Vous êtes sur la page 1sur 7

A.

Pengertian Azotemia
Azotemia adalah kelainan biokimia yaitu peningkatan kadar kreatinin dan
nitrogen urea darah dan berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerular.
Azotemia dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Berdasarkan lokasi penyebab,
azotemia dapat dibagi menjadi azotemia prarenal dan azotemia pascarenal. Apabila
Azotemia berkaitan dengan gejala dan tanda klinis maka disebut uremia. Peningkatan
tajam kadar urea dan kreatinis plasma biasanya merupakan tanda timbulnya gagal
ginjal terminal dan disertai gejala uremik. Nilai normal nitrogen urea darah adalah 8-
20 mg/dL, dan nilai normal kadar kretinin serum adalah 0.7-1.4 mg/dL (Robbins, et
al, 2007).

B. Etiologi Azotemia
a. Faktor Prarenal
Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal berkurang yang
menyebabkan terdapatnya hipovolemia, misalnya: a. Perdarahan karena trauma
operasi b. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstraselluler (dehidrasi
pada diare) c. Berkumpulnya cairan insterstitial di suatu daerah luka Bila faktor
prarenal dapat diatasi, faal ginjal akan menjadi normal kembali, tetapi jika
hipovolemia berlangsung lama, maka akan terjadi kerusakan pada parenkim
ginjal. (Ngastiyah, 2005).
b. Faktor Renal
Faktor ini merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal akut terbanyak.
Kerusakan yang timbul di glomerulus atau tubulus menyebabkan faal ginjal
langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung secara cepat atau mendadak,
atau dapat juga berlangsung perlahan-lahan dan akhirnya mencapai stadium
uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi
prarenal dan iskemia yang kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal
(Ngastiyah, 2005).
c. Faktor Pascarenal
Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih
seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, dan keracunan jengkol harus bersifat
bilateral (Ngastiyah, 2005).

C. Tanda dan Gejala Azotemia


a. Oliguria (<400 cc/24 jam)
b. Anuria (<100 cc/24 jam)
c. Badan lemas dan cepat lelah
d. Gangguan konsentrasi
e. Takikardia
f. Mual, muntah dank kram perut
g. Xerostomia
h. Rasa haus (Robbins, et al., 2007).
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Prerenal Azotemia
Terdapat 4 kriteria untuk mendiagnosis azotemia; Pertama, peningkatan
secara akut BUN dan SCr. Kedua, penyebab hipoperfusi ginjal. Ketiga,
sedimen urin (tidak ada cell cast) atau fractional excretion of sodium
(FENa) kurang dari 1%. Keempat, setelah koreksi hipoperfusi, fungsi
ginjal kembali normal dalam waktu 24 – 48 jam.

b. Postrenal Azotemia Obstruksi pada kedua ureter, bladder/urethra, atau


obstruksi pada salah satu ginjal dapat menyebabkan postrenal azotemia.

c. Intrarenal Azotemia Intrarenal Azotemia dapat ditegakkan setelah kriteria


ekslusi pada prerenal dan postrenal azotemia dilakukan (Robbins, et al.,
2007).

F. Komplikasi

a. Anemia
b. syndroma uremi
c. gagal jantung
d. serangan jantung
e. osteodistrofil renal

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Tanpa Obat
Terapi tanpa obat adalah terapi dengan mengontrol volume urine
pasien dan begitu juga terhadap oliguria pada kasus prerenal azotemia.
Kemudian resusitasi cairan cepat bertujuan untuk memperbaiki perfusi renal,
mencegah hipoksia tubulus, dan dengan mencegah nekrosis tubulur akut.
Terapi pendukung dapat dilakukan dengan menjaga euvolemia perfusi
jaringan, keseimbangan elektrolit dan menghindari nefrotoksin. Penyembuhan
GGA iskemik berlansung selama 14-21 hari dan dapat diganti dengan terapi
alternatif.
2. Terapi Dengan Obat
Terapi dengan obat dapat menggunkan beberapa senyawa obat,
diantaranya
a. Diuretika
Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk meningkatkan ouput urine
dan meningkatkan Rate Blood Flow (RBF) sebagi efek vasolidator.

b. Obat vasoaktif

Obat golongan katekolamin lain seperti infus dobutamin memperbaiki


klerens kreatinin tanpa meningkatkan output urine. Mekanisme kerja dari
obat ini adalah peningkankan output jantung dan RBF, mekanisme kerjanya
adalah agonis selektif reseptor dopamin. Fenoldopam merupakan agonis
selektif reseptor dopamin-1 sehingga menimbulkan vasodilatasi arteriola
ginjal dan nutriuresis.
3. Terapi Nutrisi
Terapi dengan mengatur pemberian nutrisi dapat dilakukan intervensi
dengan beberapa cara antara lain :
a. Elektrolit, elektrolik jumlahnya harus diatur sedemikian rupa, misal terjadi
hiperglikemia, pasien dengan GGA oliguria dibatasi kaliumnya untuk
mencegah terjadinya hiperkalemia, pasien dengan GGA dengan cairan yang
banyak dan dialisis intermiten pembatasaan Na.
b. Monitoring pada magnesium dan forfor, Masalah yang sering terjadi adalah
masalah hiperphospatemia khususnya pasien GGA dengan kerusakan
jaringan atau katabolisme meningkat, senyawa yang mengandung kalsium
dapat diberikan pada pasien dengan serum fosfat lebih dari 7 mg/dl
c. Protein, pasien GGA memecah protein dengan cepat dan sel tidak dapat
menggunakan asam amino dengan efisien.

H. Pengkajian Keperawatan
1) Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang
berhubungan dengan pasien secara sistematis pada pengkajian klien dengan
tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus 2002), yaitu :
a. Akivitas/ istirahat Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien
terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh,
cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit
hangat dan kemerahan.
c. Eliminasi Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya
(kalkulus), penurunaan haluan urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar,
dorongan berkemih, diare. Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan
pola berkemih.
d. Makanan/ cairan Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi
purine, kalsium oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan:
tidak minum air yang cukup. Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak
ada bising usus, muntah.
e. Nyeri/ kenyamanan Gejala:
 Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel: dapat
menyebar kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan paha/
genetalia.
 Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau
kalkulus ginjal.
 Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi atau
tindakan lain. Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan
pada daerah ginjal pada palpasi.

f. Keamanan Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.

g. Penyuluhan/ pembelajaran Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga,


penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus,
bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik anti
hipertensi, natrium bikarbonat aluporinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan
kalsium/ vitamin.

h. Pemeriksaan Penunjang

 Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum


menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),
serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat
ammonium, atau batu kalium fosfat).
 Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat.
 Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus aureus,
proteus, klebsiela, pseudomonas)
 Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein, elektrolik.
 BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/ rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
I. Diagnosa Keperawatan dan Interensi
DAFTAR PUSTAKA

Akcay, A., Turkmen, K., Lee, K., and Edelstein, C.L., 2010. Update on The Diagnosis
and Management of Acute Kidney Injury. International Journal of Nephrology and
Renovascular Disease, 129 – 40.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Robbins, et al, 2007. Buku Ajar Patologi Vol. 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi