelumnya pasien sering mengangkut hasil kebun untuk
kemudian di jual ke pasar pada siang hari, pasien juga jarang mengkonsumsi
air mineral saat bekerja, dan buah-buahan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 80 kali/menit,
pernapasan: 24 kali/menit, suhu badan: 36,5ºC, SpO2 : 86% tanpa O2.
Pada pemeriksaan mata tidak ditemukan conjunctiva anemis, pada mulut juga
tidak ditemukan oral candidiasis (-). Pada pemeriksaan thorax: didapatkan vocal
fremitus dekstra = sinistra pada palpasi, dan pada auskultasi tidak didapatkan
kelainan.
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan Hb: 9,5 mg/dL, Leukosit 12,31 mm3,
HCT 31.5%, Trombosit 336.000/mm3, MCV 54,0 fL, MCH 16.3 pg, MCHC 30.2
g/dL. Pada pemeriksaan faal ginjal, didapatkan kreatinin serum 1,15 mg/dL, Urea
11,0 mg/dL. Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan kadar Kalium 1,6 mEq/L,
Natrium 159 mEq/L, Clorida 132 mEq/L dan pada pemeriksaan gula darah, Glukosa
darah sewaktu 215 gr/dL.
F. Daftar Masalah
- Mual (+)
- Nyeri dada (+)
- Hipokalemia (K: 1.6 mEq/L)
G. Diagnosis Kerja
- Hipokalemia berat
H. Planning
- IVFD Nacl 0,9% 3000 cc/ 24 jam + KCL 15 meq (target 60 meq/hari)
- Inj Omeprazole 1 vial
- Inj Ondancentron 1 amp
- Cek DL, DDR, GDS, Elektrolit, Ureum, creatinin
6
I. Follow Up Ruangan
Tanggal Catatan
13 November 2017 S: Badan terasa lemas
A. Hipokalemia berat
7
K/L: CA (-/-), SI (-/-), OC (-), P > KGB (-),
Paru I : Simetris, Ikut gerak napas
P : Vokal Fremitus D = S
P : Sonor
A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen I : Cembung
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+)
A. Hipokalemia berat
8
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen I : Cembung
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+).
A. Hipokalemia berat
9
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+).
A. Hipokalemia berat
10
A. Hipokalemia berat
11
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. HIPOKALEMIA
2.1.1. Pendahuluan
Keseimbangan Kalium
Sembilan puluh persen dari absorpsi kalium ke dalam tubuh berasal dari
traktus gastrointestinal. Pada orang dewasa sehat, asupan kalium harian
adalah sekitar 50 – 100 mEq.1,2 Untuk mencegah terjadinya peningkatan
ganda pada plasma, absorpsi dari kalium harus diikuti oleh ekskresi lewat
ginjal beberapa jam kemudian. Kalium yang dimakan akan diabsorpsi ke
dalam sel terlebih dahulu, dan kurang dari 20% akan diekskresikan lewat
feses dan keringat. Jadi, fase dari kalium diabsorpsi masuk ke dalam sel dan
diekskresikan lewat ginjal adalah mekanisme agar kalium tidak meningkat
konsentrasinya di dalam darah. Hal ini difasilitasi oleh hormon insulin dan
kadar basal katekolamin. Kadar kalium yang hilang di feses dapat meningkat
hingga 50 – 60% (dari intake makanan) pada insufisiensi renal kronis.1,3 Di
samping itu, sekresi kalium dari usus terangsang pada pasien yang menderita
diare dengan volume besar, yang berpotensial menyebabkan deplesi
kalium.1,2,3
12
Ekskresi Kalium
Ekskresi ginjal adalah jalur eliminasi utama akan kalium yang didapat
dari makanan dan sumber kalium yang berlebihan di tempat lain. Banyaknya
kalium yang difilterisasi (GFR x konsentrasi Kalium plasma = 180 L/d x 4
mmol/L = 720 mmol/d) adalah sepuluh kali lipat lebih besar daripada jumlah
kalium ekstrasel. Ekskresi kalium lewat ginjal dipengaruhi oleh hormon
aldosteron, natrium tubulus distal, dan laju pengeluaran urin. Aldosteron
adalah hormon yang disekresikan di sel-sel zona glomerulosa pada korteks
adrenal sebagai respon terhadap peningkatan rennin dan angiotensin II atau
hiperkalemia. Sekresi aldosteron terangsang oleh jumlah natrium yang
mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal
(hiperkalemia), dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium
difiltrasi lewat glomerulus dan akan direabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang
tersekresi ke dalam tubulus distal sebagai penukar bagi reabsorpsi natrium
atau ion hydrogen (H+). Kalium yang tersekresi akan diekskresikan sebagai
urin. Sekresi kalium pada tubulus distal juga tergantung dari pada arus
pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan pada tubulus distal juga akan
meningkatkan ekskresi kalium. Sehingga, pada keadaan kekurangan kalium
yang berat, terdapat sekresi yang menurun pada kalium dan reabsorpsinya
ditingkatkan pada duktus kolektivus bagian medulla dan korteks.1
2.1.2. Definisi
13
2.1.3. Etiologi
Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1).
