Vous êtes sur la page 1sur 21

1

I. PENDAHULUAN
Dogma yang melekat sebagai efek dari periode pemulihan pasca pembedahan
adalah pengaruh intervensi sebelum dan selama pembedahan yang mengakibatkan
penurunan fungsi usus, restriksi kalori, hipervolemia intraoperatif, penggunaan
opioid berlebihan, pemanjangan waktu immobilisasi dan penggunaan selang
drainase dan kateter.1 Pada umumnya komplikasi pasca proses pembedahan yang
menjadi perhatian utama adalah gangguan terhadap pergerakan usus untuk kembali
ke kondisi normal. Agen-agen analgesik dan pemakaian obat opiod selama
prosedus anestesia dapat menjadi masalah bagi mobilisasi pasien di fase pasca
pembedahan. Diperlukan suatu upaya perawatan khusus pasca pembedahan guna
membantu pasien agar segera pulih pasca pembedahan. Adapun kunci utama dalam
mencapai pemulihan pascaoperasi yang cepat adalah minimalisasi stress selama
pembedahan. 2
Semakin tinggi tingkat stress, maka perkembangan katabolisme juga
meningkat.3 Hal ini berkaitan dengan resistensi insulin yang memicu degradasi
glukosa otot atau glikogen dan terakhir mendorong glukoneogenesis melalui
penghancuran protein otot akibatnya terjadi penurunan kekuatan dan kelamahan
otot. Blok epidural juga dapat memicu pelepasan katekolamin dan kortisol yang
kemudian akan semakin memperparah kondisi resistensi insulin. Perkembangan
proses ini terjadi sangat cepat setidaknya dalam 4 minggu setelah proses
pembedahan. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu mekanisme pengelolaan
perawatan pasca pembedahan guna mempertahankan homeostasis tubuh dengan
cara mengontrol metabolisme dan cairan tubuh dimulai sejak fase perioperatif
sebagai dukungan untuk mencapai pemulihan sempurna dan cepat.4
ERAS (Enhanced recovery after surgery) merupakan istilah yang merujuk pada
protokol perawatan perioperatif yang dimaksudkan untuk memperbaiki luaran
kondisi pasien pasca pembedahan mayor.5 Sebuah studi meta analisis menunjukkan
bahwa protokol ERAS pada pembedahan mayor menurunkan lamanya waktu
2

pemulihan dan menurunkan lama rawat di rumah sakit sekitar 2-3 hari dan
mengurangi timbulnya komplikasi pembedahan mayor sebesar 30%-50%.6 Banyak
terapi dalam protokol ERAS yang dapat secara langsung atau tidak langsung
memberikan efek terhadap aksi insulin dan menurunkan perkembangan resistensi
insulin. Nutrisi perioperatif dapat menghindari pemanjangan periode kelaparan dan
terapi karbohidrat dapat menstimulasi sensitivitas insulin segera sebelum onset
pembedahan. Terapi karbohidrat perioperatif menghasilkan perbaikan sensitivitas
insulin (mengurangi resistensi) postoperatif melalui dampaknya terhadap aktivitas
sel mitokondria dan mononuclear. Komponen kedua dalam protokol ERAS adalah
menjaga metabolisme cairan tubuh pasca pembedahan dengan cairan saline 0.9%
sebagai kristaloid penting gunan mempertahankan keseimbangan cairan garam
tubuh. Pemberian carian yang berlebihan tidak hanya akan memperlambat
kembalinya fungsi usus ke normal tetapi juga berkaitan dengan peningkatan
komplikasi. 7
Penerapan protokol ERAS pada pembedahan ginekologi yang dilakukan oleh
Kalogera et al (2013) pada pengamatan multimodal terkait perawatan perioperatif
guna mempercepat proses pemulihan pasca operasi menyimpulkan bahwa
implementasi protokol ERAS berkaitan dengan manajemen nyeri dengan
menggunakan opioid, berkurangnya lama perawatan di rumah sakit, angka
morbiditas dan perawatan kembali di rumah sakit, tingkat kepuasan pasien dan
8
penurunan biaya substansial. Implementasi protokol ERAS oleh departemen
kesehatan di Inggris juga menunjukkan reduksi bermakna antara lama rawat inap
dirumah sakit dan morbiditas dari pasien yang menjalani pembedahan ginekologi
yaitu histerektomi radikal dibandingkan dengan pendekatan perawatan tradisional. 9
Investigasi terbaru juga menyediakan data yang menunjukkan bahwa jalur
percepatan pemulihan (protokol ERAS) berkaitan dengan pasien pasca pembedahan
abdomen mayor (contoh : operasi prolasp organ panggul atau keganasan
ginekologi). Temuan dalam penelitian tersebut diantaranya pemulihan fungsi
gastrointestinal yang lebih awal dibandingkan dengan pasien yang tidak
3

mendapatkan perawatan protokol ERAS, pengurangan jumlah atau dosis pemakaian


opiod, pengurangan lama perawatan dirumah sakit sebesar 4 hari, peningkatan
kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, penurunan angka komplikasi
perawatan kembali ke rumah sakit dan terakhir berupa penghematan uang sebesar
$7600 per pasien (penghematan sebesar 19% dari total biaya perawatan pasien
10
yang menjalani pembedahan abdomen mayor). Progam protokol ERAS yang
memberikan manfaat sekunder terhadap penurunan aspek finansial dalam
perawatan pembedahan suatu penyakit sehingga praktiknya menjadi sangat penting
terutama dalam era asuransi kesehatan BPJS.
4

II. STRESS PASCA PEMBEDAHAN


A. Stress Pasca Pembedahan
Proses pembedahan dan trauma dapat menginduksi perubahan kompleks
metabolisme, perubahan respon hormonal, hematologikal dan imunologikal tubuh
11
serta aktivasi sisten saraf simpatetik. Rangsangan awal pencetus respon
perubahan tersebut adalah akibat pengaruh sitokin, terutala IL-6 dan TNF yang
dilepaskan oleh sel leukosit dan sel endothelial yang mengalami kerusakan akibat
trauma selama proses pembedahan. Keadaan ini mengarahkan baik ke efek lokal
dan sistemik. Serabut saraf afferent nosiseptif (A-delta dan C-fibres)
mentransmisi impuls nyeri ke sistem saraf pusat dari peripheral melalui traktus
spinothalamik. Aktivasi sistem saraf simpatetik pasca prosedur pembedahan
terjadi melalui beberapa jalur mekanisme. Pertama adalah adrenoreseptor alfa-1
yang akan menyebabkan vasokonstriksi peripheral dan splanikus sehingga
menyebabkan dilatasi pupil dan relaksasi otot polos usus. Pola adrenoreseptor
alfa-2 kurang dipahami dengan jelas namun aktivasinya berkaitan dengan
agregrasi platelet dan sedasi. Mekanisme kedua adalah melalui aktivasi reseptor
beta yang menyebabkan peningkatan dalam kontraktilitas kardiak dan relaksasi
otot yang menghasilkan vasodilatasi dan bronkodilatasi. Mekanisme aktivasi
sisem saraf simpatik ini juga berkaitan dengan efek metabolisme contohnya gejala
hipertensi, takikardi, pelepasan rennin dan glukagon. Efek kardiovaskular
bertujuan untuk mempertahnkan cardiac output dan organ-organ vital lainnya.
Pelepasan glukagon menginduksi glikogenolisis di hati dan otot dan mengarahkan
ke peningkatan kadar glukosa dan konsentrasi laktat serta mobilisasi asam lemak
bebas. 12
Prosedur pembedahan juga mempengaruhi hormonal dan metabolik sebagai
respon terhadap kondisi stress yang melibatkan penghancuran protein untuk
13
mempertahankan ketersediaan energi tubuh. Protein dari otot skeletal dan
gliserol dari pemecahan lemak digunakan untuk proses glukoneogenesis di hati.
Asam lemak dimetabolisme menjadi badan keton yang dapat dijadikan sebagai
5

sumber energi banyak organ. Selama pembedahan hipotalamus akan menstimulasi


pelepasan hormone ACTH dan mendorong sekresi kortisol dari korteks adrenal
dalam beberapa setelah pembedahan dimulai. Mekanisme umpan negative ini
secara normal akan dihambat sehingga kadar hormone stress tersebut meningkat
dan akibatnya terjadi hiperglisemia serta resistensi insulin perifer. Kadar insulin
tidak dapat merenspons dengan tepat kondisi hiperglisemia sehingga memicu
perubahan katabolisme. Derajat hiperglisemia bergantung pada derajat resistensi
insulin dan respon katekolamin. Resistensi insulin dari jaringan peripheral juga
terjadi, penurunan penggunaan glukosa menurun dan akhirnya justru
memperparah hiperglisemia. Mekanisme inhibisi hormonal tersebut juga
menstimulasi glikogen hepar dalam mensintesis efek immunomodulatori dan anti-
inflamasi. Hiperkoagulabilitas dan fibrinolisis terjadi oleh karena efek-efek
sitokin dan protein fase akut pada jalur koagulasi. Leukositosis dan limfositosis
juga terja. Immunosupresi terjadi sebagai efek langsung terhadap sekresi
hortisol.13

Gambar 1. Respon Stres Pasca Pembedahan


Dikutip dari : Greisen J, Juhl CB, Grofte T,13
B. Protokol ERAS ( Enhanced Recovery After Surgery )
6

