Vous êtes sur la page 1sur 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2016


UNIVERSITAS HALU OLEO

KISTA DUKTUS KOLEDOKUS

Oleh :

Ade Putra Saalino

K1A1 12 066

Pembimbing :

dr. H. Musyawarah, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTRAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama Pasien : An. WA

Umur : 8 Tahun 7 Bulan

Tanggal Lahir : 3 Juli 2008

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Morowali

Masuk Rumah Sakit : 03 Januari 2017

B. Anamnesis
Berdasarkan alloanamnesis dengan Ibu Pasien
Keluhan Utama: Kuning Seluruh Badan
Anamnesis Terpimpin
- Pasien masuk RS dengan keluhan kuning seluruh badan sejak 1 bulan lalu,
kuning seluruh tubuh disertai nyeri pada perut kanan atas.
- Mual (+) muntah (+) berisi makanan, cepat kenyang, sedikit makan. BAK
seperti warna teh, BAB susah (+).
- Demam (+), kejang (-) menggigil (-).
- Riwayat penyakit sebelumnya: pasien sering mengeluh nyeri pada perut
kanan atas
- Riwayat keluarga dengan keluhan kuning (-), kelainan darah (-)
- Riwayat pengobatan (+) obat penurun panas, Vitamin B
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Berat/Sadar/
BB : 23 kg
TB : 125 cm
Status gizi :

Tekanan Darah : 90/60 mmHg


Nadi : 110 kali/menit
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Ikterus : (+)
Turgor : Baik
Tonus : Baik
Busung/edema : (+)

Kepala
Bentuk : Normocephal, facies tiphosa (-)
Muka : Simetris kanan dan kiri
Rambut : Hitam, lurus dan tidak mudah tercabut
UUB : Menutup (+)
Mata : Konjungtiva anemis (-) Sklera ikterik (+)
Hidung : Sekret (-), Rinorhea (-)
Bibir : Kering (-)
Lidah : Kotor (-) Tepi Hiperemis (-), Tremor (-)
Telinga : Sekret (-/-), Otorrhea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-) Kaku kuduk (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, Retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Sela iga simetris kiri=kanan, massa tumor (-)
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler.
Bunyi tambahan : Rhonki(-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Pekak jantung (+)
Auskultasi : BunyiJantung I dan II murni regular, murmur (-), S3
gallop (-)

Kulit : Turgor baik, Scar BCG (+)


Tenggorokan/Tonsil : T1/T1 , Hiperemis (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas.
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-) massa tumor (-)
Perkusi : Tympani (+)

Limpa : Tidak teraba


Hati : Teraba 5 jari dibawah arcus costae
Konsistensi keras, permukaan rata, permukaan
cembung, nyeri tekan.
Kelenjar Limfe : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Alat kelamin : Tidak terdapat kelainan
Anggota Gerak : Tidak ada kelainan
Col. Vertebralis : Spondilitis (-), Skoliosis (-)
APR :+/+, kesan normal
KPR :+/+, kesan normal
Refleks Patologis : Tidak ditemukan

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
WBC : 9,79x103/µL
RBC : 3,96x106/µL
HGB : 10,1 gr/dl
PLT : 502x103/µL
2. Bilirubin
Total : 7,0 mg/dl
Direct : 4,58 mg/dl
Indirect 2,42 mg/dl
3. SGOT : 127 U/L
4. SGPT : 114 U/L
5. IgM Anti HAV : Non Reaktif
6. HBSAg : Non Reaktif
7. Anti HBSAG : Non Reaktif
8. Anti HCV : Non Reaktif
9. USG : Kista Koledokus DD Tumor Caput Pankreas
E. Ringkasan
Keluhan Utama: Kuning Seluruh Badan
Anamnesis Terpimpin:
- Pasien masuk RS dengan keluhan kuning seluruh badan sejak 1 bulan lalu,
kuning dari daerah wajah lalu ke seluruh badan, keluhan disertai nyeri pada
perut kanan atas.
- Mual (+) muntah (+) berisi makanan, cepat kenyang, sedikit makan. BAK
seperti warna teh, BAB susah (+).
- Demam (+), kejang (-) menggigil (-).
- Riwayat penyakit sebelumnya: pasien sering mengeluh nyeri pada perut
kanan atas
- Riwayat keluarga dengan keluhan kuning (-), kelainan darah (-)
- Riwayat pengobatan (+) obat penurun panas, Vitamin B
Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU: Sakit berat, sadar, gizi. BB : 23 kg TB :
125 cm. TD: 90/60 mmHg, Nadi: 110 kali/menit, Pernapasan 28 kali/menit,
Suhu: 386,50 C. Ikterik, sclera ikterik, Nyeri tekan epigastrium (+) hepar teraba
5 jari dibawah arcus costa.
Pada pemeriksaan lab didapatkan WBC : 9,79x103/µL, RBC : 3,96 x 106/µL,
HGB : 10,1 gr/dl, PLT : 502x103/µL, Bilirubin Total: 7,0 mg/dl, Direct :
4,58 mg/dl, Indirect : 2,42 mg/dl, SGOT: 127 U/L, SGPT: 114 U/L, IgM Anti
HAV : Non Reaktif, HBSAg : Non Reaktif, Anti HBSAG : Non Reaktif, Anti
HCV : Non Reaktif, USG: Kista Duktus Koledokus DD Tumor Caput Pankreas
F. DIAGNOSIS KERJA
Susp Kista Duktus Koledokus
G. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Tirah Baring
2. Medika Mentosa
IVFD D5% 20 TPM (makro)
Curcuma 2x1
Urdolf (Asam Ursodeoksikolat) 2x1
BAB II

