Vous êtes sur la page 1sur 18

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2017

UNIVERSITAS HALU OLEO

MENINGITIS TUBERKULOSIS PADA ANAK

Oleh :

Ade Putra Saalino

K1A2 12 066

Pembimbing :

dr. Hasniah Bombang, M.Kes, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTRAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2016
MENINGITIS TUBERKULOSIS PADA ANAK

Ade Putra Saalino, Hasniah Bombang

I. PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang

menyebabkan 1,4 miliar kematian setiap tahunnya. TB disebabkan oleh

kuman Mycobacterium Tuberkulosis yang menyebabkan infeksi primer di

paru juga dapat menyerang organ lain seperti otak, hepar, ginjal, kelamin,

saluran cerna dan tulang vertebra.1 Tuberkulosis masih merupakan penyakit

penting sebagai penyebab morbiditas, mortalitas, dan tingginya biaya

kesehatan. Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta

diantaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta

adalah anak usia <15 tahun. Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75%

didapatkan di dua puluh dua negara dengan beban TB tinggi (high burden

countries). Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada

anak berkisar antara 3% sampai >25%.2

Terjadinya penyakit TB tergantung pada sistem imun untuk menekan

multiplikasi kuman. Kemampuan tersebut bervariasi sesuai dengan usia, yang

paling rendah adalah pada usia yang sangat muda. HIV dan gangguan gizi

menurunkan daya tahan tubuh; campak dan batuk rejan secara sementara

dapat mmengganggu sistem imun. Dalam keadaan seperti ini penyakit TB

lebih muda terjadi. Tuberkulosis seringkali menjadi berat apabila lokasinya di

paru, selaput otak, ginjal atau tulang belakang. Bentuk penyakitnya ringan
bila lokasinya di kelenjar limfe leher, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,

abdomen, telinga, mata dan kulit.3

Meningitis tuberkulosis, merupakan salah satu bentuk TB pada sistem

saraf pusat yang sering ditemukan pada anak. Bila tidak diobati dengan jelas

maka akan menyebabkan gejala sisa neurologis permanen, bahkan dapat

menyebabkan kematian.4,5

II. DEFINISI

Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi

Tuberkulosis Primer. Secara histologik meningitis tuberkulosis merupakan

meningo-ensefalitis tuberkulosis dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan

susunan saraf pusat.6

III. EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO sepertiga penduduk dunia telah tertular TB, pada tahun

2000 lebih dari 8 juta penduduk dunia menderita TB aktif. Penyakit TB

bertanggung jawab terhadap kematian hampir 2 juta penduduk setiap tahun,

sebagian besar terjadi di negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa

TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian

pada anak dan orang dewasa. 2

Meningitis tuberkulosis terjadi pada satu dari 300 infeksi tuberkulosis

pada anak yang tidak diobati atau sekitar 0,3%. Meningitis tuberkulosis

menyerang semua usia, namun insisden tertinggi terjadi pada usia 6 bulan-5

tahun. Hampir tidak ada kasus yang ditemukan pada bayi usia <3 bulan
karena perjalanan penyakit ini membutuhkan waktu beberapa bulan sampai

menimbulkan gejala. Insiden antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda

pada anak-anak dibawah 20 tahun. Tingkat mortalitas adalah 10-20%

sementara morbiditas berupa gejala sisa neurologi permanen mencapai 82%.4

IV. ETIOLOGI

M. Tuberkulosis Adalah basil gram negative, hidup secara obligat

aerob, tidak berspora dan tidak bergerak. Panjangnya 2-4 um, memiliki

dinding sel kaya lipid yang dapat melindungi bakteri dari serngan antibodi

dan komplemen. Tumbuh sangat pelan, butuh sekitar 3-6 minggu untuk dapat

mengisolasi bakteri dari spesimen klinis di agar lowenstein Jensen. Ciri khas

bakteri ini adalah tahan asam, yaitu kemampuan membentuk kompleks

mikolat berwarna kemerahan bila diwarnai dengan pewarna arilmetan dan

mempertahankan warnanya walau dicuci dengan etanol.4

V. PATOFISIOLOGI

Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi

tuberkulosa primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru

dan penyakit ini ditularkan dari orang ke orang terutama melalui partikel

droplet yang dikeluarkan oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk.

Partikel-partikel yang mengandung Mycobacterium tuberkulosis ini dapat

bertahan lama di udara atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam
paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas shingga

infeksi pertama biasanya terjadi pada paru-paru.7

Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam

ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi.

Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi

primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya

disebut “Ghon”. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening masuk

kedalam aliran darah sehingga terjadi penyebaran hematogen.7

Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon

imunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen

basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit

monokuler dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini organism

dapat mati, tapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian

terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain

mengelilingi jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya.7

Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang

yang sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan

jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah,

penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang

disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana respon

host masih cukup efektif tetapi kurang efisisen akan timbul fokus perkijuan

yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang
dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki risiko 10% untuk berkembang

menjadi tuberkulosis aktif.7

Reaktivasi dari fokus perkijuan akan terjadi bila daya tahan tubuh host

menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijauan akan

melunak dan mengalami peencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan

pecah lalu melepaskan organism dan produk-produk antigen ke jaringan

disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan diatas terjadi pada sususnan

saraf pusat maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.7

Fokus tuberkel yang berlokasi di permukaan otak yang berdekatan

dengan ruang subarachnoid dan terletak pada sub ependimal disebut sebagai

“Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan

pelepasan basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang subaraknoid atau

sistem ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.7

VI. GAMBARAN KLINIS

Gejala dan tanda meningitis tuberculosis dibagi menjadi 3 fase yaitu

1. Fase Prodormal

Fase prodormal berlangsung 2-3 minggu. Permulaan penyakit ini bersifat

subakut, sering tanpa demam atau hanya kenaikan suhu ringan atau

hanya dengan tanda-tanda infeksi umu, muntah-muntah, tidak ada nafsu

makan, murung, berat badan menurun, cengeng, tidur terganggu, gejala

ini lebih sering pada anak kecil. Sedangkan anak yang lebih besar
mengeluh nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, obstipasi, muntah-muntah

dan pola tidur terganggu.6

2. Fase meningitik

Gejala-gejala terlihat lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal

terutama pada anak kecil dan bayi. Tanda tanda rangsang meningeal

mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku dan timbul opistotonus,

terdapat peningkatan tekanan intracranial, ubun-ubun menonjol, muntah

lebih hebat, nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif yang

menyebabkan anak berteriak dan menangis dengan nada khas yaitu

meningeal cry, kesadaran menurun dan gangguan saraf.6

3. Fase Paralitik

Dalam fase ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan

oleh terganggunya regulasi pada ensefalon. Pernapasan dan nadi juga

tidak teratur dan terdapat gangguan pernapasan dalam bentuk

chynestokes atau kusmaul. Gangguan miksi berupa retensi atau

inkontinesia urin dan didapatkan gangguan kesadaran makin menurun

sampai koma yang dalam. Pada fase ini pasien dapat meninggal dunia

dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengbobatan sebagaimana

mestinya.6

VII.DIAGNOSIS

Meskpun identifikasi yang lebih dini dan cepat pada MTB sangat

penting untuk keberhasilan terapi, tetapi di sebagian besar kasus, diagnosis


seringkali terlambat. Tanda-tanda awal dengan gejala penyakit yang non-

spesifik dengan kecurigaan terhadap MTB biasanya hanya muncul beberapa

hari atau minggu setelah onset penyakit dan tidak pula berbeda pada anak-

anak yang telah atau belum di vaksinasi dengan Bacille Calmette-Guerin.

Demam, sakit kepala, tidak nafsu makan, dan muntah merupakan gejala

prodorma penyakit pada anak-anak yang lebih tua, sedangkan gagal tumbuh

dan kurang nafsu makan, muntah, dan gangguan tidur lebih umum pada anak

yang lebih muda. MTB lebih mudah dicurigai bila terdapat riwayat kontak

dengan pederita TB, setelah hari pertama penyakit, manifestasi neurologis

yang relevan dapat terjadi, seperti kelumpuhan saraf kranial.8

Untuk memungkinkan kita mendiagnosis MTB memerlukan tanda-

tanda dan gejala meningitis yang dihubungankan dengan klinis, CSF, dan

gambaran radiologis yang mengindikasikan infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Pada TB extraparu dengan pemeriksaan CNS dapat

berkontribusi dalam menentukkan diagnosis yang mungkin.

