Vous êtes sur la page 1sur 12

Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)

Program Studi Pendidikan Sejarah


Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

KEHIDUPAN PETANI GARAM DI GAMPONG LANCANG PARU KECAMATAN


BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA
TAHUN 1940-2015

Cut Riska Nurul Maulina1, Husaini2, Nurasiah3.


Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Syiah Kuala
Email: cutriskamaulina94@gmail.com,
husibram@gmail.com,
nurasiah.sjh@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini mengangkat masalah tentang bagaimana perkembangan kehidupan petani


garam di Gampong Lancang Paru dan apa faktor yang mempengaruhi produksi garam
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan kehidupan petani garam di Gampong
Lancang Paru sejak awal munculnya sampai saat ini dan untuk menjelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi garam tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode sejarah kritis dan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
tiga cara, yakni wawancara, dokumentasi, dan observasi. Adapun informan dalam penelitian
ini, meliputi geuchik Gampong Lancang Paru, beberapa petani garam, dan Pedagang
Perantara (muge). Hasil analisis data menunjukkan bahwa kehidupan petani garam di
Gampong Lancang Paru sudah dimulai sejak tahun 1940 dan masih bertahan sampai saat ini.
Di samping itu, faktor-faktor yang mempengaruhi usaha tersebut adalah keadaan iklim dan
cuaca, kadar keasinan tanah, luas area lahan garam, serta bencana gempa dan tsunami.
Pemerintah juga berperan dalam memajukan usaha pembuatan garam tersebut.

Kata Kunci: Gampong Lancang Paru, Petani Garam.

ABTRASCT

This research is discussed about how salt farmers developed in lancangparu village and the
factors that affect salt production. The aim of this study is to exposure salt farmers life in
lancangparu village from the beginning until these day and to explain the factors that
influence the production of salt. The method used in this study is a critical historical method
with qualitative approach. Data collecting was done by three ways, which is interview,
documentation and observation. Respondents in this study include chief of the village, some
salt farmers and broker (Transporter). The result of data analysis is showed that salt farmer
in lancangparu village has begun since 1940 and still continues to present tie. In the other
word, the factors that influence salt production is the climate and weather, soil salinity, salt
extensive land area and earthquake and tsunami disaster. The Government also takes a role
in advancing the business of producing the salt.

Key word : Lancang Paru village, salt farmers.


1
Mahasiswa.
2
Dosen Pembimbing Pertama.
3
Dosen Pembimbing Kedua.

20
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

PENDAHULUAN masyarakat di Gampong Lancang Paru


Indonesia dikenal sebagai negara menekuni pekerjaan ini untuk
maritim dengan potensi sumber daya perkembangan usaha pembuatan garam
kelautan baik hayati maupun non hayati yang dapat menciptakan lapangan kerja
yang sangat besar. salah satu sumber bagi masyarakat yang tinggal di daerah ini.
kekayaan sumber daya kelautan non hayati Menurut Trasno Kaliprajo (dalam Indani,
yang dimiliki adalah produksi garam. 1999:16) pekerjaan ini termasuk ke dalam
Produksi garam ini dilakukan oleh kelompok industri kecil tradisional dan
masyarakat yang bertempat tinggal di umumnya belum mengenal fungsi
pesisir pantai, masyarakat yang bertempat perusahaan yang meliputi produksi,
tinggal di pesisir pantai bekerja sebagai pemasaran dan administrasi. Proses
petani garam untuk mencukupi kebutuhan produksi menggunakan teknologi
hidupnya. Proses pembuatan garam ini sederhana dan bersifat padat karya.
merupakan warisan dari antar generasi Pekerjaan membuat garam ini
secara turun temurun. Pembuatan garam dikerjakan oleh keluarga laki-laki dan
dikelola secara tradisional, masih perempuan.Keadaan alam sekeliling
menggunakan alat-alat teknologi tempat tinggal memberi kemungkinan
sederhana. Walaupun demikian, untuk perempuan bekerja mencari
pembuatan garam di Indonesia terus tambahan penghasilan guna memenuhi
berkembang, hingga memberikan kebutuhan.Masuknya perempuan sebagai
penghidupan bagi masyarakat. pekerja mencari nafkah menurut
Garam merupakan kebutuhan Hardyastuti dan Hudaya (dalam Sukari,
pokok konsumsi rumah tangga dan 2012:277) berarti bahwa tanggung jawab
konsumsi sektor industri. Bahkan perempuan dalam rumah tangga menjadi
merupakan barang komoditi yang ganda. Di satu pihak perempuan bekerja
diperdagangkan baik pada tingkat regional untuk mencari nafkah, tetapi dirumah ia
maupun tingkat nasional (Munir Salham, tetap mempunyai kewajiban mengurus
1984:2). Sumber daya produksi garam aktifitas rumah tangga.
apabila dimanfaatkan dengan baik maka Proses pembuatan garam di
akan meningkatkan kehidupan sosial Gampong Lancang Paru masih
ekonomi atau tingkat kesejahteraan yang menggunakan peralatan tradisional, seperti
tinggi bagi masyarakat sekitarnya. belanga, timba air, jerigen, cangkul garpu
Petani garam merupakan satu dari (creuh), skop kayu (sampui), sendok
beragam pekerjaan warga di pesisir Aceh. (aweuk), dan drum plastik, dengan
Provinsi Aceh terutama di KabupatenPidie peralatan yang sederhana, wilayah operasi
Jaya merupakan salah satu daerah yang pun menjadi terbatas, hanya disekitar
cukup potensial untuk perkembangan tempat tinggalnya.Petani garamhanya
usaha pembuatan garam, salah satu tempat mengandalkan matahari dalam proses
penghasil garam di Pidie Jaya yaitu pembuatan garam, karena cuaca yang
terletak di Gampong Lancang Paru dibutuhkan adalah cuaca panas. Semakin
Kecamatan Bandar Baru. Sebagian besar panas matahari, maka semakin besar hasil

21
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

produksi, begitu juga sebaliknya sehingga METODE PENELITIAN


pada musim hujan hasil produksi Pendekatan dan Jenis Penelitian
menurun.Jika memasuki musim hujan, Sesuai dengan rumusan masalah
petani garam akan sulit bekerja. dan tujuan yang telah ditetapkan maka
Akibatnya, selain hasil produksi garam pendekatan yang digunakan dalam
terbatas, dengan kesederhanaan peralatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
masak yang dimiliki, pada musim tertentu Menurut Kirk dan Miller (dalam Moleong
ada produksi garam yang gagal panen. Lexy, 2004:4) mengemukakan bahwa
Pada saat musim hujan, harga garam metodologi kualitatif adalah tradisi tertentu
cenderung naik, begitu juga sebaliknya, dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
pada saat musim kemarau, produksi garam fundamental bergantung dari pengamatan
meningkat sehingga menyebabkan harga pada manusia baik dalam kawasannya
garam menjadi turun. maupun dalam peristilahannya.
Selain masalah di atas, pada saat Dalam hal ini peneliti akan mengkaji
ini produksi garam juga masih dibawah tentang sejarah petani garam di Gampong
harapan. Ditemukan beberapa kendala Lancang Paru Kecamatan Bandar Baru
yang berhubungan dengan proses produksi Kabupaten Pidie Jaya, karena produksi
dan distribusi. Hal ini disebabkan karena garam ini telah berkembang sejak tahun
mutu dan pengolahan garam yang kurang 1940. Penelitian ini menggunakan metode
diperhatikan. Selain itu,cara pengolahan sejarah karena yang dikaji adalah
garam juga masih menggunakan peralatan perkembangan kehidupan petani garam,
sederhana dan tidak memperhatikan yang sudah dimulai sejak dulu hingga pada
kebersihan produksi garam itu sendiri. saat ini. Adapun langkah-langkah yang
Kurangnya perhatian pemerintah digunakan dalam penelitian metode sejarah
setempat, juga menjadi salah satu oleh Kuntowijoyo (1995: 90-102) melalui
penyebab minimnya kualitas garam yang lima tahapan, yaitu (1) pemilhan topik, (2)
dihasilkan oleh petani di Gampong pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik
Lancang Paru. Sejak dahulu sampai sejarah, keabsahan sumber), (4)
sekarang, mereka masih menggunakan interprestasi: analisis data, (5) penulisan.
cara yang sama dan hampir tidak ada
perubahan sama sekali. Mulai dari alat Sumber Data
yang digunakan sampai dengan proses Sumber data yang digunakan dalam
produksi yang belum tersentuh oleh penelitian ini dibagi menjadi dua kategori.
teknologi. Adapun kedua kategori tersebut meliputi
Berdasarkan uraian dari latar sumber primer dan sumber sekunder,
belakang di atas, maka peneliti tertarik sebagaimana berikut ini:
untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Kehidupan Petani Garam di Gampong Sumber Primer
Lancang Paru Kecamatan Bandar Baru Sumber primer merupakan sumber
Kabupaten Pidie Jaya, 1940-2015”. awal yang dijadikan sumber penelitian
melalui teknik wawancara. Adapun untuk
sumber primer ini dapat diperoleh dari

23
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

geuchik, dan beberapa petani garam yang Wawancara


ada di Gampong Lancang Paru dan sumber Wawancara adalah suatu kegiatan
tulisan yang digunakan dalam penelitian untuk mencari data dengan cara
ini adalah data berbentuk dokumen serta mengadakan tanya jawab secara langsung
diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan petani garam yang dianggap dapat
seperti Dinas Kelautan dan Perikanan memberikan data atau keterangan
Pidie Jaya, Dinas Perindustrian, terpercaya. Adapun yang menjadi objek
Perdagangan, dan Koperasi Pidie Jaya, dan wawancara dalam penelitian ini adalah
berupa profil gampong yang diperoleh dari geuchik Gampong Lancang Paru, muge
kantor gechik Gampong Lancang Paru. sira (pedagang perantara), dan para petani
garam yang telah lama memproduksi
Sumber Sekunder garam di Gampong Lancang Paru.