ANALISIS KASUS

A. Definisi
Kista koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu baik
intrahepatik maupun ekstra hepatik, yang menyebabkan obtruksi biliaris dan
sirosis biliaris progresif.

B. Etiologi dan Embriologi


Etiologi kista koledokus tidak jelas. Kemungkinan kelainan ini dimulai
dengan anomali penyaliran saluran empedu dan saluran pankreas. Serta
gangguan mekanisme sfingter Oddi. Infeksi dengan atau refluks cairan pankreas
mungkin merupakan faktor kausal.
Terdapat beberapa teori berkenaan dengan etiologi dan patogenesis dari kista
duktus koledokus:
1. Terjadinya kegagalan rekanalisasi sehingga terjadi kelemahan kongenital
pada dinding duktus biliaris, dimana hal ini merupakan hipotesis awal
2. Terdapatnya abnormalitas pada inervasi dari distal common bile duct yang
menyebabkan terjadinya obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal
3. Kelemahan yang didapat dari dinding duktus biliaris yang berhubungan
dengan PBM, pertama kali diperkenalkan oleh Babbit (1969), dimana
digambarkan terdapatnya common pancreaticobiliary channel pada kista
duktus koledokus, dan terjadinya refluks enzim pankreas dapat
menyebabkan kerusakan pada duktus biliaris dan dilatasi
4. Terdapatnya obstruksi dari bagian distal duktus biliaris, stenosis sering
ditemukan dibagian bawah dari kista tipe 1, tetapi apakah penyebabnya
kongenital ataupun sekunder akibat dari inflamasi masih belum jelas.
Berdasarkan analisis menggunakan endoscopic retrograde cholangigraphy
(ERCP) dan pemeriksaan dengan kolangiografi lain, menerangkan terjadinya
anomali pada pembentukkan duktus pankretiko biliaris dimana duktus
pankreatikus bersatu dengan duktus biliaris pada lokasi yang lebih proksimal
diluar ampulla vater, dimana hal ini dapat menyebabkan terjadinya refluks dari
enzim pankreas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
duktus dan terjadinya dilatasi.
Konsentrasi yang tinggi dari enzim pankreas sering ditemukan pada bile
didalam kista. Hal ini ditunjang dengan meningkatnya kadar amilase yang
diaspirasi dari kista duktus koledokus. Long common channel tidak hanya
disertai dengan komplikasi pankreatitis, tetapi dapat juga dengan komplikasi
protein plugs, kalkulus, pada anak akan dapat berkembang menjadi karsinoma
kandung empedu.
Pancreaticobiliary ductal maunion (PBMU) yang mengakibatkan long
common pancreaticobiliary channel, dengan panjang lebih dari 10 mm, dimana
panjang yang normal pada anak yaitu lebih dari 5 mm.

C. Epidemiologi
Dilatasi kistik saluran empedu, terutama kista koledokus, merupakan
kelainan yang jarang ditemui di dunia Barat, tetapi di Asia Timur dan Asia
Tenggara relatif lebih sering didapati.
Kasus kista koledokus relatif jarang di Negara Barat, yaitu sekitar 1 kasus
dalam 100.000-150.000 hingga 1 kasus dalam 2 juta kelahiran hidup. Prevalensi
kista koledokus lebih banyak terjadi di Negara Asia, dimana 33-50% kasus
dilaporkan terjadi di Jepang mencapai 1 kasus dalam 1000 populasi penduduk.1
Kista koledokus lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-
laki, dengan perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 3:1 hingga 4:1. Kasus
ini dapat ditemukan dalam segala usia, namun hampir 67% kasus dengan tanda-
tanda tersebut ditemukan sebelum usia 10 tahun.
D. Klasifikasi
Kista koledokus dikelompokkan beradasarkan lokasi anatomi. Jenis yang
paling umum (80-90%) adalah dilatasi kistik tunggal yang meliputi seluruh
duktus koledokus komunis, duktus hepatikus komunis, atau keduanya. Jenis
kedua merupakan divertikulum yang terpisah dari kandungan empedu dan
saluran ekstrahepatik yang asli (3%). Jenis yang ketiga adalah dilatasi kistik
saluran empedu yang berdasar di dinding duodenum (5%). Jenis keempat adlah
campuran beberapa jenis kista, yang dapat meliputi slauran intrahepatik (10%).
Jenis kelima, yang jarang di temukan, yaitu kistik intrahepatik murni yang
disertai fibrosis hati bawaan yang disebut penyakit Caroli.5,7