Menurut Marais et al pada tabel dibawah ini, diagnosis kemungkinan

meningitis TB (probable) adalah apabila didapatkan skor antara 10 sampai 12

sedangkan diagnosis mungkin bisa meningitis TB (possible) jika skor di atas

6 di bawah 10.8
Anamnesis

Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,

nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan

nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang, penurunan

kesadaran adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis. Pada neonatus,

gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi

malas minum, letargi, distress pernafasan, muntah, diare, hipotermia.

Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika

tidak memungkinkan untuk autoanamnesa.


Pemeriksaan Penunjang

Gene Expert

Gene Xpert adalah tes baru untuk tuberkulosis. Hal ini dapat

mengetahui apakah seseorang terinfeksi TB, dan juga jika bakteri TB dari

orang yang memiliki ketahanan terhadap salah satu obat TB umum,

rifampisin. Bertentangan dengan tes yang ada saat ini, ia bekerja pada tingkat

molekuler untuk mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis. Ini berarti

bahwa ia tidak menggunakan mikroskop tapi semacam tes kimia untuk

mencari bakteri TB. Tes ini juga disebut Xpert MTB / RIF (Mycobacterium

tuberculosis dan rifampisin). Gene Xpert adalah mesin yang dapat

mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dalam sampel dahak. Seseorang

yang diduga menderita TB perlu memberikan contoh dahak, dalam tabung

kecil. Dari tabung, sampel dimasukkan ke dalam mesin, dan kemudian reaksi

biokimia yang mulai untuk melihat apakah sampel mengandung bakteri TB.

Mesin mencari Deoxyribonucleic acid (DNA) spesifik untuk bakteri TB. Jika

ada bakteri TB dalam sampel, mesin akan mendeteksi DNA mereka dan

secara otomatis kalikan. Teknik ini disebut PCR (polymerase chain reaction),

dan mungkin mesin untuk juga melihat struktur gen. Hal ini penting untuk

mendeteksi jika bakteri TB telah mengembangkan resistensi terhadap obat.

DNA dari bakteri TB adalah, dengan cara, seperti string panjang warna yang

berbeda. Jika salah satu atau lebih dari perubahan warna jika ada mutasi pada

DNA , maka bakteri bisa menjadi resisten terhadap obat TB tertentu. Gene

Xpert dapat menguji resistensi terhadap salah satu obat TB yang paling
umum, rifampisin. Ini berarti bahwa hal itu dapat memberitahu kita dua hal

yaitu, apakah seseorang memiliki TB, dan apakah penderita TB tersebut telah

dapat diobati dengan rifampisin. Tes ini sangat cepat dan hanya

membutuhkan waktu sekitar dua jam dan lebih cepat daripada tes TB

lainnya.12

Pungsi Lumbal

Diagnosis pasti meningitis TB dapat dibuat hanya setelah dilakukan

pungsi lumbal pada pasien dengan gejaladan tanda penyakitdi sistem saraf

pusat (defisit neurologis), basil tahan asam positif dan atau M. tuberculosis

terdeteksi menggunakan metode molekular dan atau setelah dilakukan

kulturcairan serebrospinal(CSF). Namun segala metode untuk memastikan

sebuah diagnosis meningitis TB ini memiliki resiko memperlambat terapi

inisiasi. Kultur memerlukan 2 sampai 3 minggu untuk mendapatkan hasil.

Deteksi mikroskopik untuk basil tahan asam dan isolasi kultur memiliki

sensitivitas rendah. Metode molekular yang paling baru juga memiliki

sensitivitas dan spesifitas yang rendah namun dapat digunakan untuk

mengetahui konsentrasi bakteri yang berada di CSF sehingga dapat menjadi

pertimbangan untuk mengevaluasi respon terapi.2,

Pada meningitis TB, sering ditemukan glukosa pada cairan

serebrospinalis di bawah 5 mg/dl dengan warna yang jernih, hitung jenis sel

darah putih menunjukkan peningkatan limfosit sebesar 50% atau lebih pada

50 sampai 500 per µL sel darah putih di dalam cairan serebrospinalis.

