Vous êtes sur la page 1sur 38

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. SP

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Gajah Putih

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Kristen Protestan

Tanggal MRS : 12 November 2017

Tanggal Pemeriksaan : 12 – 17 November 2017

B. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan kepada pasien pada tanggal 13 November 2017 di
Ruang Kelas III Penyakit Dalam Wanita.

1. Keluhan Utama :
Lemah pada anggota gerak tubuh

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dibawa keluarga dengan keluhan lemah pada ke-4
anggota gerak tubuh yang dirasakan sejak 3 hari SMRS.
Pasien mengaku secara tiba-tiba kaki terasa lemas, hingga membuat
pasien tidak kuat untuk berdiri. Mual (+), muntah (-), rasa kepala berputar.
Pasien mengaku pernah dirawat inap ± 6 bulan lalu di ruang saraf.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

1
- Riwayat Hipertensi (+) tidak terkontrol
- Riwayat DM (+)
- Riwayat Asam Urat (-)
- Riwayat Alergi (-)
- Riwayat Jantung (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang pernah menderita penyakit seperti pasien.

5. Riwayat Kebiasaan, Sosial dan Ekonomi


Pasien sebelum sakit bekerja di kebun yang digarap bersama keluarga,
namun 3 hari ini pasien sudah tidak bekerja lagi karena penyakitnya yang
bertambah berat. Sebelumnya pasien berkerja di kebun dan sering
mengangkut hasil kebun untuk kemudian di jual ke pasar pada siang hari,
pasien juga jarang mengkonsumsi air mineral saat bekerja, dan buah-
buahan.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : - Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Respirasi : 24 x/menit
- Suhu : 36.5 0C
- SpO2 : 86% tanpa O2

GCS : E4V5M6

Pemeriksaan Khusus

a. Kepala
- Bentuk : bulat, simetris
- Rambut : hitam, keriting, tebal, tidak mudah dicabut

2
- Mata : konjungtiva anemis : (+/+)
sklera ikterik : (-/-)
eksoftalmus : (-/-)
refleks cahaya : (+/+)
- Hidung : sekret (-), pernapasan cuping hidung (+)
- Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
- Mulut : oral candidiasis (-)

b. Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : tidak ada pembesaran

c. Thorax
1) Cor :
- Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
- Palpasi : Iktus cordis tak teraba, thrill (-)
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi Jantung I – II murni reguler, suara
jantung tambahan (-), mur-mur (-), gallop
(-).
2) Pulmo
- Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
- Palpasi : Vocal premitus kanan kiri normal
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

d. Abdomen
- Inspeksi : Datar, caput medusa (-),
- Auskultasi : bising usus (+), 2-3 kali/menit
- Perkusi : tympani

3
- Palpasi : supel, nyeri tekan abdomen (-)
H/L tidak teraba.
e. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema -/-, CRT<2”
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/
- Refleks Patologis : babinsky ( - )
- Motorik kekuatan otot

4444 4444
2222 2222

f. Vegetatif
- Makan : Baik
- Minum : Kurang minum
- BAK / BAB : Baik
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Pemeriksaan 7/11/2017 Nilai Normal


Hematologi
Hb (mg/dl) 9,5 14.0 – 17.4 gr/dL
Leukosit (/mm3) 12.1 3.37 – 8.38 x103/mm3
HCT (%) 31.5 41.3 – 52.1 %
Trombosit (/mm3) 336 172 – 378 x 103/mm3
MCV 54.0 86.7 – 102.3 fL
MCH 16.3 27.1 – 32.4 pg
MCHC 30.2 29.7 – 33.1 gr/dL
Faal Ginjal
Kreatinin Serum 1.15 0.5 – 1.2 mg/dL
Urea 11.0 17 - 43 mg/dL
Elektrolit
Kalium 1.6 3.5-5.3 mEq/L

4
Natrium 159 135-148 mEq/L
Clorida 132 98-106 mEq/L
Glukosa Darah
GDS 215 70-140 mg/dL

EKG

E. Resume
Pasien datang dibawa keluarga dengan keluhan lemah pada ke-4 anggota gerak
tubuh yang dirasakan sejak 3 hari SMRS.
Pasien mengaku secara tiba-tiba kaki terasa lemas, hingga membuat pasien
tidak kuat untuk berdiri. Mual (-), muntah (-), rasa kepala berputar. Pasien mengaku
pernah dirawat inap ± 6 bulan lalu di ruang saraf.
Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Riwayat
diabetes, jantung, alergi disangkal.
Sebelum sakit, pasien bekerja di kebun yang digarap bersama keluarga,
namun 3 hari ini pasien sudah tidak bekerja lagi karena penyakitnya yang

5
bertambah berat. Sebelumnya pasien sering mengangkut hasil kebun untuk
kemudian di jual ke pasar pada siang hari, pasien juga jarang mengkonsumsi
air mineral saat bekerja, dan buah-buahan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 80 kali/menit,
pernapasan: 24 kali/menit, suhu badan: 36,5ºC, SpO2 : 86% tanpa O2.
Pada pemeriksaan mata tidak ditemukan conjunctiva anemis, pada mulut juga
tidak ditemukan oral candidiasis (-). Pada pemeriksaan thorax: didapatkan vocal
fremitus dekstra = sinistra pada palpasi, dan pada auskultasi tidak didapatkan
kelainan.
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan Hb: 9,5 mg/dL, Leukosit 12,31 mm3,
HCT 31.5%, Trombosit 336.000/mm3, MCV 54,0 fL, MCH 16.3 pg, MCHC 30.2
g/dL. Pada pemeriksaan faal ginjal, didapatkan kreatinin serum 1,15 mg/dL, Urea
11,0 mg/dL. Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan kadar Kalium 1,6 mEq/L,
Natrium 159 mEq/L, Clorida 132 mEq/L dan pada pemeriksaan gula darah, Glukosa
darah sewaktu 215 gr/dL.