1. Sejarah ERAS (Enhanced Recovery After Surgery)


Protokol perawatan percepatan pemulihan pasca pembedahan (ERAS) diinisiasi
pertama kali oleh Hendrik Kehlet pada tahun 1990-an dan menjadi fokus
penting dari managemen perioperatif pembedahan abdomen,vascular dan
thorasik. Protokol ERAS berusaha memodifiasi response fisiologikal dan
psikologikal terhadap pembedahan mayor yang telah diketahui dapat
menurunan komplikasi, lama perawatan di rumah sakit, dan perbaikan fungsi
kardiovaskular. Kunci utama dari protokol ERAS adalah konseling, nutrisi
preoperatif, menghindari lamanya puasa perioperatif dan postoperative serta
rekomendasi pemberian cairan karbohidrat hingga 2 jam pre-operatif,
menstandarisasi regimen anestetik dan analgesic (analgesia epiduran dan non-
opioid) serta mobilisasi dini. Protokol ERAS ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan tubuh dalam merespons dampak dari tindakan
pembedahan (kerusakan jaringan, infeksi, hipovolemia atau hipoksia) melalui
pengaturan terhadap efek katabolisme tubuh. 14
2. Komponen ERAS
Protokol perawatan percepatan pemulihan pasca pembedahan bervariasi
bergantung pada tahap pemulihan mulai dari proses sebelum pembedahan,
pasca pembedahan dan follow up. Pada fase pre-operatif terdapat dua jenis
perawatan yaitu tahap awal saat pasien masuk rumah sakit dan perawatan pre-
operatif sedangkan pada periode post operatif menitikberatkan pada status
nutrisi pasien yang menunjang untuk mempercepat kondisi pemulihan pasien.
14-16

2.1 Tahap awal saat pasien dirawat di rumah sakit (Pre-admission)


Optimalisasi kondisi pasien pada tahap awal pasien dirawat di rumah sakit
seharusnya dilakukan di pusat pelayanan primer dengan targetnya adalah
pasien-pasien dengan kondisi anemia, diabetes, tekanan darah ringgi, dan
penyakit kronis lainnya. Pasien yang direncanakan untuk menjalani
pembedahan harus diedukasi untuk berhenti merokok dan mengonsumsi
7

minuman alkohol sebelum pembedahan. Penilaian pre-operatif formal harus


dilakukan sebelum pembedahan dimulai, termasuk optimisasi masalah-
masalah kesehatan dan faktor-faktor resiko yang mempengaruhinya. Pada
tahap ini, perlu diketahui pula secara mendetail apa tindakan pembedahan
yang akan dilakukan, obat-obatan pasca pembedahan serta rencana
mobilisasi dan nutrisi oral pasca pembedahan serta rencana pemulangan
pasien baik secara verbal maupun tertulis. 14
2.2 Tahap pre-operatif
Pada periode pre-operatif, pasien telah siap menjalani pembedahan dan
mulai direncanakan untuk melakukan puasa sejak malam hari atau mulai
dipersiapkan kondisi usus sebelum proses pembedahan. Praktiknya pasien
diminta untuk puasa pada malah hari pada awalnya adalah untuk
menghindari aspirasi pulmoner pasca pembedahan elektif. Namun begitu
tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hal tersebut dan sebaliknya puasa
preoperative justru dapat meningkatkan stress metabolik, hiperglikemia dan
resistensi insulin sehingga tubuh menjadi makin tidak dalam kondisi baik
selama prosedur pembedahan. Kondisi lapar yang berkepanjangan dan
persiapan kondisi usus memberikan efek samping yang berpengaruh
terhadap status hidrasi pasien dan keseimbangan elektrolit. Nutrisi yang
kurang baik akan menpengaruhi luaran postoperative menjadi kurang baik
pula. Oleh karena itu nutrisi merupakan komponen penting dalam ERAS.
Penelitian Universitas Vanderbilt menunjukkan bahwa defisiensi nutrisi
pre-operatif merupakan prediktor kuat mortalitas pasien 90 hari pasca
pembedahan dan rendahnya nutrisi secara keseluruhan.15 Telaah Cohcran
akhir-akhir ini mengungkapkan bahwa pengosongan isi usus dari cairan
dapat dilakukan mulai 2 jam sebelum pembedahan, meskipun puasa 6 jam
sebelum pembedahan masih tetap direkomendasikan untuk jenis makanan
padat. Dalam telaah tersebut, minuman berkarbohidrat disediakan dengan
tujuan untuk meminimalisir katabolisme protein, negatifitas keseimbangan
8