Klasifikasi Jenis Persentase


I Tunggal 80-90
II Divertikulum 3
III Intraduodenum 5
IV Intrahepatik 10
V Penyakit Caroli -
Klasifikasi kista duktus koledokus dengan pancreaticobiliary malunion
(PBMU):
1. Dilatasi pada duktus biliaris ekstrahepatik yang berbentuk kistik
2. Dilatasi pada duktus biliaris yang berbentuk fusiform
3. Forme fruste kista duktus koledokus tanpa PBMU
4. Tampak seperti divertikulum pada duktus koledokus
5. Choledochocele (divertikulum pada bagian distal dari duktus
koledokus)
6. Hanya terjadi dilatasi duktus biliaris intrahepatik (penyakit Caroli’s)
E. Patofisiologi
Tidak ada teori yang kuat yang menyatakan tentang kista koledokus.
Petogenesis kemungkinan multifaktor. Pada beberapa pasien dengan kista
koledokus, terdapat hubungan anomali antara common bile duct dan pancreatic
duct. Hal ini terjadi ketika duktus pankreatikus mengalirkan cairan ke common
bile duct lebih dari 1 cm proksimal ke arah ampulla. Penyatuan abnormal ini
menyebabkan sekresi pankreatik masuk ke common bile duct, dimana proenzim
pankreatik menjadi aktif, sehingga dapat merusak dan melemahkan dinding bile
duct. selain itu penyebab lain adanya defek pada epitelisasi dan rekanalisasi dari
perkembangan bile duct dan kelemahan kongenital dari dinding duktus. Hal ini
juga menyebabkan terjadinya kista koledokus.

F. Gambaran klinis
Ada dua kelompok penderita kista koledokus. Kelompok infantil, yang
berumur rata-rata tiga bulan, dengan gejala interus obstrusi yang mirip ikterus
akibat atresia slauran empedu. Kelompok kedua yang gejalanya lambat timbul,
yaitu pada usia rata-rata 9 tahun berupa nyeri, massa di perut kanan atas, serta
ikterus. Sering penderita datang dengan gejala perforasi spontan. Lebih kurang
60% penderita kista koledokus di diagnosis sebelum berusia 20 tahun, dan hanya
10% sebelum berusia satu tahun.
Pada kelompok infantile, yang berumur rata-rata tiga bulan memiliki gejala
ikterus obstruksi yang mirip ikterus akibat atresia saluran empedu.
Pada kelompok yang gejalanya timbul lambat, yaitu berumur rata-rata 9
tahun, mempunyai gejala berupa nyeri, massa di perut kanan atas, serta ikterus.
Ikterus biasanya berhubungan dengan nyeri perut vagal. Sering penderita datang
dengan gejala perforasi spontan.
Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan presentasi klinis gejala
berdasarkan usia dari penelitian yang dilakukan di the Academic Hospital of the
Vrije Universiteit Medical Center, Amsterdam, the Netherlands. Pada penelitian
ini dapat terlihat bahwa nyeri perut merupakan gejala tersering (76%), dengan
insidensi terbanyak terjadi pada Grup C (kelompok usia >16 tahun). Jaundice
merupakan gejala yang paling sering terjadi pada kelompok A (kelompok usia <2
tahun)
G. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang
Trias nyeri, massa intraabdomen, dan ikterus obstruksi menunjukkan
kemungkinan kista koledokus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelainan
akibat obstruksi saluran empedu, terutama kenaikan kadar fosfatase alkali.
Sepertiga penderita menunjukkan hipermilasemia waktu diagnosis, dan
sepertiganya lagi menunjukkan leukositosis.
Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, periksaan radiologis
merupakan kunci dalam menegakkan diagnosis.Computed tomography (CT)
cholangiography, dahulu digunakan sebagai alat penunjang dalam penegakkan
diagnosis dari kista duktus koledokus, saat ini digantikan oleh pemeriksaan yang
lebih akurat.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih dan
dapat menggambarkan ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh darah dan
bentuk dari hepar. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary
ascites dapat pula terlihat.
Percutaneus transhepatic cholangiography dan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dapat memberikan gambaran yang akurat dari
sitem pancreaticobiliary. Tetapi, pemeriksaan ini bersifat invasif dan tidak cocok
untuk digunakan berulang kali serta merupakan kontraindikasi apabila dilakukan
dalam keadaan pankreatitis akut. Pemeriksaan ini dilakukan dengan anestesia
umum.
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat dilakukan
dibawah pengaruh sedasi pada anak tanpa menggunakan bahan kontras atau
tanpa radiasi. MRCP merupakan pemeriksaan yang bersifat noninvasif dan dapat
digunakan untuk menggambarkan duktus pankreatik dan biliaris proksimal dari
obstruksi. Pada anak dengan usia dibawah 3 tahun, MRCP mungkin tidak dapat
menggambarkan sistem pankreticobiliaris dikarenakan kalibernya yang kecil.
Pada biopsi hati perkutan, 50% penderita menunjukkan tanda kolangitis dan
kadang sudah terlihat tanda hipertensi portal. Pemeriksaan ultrasonografi dapat
membantu mengevaluasi penderita dengan massa intraabdomen.
Kolangiopankreatikografi endoskopik retrograd (ERCP) membantu
mendiagnosis anomali letak saluran pankreas maupun batuk dan batas kista
saluran empedu. Kista koledokus harus dibedakan dengan pseudokista, abses
pankreas, abses hati, kista mesentrial dengan tanpa kolesistitis dan kolangitis.

