Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH
SYAMSUL ARIFIN
NIM. 14901.04.17047
B. Klasifikasi
Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :
a. Stadium I
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG nya yang masih
normal yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3
b. Stadium II
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-89 ml/menit/1,73
m3
c. Stadium III
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m3
d. Stadium IV
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m3
e. Stadium V
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur) x berat badan (kg)
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0, 85
C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2009) penyebab dari gagal ginjal kronik adalah:
1. Diabetus mellitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
4. Hipertensi tak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi. Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi). Dehidrasi
akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan
ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut,
DM, dan Nefropati Asam Urat.
4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
7. Pemeriksaan radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),
kalsifikasi metastasik.
8. Pemeriksaan radiologi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya
suatu Gagal Ginjal Kronik :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
c. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
e. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
f. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
g. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2
vit D3 pada GGK.
h. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim
fosfatase lindi tulang.
i. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
j. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
k. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian
hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
l. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE
yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2009) penatalaksanaan gagal ginjal kronik adalah:
1. Dialisis
2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid
3. Diit rendah uremi
H. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
II. POLIKISTIK
a. Pengertian
Polikistik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan cystic yang berarti
rongga tertutup abnormal, dilapisi sel yang mengandung cairan atau bahan semisoid, jika
digabungkan polikistik berarti banyak kista. Jadi polikistik ginjal adalah banyaknya kistik
pada ginjal yang tersebar di kedua ginjal baik di korteks maupun di medulla, kista-kista
tersebut dapat dalam bentuk multiple, bilateral dan berekspansi yang lambat laun
mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat
membesar (kadang-kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh cairan jernih atau
hemoragik (Rubenstein, David, dkk, 2005).
Penyakit ginjal polikistik adalah suatu kelainan genetik yang ditandai oleh
pertumbuhan banyak kista seperti anggur yang berisi cairan di ginjal. Kedua ginjal
menjadi lebih besar dari waktu ke waktu dan kista kemudian mengambil alih dan
merusak jaringan ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis dan
stadium akhir penyakit ginjal.
b. Klasifikasi
1) Ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
Ginjal polikistik resesif autosomal juga dikenal sebagai penyakit polikistik
infantile, gangguan autosom resesif yang jarang ini mungkin tidak terdeteksi sampai
sesudah masa bayi.
2) Ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycystic
Kidney/ADPKD)
Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan
dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya (pancreas,
limfa). Ginjal polikistik dominan autosomal adalah penyakit ginjal genetic yang
paling sering ditemukan. Kelainan ini dapat didiagnosa melalui biopsy ginjal.
Keduanya merupakan kelainan herediter autosomal, yaitu pada dewasa
merupakan autosomal dominan, sedangkan pada anak-anak merupakan autosomal
resesif. Ini ditandai dengan kerusakan kedua ginjal, dengan adanya infiltrate kista-
kista berbagai ukuran kedalam parenkim ginjal, sehingga fungsi ginjal semakin
menurun.
c. Penyebab
1) Ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom
6p. manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi cepat meninggal akibat
gagal ginjal. Ginjal memperlihatkan banyak kista kecil dikorteks dan medulla
sehingga tampak seperti spons.
2) Ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycystic
Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga
terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar
akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan fungsi
ginjal akan menurun.
d. Patifisiologi
Kedua ginjal membesar dan secara makroskopik menampakkan banyak sekali
kista di seluruh korteks dan meduulla. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa
kista-kista merupakan dilatasi duktus kolektivus. Interstitium dan sisa tubulus mungkin
normal pada saat lahir, tetapi perkembangan fibrosis interstisial dan atrofi tubulus dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
Sebagian besar penderita juga mempunyai kista di dalam hati. Pada kasus-kasus
yang berat, kista dalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis, hpertensi porta, dan
kematian karena varises esofagus. Apabila keparahan manifestasi melebihi keparahan
manifestasi keterlibatan ginjal, gangguannya disebut fibrosis hati kongenital.
e. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik pada
dominan autosomal tidak menimbulkan gejala hingga decade keempat, saat dimana ginjal
telah cukup membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah:
1) Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul didaerah lumbar namun kadang-kadang juga dirasakan
nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tnada terjadinya iritasi didaerah peritoneal
yang diakibatkan oleh kista yang rupture. Jika nyeri yang dirasakan terjadi secara
konstan mak itu adlah tanda dari pembesaran satu atau lebih kista.
