Vous êtes sur la page 1sur 3

1.

Analisis Pemeriksaan Fisik


Tinggi badan 150 cm
Berat badan 52 kg
IMT 23,11
Nadi 88 x/ menit
Nafas 21 x/ menit
Suhu 36,6 derajat celcius
Tekanan darah 200/90
Keadaan umum Baik (dbn)
Status gizi Dbn
Mata Katarak
Mulut Dbn
THT Dbn
Leher Dbn
Jantung Dbn
Paru Dbn
Abdomen Dbn
Ekstremitas Dbn
Palpasi arteri radialis Kuat, reguler

Dari hasil pemeriksaan fisik, semuanya dalam batas normal kecuali tekanan darah,
frekuensi nafas, dan adanya katarak. Menurut penelitian meta-analisis dari Yu et al.,
(2014), ditemukan hubungan signifikan antara hipertensi dan risiko katarak, terutama
katarak subkapsular posterior (PSC). Dari studi yang ada, mekanisme yang mendasari
terjadinya katarak adalah penggunaan obat anti hipertensi seperti beta blocker,
thiazide, dan ACE inhibitor. Selain itu meningkatnya interleukin IL-6 dan TNF alfa
pada hipertensi juga diduga berperan pada kejadian katarak.

Tekanan darah menurut JNC VIII tergolong dalam hipertensi stage 2 sedangkan nadi
dalam batas normal. Namun, jika melihat rekam medis pasien pada tanggal 15 januari
2016 terlihat tekanan darah 190/95 dan frekuensi nadi 76. Dengan kata lain, terdapat
terdapat kenaikan tekanan darah yang dibarengi dengan kenaikan frekuensi nadi.
Tekanan darah diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan resistensi
perifer, sedangkan stroke volume sendiri adalah perkalian denyut jantung dengan
volume sistolik selama satu menit. Denyut jantung secara umum dapat terwakili oleh
frekuensi nadi, oleh karena itu kenaikan tekanan darah pada pasien mungkin juga
berkaitan dengan kenaikan frekuensi nadi.

2. Analisis Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien dilakukan tes widal dan didapatkan hasil yang positif.
Uji widal untuk deteksi antibodi (aglutinin) terhadap salmonella typhi. Aglutinin O
berasal dari tubuh kuman sedangkan aglutinin H berasal dari flagel kuman.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi di akhir minggu pertama demam yang
memuncak pada minggu keempat dan tetap tinggi dalam beberapa minggu (Sudoyo et
al., 2014). Aglutinin O biasanya muncul pada hari ke 6-8 sedangkan antibodi H
muncul pada hari 10-12 sejak onset gejala (WHO, 2003).
Ketika pasien sembuh, aglutinin O menetap 4-6 bulan sedangkan aglutinin H 9-12
bulan. Pada pasien, uji widal dilakukan 2 minggu pasca onset demam. Batas titer
aglutinin untuk diagnostik sampai tergantung kesepakatan dan bisa berbeda antar
tempat. Pemeriksaan penunjang lain adalah pemeriksaan kultur darah, kultur feses, uji
IgM dipstick, uji typhidot, tubex, dan PCR.

3. Analisis Prognosis
Hipertensi pada pasien bisa terkontrol dengan baik asal rutin meminum obat dan
kontrol ke puskesmas serta menjalani gaya hidup yang sehat. Sedangkan demam
typhoid yang terjadi pada pasien akan mereda jika rutin meminum obat yang
diberikan dan pasien bisa mengusahakan istirahat yang cukup.
4. Kesimpulan
Nyonya M menderita hipertensi stage 2 dengan gejala demam typhoid.

IPD gejala demam typhoid


Inkubasi: 10-14 hari
Gejala asimptomatik/ringan/berat
Minggu 1: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis.
Suhu badan naik. Demam perlahan, terutama sore hingga malam. Minggu ke 2 gejala
lebih jelas, demam, bradikardi relatif, lidah berselaput (kotor di tengah, tepi, tepi,
ujung merah, tremor) hepatomegali, splenomegali, meteroismus, somnolen, sopr,
koma, delirium, psikosis. Roseola jarang paada orang indonesia.

Yu, Xiaoning et al. 2014. Hypertension and Risk of Cataract: A Meta analysis. Plos
One, 9 (12), 1-17.

Vous aimerez peut-être aussi