H. Terapi
Prinsip pengobatan kista koledokus adalah reseksi kista, memperbaiki dan
menjamin penyaliran empedu sambil memperhatikan keutuhan saluran pankreas
yang mungkin juga mengalami anomali. Untuk mencegah bahaya perubahan
keganasan, reseksi total kista koledokus dianggap tindakan terbaik. Perbaikan
pengaliran empedu dengan prosedur sistoenterotomi tidak memuaskan karena
timbul kolestasis dan refluks cairan usus, yang mengakibatkan kolangitis
berulang. Perubahan keganasan sering timbul di sisa dinding kista. Oleh karena
itu, bedah penyaliran sebagai tindakan sementara dilakukan pada bayi dengan
keadaan umum terlalu lemah untuk menjalani bedah defenitif berupa reseksi
kista. Alternatif lain sebagai tindakan sementara adalah pemasangan pipa
empedu secara endoskopik.
Pada sebagian besar penderita, seluruh kista ekstrahepatik dapat direseksi,
diikuti rekonstruksi untuk menyalurkan empedu. Selalu dilakukan kolesistektomi
untuk mencegah kolesistisis dan menyingkirkan diagnosis kolesistisis bila
keluhan timbul lagi. Apabila telah terjadi perlengketan antara kista dengan
jaringan dibelakangnya sehingga sulit dibebaskan dan menimbulkan trauma
vaskuler, bagian dinding posterior kista dapat ditinggalkan, tetapi mukosanya
diangkat dengan cara dikupas. Sewaktu melakukan pembedahan harus dilihat
apakah ada anomali saluran pankreas.
Kista di dalam sistem saluran empedu intrahepatik tidak mungkin disekresi,
kecuali kalau letaknya terbatas pada satu segmen atau satu lobus. Pada keadaan
demikian dianjurkan reseksi guna mencegah perubahan keganasan di kemudian
hari. Pada kista koledokus jenis IV, yaitu kombinasi dilatasi ekstrahepatik dan
intrahepatik, prosedur pembedahan yang dianjurkan adalah reseksi kista
ekstrahepatik diikuti anastomosis hepatikoenterostomi letak tinggi. Terapi kista
saluran empedu intraduodenal berupa sfingterotomi atau sistoduodenostomi yang
lebar.
I. Komplikasi
Komplikasi kista koledokus adalah obstruksi empedu, kolangitis, abses hati,
ruptur dan perubahan keganasan. Kemungkinan perubahan keganasan adalah 20
kali dan resiko keganasan bertambah besar dengan bertambahnya usia. Sewaktu
penderita hamil, kista mungkin ruptur. Tidak biasa terdapat batu empedu di
dalam kista.

J. Prognosis
Prognosis setelah eksisi kista koledokus biasanya adalah baik. Pasien
membutuhkan pemantauan jangka panjang akibat adanya peningkatan resiko
kolangiosarkoma, meskipun eksisi total sudah selesai dilakukan.

Vous aimerez peut-être aussi