Sumber skunder merupakan data


Dokumentasi
yang diperoleh peneliti dari sumber yang Dokumen merupakan catatan
sudah ada. buku, skripsi, jurnal, dan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
majalah. Sumber sekunder dalam bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya
penelitian ini yaitu berupa hasil penelitian monumental seseorang. Dalam hal ini
dari perpustakaan Unsyiah, Perpustakaan penulis akan mengumpulkan berbagai
FKIP, Perpustakaan Wilayah Provinsi dokumen-dokumen yang terdapat di Dinas
Aceh, Perpustakaan Balai Pelestarian Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, Pidie Jaya, Dinas Kelautan Dan Perikanan
Dinas Kelautan dan Perikanan Pidie Jaya, Pidie Jaya, dan Kantor Geuchik Gampong
dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Lancang Paru Kecamatan Bandar Baru
Koperasi Pidie Jaya. Kabupaten Pidie Jaya.

Lokasi Penelitian Observasi


Lokasi penelitian ini akan Observasi merupakan suatu
dilakukan di Gampong Lancang Paru pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie ketika berada di lapangan. Adapun yang
Jaya. Sedangkan waktu penelitiannya menjadi acuan dalam observasi ini adalah
sedang dimulai sejak awal bulan Desember pengamatan langsung ke lapangan dan
2015 dan akan di rencanakan sampai akhir catatan lapangan (fiel note) karena berguna
bulan Desember 2016. untuk melihat keadaan lingkungan sekitar
tempat pembuatan garam dengan
Teknik Pengumpulan Data melakukan penelitian seperti keadaan fisik,
sosial ekonomi, dan sosial budaya.
Guna memperoleh keakuratan data,
penulis menggunakan beberpa teknik
pengumpulan data sebagai berikut: Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses


menyusun data yang diperoleh agar dapat

24
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

ditafsirkan. Data itu kemudian diolah a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat
dengan menyeleksi data yang relevan, Malaka
membahas dan menyimpulkan, b) Sebelah Timur berbatasan dengan Paru
pembahasan ini dianalisa secara sistematis Cot
dengan pendekatan kualitatif, pendekatan c) Sebelah Utara Berbatasan dengan Tu
pada kondisi objek. Panteraja
Adapun batasan operasional yang d) Sebelah Barat berbatasan dengan
digunakan dalam penelitian ini, adalah Pantai Kb. Tanjong
sebagai berikut:
Jarak Gampong Lancang Paru
a. Bukti sejarah, yaitu data terpercaya yang dengan Kemukiman lebih kurang 5 Km,
sudah diakui kebenarannya yang jarak antara Gampong Lancang Paru
diperoleh dari lapangan, sebagai dasar dengan Ibukota Kecamatan lebih kurang 8
yang baik untuk menguji dan melakukan Km, dan jarak antara Gampong Lancang
interpretasi (penafsiran) hipotesis Paru dengan Ibukota Kabupaten lebih
penelitian. kurang 28 Km, sementara itu jarak
b. Kritik eksternal merupakan analisis Gampong Lancang Paru dengan Ibukota
terhadap suatu data untuk menerapkan Provinsi lebih kurang 142 Km.
keaslian data tersebut dan tergantung Berdasarkan tata letak tersebut dapatlah
pada bentuk alami yang di teliti. diketahui bahwa gampong ini terletak
c. Kritik internal pada umumnya sangat dekat dengan Ibukota Kabupaten,
suatu usaha analisis untuk menjawab namun sangat jauh dari Ibukota provinsi
pertanyaan yang menyangkut tentang nilai (Sumber: Data Kantor Geuchik Gampong
dokumen yang telah diperoleh dari Lancang Paru).
lapangan.
Perkembangan Kehidupan Petani
HASIL DAN PEMBAHASAN Garam di Gampong Lancang Paru