2) Hematuria
Hematuria adalah gejala selanjutnya yang terjadi pada polikistik. Gross hematuria
terjadi ketika kista yang rupture masuk ke dalam pelvis ginjal.
3) Infeksi saluran kemih
4) Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda yang paling umum dari penyakit ginjal polikistik.
Kadang-kadang pasien akan mengalami sakit kepala akibat tekanan darah tinggi.
Takanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal, oleh karena itu sangat
penting untuk mengobatinya. Bahkan, pengobatan tekanan darah tinggi dapat
membantu memperlambat atau bahkan mecegah gagal ginjal.
5) Pembesaran ginjal
Pembesaran ginjal pada asien ADPKD ginjal ini merupakan hasil dari penyebaran
kista pada ginjal yang akan disertai denggan penurunan fungsi ginjal. Semakin cepat
terjadinya pembesaran ginjal maka akan semakin cepat terjadinya gagal ginjal.
6) Aneurisme pembuluh darah
Pada penyakit ginjal polikistikdominan autosomal (ADPKD) terdapt kista pada
organ-organ lain seperti hati dan pangkreas.
f. Penatalaksanaan
Pengobatan pada penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) dan
penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) adalah bersifat suportif yang
mencakup manajemen hipertensi yang cermat. Sedangkan apabila ARPKD dan ADPKD
yang sudah berkembang menjadi gagal ginjal adalah dialysis dan transplantasi ginjal dan
pada ADPKD pengobatan bertujuan untuk mencagah komplikasi dan memelihara fungsi
ginjal.
Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif berupa
diet rendah protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis bahkan
transplantasi ginjal. Tindakan bedah dengan memecah kista tidak banyak manfaatnya
untuk memperbaiki fungsi ginjal.
III. HEMODIALISA
A. Pengertian
Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat dialysis ginjal)
untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk sisa dari darah. (Litin, 2009)
Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut, gagal
ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis
membrane dialysis selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien
hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya
dapat digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal, 2011)
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain
melalui membrane semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu
terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dalam tubuh kita, dimana menggantikan ginjal yang sudah
tidak dapat berfungsi dengan baik lagi.
B. Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
C. Proses Hemodialisa
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk
kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah pasien
yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi dan
secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir
darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-
lain. Bila ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan
akses vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat
diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 –
300 ml/menit secara kontinyu selama hemodialysis 4 – 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha
yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara arteri dan vena,
biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut
(brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi
darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang
outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula
yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk ke
dialisar. Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam
dialiser darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus membrane dan
menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin
hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada
kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama
elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air
bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama
proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar
tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat terlarut ke
sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan menggunakan membran ini
terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi
yang tinggi dilewatkan pada membrane semipermeable yang terdapat dalam dialyzer,
dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter
current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang terlarut berupa
racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan
khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut di dalam
darah dan dialisat maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal
dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang statis,
hemodialysis bersandar pada pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir,
dimana bila dialysate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan mengalir axtracorporeal
sirkuit. Metode ini dapat meningkatkan efektifitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan, urea
dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam dialysate.
Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi.
Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik
antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air
melewati membrane. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi
air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang bersih setelah
dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin hemodialysis
modern, sehingga keefektifannnya dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal,
2011).
F. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak
yang menyebabkan edema serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa juga
merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak sesuai
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
H. Intervensi
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan askep NIC: Toleransi aktivitas
B.d ... jam Klien dapat? Tentukan penyebab intoleransi
ketidakseimbangan menoleransi aktivitas & aktivitas & tentukan apakah
suplai & kebutuhan melakukan ADL dgn penyebab dari fisik, psikis/motivasi
O2 baik ? Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat
Kriteria Hasil: klien sehari-hari
? Berpartisipasi dalam? ↑ aktivitas secara bertahap,
aktivitas fisik dgn TD, biarkan klien berpartisipasi dapat
HR, RR yang sesuai perubahan posisi,
? Warna kulit berpindah&perawatan diri
normal,hangat&kering ? Pastikan klien mengubah posisi
? Memverbalisasikan secara bertahap. Monitor gejala
pentingnya aktivitas intoleransi aktivitas
secara bertahap ? Ketika membantu klien berdiri,
? Mengekspresikan observasi gejala intoleransi spt mual,
pengertian pentingnya pucat, pusing, gangguan
keseimbangan latihan & kesadaran&tanda vital
istirahat ? Lakukan latihan ROM jika klien
? ↑toleransi aktivitas tidak dapat menoleransi aktivitas
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan askep Monitor Pernafasan:
efektif b.d ..... jam pola nafas klien? Monitor irama, kedalaman dan
hiperventilasi, menunjukkan ventilasi frekuensi pernafasan.