nitrogen dan resistensi insulin yang sering terjadi sebagai respon fisiologis
terhadap kondisi stress selama proses pembedahan. Oleh karena itu
rekomendasi terbaru ini dapat mengurangi derajat penurunan kelemahan
otot pasien pasca pembedahan sehingga proses pemulihan pasca
pembedahan dapat dicapai dengan lebih cepat. Koreksi defisiensi nutrisi
preoperatif secara parenteral dan enteral bergantung pada derajat keparahan
defisiensi serta kondisi saluran gastrointestinal pasien. Namun begitu, pada
banyak kasus pasien dapat diatasi dengan input yang tepat dari rekomendasi
ahli gizi atau nutrisionis dan dapat digunakan sebagai standard penggunaan
suplementasi nutrisional cairan protein.
2.3 Perawatan Intraoperatif
Perawatan pasien harus ditelaah secara individualistik dengan
menggunakan tehnik invasive yang paling minimal. Pembedahan reseksi
laparoskopik telah menunjukkan pemendekan lama rawat inap di rumah
sakit, penurunan komplikasi dan percepatan perbaikan fungsi
gastrointestinal. Penggunaan selang NGT juga berkaitan dengan
peningkatan morbiditas dan memperpanjang pemulihan fungsi usus
sehingga sebisa mungkin sebaiknya dihindari. Overhidrasi diketahui sering
terjadi pada periode perioperatif dan hal ini dapat meningkatkan lama rawat
rumah sakit oleh karena itu cardiac output merupakan indikator pengamatan
pemberian terapi cairan intraoperatif. Menghindari agen analgesic yang
dapat mencetuskan gejalan PONV (postoperative nausea and vomiting)
merupakan hal penting sehingga setiap pasien perlu dinilai dengan sistem
skor Apfel (jenis kelamin wanita, penyakit pergerakan atau riwayat PONV
sebelumnya, buka perokok dan pemberianopiod postoperative) dimana
keberadaan dua resiko atau lebih merupakan pertanda untuk pemberian
terapi PONV profilaksis dan protokol ERAS merekomendasikan pemberian
deksameason pada fase induksi atau ondansentron atau droperidol atau
metoklorpropramid pasca pembedahan. 16
9

Tabel 1. Protokol Perawatan ERAS Pre-Operatif dan Intra-Operatif

Perawatan Pre-Operatif Perawatan Intra-Operatif


Penerimaan pasien pada hari Menggunakan agen anastetik kerja jangka
operatif pendek
Mempersiapkan pengosongan Menghindari opiate kerja jangka panjang
usus Menghindari penggunaan drain dan NGT
Menghindari puasa terlalu lama Menghindari overhidrasi
Minuman berkarbohidrat Memperhatikan kontrol suhu tubuh
Menghindari premedikasi agen Tromboprofilaksis
sedative Mengurangi resiko PONV dan penggunaan
terapi profilaksis agresif
Dikutip dari : Carli F, Trudel JL, Belliveau P, 16

2.4 Post-operatif
Perawatan post operatif melibatkan pemeliharaan hidrasi dengan mendorong
penghentian terapi cairan sedini mungkin dan mengalihkannya ke terapi oral
sesegera mungkin seperti pemberian minuman berkarbohidrat. 17 Nutrisi post-
operatif akan mempengaruhi respons metabolik sehingga dapat menurunkan
kejadian resistensi insulin, penurunan kehilangan nitrogen dan menurunkan
hilangnya kekuatan otot. Sebelum dilakukan pemberian nutrisi, pasien harus
menjalani pemeriksaan fungsi saluran gastrointestinal untuk mendapatkan
penilaian toleransibilitas intake oral. Hal ini kemudian berlanjut seiring dengan
pemberian nutrisi makanan normal jika status nutrisional pre-operatif pasien
buruk. Serupa dengan puasa pre-opetatif maka pemanjangan puasa post-
operatif juga dapat hal penting karena konsumsi nutrisi oral berkaitan erat
dengan penurunan infeksi luka dan pemendekan lama rawat dirumah sakit.
Lewi dan teman-temannya mendemonstrasikan bahwa tidak terdapat efek
negatif pasca pemberian makanan secara dini pasca pembedahan, bahkan
tampak adanya penurunan kurva terkait insidensi dehisensi anastomotik, infeksi
luka, pneumonia, abses intra abdominam dan mortalitas pada pasien yang
10

mendapat nutrisi enteral dini. Telaah Cochrane di tahun 2006 juga menemukan
bahwa nutrisi post operatif dapat menurunkan komplikasi dan mortalitas pasien
post operatif. 18
Kateter urin dan selang drainase juga harus dilepaskan sedini mungkin.
Penggunaan agen analgesia multimodal seperti parasetamol oral dan obat anti
inflamasi oral dapat ditoleransi dengan baik pada periode post operatif untuk
mengganti penggunaan opiod intravena secara berlebihan karena semakin
banyak agen sedasi yang digunakan maka komplikasi ileus dan gangguan
pernapasan juga semakin tinggi.

Gambar 2. Kunci Aspek Protokol ERAS


Dikutip dari : Donat, 20

Mobilisasi harus silakukan sesuai rencana pre-operatif yang disetujui


pasien dan dokter tujuannyauntuk mengurangi hilangnya protein otot dan
memperbaiki fungsi respirasi dan penghantaran oksigen ke perifer. Idealnya
11

pasien harus duduk dalam 2 jam sehari pasca operasi dan 6 jam perhari
sebelum pasien keluar dari rumah sakit. 19
Tabel 2. Contoh protokol ERAS pada pasien radikal sistektomi

 Satu hari sebelum sistektomi  Hari ketiga dan keempat


radikal  Melepaskan selang epidural pada
 Sarapan pagi normal hari ketiga
 Dirawat dirumah sakit  Melanjutkan mobilisasi dan
 Pemberian cairan tidak dibatasi mendorong perawatan diri sendiri
 Dikonsulkan ke ahli gizi  Memberikan diet ringan yang dapat
 Stoma terapis datan melihat pasien ditoleransi
 Penilaian kondisi social dan  Mempertimbangkan rencana untuk
rujukan jika diperlukan keluar dari rumah sakir
 Hari Pembedahan Sitektomi  Hari ke 5,6 dan 7
Radikal  Pembatasan untuk menilai
 memberikan minuman keperluan nutrisi pada hari ke 5
berkarbohidrat dalam 2 jam  Jika seorang pasien tidak makan
sebelum pembedhaan atau minum setelah 5-6 hari tetapi
 mulai pemberian cairan yang dapat aktivitas usus (+) maka mulailah
ditoleransi pasien ketika sudah di pemberian makanan melalui NGT
fase pemulihan pasca operasi  Jika tidak ada aktivitas usus maka
 memulai langkah pemberian mulailah lakukan nutrisi parenteral
makanan total
 analgesia epidural in situ
 Pasca radikal sistektomi : hari ke 1  Hari ke 8
 diberikan cairan bebas yang dapat  Mulai lepas dj Stents
ditoleransi pasien
 pasien wanita, melepaskan tampon
vagina (pembalut)
 mobilisasi dan konsul ke fisioterapi
 Pemberian ranitidine 3x1 IV atau
2x1 secara oral
 Pelepasan drain juka < 50 mL
dalam 24 jam
 Pencucian bladder 20 mL, 2jam
sekali per 12 jam dan kemudian
4x/jam
12

 Hari ke 2  Hari ke 10
 berikan makanan ringan yang Pelepasan Klip
mudah ditoleransi  Hari ke 11-14
 Mobilisasi dan dorongan untuk Lanjutkan seperti jadwal sebelum
perawatan diri sendiri (perawatan pulang ke rumah
kateter/ pengosongan kantung
stoma pada pasien dengan saluran)
Dikutip dari : Donat, 20

Gambar 3. Tahapan Protokol ERAS


Dikutip dari : RCOG, 21
13

2.5 Pencegahan pemanjangan waktu ileus post-operatif


Pada pembedahan ginekologi seringkali komplikasi usus yang dihadapi oleh
dokter ahli kandungan dan kebidanan adalah ileus paralitik khususnya pada
pembedahan sistektomi radikal. Etiologi ileus postoperative adalah
multifaktorial. Fungsi usus bergantung pada sistem saraf pusat, pengaruh
hormona, neurotransmitter dan jalur inflamasi lokal. Stress selama
pembedahan, perabaaan terhadap usus selama pembedahan, penggunaan agen
opiod dan resusitasi cairan opioid dapat memicu terjadinya ileus post operaitf.
Adapun faktor yang dapat mengurangi terjadinya komplikasi ini adalah dengan
memilih agen anastesi epidural, prosedur pembedahan yang paling minimal,
memegang usus dengan lembut dan menghindari distensi cairan. Lebih lanjut,
pemakaian selang NGT sebagai dekompresi harus dihindari pasca pembedahan
sehingga selang NGT harus dilepaskan sebelum pasien di ekstubasi. 20
Tindakan preventif lainnya yang tradisional telah dianjurkan sejak lama
adalah mengunyah permen karet. Mengunyah permen karet pada periode post
operatif dideskripsikan dapat bermanfaat dalam meningkatkan stimulasi sefalo-
vagal sehingga mendorong pergerakan usus dan menrunkan input inhibisi dari
sistem saraf simpatetik kemudian hormone gastrointestinal seperti hormone
gastrin, neurotensin, kolesitokinin dan polipeptida pankreatik juga dapat
ditingkatkan sebagai efek dari stimulasi vagal terhadap serabut-serabut otot
polos. Mengunyah permen karet juga dapat meningkatkan sekresi saliva dan
cairan pankreatik dan pada penelitian terbaru akhir-akhir ini ditemukan bahwa
sorbitol dan hexitol yang terkandung dalam permen karet juga berperan dalam
menrutunkan ileus post operatif, menurunkan lamanya waktu pasien untuk
flatus dan waktu pergerakan usus pertama.
2.6 Manajemen nyeri post-operatif
Manajemen nyeri post-operati adalah penting pada pedoma ERAS tipe A.
Berbeda halnya dengan pedoman BPIGS 6 dimana terdapat bukti kuat yang
mendukung penggunakan lidokaine intravena pasca pembedahan.
14