F. Daftar Masalah
- Mual (+)
- Nyeri dada (+)
- Hipokalemia (K: 1.6 mEq/L)

G. Diagnosis Kerja
- Hipokalemia berat

H. Planning
- IVFD Nacl 0,9% 3000 cc/ 24 jam + KCL 15 meq (target 60 meq/hari)
- Inj Omeprazole 1 vial
- Inj Ondancentron 1 amp
- Cek DL, DDR, GDS, Elektrolit, Ureum, creatinin

6
I. Follow Up Ruangan
Tanggal Catatan
13 November 2017 S: Badan terasa lemas

O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: Compos Mentis


TD: 130/80mmHg, N:80x/m, R:24x/m, S:36,5 0 C SpO 2 : 86% (O 2 Mask 110
lpm)
K/L: CA (+/+), SI (-/-), OC (+), P > KGB (-)
Paru  I : Simetris, Ikut gerak napas
P : Vokal Fremitus D = S
P : Sonor
A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung  I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen  I : Cembung
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas  akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif  Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+).

A. Hipokalemia berat

P. - IVFD Nacl 0,9% 3000 cc + KCL 60 meq


- Cefotaxime 1x1
- Omeprazole 1 x 1

14 November 2017 S: Badan masih lemas, sesak (+), berkeringat banyak

O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: Compos Mentis


TD: 120/60 mmHg, N:120x/m (irreguler), R:32x/m, S:36,5 0 C SpO 2 : 99%
(O2 nasal 4,5 lpm)

7
K/L: CA (-/-), SI (-/-), OC (-), P > KGB (-),
Paru  I : Simetris, Ikut gerak napas
P : Vokal Fremitus D = S
P : Sonor
A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung  I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen  I : Cembung
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas  akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif  Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+)

A. Hipokalemia berat

P. - IVFD Amiodaron + D5% 100 cc (20tpm)


- IVFD Nacl 0,9 % 500 cc + KCL 20 meq/ 8 jam
- Cefotaxime 2 x 1
- Omeprazole 1 x 1
- Amiodaron 1 x 1 Tab
- Neurobion 2 x 1 amp
- Ketorolac 1 x 1 amp
15 November 2017 S: Lemas berkurang, sesak berkurang

O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: Compos Mentis


TD: 100/70mmHg, N:82x/m, R:22x/m, S:36,5 0 C SpO 2 : 99% spontan
Paru  I : Simetris, Ikut gerak napas
P : Vokal Fremitus D = S
P : Sonor
A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung  I : Ictus cordis tidak tampak

8
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen  I : Cembung
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas  akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif  Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+).

A. Hipokalemia berat

P. - IVFD Nacl 0,9 % 500 cc + KCL 20 meq/ 8 jam


- Cefotaxime 2 x 1
- Omeprazole 1 x 1
- Amiodaron 1 x 1 Tab
- Neurobion 2 x 1 amp
- ATP 3 x1 tab
- Ketorolac 1 x 1 amp
16 November 2017 S: Tidak ada keluhan

O: KU: Tampak sakit berat, Kesadaran: Compos Mentis


TD: 110/70mmHg, N:85x/m, R:22x/m, S:35,9 0 C SpO 2 : 98%
K/L: CA (+/+), SI (-/-), OC (+), P > KGB (-),
Paru  I : Simetris, Ikut gerak napas
P : Vokal Fremitus D = S
P : Sonor
A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung  I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen  I : Cembung

9
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas  akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif  Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+).

A. Hipokalemia berat

P. - IVFD Nacl 0,9 % 500 cc + KCL 60 meq/ hari


- Cefotaxime 2 x 1
- Omeprazole 1 x 1
- Amiodaron 1 x 1 Tab
- Neurobion 2 x 1 amp
-- Ketorolac 1 x 1 amp
17 November 2017 S: Tidak ada keluhan

O: KU: Tampak sakit berat, Kesadaran: Compos Mentis


TD: 110/70mmHg, N:85x/m, R:22x/m, S:35,9 0 C SpO 2 : 98%
K/L: CA (+/+), SI (-/-), OC (+), P > KGB (-),
Paru  I : Simetris, Ikut gerak napas
P : Vokal Fremitus D = S
P : Sonor
A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung  I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra
A : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen  I : Cembung
A : Bising Usus (+) 2-3 kali/menit
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas  akral hangat, udem (-), CRT <2”
Vegetatif  Ma/Mi (+/+), BAB/BAK (+/+), BAB cair (+).