Hasil Penelitian Sejarah Petani Garam di Gampong


Gambaran Umum Hasil Penelitiaan Lancang Paru
Gampong Lancang Paru a. Pembuatan garam di Gampong
merupakan salah satu gampong yang Lancang Paru sudah dimulai sejak
berada dikemukiman Cubo, Kecamatan tahun 1940-an. Pada mulanya
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. pembuatan garam tersebut
Gampong ini terdiri dari 3 dusun, ketiga dilakukan oleh masyarakat yang
dusun tersebut adalah Dusun Aroma, bertempat tinggal di pesisir pantai
Dusun Lapangan, dan Dusun Tubok, luas Gampong Lancang Paru,
gampong ini lebih kurang 200 ha. Secara masyarakat yang bertempat tinggal
umum gampong ini dikelilingi oleh dipesisir pantai bekerja sebagai
tambak dan pabrik garam, dengan batas petani garam untuk mencukupi
wilayah sebagai berikut: kebutuhan hidupnya. Warga
setempat memilih bekerja sebagai

25
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

petani garam dikarenakan di (wawancara: M. Ali, 4 September


gampong tersebut tidak 2016).
mempunyai lahan pertanian, dan
lingkungan tempat tinggal yang Pendapatan Petani Garam di gampong
dekat dengan laut juga Lancang Paru
memudahkan warga disana untuk Pada dasarnya ekonomi petani
memperoleh bahan baku untuk garam di Gampong Lancang Paru masih
membuat garam, maka usaha untuk tergolong rendah. Hal ini, dipengaruhi oleh
membuat garam semakin diminati rendahnya pendapatan petani garam.
(wawancara: M. Ali, 4 September Terlebih lagi pada saat musim
2016) penghujanan harga garam menjadi mahal,
b. Pada Saat itu, alat yang digunakan karena petani garam tidak bisa
masih sangat sederhana dan proses memproduksi garam yang banyak,
pembuatannya juga menggunakan disebabkan lahan garam tergenang air
alat-alat seadanya, seperti cangkul hujan dan tidak adanya kayu bakar.
garpu yang terbuat dari kayu Namun, jika produksi garam melimpah,
(creuh), pelepah kelapa kering harganya bisa menurun. Pada saat musim
(lapeek), sendok (aweuk), Skop kemarau garam serharga Rp. 3.000/kg,
kayu (sampui) dan lain-lain. Harga sedangkan pada musim hujan mencapai Rp
garam pun sesuai dengan 5.000/kg, dalam sehari diperoleh
zamannya, dulu garam masih pendapatan rata-rata tertinggi Rp 150.000
digunakan sebagai alat penukaran dan terendah mencapai Rp 90.000 – Rp.
dengan barang lain, seperti padi. 100.000 (wawancara: Nuraini, 3
Masyarakat yang tinggal di tempat September 2016).
tersebut, hampir seluruhnya Pada tahun 1940 sampai 1980,
menopang kehidupan dengan bentuk rumah petani garam masih
bertani garam. Namun, sederhana. Kebanyakan rumah warga
penggolakan politik yang terjadi di masih berbentuk rumah Aceh, pada saat itu
Aceh, membuat masyarakat di listrik belum memasuki ke Gampong
gampong tersebut tidak bisa tersebut. Selain itu, sistem sanitasi juga
bekerja di luar gampong. Oleh masih sangat sederhana. Masyarakat masih
karena itu, banyak masyarakat ke sumur dan ke sungai. Namun, pada
yang memilih bekerja sebagai tahun 1980 sampai 1990 listrik mulai
petani garam. Akibatnya, pola masuk ke Gampong Lancang Paru. Hal ini
kehidupan petani garam berubah menyebabkan kondisi tempat tinggal
drastis. Adapun pergolakan politik penduduk semakin modern. Keadaan
yang dimaksud adalah situasi yang seperti itu, terus berlangsung tahun 2000-
berkaitan dengan konflik antara an. Pada umumnya mereka telah
GAM dan RI, sehingga banyak mempunyai alat rumah tangga elektronik
warga yang lebih memilih untuk seperti kulkas, blender, televisi, kompor
bekerja sebagai petani garam gas, dan sebagainya. Perabotan rumah
tangga seperti kursi tamu, meja makan,

