: : ™*
By
4
mi Ra NELS
»’Datlat Ekon
4Komunitas Aleut
Mencintai Kota dari Dekat
“Kotamu nanti bakal mekar menjadi plaza raksasa
Banyak yang terasa baru, segala yang lama mungkin akan tinggal cerita,
dan kita tak punya waktu untuk berduka.” (loko Pinurbo)
KARSA 201 15eseorang datang ke kantor
Pemkot Bandung hendak
melihat dokumentasi
catatan sejarah tentang
kota tempat lahirnya. Namun
sayang sejarah yang dia cari hanya
tersaji pada tiga lembar kertas
folio, Tiga lembar saja! Dia adalah
Haryoto Kunto (alm). Berangkat
dari kekecewaan itulah akhirnya
beliau menulis beberapa buku
tentang Bandung yang sangat
lengkap, di antaranya Wajah
Bandoeng Tempo Doeloe dan
Semerbak Bunga di Bandung Raya.
Kemudian beliau ditasbihkan
sebagai Kuncen Bandung.
Kelahiran Komunitas Aleut
sedikit banyak dipengaruhi
oleh buku-buku Sang Kuncen
Bandung itu. Komunitas ini, satu
dari beberapa komunitas lain
yang—seperti sepenggal puisi
Joko Pinurbo yang saya kutip
di awal tulisan—merasakan
kegelisahan terhadap kondisi kota
yang semakin hari kian berubah
Pembangunan merangsek di
segala penjuru, yang celakanya,
kadang kurang memperhatikan
unsur sejarah yang menjadi
ingatan kolektif warga kota,
Cikal bakal komunitas ini
diawali ketika Direktur Program
Radio Mestika FM Bandung,
Ridwan Hutagalung, membuat
program “Afternoon Coffee”. Acara
ini sepekan sekali disajikan untuk
membahas sejarah Kota Bandung
yang sumbernya sebagian besar
diambil dari buku-buku Haryoto
Kunto.
Ridwan--pertengahan tahun
2005, kemudian dilibatkan oleh
panitia ospek mahasiswa baru
Jurusan Sejarah Universitas
Padjadjaran untuk ikut dalam
acara yang relatif segar, yaitu
KARSA\b1 4 Juli Agospek tanpa kekerasan, Sebagai
gantinya adalah mengunjungi
situs-situs bersejarah di Kota
Bandung. Gagasan ini ternyata
mendapat respon yang positif dari
para peserta ospek. Dari situlah
kemudian muncul ide untuk
mendirikan sebuah komunitas
yang fokus utamanya pada
apresiasi sejarah kota. Maka pada
tahun 2006 resmilah didirikan
Komunitas Aleut
Kata “Aleut” sendiri yang
diambil dari Bahasa Sunda—
artinya berjalan beriringan,
kemudian dipilih sebagai nama
komunitas karena sejak dari mula
kegiatannya memang berjalan
kaki, Ngaleut yang kerap kita lihat
pada orang Baduy, atau di tempat-
tempat antrian yang mengular,
seperti itulah proses jalan kaki
yang dilakukan ketika menyusuri
sudut-sudut Kota Bandung yang
kaya oleh gang-gang sempit.
Dari laku jalan-jalan ini
anggota Aleut semakin diperkaya
oleh hal-hal menarik yang kerap
tidak ada di buku-buku sejarah
Kota Bandung. Dengan menyusuri
setiap jengkal pojok kota,
perjalanan setiap pekan adalah
sebuah gerak yang mendekatkan
para pegiat Aleut dengan kotanya
yang kompleks. Buku, media
sosial, dan alat penyebar informasi
yang lain, yang cenderung
berjarak dengan kehidupan nyata
schari-hari, membuat pegiat Aleut
semakin terpacu untuk lebih dekat
dengan denyut kehidupan kota,
juga sejarahnya yang tercecer.
Tak jarang di gang-gang sempit
menemukan nisan orang-orang
terdahulu yang usianya sudah
berpuluh-pulub tahun.
Demi memperkaya perspektif
KARSA \ol 4 Juli- Agu
12015,
tentang kota yang pada muaranya
untuk berbagi, tak terhitung
bangunan-bangunan bersejarah,
ragam tempat kuliner, jejak
tokoh, pemakaman, ruang-
ruang publik, dan pusat literasi
yang sudah didatangi, Dari sana
kemudian informasi yang didapat
didiskusikan di antara pegiat,
ditulis, lalu dibagikan melalui
kanal-kanal daring.
Dalam penulisannya-~
meskipun amatiran, sebisa-bisa
tetap didukung oleh data-data
tertulis yang dikayakan dengan
penemuan-penemuan lapangan
tadi. Kini di laman aleut.
wordpress.com sudah diunggah
lebih dari 600 entri tulisan.