10
A. Hipokalemia berat

P. - IVFD Nacl 0,9 % 500 cc + KCL 60 meq/ hari


- Cefotaxime 2 x 1
- Omeprazole 1 x 1
- Amiodaron 1 x 1 Tab
- Neurobion 2 x 1 amp
- Ketorolac 1 x 1 amp
- Pasien Boleh Pulang

11
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. HIPOKALEMIA

2.1.1. Pendahuluan

Kalium (potassium) adalah kation utama intrasel. Konsentrasi kalium


plasma normal adalah 3,5 – 5,5 mmol/L, sedangkan konsentrasi di dalam sel
sekitar 150 mmol/L. Perbandingan kadar kalium intrasel terhadap ekstrasel
(normalnya 38 : 1) adalah penentu utama potensial membran sel pada
jaringan yang dapat tereksitasi seperti otot jantung dan otot rangka. Pompa
Na-K-ATPase secara aktif memompa natrium keluar sel dan kalium ke dalam
sel dengan perbandingan 2 : 3. Aktivitas pompa elektrik ini distimulasi oleh
naiknya kadar Na intrasel dan dihambat oleh keadaan intoksikasi digoksin,
atau pada keadaan sakit kronis,seperti gagal liver atau ginjal.1

Keseimbangan Kalium

Sembilan puluh persen dari absorpsi kalium ke dalam tubuh berasal dari
traktus gastrointestinal. Pada orang dewasa sehat, asupan kalium harian
adalah sekitar 50 – 100 mEq.1,2 Untuk mencegah terjadinya peningkatan
ganda pada plasma, absorpsi dari kalium harus diikuti oleh ekskresi lewat
ginjal beberapa jam kemudian. Kalium yang dimakan akan diabsorpsi ke
dalam sel terlebih dahulu, dan kurang dari 20% akan diekskresikan lewat
feses dan keringat. Jadi, fase dari kalium diabsorpsi masuk ke dalam sel dan
diekskresikan lewat ginjal adalah mekanisme agar kalium tidak meningkat
konsentrasinya di dalam darah. Hal ini difasilitasi oleh hormon insulin dan
kadar basal katekolamin. Kadar kalium yang hilang di feses dapat meningkat
hingga 50 – 60% (dari intake makanan) pada insufisiensi renal kronis.1,3 Di
samping itu, sekresi kalium dari usus terangsang pada pasien yang menderita
diare dengan volume besar, yang berpotensial menyebabkan deplesi
kalium.1,2,3

12
Ekskresi Kalium

Ekskresi ginjal adalah jalur eliminasi utama akan kalium yang didapat
dari makanan dan sumber kalium yang berlebihan di tempat lain. Banyaknya
kalium yang difilterisasi (GFR x konsentrasi Kalium plasma = 180 L/d x 4
mmol/L = 720 mmol/d) adalah sepuluh kali lipat lebih besar daripada jumlah
kalium ekstrasel. Ekskresi kalium lewat ginjal dipengaruhi oleh hormon
aldosteron, natrium tubulus distal, dan laju pengeluaran urin. Aldosteron
adalah hormon yang disekresikan di sel-sel zona glomerulosa pada korteks
adrenal sebagai respon terhadap peningkatan rennin dan angiotensin II atau
hiperkalemia. Sekresi aldosteron terangsang oleh jumlah natrium yang
mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal
(hiperkalemia), dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium
difiltrasi lewat glomerulus dan akan direabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang
tersekresi ke dalam tubulus distal sebagai penukar bagi reabsorpsi natrium
atau ion hydrogen (H+). Kalium yang tersekresi akan diekskresikan sebagai
urin. Sekresi kalium pada tubulus distal juga tergantung dari pada arus
pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan pada tubulus distal juga akan
meningkatkan ekskresi kalium. Sehingga, pada keadaan kekurangan kalium
yang berat, terdapat sekresi yang menurun pada kalium dan reabsorpsinya
ditingkatkan pada duktus kolektivus bagian medulla dan korteks.1

2.1.2. Definisi

Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5


mmol/L. Hanya 2% dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel
sehingga kadar kalium serum tidak mencerminkan kalium tubuh total.
Lagipula, pH darah mempengaruhi kadar kalium serum. Untuk setiap
penurunan pH sebanyak 0,1 unit, kalium serum meningkat sebanyak 0,5
mEq/L, begitu juga sebaliknya.1,2,3

13
2.1.3. Etiologi

Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1).
Intake yang berkurang, 2). Pengeluaran yang banyak, 3). Perpindahan kalium
ke sel akibat alkalosis. Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh kurangnya
asupan kalium dalam makanan sehari-hari. Semua pasien sakit berat yang
tidak mendapatkan makanan melalui mulut perlu mendapatkan kalium
tambahan dalam cairan infusnya, karena ekskresi kalium melalui ginjal terus
berlangsung, meskipun tidak ada asupan.Tabel berikut ini menyajikan
berbagai etiologi hipokalemia.1,4

Intake yang menurun Kelaparan/puasa


Geofagia
Redistribusi ke dalam sel Gangguan keseimbangan asam-basa:
- Alkalosis metabolik
Hormonal
- Insulin
- Adrenergik beta-2 agonis
- Adrenergik alfa antagonis
Status anabolik
- Asam folat dan vitamin B12 
produksi leukosit
- Granulocyte-macrophage colony
stimulating factor
Lain-lain
- Pseudohipokalemia
- Hipotermia
- Paralisis periodik hipokalemia
- Intoksikasi barium
Pengeluaran yang berlebihan Non-renal
- Diare
- Berkeringat
Renal
- Aliran ke tubulus distal
meningkat : diuretik, diuresis
osmotik.
- Sekresi kalium meningkat 
kelebihan mineralkortikoid
(hiperaldosteronisme primer dan
sekunder, hyperplasia adrenal

14
kongenital, sindroma Cushing,
sindroma Bartter, konsumsi
tembakau, karbenoksolon.
- Lain-lain : amfoterisin B,
sindroma Liddle,
hipomagnesemia

Redistribusi ke Sel

Alkalosis metabolik banyak berhubungan dengan hipokalemia dimana


kalium mengalami redistribusi kembali ke dalam sel atau pengeluaran banyak
kalium lewat ginjal.2,3

Ekskresi kalium meningkat pada keadaan diuresis osmotik, sehingga


pada pasien ketoasidosis diabetik dapat terjadi kekurangan kalium. Zat
terlarut yang dapat menyebabkan poliuria ialah glukosa dan anion asam-asam
keton. Asidosis dan kekurangan insulin menyebabkan kalium berpindah ke
ekstrasel sebagai pertukaran ion H+ ke intrasel dalam rangka kompensasi
asidosis. Maka yang terlihat adalah kalim serum tetap berada dalam batas
normal, meskipun kalium tubuh total menurun oleh karena secara kalium
akan tetap dieliminasi oleh ginjal secara kontinyu. Koreksi ketoasidosis
diabetikum juga dapat mengakibatkan hipokalemia karena induksi insulin.
Insulin menyebabkan peningkatan perangsangan pada pompa Na-K-ATP-ase.
Pada keadaan yang lain seperti hiperglikemia yang tak terkontrol, dapat
menyebabkan hipokalemia karena osmosis diuresis (yang selanjutnya
menyebabkan poliuria – peningkatan laju aliran urin).2

Katekolamin yang menginduksi stress, atau penggunaan agonis B2


adrenergik akan meningkatkan kemampuan ambilan sel terhadap kalium dan
menstimulasi sekresi insulin dari sel-sel beta pankreas. Paralisis periodik
karena hipokalemia merupakan suatu kondisi ditandai oleh kelemahan atau
paralisis berulang yang episodik.3,5

15
Eliminasi Kalium Non-renal

Gangguan saluran cerna yang dicirikan dengan muntah, penyedotan


nasogastrik (NGT), diare atau kehilangan melalui sekresi lainnya mungkin
merupakan penyebab hipokalemia tersering. Penurunan kalium pada keadaan
muntah atau penyedotan lewat NGT tidaklah disebabkan oleh kehilangan
kalium melalui sekresi lambung. Kadar kalium dalam sekresi lambung hanya
5 – 10 mEq sehingga hipokalemia pada keadaan muntah terjadi akibat
meningkatnya ekskresi kalium oleh ginjal yang melibatkan tiga mekanisme:
1). Kehilangan asam lambung menyebabkan alkalosis metabolik yang
selanjutnya merangsang perpindahan kalium ke sel-sel tubulus ginjal, 2)
Alkalosis metabolik menyebabkan lebih banyak NaHCO3 dan cairan menuju
tubulus distal, dan bikarbonat meningkatkan ekskresi kalium, 3) Kehilangan
cairan lambung menyebabkan berkurangnya volume ekstrasel sehingga
merangsang peningkatan sekresi aldosteron melalui mekanisme renin-
angiotensin-aldosteron (RAA). Aldosteron kemudian merangsang ekskresi
kalium dan membantu mempertahankan hipokalemia.2,5

Kadar kalium dalam feses biasanya berkisar antara 40 – 70 mEq/L.


Keluarnya feses dalam jumlah banyak menyebabkan terjadinya kekurangan
volume ekstrasel, asidosis metabolik, dan deplesi kalium. Hal ini biasanya
terjadi pada diare sekretorik yang profus. Adenoma vilosa, suatu keganasan
pada kolon, juga mengakibatkan kehilangan cairan melalui diare yang
mengandung kalium dalam kadar tinggi.2

Kehilangan Kalium melalui Ginjal

Pada penderita hiperaldosteronisme primer, sekresi aldosteron yang tak


terkontrol oleh karena adanya adenoma adrenal (sindroma Conn), sehingga
menyebabkan hipokalemia akibat terbuangnya kalium melalui ginjal.
Sindroma Liddle adalah penyakit keturunan yang jarang (autosomal dominan)
yang ditandai oleh hipertensi, alkalosis metabolik, eliminasi kalium yang
meningkat pada ginjal. Ion natrium yang mencapai tubulus distal dalam
jumlah banyak akan meningkatkan ekskresi dari kalium. Secara klasik, dapat

16
ditemukan pada renal tubular acidosis tipe 2 (proksimal) dan pada muntah.
RTA (renal tubular acidosis) tipe-1 berhubungan dengan hipokalemia karena
peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal.

Tingginya kadar hormon glukokortikoid dapat memengaruhi efek


mineralokortikoid (aldosteron) sehingga terjadi hipokalemia. Dengan
demikian hipokalemia dapat terjadi pada sindroma Cushing atau pada
pemberian pengobatan kortikosteroid eksogen. Beberapa antibiotik, seperti
karbenisilin dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia dengan bekerja
sebagai anion dan meningkatkan ekskresi kalium. Deplesi magnesium juga
dapat mengakibatkan deplesi kalium melalui urin dan feses meskipun
mekanismenya belum sepenuhnya diketahui. Hipomagnesemia dan
hipokalemia sering terjadi bersamaan pada peminum alkohol.5

2.1.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hipokalemia sangat bervariasi di tiap-tiap individu,


dan keparahannya tergantung dari derajat hipokalemia yang terjadi. Gejala
biasanya jarang terlihat jelas kecuali pada konsentrasi kalium <3 mmol/L.
Fatigue, mialgia, dan kelemahan otot pada ekstrimitas inferior merupakan
keluhan yang lazim dan disebabkan oleh potensial membran istirahat yang
dalam (hampir negative). Parastesia dan menurunnya refleks tendon dalam
adalah tanda-tanda lainnya. Keparahan lebih lanjut dari hipokalemia dapat
menyebabkan kelemahan progresif, hipoventilasi oleh karena keterlibatan
otot pernapasan, dan akhirnya terjadi paralisis komplit. Fungsi otot polos juga
akan terganggu dan dimanifestasikan sebagai ileus paralitik dan distensi
abdomen (kembung). Perubahan gambaran EKG terhadap hipokalemia
disebabkan karena repolarisasi ventrikel yang berkepanjangan (delayed) dan
tidak terlalu berhubungan dengan konsentrasi kalium plasma. Perubahan dini
yang terjadi ialah berupa gelombang T mendatar atau inverse, gelombang U
yang nyata, dan depresi segmen ST, serta interval QU memanjang. Deplesi
kalium yang berat menyebabkan interval PR memanjang dan kompleks QRS
yang melebar, dan adanya resiko terjadi perubahan kepada aritmia ventrikel,
terutama pada pasien dengan riwayat infark miokard atau hipertrofi ventrikel

17
kiri. Hipokalemia juga dapat meningkatkan toksisitas obat digitalis akibat
peningkatan kepekaan oleh deplesi kalium. Penyebab hipokalemia biasanya
jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu dilakukan pemantauan dengan
pemeriksaan EKG, gejala dan tanda hipokalemia, serta kadar kalium serum.1,2
Berikut adalah gambaran EKG yang menunjukkan hipokalemia pada berbagai
tingkatan keparahannya:

18
2.1.5. Diagnosis Hipokalemia

Anamnesis mengenai riwayat muntah berulang dan pemakaian obat-


obatan diuretik terkadang menyulitkan namun harus disingkirkan. Pertama-
tama pastikan bahwa pseudohipokalemia disingkirkan. Pseudohipokalemia
terjadi karena ambilan kalium oleh leukosit-leukosit abnormal, biasanya
ditemukan pada penderita leukemia. Kedua, pertimbangkan mengenai apakah
kemungkinan terjadi redistribusi kalium dari ekstra ke intrasel atau tidak yang
bertanggungjawab atas kejadian hipokalemia. Jika kedua hal diatas tidak
mungkin, maka pertimbangkan apakah pasien memiliki riwayat diet rendah

19
kalium atau tidak. Jika tidak ada masalah, maka kemungkinan terjadi
eliminasi kalium dari kulit, traktus intestinal atau dari ekskresi ginjal.
Pengeluaran kalium lewat keringat dapat ditegakkan melalui anamnesis,
apakah pasien sudah lama terpajan dan beraktivitas dibawah lingkungan yang
panas dan kering sehingga mudah berkeringat banyak. Riwayat diare, muntah
berulang, riwayat penggunaan suction nasogastrik juga harus digali untuk
mengkonfirmasi adakah kemungkinan deplesi kalium lewat traktus
gastrointestinal atau tidak, namun, bagaimana pun pemeriksaan feses lengkap
perlu dilakukan untuk menyokong diagnosis. Jika tidak mungkin, maka perlu
adanya dugaan pengeluaran kalium lewat ginjal. Deplesi kalium lewat ginjal
yang paling lazim terjadi adalah penggunaan lama obat-obatan diuretik, juga
adanya riwayat sakit liver, jantung, atau sindroma nefrotik yang
menyebabkan terjadinya hiperaldosteronisme sekunder perlu ditanyakan.
Penyebab-penyebab yang jarang lainnya mengenai kehilangan kalium lewat
ginjal adalah RTA, ketoasidosis diabetikum. Yang terakhir adalah penyebab
hipokalemia karena hiperaldosteronisme primer. Skema berikut
memperlihatkan evaluasi diagnostik pasien dengan hipokalemia.1

2.1.6. Koreksi Hipokalemia

Hipokalemia secara umum dapat ditatalaksana dengan cara mengoreksi


sesuai proses penyakit yang diduga, misalnya diare, atau dengan usaha
memutuskan konsumsi obat-obatan yang berhubungan dengan hipokalemia,
misalnya thiazid diuretik atau loop diuretik, dikombinasikan dengan
suplementasi KCl oral. Bagaimanapun koreksi hipokalemia tidak dapat
berhasil pada keadaan hipomagnesemia dimana kedua keadaan tersebut juga
harus dikoreksi. Hipomagnesemia yang dapat menyebabkan deplesi kalium
juga, sebaiknya dilakukan koreksi terhadap kadar magnesium terlebih dahulu
serta evaluasi rutin kadar magnesium darah. Resiko hipokalemia harus
seimbang dengan resiko terapi yang akan diberikan. Resiko yang paling
diperhatikan sebaiknya pada resiko yang berhubungan dengan
kardiovaskuler, terutama koreksi yang agresif, yang menyebabkan fibrilasi
ventrikel oleh karena hiperkalemia. Terkadang, koreksi yang tidak tepat untuk

20
hipokalemia dapat menyebabkan efek kardiovaskuler yang lebih parah.
Kondisi yang membutuhkan keadaan-keadaan emergensi jarang didapatkan.
Biasanya pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dan diketahui
memiliki riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, atau sedang dalam
terapi digitalis. Pada keadaan-keadaan seperti itu masih mungkin diberikan 5
– 10 mEq dalam 15 – 20 menit, agar dapat meningkatkan kadar kalium
sampai diatas 3,0 mEq/liter. Setelah itu pasien perlu diawasi lengkap dengan
EKG untuk menurunkan resiko hiperkalemia.