Intake yang berkurang, 2). Pengeluaran yang banyak, 3). Perpindahan kalium
ke sel akibat alkalosis. Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh kurangnya
asupan kalium dalam makanan sehari-hari. Semua pasien sakit berat yang
tidak mendapatkan makanan melalui mulut perlu mendapatkan kalium
tambahan dalam cairan infusnya, karena ekskresi kalium melalui ginjal terus
berlangsung, meskipun tidak ada asupan.Tabel berikut ini menyajikan
berbagai etiologi hipokalemia.1,4
14
kongenital, sindroma Cushing,
sindroma Bartter, konsumsi
tembakau, karbenoksolon.
- Lain-lain : amfoterisin B,
sindroma Liddle,
hipomagnesemia
Redistribusi ke Sel
15
Eliminasi Kalium Non-renal
16
ditemukan pada renal tubular acidosis tipe 2 (proksimal) dan pada muntah.
RTA (renal tubular acidosis) tipe-1 berhubungan dengan hipokalemia karena
peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal.
17
kiri. Hipokalemia juga dapat meningkatkan toksisitas obat digitalis akibat
peningkatan kepekaan oleh deplesi kalium. Penyebab hipokalemia biasanya
jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu dilakukan pemantauan dengan
pemeriksaan EKG, gejala dan tanda hipokalemia, serta kadar kalium serum.1,2
Berikut adalah gambaran EKG yang menunjukkan hipokalemia pada berbagai
tingkatan keparahannya:
18
2.1.5. Diagnosis Hipokalemia
19
kalium atau tidak. Jika tidak ada masalah, maka kemungkinan terjadi
eliminasi kalium dari kulit, traktus intestinal atau dari ekskresi ginjal.
Pengeluaran kalium lewat keringat dapat ditegakkan melalui anamnesis,
apakah pasien sudah lama terpajan dan beraktivitas dibawah lingkungan yang
panas dan kering sehingga mudah berkeringat banyak. Riwayat diare, muntah
berulang, riwayat penggunaan suction nasogastrik juga harus digali untuk
mengkonfirmasi adakah kemungkinan deplesi kalium lewat traktus
gastrointestinal atau tidak, namun, bagaimana pun pemeriksaan feses lengkap
perlu dilakukan untuk menyokong diagnosis. Jika tidak mungkin, maka perlu
adanya dugaan pengeluaran kalium lewat ginjal. Deplesi kalium lewat ginjal
yang paling lazim terjadi adalah penggunaan lama obat-obatan diuretik, juga
adanya riwayat sakit liver, jantung, atau sindroma nefrotik yang
menyebabkan terjadinya hiperaldosteronisme sekunder perlu ditanyakan.
Penyebab-penyebab yang jarang lainnya mengenai kehilangan kalium lewat
ginjal adalah RTA, ketoasidosis diabetikum. Yang terakhir adalah penyebab
hipokalemia karena hiperaldosteronisme primer. Skema berikut
memperlihatkan evaluasi diagnostik pasien dengan hipokalemia.1
20
hipokalemia dapat menyebabkan efek kardiovaskuler yang lebih parah.
Kondisi yang membutuhkan keadaan-keadaan emergensi jarang didapatkan.
Biasanya pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dan diketahui
memiliki riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, atau sedang dalam
terapi digitalis. Pada keadaan-keadaan seperti itu masih mungkin diberikan 5
– 10 mEq dalam 15 – 20 menit, agar dapat meningkatkan kadar kalium
sampai diatas 3,0 mEq/liter. Setelah itu pasien perlu diawasi lengkap dengan
EKG untuk menurunkan resiko hiperkalemia.
