Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
“FUNGAL RHINOSINUSITIS”
Pembimbing :
oleh:
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Jamur semakin diakui sebagai etiologi berbagai macam penyakit pada sinus hidung dan
paranasal. Dalam 30 tahun terakhir ditingkatkan pengertian peran jamur dalam penyakit sinus
dan interaksi yang kompleks antara host dan patogen menyebabkan klasifikasi rhinosinusitis
jamur dengan perbaikan hasil pengobatan. Pada waktu yang sama, perkembangan teknik operasi
endoskopi telah membaik untuk mendiagnosis dan mengobasti semua bentuk rhinosinusitis. Satu
perbedaan antara rhinosinusitis jamur dan bentuk lain dari rhinosinusitis adalah semua bentuk
rhinosisnustis jamur membutuhkan tingkat yang sama untuk penilaian endoskopi dan operasi.1
Penyakit jamur pada sinus hidung dan paranasal dapat diklasifikasikan berdasarkan
manifestasi klinis, radiologi dan histologi pada hubungan host-patogen. skema klasifikasi
terbanyak rhinosinusitis jamur menjadi penyakit invasif dan non invasif berdasarkan bukti
histoplatologi pada penetrasi jamu jaringan host. Pengaturan tidak lama ini pada system
pemberian nama mengenai rhinosinusitis jamur menggambarkan perkembangan pengetahuan
pada bidang rhinology.1
BAB II
PEMBAHASAN
Rinosinusitis jamur (FRS) telah menjadi kesatuan medis yang dikenal selama beberapa
ratus tahun namun baru beberapa kali kesatuan telah didefinisikan lebih lanjut. Rhinosinusistis
jamur terdiri dari berbagai proses penyakit yang berbeda yang bervariasi dalam presentasi,
penampilan histologis, dan signifikansi klinis. Penyakit ini paling sering diklasifikasikan sebagai
non-invasif atau invasif berdasarkan apakah jamur telah menyerang ke dalam jaringan
submukosa sinonasal yang mengakibatkan nekrosis dan penghancuran jaringan. Kesatuan yang
dianggap rhinosinusitis non-invasif termasuk fungus ball (FB (massa jamur yang tidak diketahui
tanpa reaksi sinonasal yang signifikan di sekitarnya) dan rhinosinusitis jamur alergi (AFRS)
(gambaran kompleks yang ditandai dengan adanya mucin alergi dengan kemiripan histologis
dengan yang dilaporkan pada Aspergillosis Bronkopulmoner Alergi) rhinosinusitis jamur non-
invasif sering memerlukan intervensi bedah dan / atau terapi medis. Penyakit invasif ditandai
sebagai gejala akut atau kronis berdasarkan gejala waktu yang ada sebelum presentasi. Pasien
dengan penyakit invasif akut biasanya imunosupresi dan, menurut definisi, memberikan gejala
kurang dari satu bulan lamanya. Gambaran ini ditandai dengan adanya bentuk jamur yang
menyerang ke submukosa sinonasal dengan angioinvasi yang sering dan dibutuhkan intervensi
cepat. Pasien dengan penyakit invasif kronis memberikan gejala lebih dari tiga bulan. Dua
bentuk penyakit invasif kronis, rhinosinusitis jamur invasif kronis (CIFRS), dan rhinosinusitis
jamur granulomatosa kronis (CGFRS), telah dijelaskan dan seperti penyakit invasif akut
keduanya juga serius, seringkali memerlukan terapi bedah dan medis.2
Klasifikasi Rhinosinusitis jamur
Gambaran klinis
Gambaran tanda dan gejala pada rhinosinusitis jamur invasif akut tidak jelas
berbeda dari yang terkait dengan rhinosinusitis akut bacterial. Pasien mungkin
mengeluhkan adanya rinorea, sakit kepala, hidung tersumbat atau nyeri pada wajah,
bagaimanapun, demam adalah gejala yang tersering ditemukan, menunjukkan 50%
sampai 90% pasien lebih dulu demam untuk menyakinkan diagnosis dari
rhinosinusitis jamur invasif akut. Peningkatan rhinosinusitis jamur invasif akut
menujukan ektensi ekstrasinus dengan erosi langsung melalui tulang, penyebaran
perineural, ekstensi perivascular melalui hubungan pembuluh sekitar tulang.1
Histopatologi menunjukkan adanya serangan hifa pada pembuluh darah, yang
mungkin termasuk arteri karotis dan sinus kavernosa, vaskulitis dengan trombosis,
perdarahan, infark jaringan, dan infiltrat neutrofil akut. Hasil reaksi nasal dan atau
nekrosis mukosa palatum, mati rasa pada bagian wajah, proptosis, deficit nervus
kranial, ophthalmoplegia, penuruna penglihatan dan perubahan status mental adalah
indikasi yang buruk dari penyerangan pada vascular dan invasi neural.3
Diagnosis
Endoskopi ditemukan akan mengubah secara dramatis perkembangan penyakit.