26
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

lemari hias hanya sebagian masyarakat Perubahan Teknologi Pembuatan Garam


yang punya. Perabotan rumah tangga di Perubahan dalam proses
rumah petani garam merupakan perabotan pembuatan garam dari tahun 1940 sampai
sederhana. Hal itu disebabkan karena dengan tahun 2000 masih menggunakan
penghasilan para petani garam yang pas- pelepah kelapa kering (lapek) untuk dialasi
pasan (wawancara: M. Ali, 4 September pada tempat air asin mengalir. Namun,
2016). semenjak tahun 2000 sampai sekarang
Selain dari pada bentuk rumah petani garam mulai memakai terpal plastik
petani garam, penghasilan berpengaruh hitam yang diletakkan di atas bilah kayu
juga pada pendidikan anak mereka. Dahulu tempat penirisan air asin atau biasa disebut
pendidikan anak petani garam masih dengan jantan. Jika dilihat dari
terbatas. Hal ini dikarenakan kurangnya pengelolaan garam di Gampong Lancang
sarana pendidikan yang ada di Gampong Paru, mulai dari tahun 1940 sampai
Lancang Paru. Banyak anak petani garam sekarang belum pernah tersentuh oleh
hanya meneruskan pekerjaan orang tuanya teknologi modern. Hal ini, dikarenakan
dan tidak melanjutkan pendidikan ke harga penjualan garam mentah yang relatif
jenjang yang lebih tinggi. Namun pada murah dibandingkan dengan garam
saat ini, sudah banyak didirikan gedung beryodium, sehingga pada saat ini para
sekolah untuk kelancaran pendidikan. ahli kurang tertarik dalam pengelolaan
Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya telah garam dengan cara yang lebih modern
mendirikan lembaga pendidikan formal di (wawancara: Thaleb Abdullah, 4
Gampong Lancang Paru, yaitu 1 gedung September 2016).
Sekolah Dasar/sederajat. Akan tetapi,
bangunan yang lain belum ada di gampong Produksi dan Pemasaran Garam
tersebut (Sumber: Data Kantor Geuchik Beberapa cara yang dilakukan
Gampong Lancang Paru). dalam memasarkan hasil produksi garam
Meskipun demikian, banyak anak di Gampong Lancang Paru. Garam yang
dari petani garam yang melanjutkan sudah masak biasanya dijual pada pagi
pendidikannya ke jenjang yang lebih hari. Transaksi jual beli garam ini pada
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya umumnya dilakukan di lokasi pembuatan
anak petani garam yang menjadi guru, garam melalui pedagang pengumpul (toke)
bidan, serta pegawai di kantor-kantor atau pedangan perantara (muge sira).
pemerintah. Sistem pembelian melalui pedagang
Dengan demikian, dapat disimpulkan pengumpul dilakukan oleh pedagang yang
bahwa walaupun tingkat ekonomi petani bermodal besar dan dibeli dengan jumlah
garam masih di bawah rata-rata, namun yang banyak. Standar harga pembelian
untuk masalah pendidikan anak, mereka pada musim kemarau Rp. 3.000/kg,
tidak mau membatasi dan menahan diri sedangkan pada musim hujan Rp.
hanya pada pendidikan tingkat rendah 5.000/kg. Garam yang dibeli oleh toke
(wawancara: Nurhayati Arahman, 3 dipasarkan di wilayah Aceh, khususnya di
September 2016). Pidie dan Pidie Jaya (wawancara: Thaleb
Abdullah, 4 September 2016).

27
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

Pemasaran selanjutnya dilakukan Setelah perdamaian kehidupan


oleh para petani sendiri, hasil yang sosial petani garam di Gampong Lancang
diperoleh juga sangat menguntungkan, Paru sudah membaik. Hal ini dapat dilihat
dibandingkan bila dijual kepada pedagang dari hubungan pondok garam yang satu
pengumpul (toke) atau Pedagang perantara dengan garam yang lain, dan hubungan
(muge), karena langsung dapat dijual sosial antara satu pondok garam. Oleh
dengan harga lebih tinggi. Pekerjaan ini karena itu, maka prinsip tolong menolong
dilakukan setiap hari setelah garam selesai sangat umum dilakukan. (wawancara:
dimasak. Penjualan dilakukan dengan Thaleb Abdullah, 4 September 2016).
dibawa ke kampung-kampung
menggunakan sepeda motor (wawancara: Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Mariam, 3 September 2016). Garam di Gampong Lancang Paru

Keadaan Iklim dan Cuaca di Gampong


Kepemilikan Modal Petani Garam di
Lancang Paru
Gampong Lancang Paru
Iklim yang terdapat di Gampong
Modal yang digunakan oleh
Lancang Paru pada umumnya adalah iklim
sebagian petani dalam membuat garam,
tropis. Biasanya curah hujan dimulai dari
biasanya memakai modal sendiri ataupun
bulan September, tetapi curah hujan paling
diperoleh dari kerabat dekat. Bahkan
tinggi terjadi pada bulan Desember sampai
sebagaian para petani garam meminjakan
dengan Januari. Sedangkan dari bulan
uang untuk modal atau uang minum
Maret sampai bulan Agustus dilanda
kepada pedagang pengumpul (toke),
musim panas. Perubahan cuaca inilah yang
terutama pada saat petani garam tidak
dapat membantu dan menimbulkan
dapat bekerja pada musim hujan. Adapun
keinginan dari para penduduk setempat
petani garam yang menggunakan modal
untuk membuat garam. Karena lingkungan
dari pedagang pengumpul (toke), dan
iklim yang demikian tidak memungkinkan
pembagian hasil garam antara petani dan
penduduk setempat untuk
toke (wawancara: Thaleb Abdullah, 4
mengembangkan sektor pertanian, apalagi
September 2016).
lingkungan tempat tinggal mereka dekat
dengan laut, Jadi lebih memungkinkan
Perkembangan Kehidupan Sosial Petani mereka untuk membuka usaha pembuatan
Garam di Gampong Lancang Paru garam guna memenuhi kebutuhan hidup
Pada masa kedatangan Jepang,
sehari-hari (wawancara: Nuraini, 3
kebijakan ekonomi di Aceh berubah. Hal
September 2016).
ini dikarenakan adanya usaha dari Jepang
untuk mengubah pengaruh dari Belanda
Kadar Keasinan Tanah
pada masyarakat. Dengan demikian,
kadar keasinan tanah pembuatan
kehidupan petani garam di Gampong
garam juga sangat penting di dalam
Lancang Paru juga mengalami tekanan.
pengolahan garam. Hal ini dikarenakan,
(wawanacara: M. Ali, 4 September 2016).
banyaknya jumlah mineral yang
terkandung di dalam tanah akan