Pada beberapa kondisi, pilihan untuk diberikannya pengobatan secara


parenteral atau oral tergantung dari kemampuan pasien untuk dapat makan
obat oral atau tidak, dan tidak ada gangguan fungsi pencernaan. Pada banyak
kasus, seperti pasien dengan infark miokard, paralisis, dan ensefalopati
hepatikum dengan aman dapat mengkonsumsi secara oral. KCl (Kalium
klorida) yang diberikan melalui injeksi intravena, koreksi dapat terjadi jika
diberikan pada dosis KCl 10 mEq/jam. Bagaimanapun, terapi koreksi
hipokalemia sebaiknya diberikan secara oral jika mungkin. Pada pasien non-
diabetes, infus atau cairan parenteral dengan dekstrosa akan menstimulasi
sekresi insulin dalam tubuh, yang kemudian menyebabkan redistribusi kalium
dari ekstrasel ke intra sel, sehingga justru secara paradoks menyebabkan
hipokalemia. Pada banyak kasus, KCl secara parenteral dapat dicampur
dengan cairan parenteral normal saline. Jika KCl yang dibutuhkan banyak
(konsentrasinya besar), maka KCl diberikan dengan dosis normal saline
sebagian untuk mencegah terjadinya hipertonisitas.

Biasanya koreksi hipokalemia secara oral mendatangkan hasil yang


baik pada pasien. Pasien hipokalemik karena pemakaian diuretik, sebaiknya
dipertimbangkan kebutuhan diuretik untuk pasien tersebut. Jika penggunaan
diuretik masih harus dilanjutkan, maka perlu adanya pertimbangan untuk
menggunakan diuretik dengan potassium-sparing, seperti amiloride,
triamterene, atau spironolakton. Jika perlu, penambahan agen beta bloker atau
Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI) dapat menjadi tambahan
dalam rangka mempertahankan kadar kalium yang ada di dalam plasma.1

21
2.2. PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA (PPH)

2.2.1. Pendahuluan

Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan salah satu spektrum


klinis akibat hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara
akut ke dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi
secara familial atau didapat. PPH didapat bisa ditemui pada keadaan
tirotoksikosis, disebut thyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentuk PPH
familial disebut familial hypokalemic periodic paralysis. Periodik paralisis
merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai salah
satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan
ini ditandai dengan terjadinya suatu kelemahan episodik tiba-tiba yang
disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisis ini dapat
terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.6

2.2.2. Epidemiologi
Familial hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik
hipokalemik familial, PPHF) merupakan kelainan yang diturunkan secara
autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau paralisis flaksid
akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular
otot rangka. Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP/ PPH) jarang terjadi
tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000.1,2
HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3 - 4 : 1.2.
Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1 – 20 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 15 – 35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.2
Sindroma paralisis hipokalemi disebabkan oleh penyebab yang
heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi
dan kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial
atau disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer. Bila gejala-gejala dari
sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat
sembuh dengan sempurna.2,3,6

22
2.2.3. Definisi
Periodik paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan
kadar kalium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat
serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot
skeletal. Pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5 – 3 mEq/L, dan
hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L.6

2.2.4. Etiologi dan Patofisiologi


Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik
dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai
peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung,
saraf, dan otot lurik.2,3
Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama
intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang
memerlukan energi. Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut
terutama berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal.
Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar
sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi
dari sel – sel yaitu tidak berfungsinya membran sel yang tidak eksitabel, yang
akan menyebabkan timbulnya keluhan – keluhan dan gejala – gejala
sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium.3,4
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 – 150 mEq/L dan ekstrasel
adalah 3,5 – 5,5 mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat
bertahan, tergantung pada metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam
sel adalah elektronegatif dan terdapat membran potensial istirahat kurang
lebih sebesar -90 mvolt.

23
Hipokalemia dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut:

Setelah olah raga


Pada saat olah raga jaringan melepaskan kalium yang meningkatkan
konsentrasi lokal kalium. Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah,
dimana hal tersebut akan menghalangi treshold sistemik dari kalium itu
sendiri akibat vasodilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan sel dan rhabdomiolisis.

Hiperinsulinemia
Insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita,
karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat
serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke
dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.5

Obat-obatan tertentu
Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling
sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan
ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan.
Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan
perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi
pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya
hipokalemia. Tabel berikut menyajikan beberapa obat yang sementara
ditemukan dapat menginduksi kejadian hipokalemia.7

24
Sindroma Cushing
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar
hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang
menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar.4

Asupan yang kurang


Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium
banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari.4 Asupan K+ normal adalah 40
— 120 mmol/hari. Umumnya ini berkurang pada pasien bedah yang sudah
anoreksia dan tidak sehat.6

Kehilangan kalium
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika
konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang
tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui
saluran pencernaan (karena diare, muntah, menstruasi).1,2,6,7

25
Kelainan genetik otosomal dominan
Hipokalemia periodik paralisis (HypoPP) merupakan bentuk umum dari
kejadian periodik paralisis yang diturunkan. Dimana kelainan ini diturunkan
secara autosomal dominan.3,4 Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis
hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada
kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama
dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-
kontraksi otot.4,5 Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen
dari kelainan HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen
ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot skeletal
secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini
dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya
Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi
sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan
ini kejadiannya lebih rendah pada wanita dibanding pria. 1,3 Pada wanita yang
memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan
sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.8

Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat
untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.
Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh
retikulum sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-
plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule).
Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi
beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion
tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan
kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala
yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal.
Defek pada kanal ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun
mekanismenya belum diketahui, defek ini dapat meningkatkan eksitasi
elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat

26
menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi
listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.3

2.2.5. Gejala Klinis


Gejala biasanya muncul pada kadar kalium serum <2,5 mEq/L. Sebagai
gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan: 3,5
- Mual dan muntah
- Diare
- Poliuria
- Fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan
namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan
kelemahan.
- Nyeri otot/kram
- Kelemahan otot-otot skeletal
- Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai
biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan, dapat juga terjadi
sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang
kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai. Otot-otot lain yang
jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah,
pharing, laring, diafragma, namun pada kasus tertentu kelemahan ini
dapat saja terjadi.
- Tidak ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan
dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah
- Jantung berdebar-debar

2.2.6. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik ditemukan: 1,2,3,4,5,7
o Refleks tendon menurun
o Kelemahan anggota gerak
o Kekuatan otot menurun
o Rasa sensoris masih baik
o Aritmia jantung

27
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Kadar elektrolit serum dan urin

i. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L


berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti
kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.6

ii. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan


otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari
tungkai.

2. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat
terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan
miogobinuria.

3. Fungsi ginjal

4. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel


menyebabkan kalium berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel
tubuh.
5. pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
a. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan
pergeseran K+ ke dalam sel.

6. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder


hipokalemia.
7. EKG dan EMG1

2.2.8. Penatalaksanaan

Koreksi hipokalemia
Koreksi hipokalemia pertama-tama dihitung berdasarkan rumus berikut:

28
29
Rute pemberian kalium yaitu dapat peroral atau injeksi intravena.

Oral. KCl merupakan suplemen oral yang efektif. Dapat diberikan sebagai liquid
( rasanya tidak enak) atau pil. Kalium yang terdapat pada makanan kurang begitu
efektif dibanding suplemen KCl oral.

IV. Dapat secara cepat meningkatkan kadar kalium. Mudah diberikan. Dapat
mengiritasi vena. Perlu hati-hati dalam memberikannya.

Dosis
Oral. Perlu dibatasi hingga 40 mEq dalam 4-6 jam.

IV10 mEq per jam dengan peripheral lines and 20 mEq perjam dengan central
lines.

Koreksi Magnesium

Hipokalemia tidak dapat dikoreksi apabila konsentrasi magnesium rendah,


sehingga perlu juga diperiksa kadar magnesium. Peran magnesium dalam fungsi
seluler adalah berperan dalam pertukaran ion kalsium, natrium dan kalium
transmembran pada fase depolarisasi dan repolarisasi, melalui aktivasi enzim Ca-
ATPase dan Na-ATPase. Defisiensi Mg akan menurunkan konsentrasi kalium
dalam sel dan meningkatkan konsentrasi Na dan Ca dalam sel yang pada akhirnya
mengurangi ATP intraseluler, sehingga Mg dianggap sebagai stabilisator
membrane sel. Magnesium juga merupakan regulator dari berbagai kanal ion.
Konsentrasi Mg yang rendah intraseluler membuat kalium keluar sel sehingga
mengganggu konduksi dan metabolisme sel. Pada pasien dengan hipomagnesium,
monitoring untuk serum magnesium yang ingin dicapai adalah antara 2 – 4
mmol/liter.2,3,4

30
BAB III

DISKUSI KASUS

HIPOKALEMIA

LITERATUR LAPORAN KASUS


Definisi
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi
kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L.
Hanya 2% dari kalium tubuh yang berada
di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium
Pada kasus didapatkan hasil
serum tidak mencerminkan kalium tubuh
pemeriksaan Kalium 1,6 mmol/L
total. Lagipula, pH darah mempengaruhi
kadar kalium serum. Untuk setiap
penurunan pH sebanyak 0,1 unit, kalium
serum meningkat sebanyak 0,5 mEq/L,
begitu juga sebaliknya.1,2,3
Etiologi
Hipokalemia disebabkan oleh satu dari
yang berikut ini:
1). Intake yang berkurang,
- Kelaparan/puasa
- Geofagia
2). Pengeluaran yang banyak
- Non-renal
- Diare
- Berkeringat
-Renal
- Aliran ke tubulus distal Penyebab hipokalemia pada pasien
meningkat : diuretik, diuresis tidak diketahui, namun berdasarkan
osmotik. anamnesis terhadap kebiasaan sehari-
- Sekresi kalium meningkat 
kelebihan mineralkortikoid hari pasien adalah pasien biasa
(hiperaldosteronisme primer bekerja di kebun dan pasien sering
dan sekunder, hyperplasia mengangkut hasil kebun untuk
adrenal kongenital, sindroma

31
Cushing, sindroma Bartter, kemudian di jual ke pasar pada siang
konsumsi tembakau, hari, pasien juga jarang
karbenoksolon.
mengkonsumsi air mineral saat
Lain-lain : amfoterisin B,
bekerja, dan buah-buahan. Sehingga
sindroma Liddle,
penyebab diduga dari berkeringat
hipomagnesemia
yang banyak namun intakenya kurang
3). Perpindahan kalium ke sel akibat
alkalosis.

Hipokalemia sedang dapat disebabkan


oleh kurangnya asupan kalium dalam
makanan sehari-hari.
Gejala Klinis
Manifestasi klinis hipokalemia sangat
bervariasi di tiap-tiap individu, dan
keparahannya tergantung dari derajat
hipokalemia yang terjadi. Gejala biasanya
jarang terlihat jelas kecuali pada
konsentrasi kalium <3 mmol/L. Fatigue,
mialgia, dan kelemahan otot pada
ekstrimitas inferior merupakan keluhan
yang lazim dan disebabkan oleh potensial
membran istirahat yang dalam (hampir
negative). Parastesia dan menurunnya
refleks tendon dalam adalah tanda-tanda
lainnya. Keparahan lebih lanjut dari
hipokalemia dapat menyebabkan
kelemahan progresif, hipoventilasi oleh
Pasien mengalami fatigue, kelemahan
karena keterlibatan otot pernapasan, dan
otot ekstremitas dan perubahan
akhirnya terjadi paralisis komplit. Fungsi
gambaran EKG.
otot polos juga akan terganggu dan
dimanifestasikan sebagai ileus paralitik
dan distensi abdomen (kembung).

32
Perubahan gambaran EKG terhadap
hipokalemia disebabkan karena
repolarisasi ventrikel yang
berkepanjangan (delayed) dan tidak
terlalu berhubungan dengan konsentrasi
kalium plasma. Perubahan dini yang
terjadi ialah berupa gelombang T
mendatar atau inverse, gelombang U
yang nyata, dan depresi segmen ST, serta
interval QU memanjang. Deplesi kalium
yang berat menyebabkan interval PR
memanjang dan kompleks QRS yang
melebar, dan adanya resiko terjadi
perubahan kepada aritmia ventrikel,
terutama pada pasien dengan riwayat
infark miokard atau hipertrofi ventrikel
kiri. Hipokalemia juga dapat
meningkatkan toksisitas obat digitalis
akibat peningkatan kepekaan oleh deplesi
kalium. Penyebab hipokalemia biasanya
jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu
dilakukan pemantauan dengan
pemeriksaan EKG, gejala dan tanda
hipokalemia, serta kadar kalium serum.1,2
Penatalaksanaan

Hipokalemia secara umum dapat


ditatalaksana dengan cara mengoreksi
sesuai proses penyakit yang diduga,
misalnya diare, atau dengan usaha
memutuskan konsumsi obat-obatan yang
berhubungan dengan hipokalemia,

33
misalnya thiazid diuretik atau loop
diuretik, dikombinasikan dengan
suplementasi KCl oral. Pada beberapa
kondisi, pilihan untuk diberikannya
pengobatan secara parenteral atau oral
tergantung dari kemampuan pasien untuk
dapat makan obat oral atau tidak, dan
tidak ada gangguan fungsi pencernaan.
Pada banyak kasus, seperti pasien dengan
infark miokard, paralisis, dan ensefalopati
hepatikum dengan aman dapat Pasien mendapatkan IVFD Nacl 0,9%
mengkonsumsi secara oral. KCl (Kalium + KCL 60 meq
klorida) yang diberikan melalui injeksi
intravena, koreksi dapat terjadi jika
diberikan pada dosis KCl 10 mEq/jam.
Bagaimanapun, terapi koreksi
hipokalemia sebaiknya diberikan secara
oral jika mungkin. Pada pasien non-
diabetes, infus atau cairan parenteral
dengan dekstrosa akan menstimulasi
sekresi insulin dalam tubuh, yang
kemudian menyebabkan redistribusi
kalium dari ekstrasel ke intra sel,
sehingga justru secara paradoks
menyebabkan hipokalemia. Pada banyak
kasus, KCl secara parenteral dapat
dicampur dengan cairan parenteral
normal saline. Jika KCl yang dibutuhkan
banyak (konsentrasinya besar), maka KCl
diberikan dengan dosis normal saline
sebagian untuk mencegah terjadinya
hipertonisitas.

34
Biasanya koreksi hipokalemia secara oral
mendatangkan hasil yang baik pada
pasien. Pasien hipokalemik karena
pemakaian diuretik, sebaiknya
dipertimbangkan kebutuhan diuretik
untuk pasien tersebut. Jika penggunaan
diuretik masih harus dilanjutkan, maka
perlu adanya pertimbangan untuk
menggunakan diuretik dengan potassium-
sparing, seperti amiloride, triamterene,
atau spironolakton. Jika perlu,
penambahan agen beta bloker atau
Angiotensin converting enzyme inhibitors
(ACEI) dapat menjadi tambahan dalam
rangka mempertahankan kadar kalium
yang ada di dalam plasma.1

35
36
DAFTAR PUSTAKA

1. Longo, DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. Harrison’s manual of medicine.
18th ed. United States; McGraw-Hill Companies; 2013.p.10-20
2. Wilson LM. Gangguan volume, osmolalitas, dan elektrolit cairan. Dalam:
Price SA, Wilson LM, ed. Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, et al, terj.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 64th ed. Jakarta: EGC;
2005.p.342-4
3. Huether SE. Fluids and electrolytes, acids and bases. In: Huether SE,
McCance LA. Understanding pathophysiology. 5th ed. United States:
Elsevier; 2008.p.106-8
4. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier
RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 137-64.
5. Lang F. Ginjal, keseimbangan air dan garam. Dalam: Sibernagl L, Lang F,
ed. Setiawan I, Muchtar I, terj. Teks dan atlas berwarna patofisiologi.
Jakarta: EGC;2006.p.94-9
6. Venace SL, Cannon SC, Fialho D, Fontain B, Hanna MG, Ptacek LJ. The
primary periodic paralysis: diagnosis, pathogenesis, and treatment. Brain.
2006;129:8-17
7. Hypokalemia periodic paralysis [Internet]. 2011 [cited 2011 Apr 20].
Available from: http://www.hkpp.org.
8. Stemberg D, Maisonobe T, Jurkat RK, Nicole S, Launay E, Chauveau D,
et al. hypokalaemic periodic paralysis type 2 caused by mutations at codon
672 in the muscle sodium channel gene SCN4A. Brain. 2011;124:1091-9.

37
38

Vous aimerez peut-être aussi