Kandungan protein diatas 1 g/L dan glukosa kurang dari 2.2 mmol/L. Namun
pada beberapa kasus bisa ditemukan hasil penemuan laboratorium yang

berbeda. Untuk meyakinkan diagnosis meningitis TB, tes cairan

serebrospinalis lain baru-baru ini telah dikembangkan. Salah satunya adalah

evaluasi adenosine deaminase activity (ADA), pengukuran interferon-gamma

(IFN-ɣ) yang dikeluarkan oleh limfosit, deteksi antigen dan antibodi bakteri

M. tuberculosisdan immunocytochemical stainingof mycobacterial antigens

(ISMA) pada sitoplasma makrofag CSF.2,8

Tes aktivitas ADA merupakan rapid test yang menampilkan proliferasi

dan diferensiasi limfosit sebagai hasil dari aktivasi imunitas yang diperantarai

sel (cell-mediated immunity) terhadap infeksi bakteri M.tuberculosis.

Aktivitas ADA tidak dapat membedakan meningitis TB dengan meningitis

bakterial lainnya, tapi aktivitas dari ADA dapat menjadi informasi tambahan

yang berguna untuk menyingkirkan diagnosis meningitis yang diakibatkan

selain bakteri. Nilai ADA dari 1 sampai 4 U/L (sensitivitas >93% dan

spesifitas <80%) dapat membantu eksklusi diagnosis meningitis TB. Nilai >8

U/L (sensitivitas 59%dan spesifitas >96%)dapat membantu menegakkan

diagnosis meningitis TB(p<0.001). Namun, nilai diantara 4 dan 8 U/L

insufisien untuk mengonfirmasi atau mengeksklusi diagnosis meningitis

TB(p=0.07). Hasil positif palsu juga bisa ditemukan pada pasien dengan

infeksi HIV.2,11

Pengukuran IFN-ɣ yang dikeluarkan oleh limfosit yang terstimulasi

oleh antigen bakteri M. Tuberculosis telah diakui lebih akurat dibandingkan

dengan skin-testing untuk mendiagnosis infeksi TB laten dan sangat berguna


untuk mendiagnosis TB ekstrapulmoner. Namun, sensitivitas dan spesifitas

tes bervariasi menurut asal atau sumber infeksi primernya. Telah dilaporkan

kegagalan tes pengukuran IFN-ɣ ini diakibatkan oleh kematian limfosit yang

cepat ketika distimulasi dengan antigen M. tuberculosis ex vivo sehingga

hasil tes dapat ditemukan negatif meskipun sesungguhnya telah terdapat

infeksi TB.2,11

Penggunaan tes ISMA pada sitoplasma makrofag CSF berdasarkan

asumsi bahwa pada stase inisial infeksi terjadi fagositosis basil TB oleh

makrofag dan pada stase selanjutnya basil TB tersebut berkembangdan

bertambah di dalam makrofag. Hasil tes yang positif mengindikasikan bahwa

terdapat isolat bakteri TB di dalam CSF. Pada studi terbaru di dapatkan

sensitivitas 73.5% dan spesifitas 90.7% dengan nilai prediksi positif dan

negatif sebesar 52.9% dan 96% berturut-turut.2,11

VIII. PENATALAKSANAAN

Paduan obat anti tuberkulosis (OAT) untuk anak menurut Program

Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :


Sumber : Petunjuk Teknis Manajemen Tb Anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesi. 2013

Sumber : Petunjuk Teknis Manajemen Tb Anak. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesi.2013

Meningitis Tuberkulosis diterapi 12 bulan dan juga mengikuti konsep

pengobatan tuberkulosis secara umum, yaitu :

Fase intensif : fase ini berlangsung selama 2 bulan, menggunakan 4 atau 5

obat antituberkulosis (OAT), yaitu isoniazid (INH), Rifampisin (RIF),

Pirazinamid (PZA), etambutol (E), dan streptomisin (STM). Streptomisin


diberikan jika terdapat resistensi OAT. Fase lanjutan : fase ini berlangsung

selama 10 bulan berikutnya, menggunakan 2 obat OAT, yakni INH dan RIF.

Pada kasus TB tertentu seperti meningitis TB, diberikan kortikosteroid

(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis

maksimal prednison adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah

2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu

yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi

dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.5

Kortikosteroid dapat digunakan untuk pengelolaan beberapa bentuk

komplikasi dari TB, misalnya tuberkulosis meningitis. Kortikosteroid telah

terbukti meningkatkan kelangsungan hidup dan mengurangi morbiditas dalam

terapi meningitis TB sehingga direkomendasikan pada semua kasus

meningitis tuberkulosis. Prednison merupakan jenis kortikosteroid yang

paling sering digunakan, dosis yang digunakan 2 mg / kg sehari, dan

dinaikkan menjadi 4 mg / kg sehari pada kasus anak-anak dengan prognosis

yang kurang baik, dengan dosis maksimal 60 mg / hari selama 4 minggu.