28
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

memengaruhi cita rasa dan komposisi Gampong Lancang Paru. Akibat dari
garam. Misalnya, garam yang dihasilkan di tsunami tersebut telah menyebabkan
tanah yang minim mineral, cenderung berkurangnya lahan untuk membuat
tidak memiliki zat yang penting bagi garam, karena terjadinya pengikisan
tubuh. Selain itu, jika tanah yang terhadap pinggir pantai. Lahan pembuatan
berkurang keasinannya, maka rasa garam garam tersebut berada di pantai yang dekat
juga hambar sehingga tidak akan bisa dengan laut, oleh karena adanya tsunami,
dijadikan sebagai penyedap masakan berkurang pula jumlah lahan garam
(wawancara: Mariam, 3 September 2016). termasuk di Gampong Lancang Paru
(wawancara: Mariam, 3 September 2016).
Luas Area Lahan Garam di Gampong
Lancang Paru PEMBAHASAN
Luas lahan ini sangat tergantung
kepada luas area yang ada di desa tempat Analisis Perkembangan Kehidupan
tinggal para petani garam tersebut. Luas Petani Garam di Gampong Lancang
lahan yang digunakan oleh para petani Paru
garam bervariasi, terkadang ada yang
sempit dan ada juga yang luas. Luas area Pembuatan garam di Gampong
lahan ini sangat berpengaruh pada hasil Lancang Paru dimulai sejak tahun 1940.
produksi garam, karena apabila lahanya Lahan pembuatan garam tersebut terletak
sempit maka hasil produksinya sedikit, di tepi pantai Gampong Lancang Paru
namun sebaliknya jika lahannya luas maka yang luasnya 200 ha. Adapun, awal
hasil produksi garam banyak (wawancara: mulanya pembuatan garam tersebut
Nuraini 3 September 2016). dilakukan oleh masyarakat yang bertempat
tinggal di pesisir pantai, masyarakat yang
Peran Pemerintah terhadap Petani bertempat tinggal dipesisir pantai bekerja
Garam sebagai petani garam untuk mencukupi
Bantuan yang diberikan ini berupa kebutuhan hidupnya. Warga setempat
tempat untuk pembuatan kolam yang akan memilih bekerja sebagai petani garam
digunakan untuk membuat garam, bantuan dikarenakan di gampong tersebut tidak
lain dari pemerintah yaitu dengan mempunyai lahan pertanian. Pada saat itu,
didirikannya koperasi, pembuatan tanggul Proses pembuatan garam masih sangat
(ateun bleu), dan bantuan lain seperti sederhana dengan menggunakan alat-alat
memberikan alat untuk memasak garam seadanya. Sampai saat ini, pembuatan
(belangong), gerobak, plastik, dan timba garam terus berlangsung hingga
air untuk bahan pembuatan garam memberikan penghidupan bagi masyarakat
(wawancara: Nuraini, 3 September 2016). setempat.
pendapatan yang diperoleh petani
Tsunami Menyempitkan Lahan Garam garam masih tergolong rendah. Dalam
Pada tahun 2004, tsunami melanda sehari diperoleh pendapatan rata-rata
hampir seluruh wilayah Aceh, termasuk tertinggi Rp. 150.000 dan terendah
wilayah pesisir pantai yang ada di mencapai Rp. 90.000 – Rp. 100.000. Hal