C. Manfaat ERAS
Terdapat beberapa manfaat baik bagi pasien maupun penyedia layanan
kesehatan dari keseluruhan pendekatan protokol ERAS. Pasien mendapatkan
persiapan fisik dan medis yang optimal dalam menghadapi pembedahan.22 Jika
proses persiapan ini dimulai dari layanan kesehatan primer, maka pasien dapat
diproses untuk pembedahan lebih awal dan dapat mengurangi antrian jadwal
operasi. Rumah sakit yang meberikan perawatan berdasarkan EBM akan
memberikan perubahan fisiologis minimal dari kondisi pasien sehingga pasien
dapat pulih dengan lebih cepat. Keluhan nyeri, mual, dan disfungsi usus
postpartum dapat diminimalisir yang pada akhirnya juga akan menurunkan
angka infeksi nosokomial rumah sakit. Di Amerika Serikat, diestimasikan
terjadi penurunan jumlah lama rawat sekitar 140.000-200.000 penggunaan
tempat tidur rumah sakit pertahun nya. 22
Penerapan protokol ERAS pada pembedahan ginekologi yang dilakukan
oleh Kalogera et al (2013) pada pengamatan multimodal terkait perawatan
perioperatif guna mempercepat proses pemulihan pasca operasi menyimpulkan
bahwa implementasi protokol ERAS berkaitan dengan manajemen nyeri
dengan menggunakan opioid, berkurangnya lama perawatan di rumah sakit,
angka morbiditas dan perawatan kembali di rumah sakit, tingkat kepuasan
pasien dan penurunan biaya substansial. Implementasi protokol ERAS oleh
departemen kesehatan di Inggris juga menunjukkan reduksi bermakna antara
lama rawat inap dirumah sakit dan morbiditas dari pasien yang menjalani
pembedahan ginekologi yaitu histerektomi radikal dibandingkan dengan
pendekatan perawatan tradisional. Investigasi terbaru juga menyediakan data
yang menunjukkan bahwa jalur percepatan pemulihan (protokol ERAS)
berkaitan dengan pasien pasca pembedahan abdomen mayor (contoh : operasi
prolasp organ panggul atau keganasan ginekologi).
Temuan dalam penelitian tersebut diantaranya pemulihan fungsi
gastrointestinal yang lebih awal dibandingkan dengan pasien yang tidak
15

mendapatkan perawatan protokol ERAS, pengurangan jumlah atau dosis


pemakaian opiod, pengurangan lama perawatan dirumah sakit sebesar 4 hari,
peningkatan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, penurunan angka
komplikasi perawatan kembali ke rumah sakit dan terakhir berupa
penghematan uang sebesar $7600 per pasien (penghematan sebesar 19% dari
total biaya perawatan pasien yang menjalani pembedahan abdomen mayor).
Progam protokol ERAS yang memberikan manfaat sekunder terhadap
penurunan aspek finansial dalam perawatan pembedahan suatu penyakit
sehingga praktiknya menjadi sangat penting terutama dalam era asuransi
kesehatan BPJS. Manfaat ekonomi kesehatan yang tak dapat dihitung dengan
angka adalah perubahan kualitas hidup pasien dalam lingkungan social yang
biasanya berdampak hingga beberapa bulan pasca pembedahan. Protokol
protokol ERAS juga memperbaiki hubungan kepercayaan antara unit layanan
primer dan tingkat kepercayaan rumah sakit serta perbaikan dinamika
hubungan yang lebih baik antar multidisiplin ilmu diatara tim perawatan pasien
sehingga kerjasama yang lebih baik ini menghasilkan perbaikan pelayanan
kesehatan dan tingkat kepuasan pasien atas layanan kesehatan tersebut. 23

C. Implementasi ERAS pada Pembedahan Obstetri dan Ginekologi


Ginekologi dimasukkan sebagai satu dari spesialisasi pembedahan yang
merupakan bagian dari implementasi ERAS. Elemen-elemen yang terdapat
dalam protokol ERAS menawarkan keamanan, kualitas terbaik dari perawatan
periooperatif dan seharusnya menjadi standard praktik bagi semua wanita yang
menjalani pembedahan ginekologi. Beberapa pendekatan menawarkan
keuntungan yang didapat baik pasien dan pemberi layanan kesehatan melalui
penghematan yang didapat dari penurunan komplikasi-komplikasi yang dapat
ditimbulkan dan kesempatan-kesempatan hingga manfaat baik bagi pasien
maupun tenaga medis yang didapat dari pengurangan durasi lama rawat
16

dirumah sakit. Berikut beberapa manfaat implementasi protokol ERAS dalam


pembedahan ginekologi secara khusus yakni : 22,23
1. Oprimalisasi fisik dan psikologis pasien melalui penilaian preoperative,
membantu mereka untuk merencanakan dan mempersiapkan diri sebelum
dirawat dirumah sakit.
2. Rencana keluar dari rumah sakit pada fase preoperative untuk mengatasi
faktor-faktor sosio domestik yang dapat mempengaruhi waktu keluar dari
rumah sakit sedini mungkin.
3. Mengurangi stress psikologikal dari pembedahan dengan mengganti
pendekatan histerektomi menjadi laparoskopik guna mengurangi lama
perawatan di rumah sakit dan mortalitas postoperatif jangka pendek.
4. Menggunakan pendekatan manajemen postoperative dan perioperatif
dengan menurunkan variasi perawatan sebaliknya dengan penggunaan
protokol ERAS antar departemen maka dapat berkurang lama rawat pasien
di rumah sakit dan menurunkan kebutuhan akan tempat tidur.
5. Menjamin keterlibatan pasien dalam setiap langkah dari pengambilan
keputusan pembedahan hingga keluar dari rumah sakit.
Manfaat dari implementasi protokol ERAS diatas dapat terlihat dari
beberapa penelitian terkait pembedahan di bidang obstetric dan ginekologi.
Penelitian Wijk K, Francen K, Liunggvist O dan Nilsson K terkait
implementasi protokol ERAS dalam menurunkan lama rawat pasca histerektomi
abdominal mendapatkan bahwa dari 85 pasien terdiagnosis keganasan
ginekologi menjalani histerektomi abdominal (Januari-Desember 2012)
sejumlah 56% pasien diizinkan pulang pada fase awal (pre-fase) protokol
ERAS diimplementasikan dan sebesar 73% pasien dapat diizinkan pulang
setelah menjalani protokol ERAS sehingga dapat disimpulkan bahwa
implementasi protokol ERAS pada pasien yang menjalani protokol ERAS akan
memiliki lama rawat yang lebih singkat tanpa ditemukan adanya komplikasi.24
17

