Vous êtes sur la page 1sur 13

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN SPONDILITIS ANKILOSIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Medikal Bedah

Disusun oleh :

AYU SEKAR RINI


16.06.149.14401.065

AKADEMI KEPERAWATAN 17 KARANGANYAR SURAKARTA


2017/2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit peradangan kronik
progresif yang terutama menyerang sendi sakroiliaka dan sendi-
sendi tulang belakang. Dengan semakin berkembangnya penyakit
pada tulang belakang, maka jaringan lunak paravertebra dan sendi
kostovertebralis mungkin terserang juga (Price & Wilson, 1985).
Sedangkan depkes (1995) mendefenisikan spondilitas
sebagai suatu peradangan kronis yang menimbulkan kekakuan dan
biasanya gangguan bersifat progresif pada sendi sakro iliaka dan
sendi panggul, sendi-sendi sinovial pada spinal dan jaringan-
jaringan lunak di spinal.
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik,
bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama
menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab
yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi
perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan
ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang.
Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini.
Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang
terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah
Marie Strumpell disease atau Bechterew's disease1-2.
Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding
dengan artritis rematoid. Sekitar 20% donor darah dengan HLA-
B27 menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai
pada masa remaja dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada
pria daripada wanita (5 : 1). Angka kekerapan bervariasi antara
1,0--4,7%.3-7. Dalam makalah ini, akan dibahas penanganan
spondilitis ankilosis.
B. Etiologi
Penyebabnya spondilitis belum diketahui, merupakan
komplikasi TBC poon melalui penyebaran secara hematogen.
Terdapat hubungan antara HLA – B 27 dan triger ( seperti infeksi )
yang menimbulkan reaksi dalam sistem imunologi dan
menimbulkan respon terhadap radang.

C. Anatomi Patologi
Lesi yang terjadi adalah sinovitis pada sendi – sendi tulang
belakang kemudian terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang
mengakibatkan ankylosis.

D. Patofisiologi
Penyakit ini bersifat kronis dan progresif yang menyerang
pada tulang rawan dan fibrokartilago sendi sakroiliakal dan sendi
panggul serta sendi sinovil pada spinal . inti kuman biasanya
merusak spongiosa korpus vertebra. Bagian – bagian intervetebra
menjadi meradang dan akhirnya terjadi fusi/persatuan/ankilose
tulang pada sendi sakroiliaka dan spinal – spinal lain melalui
servikal. Fusi dari sendi sakroiliaka dan keatas vertebra servikalis
dapat terjadi antara 10 – 20 tahun. Penyakit ini timbul pada usia 10
– 30 tahun dan progresif setelah 50 tahun dan lebih banyak pada
laki –laki.

PATHWAYS
E. Manifestasi Klinis
Gejala awal adalah LBP atau gatal, sakit dan bengkak pada
panggul, lutut atau bahu, sedikit panas dan kurang nafsu makan,
sakit pinggang kadang-kadang tidak terasa dan hilang timbul.
Gejala klinis biasanya timbul perlahan-lahan dimulai dengan
rasa lelah dan nyeri intermiten pada tulang belakang, bawah dan
panggul, kekakuan di pagi hari yang dapat hilang dengan sedikit
olahraga. Gejalanya dapat sedemikian ringan dan tidak progresif
sehingga banyak penderita penyakit ini yang tidak terdiagnosis.
Selain itu gejala spondilitis ankilosis bisa dikacaukan dengan
gangguan mekanik pada tulang belakang. Gejala-gejala ekstra
spinal meliputi :
1. Pleuritik seperti chest pain
2. Tendonitis achiles atau radang sendi tumit
3. Arthropathy perifer (khususnya panggul)
4. Gejala non spesitif :
a. BB menurun
b. Malaise
c. Lemah
d. Mood berubah
5. Perubahan tulang yang spesifik disebut poker back (deformitas
atau kifosis pada sendi servik dorsal).

Pada pemeriksaan fisik terdapat seorang yang pada


dasarnya sehat tetapi memiliki riwayat sakit punggung yang
persisten dengan awitan yang perlahan-lahan, nyeri punggung
membaik dengan olahraga dan bertambah berat denga beristirahat,
adanya radiasi difus keseluruh punggung bagian bawah dan
daerah pantat.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi membantu untuk menentukan adanya
penyimpangan dan perubahan pada sendi sarcoilliaca yang
merupakan gejala dini dan awal menegakkan diagnosa.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian
laju endap darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi
hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat. Serum C
reactive protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda
keaktifan penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA.
Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi
memberikan gambaran sama pada inflamasi. Anemia
normositik-normositer ringan ditemukan pada 15% kasus.
Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu
diagnosis.
2. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat
pada sendi aksial, terutama pada sendi sakroiliaka,
diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan kostotransversal.
Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik, dimulai
dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang
memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian,
terjadi penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan
interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadi
ankilosis yang komplit.
Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan
berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi
sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya
sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau pseudo
widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan
jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap).
Akan terlihat gambaran squaring (segi empat sama sisi)
pada kolumna vertebra dan osifikasi bertahap lapisan superfisial
anulus fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan
di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila
jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan membentuk
bamboo spine. Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan
adanya penyempitan celah sendi yang konsentris,
ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi
luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun femoral.
Akhirnya, terjadi ankilosis tulang dan pada sendi bahu
memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan erosi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian
1. Data subyektif
Banyak orang dengan ankilosis spondilitis belum
terdiagnosa, pasien mengeluh sakit pinggan sebelah bawah,
kaku, gangguan perubahan sarcoilliaca bilateral yang
berlangsung beberapa kali serangan dan kemudian menghilang.
Lama kelamaan gejala menetap dan mulai ada gejala ankilose
dari sendi, terutama dari spinal. Pasien harus ditanya mengenai
perubahan bentuk tubuh dan berkurangnya tinggi badan.
2. Data obyektif
a. Observasi gejala rasa nyeri atau bertahan pada sikap tegak.
b. Periksa postur pasien : pasien agak membungkuk ke depan
pada daerah pinggang sering untuk mengimbangi agar
dapat berdiri tegak dengan fleksi panggul dan lutut.
c. Palpasi, apakah ada kelemahan pada spinal dan daerah
sarcoilliaka.
d. Catat adaya rasa nyeri bila bergerak dan keterbatasan
berputar dan membungkuk tubuh bagian atas.

B. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi


1. Nyeri akut atau kronis b.d dengan distensi
jaringan (sendi) oleh proses inflamasi atau akumulasi cairan.
Tujuan :
Menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol, terlihat rileks, dapat
beristirahat dan berpartisipasi dalam aktifitas sesuai
kemampuan, mengikuti program farmakologis, menggabungkan
ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan untuk mengontrol
nyeri.
Intervensi :
a. Sedikit keluhan nyeri, lokasi, intensitas, faktor yang
memperberat, tanda rasa sakit non verbal.
Rasionalisasi :
Menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan
program.
b. Biarkan apsien mengambil posisi yang nyaman pada posisi
tidur atau duduk di kursi. Tingaktkan istirahat di tempat tidur.
Rasionalisasi :
Pada penyakit berat tirah baring diperlukan untuk membatasi
nyeri dan cedera sendi.
c. Dorong untuk selalu mengubah posisi, bantu pasien untuk
bergerak ditepat tidur, sokong sendi yang sakit, hindari
gerakkan yang menyentak.
Rasionalisasi :
Mencegah kelelahan umum dan kekauan sendi,
menstabilkan sendi, mengurangi gerak atau rasa sakit pada
sendi.
d. Dorong penggunaan tehnik management stress misalnya,
relaksasi progresif, sentuhan terapetik, pengendalian nafas.
Rasionalisasi :
Meningkatkan relaksasi, rasa kontrol, dan kemampuan
kontrol.
e. Berikan masase yang lembut dan anjurkan pasien mandi air
hangat.
Rasionalisasi :
Pijatan dan penggunaan air hangat pada waktu mandi dapat
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan kekakuan pada pagi hari.
f. Kolaborasi :
Berikan obat-obat asetil salisilat dan NSAID.
Rasionalisasi :
ASA bekerja sebagai anti inflamasi, efek analgesik ringan,
mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas, sedangkan
NSAID diberikan bila pasien tidak berespon terhadap ASA.
g. Siapkan operasi (sinovektomy)
Rasionalisasi :
Pengangkatan sinoveum yang meradang dapat mengurangi
nyeri dan membatasi progresi dari perubahan degeneratif.

2. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan


kekuatan otot.
Tujuan :
Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur,
meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktifitas.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring jika perlu
Rasionalisasi :
Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan
seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan, mempertahankan kekuatan.
b. Bantu rentang gerak aktif dan pasif
Rasionalisasi :
Mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum.
c. Ubah posisi dengan sering
Rasionalisasi :
Menghilangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi,
mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien.
d. Berikan lingkungan yang nyaman dan aman, misalnya
pengguan alat bantu mobilitas, penggunaan pegangan
tangan pada bak, menaikan kursi atau kloset.
Rasionalisasi :
Menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh.
e. Posisikan dengan bantal, kantong pasir, gulungan trokanter,
bebat, berase.
Rasionalisasi :
Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi resiko cedera,
mempertahankan posisi sendi dan kesejajaran tubuh serta
mengurangi kontraktur).
f. Kolaborasi :
Konsul dengan ahli terapi fisik atau okopasi dan spesialis
fokasional
Rasionalisasi :
Memformulasikan program latihan atau aktifitas berdasarkan
kebutuhan pasien dan mendeteksifikasi bantuan aktifitas.
3. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan
engembangn rongga dada
Tujuan :
Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat dibuktikan oleh
tidak adanya dipsnea atau sianosis, frekuensi pernafasan.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan
otot accesory, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara.
Rasionalisasi :
Berguna dalam efaluasi derajat distress pernafasan dan atau
kronisnya proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernafas.
Rasionalisasi :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan nafas untuk latihan colapse jalan nafas,
dispnea kerja anfas.
c. Kaji, awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasionalisasi :
Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu abuan dan
sianosi sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara
dan atau bunyi tambahan.
Rasionalisasi :

e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidi adanya


perubahan Rasionalisasi :
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada
hipoksia, GDA memburuk disertai binggung atau somnolen
menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan
hipoksia.
f. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil
GDA dan toleransi pasien.
Rasionalisasi :
Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3.
Jakarta:Penerbit Buku Kedoketran EGC..
Gibson J. (2003), Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat, Edisi 2. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC.
Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta
Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi
4 Buku 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedoketran EGC.
http://mrbacokuttu.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-klien-
spondilitis.html. diunduh tanggal 17 April 2012 pukul 12.00 WIB.

Vous aimerez peut-être aussi