21
2.2. PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA (PPH)
2.2.1. Pendahuluan
2.2.2. Epidemiologi
Familial hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik
hipokalemik familial, PPHF) merupakan kelainan yang diturunkan secara
autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau paralisis flaksid
akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular
otot rangka. Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP/ PPH) jarang terjadi
tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000.1,2
HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3 - 4 : 1.2.
Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1 – 20 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 15 – 35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.2
Sindroma paralisis hipokalemi disebabkan oleh penyebab yang
heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi
dan kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial
atau disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer. Bila gejala-gejala dari
sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat
sembuh dengan sempurna.2,3,6
22
2.2.3. Definisi
Periodik paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan
kadar kalium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat
serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot
skeletal. Pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5 – 3 mEq/L, dan
hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L.6
23
Hipokalemia dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut:
Hiperinsulinemia
Insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita,
karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat
serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke
dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.5
Obat-obatan tertentu
Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling
sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan
ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan.
Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan
perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi
pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya
hipokalemia. Tabel berikut menyajikan beberapa obat yang sementara
ditemukan dapat menginduksi kejadian hipokalemia.7
24
Sindroma Cushing
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar
hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang
menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar.4
Kehilangan kalium
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika
konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang
tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui
saluran pencernaan (karena diare, muntah, menstruasi).1,2,6,7
25
Kelainan genetik otosomal dominan
Hipokalemia periodik paralisis (HypoPP) merupakan bentuk umum dari
kejadian periodik paralisis yang diturunkan. Dimana kelainan ini diturunkan
secara autosomal dominan.3,4 Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis
hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada
kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama
dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-
kontraksi otot.4,5 Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen
dari kelainan HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen
ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot skeletal
secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini
dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya
Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi
sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan
ini kejadiannya lebih rendah pada wanita dibanding pria. 1,3 Pada wanita yang
memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan
sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.8
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat
untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.
Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh
retikulum sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-
plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule).
Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi
beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion
tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan
kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala
yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal.
Defek pada kanal ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun
mekanismenya belum diketahui, defek ini dapat meningkatkan eksitasi
elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat
26
menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi
listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.3
27
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
2. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat
terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan
miogobinuria.
3. Fungsi ginjal
2.2.8. Penatalaksanaan
Koreksi hipokalemia
Koreksi hipokalemia pertama-tama dihitung berdasarkan rumus berikut:
28
29
Rute pemberian kalium yaitu dapat peroral atau injeksi intravena.
Oral. KCl merupakan suplemen oral yang efektif. Dapat diberikan sebagai liquid
( rasanya tidak enak) atau pil. Kalium yang terdapat pada makanan kurang begitu
efektif dibanding suplemen KCl oral.
IV. Dapat secara cepat meningkatkan kadar kalium. Mudah diberikan. Dapat
mengiritasi vena. Perlu hati-hati dalam memberikannya.
Dosis
Oral. Perlu dibatasi hingga 40 mEq dalam 4-6 jam.
IV10 mEq per jam dengan peripheral lines and 20 mEq perjam dengan central
lines.
Koreksi Magnesium
30
BAB III
DISKUSI KASUS
HIPOKALEMIA
31
Cushing, sindroma Bartter, kemudian di jual ke pasar pada siang
konsumsi tembakau, hari, pasien juga jarang
karbenoksolon.
mengkonsumsi air mineral saat
Lain-lain : amfoterisin B,
bekerja, dan buah-buahan. Sehingga
sindroma Liddle,
penyebab diduga dari berkeringat
hipomagnesemia
yang banyak namun intakenya kurang
3). Perpindahan kalium ke sel akibat
alkalosis.
32
Perubahan gambaran EKG terhadap
hipokalemia disebabkan karena
repolarisasi ventrikel yang
berkepanjangan (delayed) dan tidak
terlalu berhubungan dengan konsentrasi
kalium plasma. Perubahan dini yang
terjadi ialah berupa gelombang T
mendatar atau inverse, gelombang U
yang nyata, dan depresi segmen ST, serta
interval QU memanjang. Deplesi kalium
yang berat menyebabkan interval PR
memanjang dan kompleks QRS yang
melebar, dan adanya resiko terjadi
perubahan kepada aritmia ventrikel,
terutama pada pasien dengan riwayat
infark miokard atau hipertrofi ventrikel
kiri. Hipokalemia juga dapat
meningkatkan toksisitas obat digitalis
akibat peningkatan kepekaan oleh deplesi
kalium. Penyebab hipokalemia biasanya
jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu
dilakukan pemantauan dengan
pemeriksaan EKG, gejala dan tanda
hipokalemia, serta kadar kalium serum.1,2
Penatalaksanaan
33
misalnya thiazid diuretik atau loop
diuretik, dikombinasikan dengan
suplementasi KCl oral. Pada beberapa
kondisi, pilihan untuk diberikannya
pengobatan secara parenteral atau oral
tergantung dari kemampuan pasien untuk
dapat makan obat oral atau tidak, dan
tidak ada gangguan fungsi pencernaan.
Pada banyak kasus, seperti pasien dengan
infark miokard, paralisis, dan ensefalopati
hepatikum dengan aman dapat Pasien mendapatkan IVFD Nacl 0,9%
mengkonsumsi secara oral. KCl (Kalium + KCL 60 meq
klorida) yang diberikan melalui injeksi
intravena, koreksi dapat terjadi jika
diberikan pada dosis KCl 10 mEq/jam.
Bagaimanapun, terapi koreksi
hipokalemia sebaiknya diberikan secara
oral jika mungkin. Pada pasien non-
diabetes, infus atau cairan parenteral
dengan dekstrosa akan menstimulasi
sekresi insulin dalam tubuh, yang
kemudian menyebabkan redistribusi
kalium dari ekstrasel ke intra sel,
sehingga justru secara paradoks
menyebabkan hipokalemia. Pada banyak
kasus, KCl secara parenteral dapat
dicampur dengan cairan parenteral
normal saline. Jika KCl yang dibutuhkan
banyak (konsentrasinya besar), maka KCl
diberikan dengan dosis normal saline
sebagian untuk mencegah terjadinya
hipertonisitas.
34
Biasanya koreksi hipokalemia secara oral
mendatangkan hasil yang baik pada
pasien. Pasien hipokalemik karena
pemakaian diuretik, sebaiknya
dipertimbangkan kebutuhan diuretik
untuk pasien tersebut. Jika penggunaan
diuretik masih harus dilanjutkan, maka
perlu adanya pertimbangan untuk
menggunakan diuretik dengan potassium-
sparing, seperti amiloride, triamterene,
atau spironolakton. Jika perlu,
penambahan agen beta bloker atau
Angiotensin converting enzyme inhibitors
(ACEI) dapat menjadi tambahan dalam
rangka mempertahankan kadar kalium
yang ada di dalam plasma.1
35
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Longo, DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. Harrison’s manual of medicine.
18th ed. United States; McGraw-Hill Companies; 2013.p.10-20
2. Wilson LM. Gangguan volume, osmolalitas, dan elektrolit cairan. Dalam:
Price SA, Wilson LM, ed. Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, et al, terj.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 64th ed. Jakarta: EGC;
2005.p.342-4
3. Huether SE. Fluids and electrolytes, acids and bases. In: Huether SE,
McCance LA. Understanding pathophysiology. 5th ed. United States:
Elsevier; 2008.p.106-8
4. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier
RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 137-64.
5. Lang F. Ginjal, keseimbangan air dan garam. Dalam: Sibernagl L, Lang F,
ed. Setiawan I, Muchtar I, terj. Teks dan atlas berwarna patofisiologi.
Jakarta: EGC;2006.p.94-9
6. Venace SL, Cannon SC, Fialho D, Fontain B, Hanna MG, Ptacek LJ. The
primary periodic paralysis: diagnosis, pathogenesis, and treatment. Brain.
2006;129:8-17
7. Hypokalemia periodic paralysis [Internet]. 2011 [cited 2011 Apr 20].
Available from: http://www.hkpp.org.
8. Stemberg D, Maisonobe T, Jurkat RK, Nicole S, Launay E, Chauveau D,
et al. hypokalaemic periodic paralysis type 2 caused by mutations at codon
672 in the muscle sodium channel gene SCN4A. Brain. 2011;124:1091-9.
37
38