Perubahan yang terggambarkan dari mukosa nasal adalah awal yang baik dari tujuan
rhinosinusitis jamur invasif akut, bagaimanapun perubahan mukosa nasal ditemukan
kosistensi fisik tersering dan harus diinvestigasi melalui endoskopi dan biopsy pada
psien dengan risiko tinggi. Jika biopsy pada abnormalitas mukosa yang jelas gagal
untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis, lalu diarahkan biopsy harus diperoleh dari
bagian yang umumnya terlibat pada rhinosinusitis jamur invasif akut, seperti turbinate
tengah (62%) dan septum nasal (24%), sama seperti bagian lain dari edema mukosa.1
Patologi
Spesies Aspergillus, atau anggota kelas zygomycetes adalah agen etiologi yang
paling sering.3 Manifestasi klinis dari rhinosinusitis jamur invasif akut
mengembangkan penyebaran dari angioinvasif dan neuroinvasif dalam ruang
sinonasal dan jaringan wajah. Rhinosinusitis jamur invasif akut didefinisikan bentuk
jamur yang menyerang jaringan submucosa, sering berhubungan dengan hasil
angioinvasif dalam thrombosis vaskuler, infark, dan nekrosis.1
Terapi
Profilaksis dengan pengobatan antijamur pada pasien dengan risiko tinggi harus
digunakan dengan pengawasan, sebagai gambaran efek samping, toksisitas, dan
potensi untuk mempersingkat resistensi obat tetap menjadi perhatian penting. Namun,
profilaksis sering dimulai pada pasein denga risiko tinggi yang menjalani terapi
imunosupresif tambahan. Demikian pula, pengobatan profilaksis antifungal
diindikasikan pada pasien dengan riwayat penyakit jamur invasif yang memerlukan
terapi imunosupresif lebih lanjut.
Selanjutnya profilaksis kedua dengan amfoterisin B deoxycholate (ABD) baik
untuk mereduksi nilai dari rekurensi infeksi baru, sedikit toksin agen antifungal dapat
menggantikan ABD pada peranan ini. Posaconazole, generasi kedua diperpanjang
spekturm triazole telah menunjukan bias menjadi lebih unggul dari standar terapi
azole pada pencegahan invasif infeksi jamur pada host yang imunokompresif dan
mungkin akan menjadi antijamur utama pada pengobatan rhinosisinusitis jamur
invasif akut.1
Operasi memainkan peran ganda dalam manajemen rhinosisinusitis jamur invasif
akut. Yang pertama dan yang paling terpenting adalah untuk mendapatkan diagnosis
melalu biopsi jaringan. Peran yang kedua operasi pada rhinosisinusitis jamur invasif
akut untuk mendebridemen jaringan yang terlihat jelas terlibat dengan jamur,
menghilangkan jaringan yang menyimpang, dan membuat jalur untuk drainase sinus
dan pemantauan efek dari post operasi.1
Terapi
Pilihan pengobatan pada rhinosinusitis jamur invasif granulomatosa hapir sama
dengan rhinosinusitis jamur invasif kronik. Sebuah klinis yang tidak baik tentu saja
adalah dihargai untuk rhinosinusitis jamur invasif granulomatosa dibandingkan
dengan rhinosinusitis jamur invasif kronikdengan tingkat kekambuhan yang lebih
tinggi dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah. Operasi agresif untuk
membersihkah yang penyakit terdeteksi dan menghilangkan jaringan nekrosis
direkomendasikan dalam kombinasi dengan kemoterapi antijamur sistemik.