Selanjutnya dosis dikurangi secara bertahap “tappering off” selama 1-2

minggu sebelum berhenti.

Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan

keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/

FDC. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket
KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H)

50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg

dan H 50 mg dalam satu paket.

IX. PROGNOSIS

Prognosis dari Meningitis tuberculosa sangat tergantung pada status

neurologis, pengobatan harus dimulai segera setelah diagnosis dicurigai.

Keterlambatan dalam pengobatan dapat memperburuk hasil. Berbagai

penelitian kasus menunjukkan tingkat kematian dari 7%-65% di negara-

negara maju, dan sampai 69% didaerah tertinggal.15

Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien

didiagnosis dan terapi. Bila meningitis tidak diobati, prognosisnya jelek.

Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Prognosisnya ditentukan

oleh kapan pengobatan dimulai dan pada stadium berapa, umur penderita juga

mempengaruhi prognosisnya.15
DAFTAR PUSTAKA

1. Philip N, William T, Jhon DV. 2015. Diagnosis Of Tuberculous Meningitis:


Challenges And Promises. Malaysia J Pathol, Vol 3, No. 1: Malaysia: hal. 1-9.
2. Cissy B, Kartasasmita. 2009. Epidemiologi Tuberkulosis: Sari Pediatric, Vol 1,
No. 2 : Bandung.
3. World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di
Rumah Sakit, Jakarta: Depertamen Kesehatan Republik Indonesia & World
Health Organization.
4. Arif, M. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi III, Jakarta: Medica Aesculapius
FKUI.
5. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013.
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
6. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia dan Gadjah Mada University Press.
7. Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny A. Dengan Gangguan Sistem Persarafan:
Meningitis Tuberkulosis di Ruang 19A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.
http://www.scribd.com/doc/56867229/Askep-Menser diakses tanggal 21
Desember 2016.
8. Principi N, Esposito S. 2012. Diagnosis And Therapy Of Tuberculous Meningitis
In Children. Tuberculosis Vol 92. Italy: Elsevier: hal 377-383.
9. Tuon FF, Higashino HR, Lopes MI, Litvoc MN, Atomiya AN, Antonangelo L, et al.
2010. Adenosine deaminase andtuberculous meningitisea systematic review with
meta-analysis.Scand J Infect Dis Vol 42
10. Corral I, Quereda C, Navas E, Martín-Dávila P, Pérez-Elías MJ, Casado JL, et al.
2004. Adenosine Deaminase Activity In Cerebrospinal Fluid Of HIV-Infected
Patients: Limited Value For Diagnosis Of Tuberculous Meningitis. Eur J Clin
Microbiol Infect Dis Vol. 23.
11. Liao CH, Chou CH, Lai CC, Huang YT, Tan CK, Hsu HL, et al. 2009. Diagnostic
Perfor-Mance Of An Enzyme-Linked Immunospot Assay For Interferon-Gamma In
Extrapulmonary Tuberculosis Varies Between Different Sites Of Disease. J Infect
Vol 59.
12. Simmons CP, Thwaites GE, Quyen NT, Chau TT, Mai PP, Dung NT, et al. 2005.
The Clinical Benefit Of Adjunctive Dexamethasone In Tuberculous Meningitis Is
Not Associated With Measurable Attenuation Of Peripheral Or Local Immune
Responses. J Immunol Vol. 175.
13. Sumi MG, Mathai A, Reuben S, Sarada C, Radhakrishnan VV. 2009.
Immunocytochemical Method For Early Laboratory Diagnosis Of Tuberculous
Meningitis. Clin Diagn Lab Immunol Vol 9.
14. Shao Y, Xia P, Zhu T, Zhou J, Yuan Y, Zhang H, et al. 2011. Sensitivity And
Specificity Of Immunocytochemical Staining Of Mycobacterial Antigens In The
Cytoplasm Of Cerebrospinalfluid Macrophages For Diagnosing Tuberculous
Meningitis. J Clin Microbiol Vol 49.
15. Nastiti N, Rahajoe, dkk. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi