Vous êtes sur la page 1sur 4

A.

Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala: Kelemahan,kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap,olahraga tidak
teratur.
Tanda: Takikardi,dipsnea pada istirahat/aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat SKA sebelumnya,penyakit arteri koroner,Gejala Jantung
Koroner,masalah Tekanan Darah dan Diabetes Melitus.
Tanda: Tekanan darah dapat normal atau naik turun,perubahan pestral di catat dari tidur
sampai duduk atau berdiri.
3. Intregitas EGO
Gejala: Menyangkal,takut mati,marah pada penyakit atau perawatan yang “tak
perlu”,kwatir tentang keluarga,karier dan keuangan.
Tanda: Menolak,menyangkal cemas kurang kontak mata,gelisah,marah perilaku
menyerang,fokus pada diri sendiri.
4. Eliminasi
Tanda: Normal atau bunyi usus menurun
5. Makanan /cairan
Gejala: Mual,kehilangan nafsu makan,nyeri ulu hati,bersendawa.
Tanda: Penurunan turgor kulit,kulit kering/berkeringat,muntah,perubahan BB.
6. Higiene
Gejala/tanda: Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7. Neurosensasi
Gejala: pusing
Tanda: Perubahan mental dan kelemahan
8. Nyeri ketidaknyamanan
Gejala: Nyeri dada yang timbul mendadak,tidak hilang dengan istirahat atau nitroglisin.
Tanda : Wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang,
menggeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata.
9. Pernafasan:
Gejala : Dipsnea dengan alat tanpa kerja dipsnea noktural.Batuk dengan/tanpa riwayat
merokok,penyakit pernafasan kronis.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan,nafas sesak kuat pucat atau sianosis,bunyi
nafas bersih atau krele/mengi,sputum bersih,merah muda kental.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia miokard jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner akut.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen miokard
dengan kebutuhan.
3. kecemasan berhubungan dengan ancaman atau perubahan kesehatan.
4. (Resiko tinggi ) penurunan curah jantung berhubungan dengan frekuensi suplai O2 ke
jantung, penurunan prekolad / peningkatan tahanan vasikuler sistemik, infark /
disakinetik miokard, kerusakan structural ancurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5. ( Risiko tinggi ) perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penururansumbatan
aliran darah kotor.
6. ( Resiko tinggi ) kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium referensi air, peningkatan tekanan hidrofatik atau penurunan protein
plasma.
7. kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) berhubungan dengan kurang
terpajan atau salah interpersaral terhadap informasi tentang fungsi jantung / implikasi
penyakit jantung dan perubahanstatus kesehatan yang akan datang.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PRA HOSPITAL
Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama, baik prehospital maupun di
rumah sakit. Hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih ditekankan
untuk segera melakukan reperfusi. AHA/ACC tahun 2010, sangat ditekankan waktu yang efektif
reperfusi terapi. Bila memungkinkan trombolisis dilakukan saat prehospital untuk menghemat
waktu.
1. Prehospital
Tindakan – tindakan prehospital dilakukan oleh Emergency Medical Service sebelum
pasien tiba di rumah sakit, biasanya di ambulans.
- Monitoring , dan amankan ABC. Persiapkan diri untuk melakukan RJP dan
defibrilasi.
- Berikan aspirin 160 – 325 mg (kunyah), dan pertimbangkan oksigen, nitrogilserin,
dan morfin jika diperlukan.
- Pemeriksaan EKG 12 sandapan dan interprestasi. Jika ada ST elevasi, informasikan
rumah sakit, catat waktu onset dan kontak pertama dengan tim medis.
- Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan penerimaan pasien dengan
STEMI
- Bila akan diberikan fibrinolitik prehospital, lakukan check – list terapi fibrinolitik.
2. Hospital
Di ruang gawat darurat dilakukan dua kelompok tindakan secara simultan, yaitu
penilaian awal dan tata laksana umum awal.
1. Penilaian awal di IGD (<10 MENIT)
- Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
- Pasang akses IV
- Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik singkat dan terarah
- Lengkapi check list fibrinolitik, cek kontraindikasi
- Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit , dan pembekuan darah
- Pemeriksaan foto toraks portabel ( < 30 menit setelah pasien di IGD)

Lanjutan :

- Segera berikan oksigen 4 L/menit kanul nasal bila saturasi oksigen < 94%
- Berikan Aspirin 160 – 325 mg dikunyah (bila belum diberikan prehospital)
- Nitrogloresin/nitrat sublingual atau semprot
- Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin/nitrat
- ingat jika memberikan obat – obatan fibrinolitik harus menggunakan check list
fibroniltik
KESIMPULAN
SKA adalah suatu situasi kegawat daruratan yang dikarakteristikkan dengan onset
terjadinya iskemia miokardium dan mengakibatkan kematian jaringan miokardium, bila tidak
ada penanganan segera. SKA meliputi unstable angina, non–elevasi ST segment (NSTEMI), dan
elevasi ST segment. Penegakan diagnosa SKA tidak hanya berdasarkan dengan keluhan pasien
tapi didukung dengan pemeriksaan penunjang, seperti perubahan gelombang EKG yang
mendukung baik perubahan ST segment, gelombang Q patologis, atau dengan adanya hiper T,
atau gelombang LBBB baru, disertai dengan ada/tidaknya perubahan nilai enzim jantung.
Penanganan dengan cepat dimulai dari pemberian oksigen, nitroglycerin, morphine, aspirin, beta-
bolcker, ACE inhibitors dalam waktu 24 jam, anti koagulasi dengan heparin dan platelet
inhibitor. Dilanjutkan dengan terapi untuk indikasi reperfusi, seperti PCI dan trombolitik terapi,
kemudian dilanjutkan dengan terapi, seperti intra vena heparin, clopidogrel (plavix),
glycoprotein IIb/IIIa inhibitor, dan bed rest minimum 12-24 jam (Atman, et al., 2007).
Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini diharapkan tercapai asuhan
keperawatan yang komperehensif tanpa memperberat kondisi klinis pasien. Perawat diharapkan
bisa memberikan informasi kepada pasien, sehingga pasien dapat mengetahui penyebab
terjadinya SKA, sehingga resiko terjadinya SKA semakin kecil , menurunkan angka morbiditas,
dan mortalitas. Perawat juga berperan sebagai jembatan informasi tentang edukasi pentingnya
mengkonsumsi obat secara teratur untuk memperkecil pengulangan penyakit ini, terutama untuk
pasien yang mengalami tindakan PCI.
DAFTAR PUSTAKA

Bare, Brenda and Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah Bruner and
Suddarth. Jakarta : EGC.

Dharma, Surya. 2009. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC.

Doengoes E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. (2000). Rencana


Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Long, Barbara C. 1999. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

O’Cornnor, Robert E; Brady, William; et al. 2011. Acute Coronary Syndromes American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular
Care. http://circ.ahajournals.org.htm. diambil tanggal 10 Desember 2017 jam 22.30 WIB.

Rokhaeni, Heni dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi I. Jakarta: Bidang Pelatihan
dan Pelatihan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Universitas Sumatera Utara. 2010. Sirkulasi Koroner. Sumatera Utara.http://repository.usu.ac.id.


Diambil pada tanggal 10 Desember 2017 jam 22.30 WIB.

Sjahruddin, Harun. 2011. Sindrom Koroner Akut. http://www.majalah-farmacia.com. Diambil tanggal


11 Januari 2013 jam 22.30 WIB.

Vous aimerez peut-être aussi