Mula-mula rutinitas tulisan
yang dipublikasikan seiring
dengan kegiatan per pekan,
namun kini lebih ditingkatkan
denyut
kotanya lebih dipacu lagi dengan
‘mengadakan liputan-liputan
kecil pada beberapa momen
penting; yang telah dikerjakan
adalah waktu peringatan KAA
kke-60, kemudian penulisan
bulan Ramadhan sebagai sebuah
peristiwa budaya.
Energi menulis yang
deras ini sesekali ditopang
oleh kegiatan “kelas menulis”
yang menghadirkan beberapa
narasumber yang inspiratif, atau
juga dari para pegiat Aleut sendiri
yang dianggap telah mengusai
teknik penulisan, Di titik ini,
Aleut sebagai sebuah komunitas
yang mencatat secara amatiran
sejarah Kota Bandung, adalah
juga komunitas dengan semangat
belajar yang tak pernah sudah.
Dalam perjalanannya, selain
mencoba mengembangkan
diri dengan belajar menulis
sejarah kota, Aleut juga kerap
mengadakan acara apresiasi di
bidang lain, di antaranya apresiasi
Masi ta Ciapunding
17Pak tang pera mayang oJ engarang
dan diskusi tentang musik dan
film. Kedua acara ini, meskipun
agak keluar dari konteks sejarah
kota, namun muaranya tetap pada
pengayaan sudut pandang para
pegiat, meningkatkan sensitifitas,
dan belajar berdialektika
Meskipun pada mulanya
komunitas ini—bersama Ridwan
Hutagalung, didirikan oleh
mahasiswa Jurusan Sejarah
UNPAD, tapi seiiring waktu
anggotanya semakin banyak dan
diisi oleh beragam latar belakang
pendidikan, latar daerah, dan
ragam usia. Tak sedikit orang-
orang yang berasal dari luar
daerah namun tengah mukim
di Bandung, seperti Sukabumi,
Cianjur, Ciamis, dan bahkan
dari Batusangkar, yang ikut aktif
di komunitas ini, Isinya pun tak
melulu para mahasiswa (yang
bidang studi-nya berbeda-beda),
namun ada juga karyawan swasta,
PNS, tour guide, pengelola
laman daring sepakbola, penulis
18
buku, siswa SMA, dan masih
banyak lagi. Hal ini tentu saja
mencerminkan bahwa usia pun
berbeda-beda.
Kondisi multi seperti ini
semakin membuat Aleut kaya
akan sudut pandang dari para
pegiat. Jadi misalnya jika ada satu
objek sejarah yang ditemukan di
lapangan, maka pembahasannya
dilihat dari berbagai bidang
keilmuan. Konsep kegiatan seperti
ini menjadikan Aleut sebagai
wadah belajar sejarah dengan cara
populer dan tidak membosankan.
‘Sampai saat ini, di usianya
yang sudah menginjak tahun
kesembilan, anggota Komunitas
Aleut sudah lebih dari 700 orang.
Dengan proses pendaftaran
keanggotaan yang sangat mudah
dan murah, yaitu hanya membayar
iuran sebesar Rp 10,000.-
(sepuluh ribu rupiah) per tahun,
maka anggota baru sudah bisa
bergabung di kegiatan yang sudah
diagendakan sebelumnya.
‘Acara rutin dalam sepekan
berlangsung hari Kamis dan
Minggu. Pada Kamis, atau
pegiat Aleut menyebutnya
dengan “Kamisan’, biasanya
membahas tentang tempat yang
akan dikunjungi dan rate yang
akan ditempuh. Diskusi tersebut
berlangsung pada sore sampai
malam hari. Setelah keputusan
dibuat secara musyawarah,
barulah agenda untuk hari
Minggu tersebut dipublikasikan
di berbagai media sosial seperti
WA, twitter (@KomunitasAleut),
facebook, path, dan instagram.
Komunitas Aleut terus menjaga
nafas agar bisa tetap berkontribusi
kepada Kota Bandung, sebab tak
sedikit contoh yang memerikan
tentang laku orang-orang yang
peduli terhadap kota namun
berusia pendek; sporadis,
menghentak pada awalnya, tapi
kemudian mundur teratur dan
hilang nyaris tak berbekas.
Di kota yang semakin mekar
ini, dan di tengah ingatan warga
yang relatif pendek, Aleut hadir
dengan langkah-langkah kecil,
untuk sebisa-bisa menjaga
ingatan kolektif dan menularkan
kesadaran terhadap warga kota;
bahwa kita tidak mesti gagap
dengan laju perubahan, dan
sejarah sebagaimana kaca spion
bukan difungsikan untuk berjalan
mundur, namun demi kelancaran
perjalanan ke depan,
Hana nguni hana mangké, tan
hana nguni tan hana mangké, Ada
masa kini karena ada masa lalu,
Kalau tidak ada dulu, tidak akan
ada sekarang.[]
tan Toh Prd
erglt of Komuntas At
KARSA \bl. 4 iuli- Agustus 2015