Vous êtes sur la page 1sur 22

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN HENTI JANTUNG


DI RUANG ICCU
RSD. dr. SOEBANDI JEMBER

DI SUSUN OLEH :

INAYATUL SOLEHA
(14.401.15.042)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HENTI JANTUNG DI RUANG ICCU

A. Konsep Dasar Henti Jantung


1. Definisi
Henti jantung (Cardiac Arrest) merupakan kematian mendadak ketika
sistim kelistrikan jantng tidak dapat berfungsi dan menghasilkan irama yang
tidak normal. Pada seseorang yang terjadi henti jantung waktu kejadiannya
tidak bisa diperkirakan, karena kejadiannya sangat cepat begitu gejalanya
tampak. Apabila terjadi gawat darurat medis. Apabila ditangani secepat
mungkin akan memberikan dampak yang baik. Henti jantung merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang besar dan penyebab utama kematian
sebagian besar korban henti jantun adalah orang dewasa (Winanda Rizki
Bagus Santosa, 2015).
Henti jantung juga disebut dengan kematian jantung mendadak yang
merupakan kolaps jantung paru yang tidak terduga. Kematian jantung
mendadak dapat terjadi sebagai gambaran primer penyakit jantung iskemik
(Stillwell, 2011).
2. Etiologi
Penyebab tersering kegagalan sirkulasi (henti jantung) yang cukup berat
sampai menyebabkan hilangnya kesadaran dan mengancam kehidupan
adalah :
a. Aritmia ventrikel, sumbatan coroner akut, jaringan parut yang terjadi
setelah infark miokard. Gagal jantung karena etiologi lain, dan
gangguan metabolic, seperti hypokalemia dan hyperkalemia, obat –
obatan termasuk antidepresantrisiklik, anthihistamin nonsedatif,
antipsikotik utama, antimakrolida dan lain – lain.
b. Bradiaritmia, penyakit jaringan konduksi, seperti blok jantung komplit,
selama infark miokard, setelah aritmia ventrikel yang lama atau henti
pernapasan.
c. Syok kardiogenik, sering disebabkan oleh infark miokard yang luas atau
gagal jantung lanjut.
Jika terjadi kegagalan sirkulasi dan terlihat kompleks QRST pada
monitor EKG pertimbangkan :
a. Hipovolemia, seperti luka tusuk, perdarahan gastrointestinal atau
retroperitoneal yang berat, misalnya rupture aneurisma aorta
abdominalis.
b. Temaponade pericardial, luka tusuk, infark miokard baru (yang
menunjukkan rupture jantung), keganasan atau segera setelah bedah
jantung.
c. Emboli paru.
d. Pneumotoraks tension, penderita asma, penyakit paru kronis, terutama
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), atau setelah trauma.
Faktor resiko henti jantung ialah penyakit arteri coroner, merokok,
hiperlipidema, hipertensi, diabetes, obesitas, stress, dan riwayat keluarga
yang positif mempunyai penyakit kardiovaskuler. Pria, terutama yang
berusia lebih dari 50 tahun , rentan terhadap penyakit ini dan wanita
pascamenopause juga rentan. Faktor resiko tambahan antara lain pasien yang
diketahui telah selamat dari kematian jantung mendadak, mengalami infark
ventrikel kiri < 40%, atau mempunyai interval QT yang memanjang.
3. Proses terjadinya masalah
Cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Beberapa sebab
dapat menyebabkan ritme jantung menjadi tidak normal, dan keadaan ini
sering disebut dengan aritmia, jantung dapat berdenyut cepat atau terlalu
lambat atau berhenti berdenyut. Empat macam ritme ialah Fibrilasi ventrikel
(VF), takikardia ventrikel (VT), asistole dan induksi hipotermia
(Kalim, 2017, hal. 79)
a. Fibrilasi ventrikel (VF)
Sebuah getaran yang irregular, tidak terkoordinasi dari ventrikel. Tidak
memiliki luaran kardiak yang cukup, pasien akan mengalami penurunan
kesadaran, karena penurunan perfusi ke otak. Kematian mengancam
jiwa tidak ditangani secara efektif dan cepat. Sering kali terjadi pada
pasien serangan jantung dan merupakan aritmia yang paling sering
menyebabkan kematian mendadak.