29
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

ini, disesuaikan dengana kondisi cuaca Modal yang digunakan oleh


yang berubah tiba-tiba, sehingga sebagian petani garam biasanya modal
pendapatan yang diperoleh petani garam sendiri atau meminjamkan modal kepada
tidak menentu. Adapun, pada saat musim toke, terutama pada saat musim hujan
hujan harga garam menjadi mahal, karena ketika petani garam tidak bisa
produksi garam terbatas, disebabkan pada memproduksi garam, petani garam
saat itu lahan garam tergenang air hujan tersebut meminjamkan uang kepada toke
dan tidak adanya kayu bakar. Namun, jika untuk keperluan hidup sehari-hari,
produksi garam melimpah, harga garam kemudian hutan tersebut dibayar dengan
bisa menurun. garam. Adapun, hubungan sosial antara
Adapun, petani garam di Gampong sesama pembuat garam merupakan
Lancang Paru dalam proses pembuatan hubungan kekerabatan antara satu pondok
garam masih menggunakan cara sederhana dengan pondok yang lain. Oleh karena itu,
yaitu menguapkan air laut di lahan dengan maka prinsip tolong menolong sangat
memerlukan sinar matahari. Alat-alat yang umum dilakukan dengan memberikan
dipakai juga masih tradisional seperti, bantuan kepada sesame petani garam.
pelepah kelapa kering (lapeek) untuk Selanjutnya, hubungan sosial petani garam
dialasi pada tempat air mengalir (jantan) dengan masyarakat setempat sangat baik
dan lain sebagainya. Namun, pada tahun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
2000-an sampai sekarang, petani garam setiap acara, masyarakat tersebut selalu
sudah menggunakan terpal plastilk hitam mengikuti kegitan, seperti acara
untuk diletakkan di tempat penyaringan air perkawinan, sunatan, dan kematian.
(jantan). Tidak banyak perubahan dari
sistem pengolahan garam di Gampong Analisi Faktor yang Mempengaruhi
Lancang Paru disebabkan karena beberapa Produksi Garam di Gampong Lancang
hal diantaranya, tidak adanya inovasi baru Paru
dari petani garam untuk mengembangkan Dalam memproduksi garam terdapat
sistem dan tata cara membuat garam. beberpa hal yang mempengaruhi hasilnya.
Rata-rata hasil produksi garam di Adapun faktor-faktor tersebut secara
Gampong Lancang Paru menghasilkan 30 langsung maupun tidak langsung berkaitan
kg garam. Adapun, hasil produksi garam dengan produksi garam di Gampong
di Gampong Lancang Paru di jual pada Lancang Paru. Faktor yang pertama
pagi hari. Transaksi jual beli garam ini adalah, keadaan iklim dan cuaca di
pada umumnya dilakukan dilokasi Gampong Lancang Paru. Hal ini berkaitan
pembuatan garam melalui pedagang dengan panasnya cuaca yang secara
pengumpul (toke) atau pedagang perantar langsung membuat produksi garam
(muge). Pemasaran selanjutnya, dilakukan meningkat. Sedangkan jika cuaca hujan
oleh para petani garam itu sendiri. Standar produksi garam menurun. Faktor yang
pembelian pada musim kemarau Rp. kedua adalah, kadar keasinan tanah.
3000/kg, sedangkan pada musim hujan Rp. Keasinan tanah diperlukan karena akan
5.000/kg. mempengaruhi cita rasa garam. Biasanya
tanah yang tidak asin atau kadar

30
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

keasinannya kurang, garam yang rendahnya pendapatan petani garam.