Pengulangan operasi untuk pengawasan diagnostik penyakit dan pembersihan terapi
direkomendasikan pada rhinosinusitis jamur invasif kronik. Melalui data hasil yang
spesifik untuk terapi antifungal pada rhinosinusitis jamur invasif granulomatosa
kurang pada saat ini, toksisitas mereduksi toksisitas antujamur baru mendukung terapi
jangka panjang.1
Gambaran klinis
Gejala dari rhinosinusitis jamur invasif kronis tidak spesifik dan serupa dengan
rhinosinusistis kronik: nyeri pada wajah, sakit kepala, hidung tersumbat. Lapisan
darah unilateral dalam drainase nasal telah dilaporkan sebgaian gejala tersering pada
beberapa kasus rhinosinusitis jamur invasif kronis. Gejala pada penglihatan adalah
sering dan indikasi luasnya dan agresivitas penyakit. Sedangkan protopsis sering
terjadi pada rhinosinusitis jamur invasif kronis dan rhinosinusitis jamur invasif
granulomatosa, sindrom apeks orbital dengan gejala yang menyertai gangguan
ketajaman penglihatan dan gangguan gerak otot ekstraokuler lebih khusus
berhubungan dengan rhinosinusitis jamur invasif kronis.1
Gambaran yang khas rhinosinusitis jamur invasif kronis termasuk gejala
rhinosinusitis tidak spesifik dibuat baik sekali dengan durasi yang panjang, progresi
yang lambat, dan refraktori pada terapi antibiotic standar. Pada kasus pasein
imunokompresif, namun diabetes mellitus tetap komorbiditasnya dengan
rhinosinusitis jamur invasif kronis yang memiliki hubungan yang dekat. Diagnosis
infeksi yang luar biasa pada pasied diabetes mellitus yang terkontrol mungkin akan
terlambat sampai perkembangan dari pperubahan pernglihatan, proptosis, deformitas
wajah, kejang, atau perubahan status mental bahwa dokter akan mempertimbangkan
kemungkinan yang buruk.1
Diagnosis
Diagnosis diketahui dari biopsi jaringan. rhinosinusitis jamur invasif kronis
membuktikan dapat menimulkan inflamasi sinonasal sederhana dan endoskopi
bisanya khas polip nasal dan mucus yang tebal tanpa karakteristik eschar dan nekrosis
rhinosinusitis jamur invasif kronis. Mendiagnosis rhinosinusitis jamur invasif bias
menjadi pasti hanya mengidetifikasi invasi submucosa elemen jamur pada
histopatologi jaringan specimen, meskipun gambaran dapat memperkecil diagnosis
banding dan operasi biopsi langsung yang lebih baik.1
Patologi
Kultur jaringan positif pada> 50% kasus dan Aspergillus fumigatus adalah agen
yang paling umum diisolasi.3 Banyak elemen submucosa jamur ditemukan menyerang
mukosa sinonasal dengan hanya sesekali angioinvasi dan infark jarang terjadi pada
jaringan sekitarnya.1
Terapi
Operasi adalah wajib pada seluruh kasus untuk memperoleh diagnosis dengan
biopsi dan mendebrimen sisa jaringan yang terlibat. Kebutuhan untuk terapi antijamur
pada rhinosinusitis jamur invasif kronis masih tidak terlalu pasti. Generasi baru
pengobatan antijamur dengan mereduksi efek samping dari risiko: manfaat rasio yang
menguntungkan penggunaan yang lebih luas pada rhinosinusitis jamur invasif kronis.
Operasi ekstensif yang diharapkan menyebabkan kerusakan neurologis, fungsional
atau estetika tidak didukung pada rhinosinusitis jamur invasif kronis. Operasi
debrimen harus menghilangkan seluruh jaringan yang terlibat dan menjaga lapisan
alami agar tetap utuh terhadap infeksi.1
Gambaran klinis
Fungus ball cenderung berkembang pada wanita tua yang imunokompeten, non-
atipok dan sebelumnya memiliki riwayat pengobatan edodontik dengan penahan
maksila, berbeda dengan semua bentuk aspergilosis invasif dan kronis, yang lebih
sering terjadi pada pria.1,3 Fungus ball mungkin asimptomatik atau gejala yang khas
pada rhinosinusitis kronik. Keterlibatan maksila dan etmoid menyebabkan nyeri pada
wajah, obstruksi jalan napas, rinorea yang purulent, cacosmia dengangkan penyakit
sphenoid dapat menyebabkan sakit kepala vertex dan postnasal drip. Durasi yang
lama dari gejala rhinosinusitis kronik, gejala unilateral dan respon yang buruk
terhadap terapi medis mungkin mennujukan sebuah fungus ball. Endoskopi nasal
menunjukan normal sampai ringan, mukosa nonspesifik berubah pada sebagian
pasien. Studi pencitraan radiografi sering menujukan pada diagnosis.1 Penyakit ini
didefinisikan oleh kriteria berikut: bukti radiologis opacifikasi sinus dengan atau
tanpa heterogenitas radiografi, mukopurulen yang terlihat busuk atau seperti tanah liat
di dalam sinus, campuran hifa yang padat terpisah dari mukosa sinus, peradangan
kronis nonspesifik mukosa, tidak ada dominasi eosinofil atau granuloma atau mucin