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nelson et al (2016) dengan


mengumpulkan review sejak tahun 1966-2014 menggunakan data Embase dan
Pubmed dengan subjek yang digunakan “gynecology” atau “gynaecologic
oncology” dan hasilnya adalah protokol ERAS direkomendasikan dalam
manajemen postoperative pada pasien yang menjalani pembedahan ginekologi
maupun onkologi.25 Ema, Robin, Andi dan Nigel juga melakukan telaah
efektifitas protokol ERAS dalam pembedahan ginekologi dalam sistem
kesehatan di UK dan setelah 4 tahun mengimplementasikan protokol ERAS
maka disimpulkan bahwa protokol ERAS memberikan efek yang memuaskan
sehingga para ahli bedah,anestesi, kebidanan dan kandungan baik manager
rumah sakit, perawat maupun dokter harus di training agar menjamin
pemahaman seluruh para pekerja di bidang masing-masing terkait
implementasi protokol ERAS dan belajar menilai dan mengidentifikasi
perbaikan-perbaikan di departemen masing-masing. Seluruh tim dari berbagai
disiplin ilmu diperlukan untuk berkolaborasi demi keberhasilan dari jalur dan
peran mereka masing-masing yang sangat penting dalam keberhasilan
implementasi protokol ERAS. 26
18

III. RINGKASAN
Protokol perawatan percepatan pemulihan pasca pembedahan (ERAS) diinisiasi
pertama kali pada pembedahan kolorektal terbuka, kemudian ditelaah secara
lebih luas untuk jenis pembedahan lainnya. Berdasarkan beberapa penelitian uji
klinis dan telaah review terbukti terdapat beberapa jalur manfaat dari
implementasi protokol ERAS dalam mempercepat pemulihan pasien pasca
pembedahan. Pada dasarnya metode ERAS adalah mengembalikan optimalisasi
fungsional tubuh manusia dalam merespons proses pembedahan mulai dari tahap
pre-admission, pre-operatif, intra-operatif dan post-operaitf. Aspek penting
dalam implementasi protokol ERAS adakah diperlukannya kolaborasi dari
beberapa ahli dalam bidang ilmu tertentu seperti dokter yang akan melakukan
pembedahan, dokter umum, dokter anestesi, ahli fisioterapi, ahli gizi, dan
perawat.
Protokol perawatan percepatan pemulihan pasca pembedahan bervariasi
bergantung pada tahap pemulihan mulai dari proses sebelum pembedahan, pasca
pembedahan dan follow up. Pada fase pre-operatif terdapat dua jenis perawatan
yaitu tahap awal saat pasien masuk rumah sakit dan perawatan pre-operatif
sedangkan pada periode post operatif menitikberatkan pada status nutrisi pasien
yang menunjang untuk mempercepat kondisi pemulihan pasien.
Manfaat protokol ERAS bagi pasien maupun penyedia layanan kesehatan
dari keseluruhan pendekatan protokol ERAS. Pasien mendapatkan persiapan
fisik dan medis yang optimal dalam menghadapi pembedahan. Jika proses
persiapan ini dimulai dari layanan kesehatan primer, maka pasien dapat diproses
untuk pembedahan lebih awal dan dapat mengurangi antrian jadwal operasi.
Rumah sakit yang meberikan perawatan berdasarkan EBM akan memberikan
perubahan fisiologis minimal dari kondisi pasien sehingga pasien dapat pulih
dengan lebih cepat. Keluhan nyeri, mual, dan disfungsi usus postpartum dapat
diminimalisir yang pada akhirnya juga akan menurunkan angka infeksi
19

nosokomial rumah sakit. Di Amerika Serikat, diestimasikan terjadi penurunan


jumlah lama rawat sekitar 140.000-200.000 penggunaan tempat tidur rumah
sakit pertahun nya
20

RUJUKAN
1. Department of Health Guidance. Delivering Enhanced Recovery: Helping Patients get better sooner
after surgery. Published 31st March 2010 on the Department of Health Website.
2. Roberts J, et al., Thinking differently: Working to spread enhanced recovery across England.
Current Anaesthesia & Critical Care; 2010; doi:10.1016/j.cacc.2009.12.003 (in press).
3. Anderson AD, McNaught CE, MacFie J, Tring I, Barker P, Mitchell CJ. Randomized clinical trial of
multimodal optimization and standard perioperative surgical care. Br J Surg. 2003;90:1497–504.
[PubMed]
4. Kehlet H, Wilmore DW. Multimodal strategies to improve surgical outcome. Am J Surg.
2002;183:630–41. [PubMed]
6. Zhuang CL, Ye XZ, Zhang XD, Chen BC, Yu Z. Enhanced recovery after surgery protokols versus
traditional care for colorectal surgery: a meta-analysis of randomized controlled trials. Dis Colon
Rectum.2013;56(5):667-678.
7. Sjetne IS, Krogstad U, Odegard S, Engh ME. Improving quality by introducing enhanced recovery
after surgery in a gynaecological department: consequences for ward nursing practice. Qual Saf
Health Care. 2009;18:236–40. [PubMed]
8. Kalogera E, Gamez, JB, Janoski CJ, Trabuco E, Lovely JL, Dhanorker S, et al. Enhanced recovery
in gynaecologic surgery. Obstet Gynecol. 2013 Aug; 122(201): 319–328
9. Koupparis A, Dunn J, Gillatt D, et al. Improvement of an enhanced recovery protokol for radical
cystecomy. British Journal of Medical and Surgical Urology 2010;3:237-40.
10. Marx C, Rasmussen T, Jakobsen DH, Ottosen C, Lundvall L, Ottesen B, et al. The effect of
accelerated rehabilitation on recovery after surgery for ovarian malignancy. Acta Obstet Gynecol
Scand. 2006;85:488–92. [PubMed]
11. van den Berghe G, Wouters P, Weekers F, et al. Intensive insulin therapy in the critically ill
patients. N Engl J Med 2001;345:1359-67.
12. Mathur S, Plank LD, Hill AG, et al. Changes in body composition, muscle function and energy
expenditure after radical cystectomy. BJU Int 2008;101:973-7; discussion 77.
13. Greisen J, Juhl CB, Grofte T. Acute pain induces insulin resistance in humans. Anesthesiology
2001;95:578-84
14.Sammour T, Zargar-Shoshtari K, Bhat A, Kahokehr A, Hill AG. A protokolme of Enhanced
Recovery After Surgery (ERAS) is a cost-effective intervention in elective colonic surgery. N Z
Med J. 2010;123:61–70. [PubMed]
15. Gregg JR, Cookson MS, Philip S, et al. Effect of preoperative nutritional deficiency on mortality
after radical cystectomy for bladder cancer. J Urol 2011;185:90-6.
21

16. Carli F, Trudel JL, Belliveau P. The effect of intraoperative thoracic epidural anaesthesia and
postoperative analgesia on bowel function after colorectal surgery: a prospective, randomized trial.
Dis Colon Rectume 20001;44:1083-9.
17. Andersen HK, Lewis SJ, Thomas S. Early enteral nutrition within 24h of colorectal surgery versus
later commencement of feeding for postoperative complications. Cochrane Database Syst Rev
2006:CD004080
18. Lewis SJ, Andersen HK, Thomas S. Early enteral nutrition within 24 h of intestinal surgery versus
later commencement of feeding: a systematic review and meta-analysis. J Gastrointest Surg
2009;13:569-75.
19. Jottard K, Hoff C, Maessen J, et al. Life and death of the nasogastric tube in elective colonic
surgery in the Netherlands. Clin Nutr. 2009;28(1):26-28.
20. Donat. Early nasogastric tube removal combined with metoclopramide after radical
cystectomy and urinary diversion. J Urol 1999;162:1599-602.
21. Royal College of Obstetricians and Gynecologist. Scientific Impact Paper No.36.
February 2013.
22. Desborough. The Stress Response to Trauma and Surgery. BJA; 2000; 85 (1): 109-17
23. Lassen, Soop, Nygren et al. Consensus Review of Optimal Perioperative Care in Colorectal
Surgery. ERAS Group Recommendations. Arch Surg; 2009; 144 (10): 961-969.
24. Wijk L, Franzen K, Ljungqvist O, Nilsson K. Implementing a structured Enhanced Recovery After
Surgery (ERAS) protokol reduces length of stay after abdominal hysterectomy. Acta Obstet
Gynecol Scand. 2014 Aug;93(8):749-56.
25. Nelson G, Altman AD, Nick A, Meyer LA, Ramirez P.T, Achtari C, et al. Guidelines for
postoperative care in gynecologic/oncology surgery:Enhanced Recovery After Surgery (ERAS®)
Society recommendations — Part II . Gynecologic Oncology, 2016;140:323–332.
26. Torbe E, Crawford R, Nordin, Andi dan Acheson N. Enhanced recovery in gynecology The
Obstetrician & Gynaecologist 2013;15:263–8.

Vous aimerez peut-être aussi