penurunan energi, yg adekuat dg kriteria : ? Perhatikan pergerakan dada.
kelemahan ? Tidak ada dispnea ? Auskultasi bunyi nafas
? Kedalaman nafas ? Monitor peningkatan
normal ketdkmampuan istirahat, kecemasan
? Tidak ada retraksi dan seseg nafas.
dada / penggunaan otot
bantuan pernafasan Pengelolaan Jalan Nafas
? Atur posisi tidur klien untuk
maximalkan ventilasi
? Lakukan fisioterapi dada jika perlu
? Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sesuai kebutuhan
? Auskultasi bunyi nafas
? Bersihhkan skret jika ada dengan
batuk efektif / suction jika perlu.
3 Kelebihan volume Setelah dilakukan askep Fluit manajemen:
cairan b.d. ..... jam pasien? Monitor status hidrasi
mekanisme mengalami (kelembaban membran mukosa, nadi
pengaturan keseimbangan cairan adekuat)
melemah dan elektrolit. ? Monitor tnada vital
Kriteria hasil: ? Monitor adanya indikasi
? Bebas dari edema overload/retraksi
anasarka, efusi ? Kaji daerah edema jika ada
? Suara paru bersih
? Tanda vital dalam Fluit monitoring:
batas normal ? Monitor intake/output cairan
? Monitor serum albumin dan
protein total
? Monitor RR, HR
? Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
? Monitor warna, kualitas dan BJ
urine
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari ….. jam klien? kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh menunjukan status? Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi adekuat? Kaji makanan yang disukai oleh
dibuktikan dengan BB klien.
stabil tidak terjadi mal? Kolaborasi dg ahli gizi untuk
nutrisi, tingkat energi penyediaan nutrisi terpilih sesuai
adekuat, masukan dengan kebutuhan klien.
nutrisi adekuat ? Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
? Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
? Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien
Monitor Nutrisi
? Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
? Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
? Monitor lingkungan selama
makan.
? jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
? Monitor adanya mual muntah.
? Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
? Monitor intake nutrisi dan kalori.
5 Kurang Setelah dilakukan askep Pendidikan : proses penyakit
pengetahuan … jam Pengetahuan ? Kaji pengetahuan klien tentang
tentang penyakit klien / keluarga penyakitnya
dan pengobatannya meningkat dg KH: ? Jelaskan tentang proses penyakit
b.d. kurangnya Pasien mampu: (tanda dan gejala), identifikasi
sumber informasi ? Menjelaskan kembali kemungkinan penyebab.
penjelasan yang? Jelaskan kondisi klien
diberikan ? Jelaskan tentang program
? Mengenal kebutuhan pengobatan dan alternatif
perawatan dan pengobantan
pengobatan tanpa? Diskusikan perubahan gaya hidup
cemas yang mungkin digunakan untuk
? Klien / keluarga mencegah komplikasi
kooperatif saat? Diskusikan tentang terapi dan
dilakukan tindakan pilihannya
? Eksplorasi kemungkinan sumber
yang bisa digunakan/ mendukung
? instruksikan kapan harus ke
pelayanan
? Tanyakan kembali pengetahuan
klien tentang penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
6 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep Kontrol infeksi
tindakan invasive, ... jam risiko infeksi? Ajarkan tehnik mencuci tangan
penurunan daya terkontrol dg KH: ? Ajarkan tanda-tanda infeksi
tahan tubuh primer ? Bebas dari tanda-tanda? laporkan dokter segera bila ada
infeksi tanda infeksi
? Angka leukosit normal ? Batasi pengunjung
? Ps mengatakan tahu ? Cuci tangan sebelum dan sesudah
tentang tanda-tanda dan merawat ps
gejala infeksi ? Tingkatkan masukan gizi yang
cukup
? Anjurkan istirahat cukup
? Pastikan penanganan aseptic
daerah IV
? Berikan PEN-KES tentang risk
infeksi
proteksi infeksi:
? monitor tanda dan gejala infeksi
? Pantau hasil laboratorium
? Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
? monitor VS
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Media Aeusculapius FKUI:
Jakarta
Smeltzer dan Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawaatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi 8. Egc: Jakarta
http://kesehatan-ibu-anak-1plus.blogspot./2010/11/penyakit-ginjal-polikistik-autosom.html