dihasilkan akan menjadi hambar. Faktor Dalam proses pembuatan garam, petani
yang ketiga adalah, luas area lahan garam masih menggunakan cara yang sederhana.
di Gampong Lancang Paru. Luas area Petani garam hanya mengandalkan
tentu saja memiliki peran yang sangat matahari dalam proses pembuatan garam
besar dalam mempengaruhi produksi tersebut. Semakin panas matahari, maka
garam. Misalnya, jika lahannya sempit, semakin besar hasil produksinya. Adapun,
maka hasilnya sedikit. Sedangkan jika hasil produksi garam di Gampong
lahanya luas maka hasilnya akan lebih Lancang Paru mampu menghasilkan 30 kg
banyak. Jumlah keseluruhan luas lahan garam. Hasil yang diperoleh dalam dua
petani garam di Gampong Lancang Paru, kali proses memasak setiap harinya. Hasil
yaitu seluas 9,3 ha. Kebanyakan status produksi garam tersebut di jual dipagi hari
lahan yang digunakan oleh petani garam melalui tokeatau muge yang dilakukan di
adalah hana pribadi, hanya sedikit lahan lokasi pembuatan garam yang berada di
dari hasil menyewa, dan hasil mawah. Gampong Lancang Paru.
Selain itu, faktor lain yang
mempengaruhi produksi garam di Ada beberapa faktor yang
Gampong Lancang Paru adalah datangnya mempengaruhi kehidupan petani garam di
gelombang tsunami pada tahun 2004. Gampong Lancang Paru. Adapun, faktor
Secara langsung bencana ini telah yang pertama adalah keadaan iklim dan
meluluhlantakkan lahan dan pemukiman cuaca di Gampong Lancang Paru, faktor
warga, sehingga usaha produksi garam yang kedua adalah kadar keasinan tanah,
warga terhambat. Salah satu akibatnya dan faktor yang ketiga adalah terjadinya
adalah produksi garam di gampong gempa dan tsunami yang menyebabkan
Lancang Paru menurun secara drastis. kerusakan dan penyempitan lahan garam.
Selain dari faktor yang telah disebutkan, Selanjutnya, pada saat ini pemerintah
peran pemerintah juga memiliki pengaruh berperan aktif dalam memberikan bantuan
pada produksi garam di Gampong Lancang kepada petani garam.
Paru. Adapun bantuan-bantuan dari
pemerintah meliputi, pendirian koperasi,
pembuatan tanggul (ateun bleu), dan DAFTAR PUSTAKA
bantuan lain seperti memberikan alat untuk
memasak garam (belangong), gerobak, dan Anonimos. Peluang Investasi. 2011. Pidie
timba air. Jaya: Badan Perencanaan
Pembangunan Kabupaten Pidie
Jaya
KESIMPULAN
Azis, Yusuf. 2012. Pedoman Penulisan
Perkembangan kehidupan petani Skripsi. Darussalam: Unsyiah
Damsar dan Indrayani. 2011. Pengantar
garam di Gampong Lancang Paru sudah
Sosiologi Ekonomi. Jakarta:
dimulai sejak tahun 1940. Pada dasarnya, Kencana
ekonomi petani garam masih tergolong
rendah. Hal ini, dipengaruhi oleh
31
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Program Studi Pendidikan Sejarah
Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 20-33

Djufri. 2016. Pedoman Penulisan Skripsi. Yunita, Eviana. 2015. Dinamika Sosial
Darussalam: Unsyiah. Ekonomi Petani Cengkeh di
Kemukiman Lampuuk Kecamatan
Indani.1999. Kehidupan Sosial Ekonomi Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.
Wanita Pembuat Garam di Desa Skripsi (tidak dipublikasikan).
Kaju Kecamatan Darussalam Darussalam: Unsyiah.
Kabupaten Aceh Besar. Banda
Aceh: Pusat Pengembangan Soemanto, Wasty. 2004. Pedoman Teknik
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial USK. Penulisan Skripsi (Karya Ilmiah).

Juningsih, Lucia. 2015. Jurnal Patrawidya Yusnidar. 2015. Dinamika Sosial Ekonomi
(Di Antara Klakah-klakah: Petani Karet Gampong Alue
Kemandirian Petani Garam Tampak Kecamatan Kawy XVI,
Perempuan Desa Jono Kecamatan Kabupaten Aceh barat. Skripsi
Tawangharjo Kabupaten (tidak dipublikasikan). Darussalam:
Grobogan Tahun 2004-2014. Unsyiah.
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai
Budaya. Zulfikar, 2011. Identifikasi Sosial Ekonomi
dan Ketenagakerjaan
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Petani Garam di Kabupaten
Yogya: PT. Tiara Wacana Bireuen. Skripsi (tidak di
publikasikan). Darussalam:
Moleong, Lexy. 2004. Metodologi Unsyiah.
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. http:/m.inilah.com/news/detail/1634272/ad
Remaja Rosdakarya. f-bangunan-pabrik-garam-di-pidie-
jaya-bireun, diakses pada tanggal 2
R.Beattie, Bruce. 1994. Ekonomi Produksi. September 2016
Yokyakarta: Gadjah Mada
University Press
http://m.kompasiana.com/agungpribadi/gar
Rochwulaningsih, Yety. 2013. Kajian am-kristal-biasa-menjadi-luar-
Sosiokultural Usaha Garam Rakyat biasa_5518dbab81331177719de0e
di Aceh. Semarang: Undip. 9, diakses tanggal 26 November
2016
Salham, Munir. 1984. Industri Garam.
Darussalam–Banda Aceh: Pusat http://medanbisnisdaily.com/m/news/arsip/
Latihan Ilmu-Ilmu Sosial read/2011/06/24/40605/adf_akan_b
angun_pabrik_garam_di_aceh,
Sukari.2012. Jurnal Patrawidya (Peranan diakses pada tanggal 2 September
Perempuan dalam Rumah Tangga 2016
Nelayan Kasus di Desa Branta,
Tlanakan, pamekasan, Pulau http://www.academia.edu/9618759/Penger
Madura). Yogyakarta: Balai tian_kehidupan_menurut_para_ahli
Penelitian Sejarah dan Budaya. diakses tanggal 5 maret 2016

Taher, Alamsyah. 2009. Metode Penelitian


Sosial. Banda Aceh: Unsyiah

32

Vous aimerez peut-être aussi