alergi, dan tidak ada bukti histopatologis invasi jamur mukosa. Pada sekitar 70%
fungus ball, diagnosis dibuat secara eksklusif oleh histologi atau mikroskopi, dan
kultur adalah negatif. Implikasi spesies Aspergillus sebagai agen penyebab dapat
dibantu dengan penggunaan deteksi galaktomannan pada bahan sinus.3
Patologi
Pathogenesis dari fungus ball belum sepenuhnya dapat dipahami, tetapi gambaran
epidemiologi menunjukan kemungkin factor yang terkait. Termasuk dominan pada
wanita, ketiadaan proses pnyeakit pada anak dan hubungan yang kuat dengan
pengobatan edondotik pada gigi maksila sebelumnya. Bentuk fungus ball
memerlukan inhalasi spora jamur dan penyerapan dalam bagian sinonasal. Ventilasi
buruk dari sinus paranasal menguntungkan pertumbuhan dan perkembangan karena
jamur tersebut menghindari pertahanan kekebalan inang dan menghindari
pembersihan dari sinus oleh transportasi mukosiliar. Infeksi bakteri dapat
mempersingkat pertumbuhan jamur dengan sekresi purulen memberikan nutrisi yang
berharga pada jamur. Hubungan mukosa sinus menunjukan infiltasi ringan sampai
sedang pada sel inflamasi kronik pada tanpa adanya invasi, granuloma, atau mucin
jamur alergi.1
Terapi
Fungus ball pada sinus paranasal perlakuan yang adekuat dengan operasi
pengangkatan fungus ball dengan irigasi sinus yang terlibat. Meskipun secara
tradisional ditangani melalui pendekatan eksternal, teknik endoskopi sangat efektif
untuk mencapai pemusnahan penyakit secara menyeluruh. Trepination untuk irigasi,
penempatan port endoskopi atau pendekatan eksternal harus dipertimbangkan hanya
dalam kasus yang paling menantang. Tingkat riwayat kekambuhan kurang dari 5%
sekarang mendekati 0% karena pengalaman bedah dan instrumentasi endoskopik
telah meningkat. Terapi antijamur setelah operasi tidak direkomendasikan, kecuali
jika pasien menderita kondisi komorbid dengan fungsi kekebalan yang terganggu
secara serius, dan kemudian berkonsultasi dengan spesialis penyakit menular
mungkin akan disiapkan.1
Penyakit jamur pada sinus hidung dan paranasal dapat diklasifikasikan berdasarkan
manifestasi klinis, radiologi dan histologi pada hubungan host-patogen. skema klasifikasi
terbanyak rhinosinusitis jamur menjadi penyakit invasif dan non invasif berdasarkan bukti
histoplatologi pada penetrasi jamu jaringan host. Pengaturan tidak lama ini pada system
pemberian nama mengenai rhinosinusitis jamur menggambarkan perkembangan pengetahuan
pada bidang rhinology.
Penyakit ini paling sering diklasifikasikan sebagai non-invasif atau. Yang termasuuk
rhinosinusitis invasif adalah rhinosinusitis jamur invasif akut, rhinosinusitis jamur invasif
kronis dan rhinosinusitis jamur invasif granulomatosa. Selanjutnya rhinosinusitis non-invasif
adalah terlokalisasi kolonisasi lokal dari mukosa hidung atau paranasal, fungus ball (FB (massa
jamur yang tidak diketahui tanpa reaksi sinonasal yang signifikan di sekitarnya) dan
rhinosinusitis jamur alergi (gambaran kompleks yang ditandai dengan adanya mucin alergi
dengan kemiripan histologis dengan yang dilaporkan pada Aspergillosis Bronkopulmoner
Alergi) rhinosinusitis jamur non-invasif sering memerlukan intervensi bedah dan / atau terapi
medis. Penyakit invasif ditandai sebagai gejala akut atau kronis berdasarkan gejala waktu yang
ada sebelum presentasi. Pasien dengan penyakit invasif akut biasanya imunosupresi dan,
menurut definisi, memberikan gejala kurang dari satu bulan lamanya.. Pasien dengan penyakit
invasif kronis memberikan gejala lebih dari tiga bulan. Dua bentuk penyakit invasif kronis,
rhinosinusitis jamur invasif kronis (CIFRS), dan rhinosinusitis jamur granulomatosa kronis
(CGFRS), telah dijelaskan dan seperti penyakit invasif akut keduanya juga serius, seringkali
memerlukan terapi bedah dan medis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jhonson, J. T. & Rosen, C. A., 2014. Bailey's head and neck surgery-
otolaryngology. Philadelphia: Lippincott Williams&. WJ.lkins
2. Kathleen T. Montone dkk. 2012. Fungal Rhinosinusitis: A RetrospectiveMicrobiologic
and Pathologic Review of 400 Patients at a Single University Medical Center. Diambil
dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmid/22518160/
3. Arunaloke Chakrabarti dkk. 2009. Fungal Rhinosinusitis: A Categorization and
Definitional Schema Addressing Current Controversies. Diambil dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2741302/pdf/nihms127932.pdf