Keterangan :
Irama : kacau
Kecepatan : tidak dapat ditentukan
Gelombang P : tidak ada
Interval PR : tidak dapat diukur
Kompleks QRS : tidak dapat dikenal dengan jelas
b. Takikardia ventricular (VT)
Mekanisme penyebab terjadinya takikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupun akibat
adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan
menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya
pengisian darah keventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi
dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan
gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR
adalah utama.

Keterangan :
Irama : teratur
Kecepatan : atrial tidak dapat ditentukan, ventrikular 100 sampai 250
kali/menit.
Gelombang P : tidak ada
Interval PR : tidak dapat diukur.
Kompleks QRS : >0,12 detik, lebar dan aneh.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat
sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada
kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan. Gambaran
pada EKG untuk PEA

d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis
lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

Keterangan :
Irama : atrial biasanya tidak dapat dikenal dengan jelas, ventrikular tidak
ada.
Kecepatan : atrial biasanya tidak dapat dikenal dengan jelas, ventrikular
tidak ada.
Interval PR : tidak dapat diukur
Kompleks QRS : tidak ada atau terkadang denyut hilang.

4. Pathway
Etiologi

Penyakit Jantung Kelainan bawaan Obat – obatan

Aritmia

Penurunan Curah
Henti Jantung
Jantung

Gangguan Perfusi
Suplai O2 menurun
Jaringan

Gangguan
Hipoksia Serebral
pertukaran gas

Penurunan Kesadaran

Upneu (Henti nafas) Pola nafas tidak efektif

Jantung mati mendadak

Kematian jika tidak


ditangani selama 10 menit
5. Manifestasi Klinis
Individu dewasa yang tampak normal sebelumnya akan mengalami
kolaps secara mendadak disertai dengan henti jantung paru, yang tidak
berkaitan dengan sebab kecelakaan atau trauma. Biasanya tidak ada gejala
prodromal meskipun mungkin terdapat periode singkat kecemasan atau nyeri
dada (Stillwell, 2011). Tanda henti jantung yang lainnya ialah :
a. Penurunan Kesadaran
b. Tak adanya gerakan pernapasan
c. Tak adanya pulsasi di arteri karotis dan arteri femoralis
Dalam beberapa menit setelah henti jantung terjadi, pasien kehilangan
kesadarannya dan berhenti bernapas. Selama fase dini pasien bisa kejang –
kejang. (Davey, 2005).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG).
Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang – kadang
dibagian tubuh lainnya misal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu
dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan
gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak
melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa
serangan jantung telah terjadi. EKG dapat mendeteksi pola listrik
abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan
risiko kemtian mendadak.
b. Tes darah
1) Pemeriksaan enzim jantung
Enzim – enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika
jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat
memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk
mengetahui enzi – enzim ini sangat penting apakah benar – benar
terjadi serangan jatung.
2) Elektrolit jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit –
elektrolit yang ada pada jantung, diantaranya kalium, kalsium,
magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan
tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak
seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan
sudden cardiac arrest.
3) Test obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat – obatan
tersebut merupakan obat – obatan terlarang.
4) Tes hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini
sebagai pemicu cardiac arrest.
c. Imaging test
1) Pemeriksaan foto thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta
pembuluhh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah
seseorang terkena gagal jantung.
2) Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu
mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radiokaktif yang
dalam jumlah kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran
darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif
mengalir melalui jantung dan paru – paru.
3) Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambaran jantung. Ekokardiogram dapat membantu
mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac
arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas
puncak(fraksi ejeksi), atau apakah ada kelaian katup.
d. Electrical system testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan biasanya dilakukan nanti setelah seseorang
sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung
anda belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba
untuk menyebabkan aritmia, sementara dokter memonitor jantung anda.
Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai.
7. Penatalaksanaan
Kejadian henti jantung di dunia cukup meningkat. Seseorang yang
sedang dirumah sakit khususnya pada ruang gawat darurat mempunyai
resiko terjadinya henti jantung. Berdasarkan hal tersebut, apabila ditangani
secepat mungkin akan memberikan dampak yang baik. Apabila terjadi henti
jantung bila tidak ditangani dengan segera maka akan terjadi gawat darurat
medis.
Berdasarkan American Heart Association (AHA) 2010 tentang henti
jantung menjelaskan bahwa tindakan untuk dapat bertahan hidup pada henti
jantung adalah dengan Resusitasi Jantung Paru (RJP) ialah suatu tindakan
darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti jantung atau
yang dikenal dengan istilah kematian klinis ke fungsi opimal guna mencegah
kematian biologis (Winanda Rizki Bagus Santosa, 2015, hal. 9)
a. Kontraindikasi
Orang yang diketahui berpenyakit terminal dan yang telah secara klinis
mati lebih dari 5 menit.
b. Tahap – tahap resusitasi
Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi menjadi 3 tahap pada
setiap tahap dilakukan tindakan – tindakan pokok ialah sebagai berikut :
1) Basic Life Support (BLS) merupakan bantuan hidup dasar
a) Airway control, yaitu membebaskan jalan nafas agar tetap
terbuka dan bersih
b) Breathing support, yaitu mempertahankan ventilasi dan
oksigenasi paru secara adekuat.
c) Circulation support, yaitu mempertahankan sirkulasi darah
dengan cara memijat jantung.
2) Advance Cardiovascular Life Support (ACLS) merupakan bantuan
hidup lanjut pada pasien henti jantung
a) Drug & fluid, yaitu pemberian obat – obatan dan cairan.
b) Elektrocardiography, yaitu penentuan irama jantung
c) Fibrillation treatment, yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel.
3) Prolonged Life Support (pertolongan jangka panjang)
a) Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung
paru, pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta
penilaian dapat tidaknya penderita diselamatkan dan diteruskan
pengobatannya.
b) Human mention, yaitu penentuan kerusakan otak dan resusitasi
cerebral
c) Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang.
Penanganan henti jantung dilakukan utuk membantu menyelamatkan
pasien/ mengembalikan fungsi kardiovaskuler. Adapun prinsip –
prinsipnya yaitu sebagai berikut :
(1) Tahap 1
(a) Berikan bantuan dasar
(b) Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher/ topang dagu
(c) Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat
bantuan nafas.
(2) Tahap II
(a) Bantuan hidup lanjut
(b) Jangan hentikan kompresi jantung dan venulasi paru
Langkah berikutnya :
- Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis
yang lebih besar jika diperlukan. Jika henti jantung lebih
dari 2 menit, ulangi dosis setiap 10 menit sambil timbul
denyut nadi.
- Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek
yang aneh : defibrilasi : DC shock
- Pasang fibrilasi ventrikel diberikan lidokain atau xilkain 1 –
2 mg/kg BB
- Jika asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3 – 5 cc
selama 3 menit.
(Algoritma Henti Jantung tanpa Nadi) (Weinstock, 2013, hal. 53)

1 Lakukan BHD (Bantuan Hidup Dasar

2
Cek irama shockable rhythm?

3
9
VF/VT Asistol / PEA

4  Berikan 1 kali kejut listrik 10


 Segera mulai RJP 5 siklus
(bifasik : 120 – 200 joule,  Berikan epineprin 1 mg IV atau
monofasik : 360 joule). IO. Ulangi setiap 3 sampai 5 menit
 Segera mulai RJP
atau berikan 1 dosis vasopressin
40 unit IV atau IO untuk
5 mengganti epinefrin dosis pertama
Cek irama shockable rhythm?
atau kedua
6  Pertimbangkan pemberian
 Lanjutkan RJP sementara menunggu sharge atropine 1 mg IV atau IO untuk
defibrillator asistol atau PEA lambat. Ulangi
 Berikan 1 kali kejut listrik (bifasik sama setiap 3 sampai 5 menit (hingga 3
seperti shock pertama atau dosis lebih tinggi , dosis
monofasik 300 joule
 Segera mulai lagi RJP
 Epinefrin 1 mg IV atau IO. Ulangi setiap 3 – 5 11
menit atau berikan 1 dosis vasoprenissin 40 unit IV Cek irama shockable rhythm?
atau IO untuk mengganti dosiss epinefrin pertama
atau kedua
 Jika asistol, lihat Lihat
7 kotak 10 kotak 10
Cek irama shockable rhythm?
8  Jika ada aktivitas
listrik, cek nadi, 13
 Lanjutkan RJP sementara menunggu defibrilator jika tidak ada nadi,
 Berikan 1 kali kejut listrik (bifasik sama seperti lihat kotak 10
shock pertama atau dosis lebih tinggi,  Jika ada nadi,
monofasik 360 joule). mulai perawatan
 Segera mulai lagi RJP pascaresusitasi
 Pertimbangkan antiaritmia, berikan selama RJP 12
 Pertimbangkan magnesium, dosis bolus
 Setelah rjp 5 siklus, lihat kotak nomer 5
B. Konsep Asuhan Keperawatan Henti Jantung
1. Pengkajian
a. Identitas
Pria, terutama yang berusia lebih dari 50 tahun , rentan terhadap penyakit
ini dan wanita pascamenopause juga rentan (Stillwell, 2011).
b. Keluhan utama
Biasanya pasien henti jantung tidak ada denyut nadi, tidak ada
pernapasan, henti jantung paru menyeluruh.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pasien memiliki penyakit hipertensi, Diabetes
Mellitus, PJK.
2) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga memiliki penyakit diabetes mellitus, IMA,
hipertensi (Kalim, 2017, hal. 236)
d. Pengkajian primer
1) Airway / jalan napas
Pemeriksaan atau pengkajian menggunakan look, listen, feel
a) Look : lihat status mental, pergerakan atau pengembangan dada,
terdapat sumbatan jalan napas / tidak, sianosis, ada tidaknya
retraksi pada dinding dada, ada/ tidaknya penggunaan otot – otot
tambahan.
b) Listen : mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan,
ada bunyi napas tambahan seperti snoring, gurgling atau stridor.
c) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasa, apakah ada
krepitasi, adanya pergeseran/ deviasi trakhea , ada hematoma
pada leher, teraba nadi karotis atau tidak.
2) Breathing/ pernapasan
a) Look : nadi karotis ada/ tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan
tidak terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran
menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal, periksa
penggunaan otot bantu.
b) Listen : mendengar hembusan napas
c) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung / mulut
3) Circulation/sirkulasi
Biasanya pada pasien heti jantung nadi tidak teraba.
4) Dissability
a) Alert : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekitarnya.
b) Respon verbal : pasien tidak berespon terhadap pertanyaan
perawat
c) Respon nyeri : pasien tidak berespon terhadap respon nyeri
d) Tidak berespon : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan
nyeri.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran menurun, sianosis
2) Sistem pernapasan
Biasanya untuk pasien henti jantung mengalami penurunan kesadaran
sehingga bisa menimbulkan adanya sekret.
3) Sistem pencernaan
Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh IMA. Nyeri abdomen lainnya
disebabkan oleh aneurisme aorta atau iskemia usus karena obstruksi
pembuluh darah mesentrika.
4) Sistem urogenital
Penyebab kardiovaskuler dari peningkatan miknutrisi dan
peningkatan produksi urine adalah diabetes mellitus dan terapi
diuretik. Takikardia supraventrikular intermitten dapat juga
meningkatkan produksi urine. Nokturia (kebutuhan untuk miknutrisi
pada malam hari) sering terjadi pada gagal jantung.
5) Sistem kardivaskuler
apakah ada parut bekas luka, deformitas dinding dada, denyut
abnormal. Denyut jantung tidak berdetak, nadi tidak ada (Kalim,
2017, hal. 225-236)
2. Diagnosa Keperawatanya
a. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan hialngnya kemampuan
jantung memompa
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
c. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak
adekuat
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke otak
3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung dengan hilangnya kemampuan jantung
memompa
Tujuan :
1) Menunujukkan curah jantung yang memuaskan , dibuktikan oleh
efektivitas pompa jantung, status sirkulasi.
2) Menunjukkan status sirkulasi dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut : tekanan darah sistolik, diastolik dan rerata rentang tekanan
darah, frekuensi nadi karotis kanan dan kiri kuat, frekuensi nadi
kanan dan kiri (perifer) kuat.
Kriteria hasil :
1) Pasien akan mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam
batas normal.
2) Mempunyai warna kulit yang normal.
3) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik
4) Menjelaskan diet, obat aktivitas, dan batasan yang diperlukan
(misalnya untuk penyakit jantung)
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
1) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status
pernapasan, dan status mental.
2) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan
napas pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung.
3) Pantau resistensi vaskuler sistemik dan paru, jika perlu
4) Auskultasi suaru paru terhadap bunyi carkle atau suara napas
tambahan lainnya.
5) Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama dan nadi.
Penyuluhan untuk pasien / keluarga :
1) Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sugkup
2) Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat.
3) Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi
dan nyeri, durasi, faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intensitas.
Aktivitas kolaboratif :
1) Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian
atau penghentian obat tekanan darah.
2) Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin, dan
vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan
afterload sesuai dengan program medis atau protokol.
3) Tingkatkan penurunan afterload (misalnya dengan pompa balon
intraaorta) sesuai dengan program medis atau protokol.
4) Lakukan perujukan keperawat praktisi lanjutan untuk tindak lanjut,
jika diperlukan.
Aktifitas lain :
1) Ubah posisi posisi pasien ke posisi atau trendelemburg ketika
tekanan darah pasien berada pada rentang lebih rendah dibandingkan
dengan yang biasanya.
2) Hubungkan efek nilai laboratorium, oksigen, obat aktivitas, ansietas,
dan/ atau nyeri pada distrimia (Wilkinson, 2015, hal. 105)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen
Tujuan:
1) Menunjukkan pola pernapasan efektif, yang dibuktikan oleh Suatu
Pernapasan yang tidak terganggu: Ventilasi dan Status Pernapasan:
Kepatenan Jalan Napas; dan tidak ada penyimpangan tanda-tanda
vital dari rentang normal
2) Menunjukkan Status Pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, yang
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan):
a) Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas
b) Ekspansi dada simetris
3) Menunjukkan tidak adanya gangguan Status Pernapasan: Ventilasi,
yang dibuktikan oleh indicator berikut (sebutkan 1-5: gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan):
a) Penggunaan otot aksesoris
b) Suara napas tambahan
c) Ortonea
Kriteria hasil
1) Pasien akan menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang
ventilator mekanis
2) Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal.
3) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4) Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
5) Mampu menjelaskan rencana untuk perawatan di rumah
Aktivitas keperawatan:
Pengkajian:
1) Pantau adanya pucat dan sianosis
2) Pantau efek obat pada status pernapasan
3) Kaji kebutuhan insersi jalan napas
4) Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien
yang terpasang ventilator
Penyuluhan untuk pasien/keluarga:
1) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi
untuk memperbaiki pola pernapasan; uraikan teknik
2) Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah meliputi
pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang
dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas
Aktivitas kolaboratif:
1) Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi ventilator mekanis
2) Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai
GDA, sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protocol
3) Berikan obat (mis, bronkodilator) sesuai dengan program atau
protocol
4) Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang
dilembapkan sesuai program atau protocol institusi
Aktivitas lain:
1) Hubungkan dan dokumentasikan semua data hasil pengkajian
2) Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, jika perlu
3) Tenangkan pasien selama periode gawat napas (Wilkinson, 2015,
hal. 99)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen
tidak adekuat
Tujuan :
Gangguan pertukaran gas tidak terganggu yang dibuktikan dengan tidak
ada gangguan dispnea, gelisah, sianosis, somnolen.
Kriteria hasil :
1) Pasien akan mempunyai fungsi paru dalam batas normal
2) Memiliki ekpansi paru yang simetris
3) Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernapas.
4) Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea.
Aktivitas keperawatan :
Pengkajian :
1) Kaji suara napas, frekuensi napas, kedalaman, usaha napas.
2) Pantau saturasi oksigen dengan oksimeter nadi
3) Pantau status mental.
4) Auskultasi suara napas, tandai area penurunan atau hilangnya
ventillasi dan adanya bunyi tambahan
5) Auskultasi bunyi jantung
6) Pantau fungsi alat pacu jantung.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,
spirometer)
2) Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan
tindakan lainnya.
Aktivitas kolaboratif :
1) Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya suara
napas, pola napas, analisa gas darah arteri, sputum, efek obat.
2) Berikan obat antiaritmia.
Aktivitas lain :
1) Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur,
untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali.
2) Menyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan melaporkan
ketidaknormalan gas darah arteri, menggunakan ambubag yang
dilekatkan pada sumber oksigen disisi tempat tidur, dan lakukan
hiperoksigenasi sebelum melakukan pengisapan.
3) Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan melakukan
pengisapan dan mempertahankan slang endotrakea atau pengganti
slang endotrakea ditempat tidur (Wilkinson, 2015, hal. 323-330)
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke otak
Tujuan : Menunjukkan status sirkulasi
Kriteria hasil NOC :
1) Mempunyai sistem saraf pusat dan perifer yang utuh
2) Terbebas dari aktifitas kejang
3) Tidak mengalami sakit kepala
Intervensi NIC
1) Meningkatkan keadekuatan perfusi dan meminimalkan komplikas
untuk pasien yang mengalami atau beresiko mengalami
ketidakadekuatan perfusi serebral.
2) Mencegah atau meminimalkan cedera atau ketidaknyamanan pada
pasien yang mengalami perubahan sensasi.
Aktifitas keperawatan :
Pengkajian :
1) Pantau tingkat kesadaran dan orientasi
2) Pantau sakit kepala
3) Pantau tanda vital
4) Pantau memori, alam perasaan dan afek.
Aktifitas kolaboratif :
1) Pertahankan parameter hemodinamika (mislnya : tekanan arteri
sistemik) dalam rentan yang di anjurkan
2) Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskular
sesuai program
Aktifitas lain :
1) Lakukan moidalitas trapi kompresi( short/strech atau long
strech/bandage)
2) Meminuimalkan stimulus lingkungan
3) Beri inteval setiap asuhan keperawatan untuk meminimalkan TIK
(Wilkinson, 2015, hal. 806-820)
DAFTAR PUSTAKA

Davey, P. (2005). AT A GLANCE MEDICINE. Jakarta: Eirlangga.

Kalim, H. (2017). Sistem Kardiovaskuler Edisi Indonesia Ke - 1. Singapore:

Elseiver.

Stillwell, S. B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Weinstock, D. (2013). Rujukan Cepat Di Ruang ICU/CCU. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Winanda Rizki Bagus Santosa, T. A. (2015). Analisis Faktor yang Berhubungan

dengan Terjadinya Return Of Spontaneous Circulation Pada Pasien Hneti

Jantung Di IGD dR. Iskak Tulungangung. The Indonesian Journal Of Health

Scence, 9.

Vous aimerez peut-être aussi