Vous êtes sur la page 1sur 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD ETC. POLIKISTIK DENGAN HEMODIALISA


RUANG HEMODIALISA RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH
SYAMSUL ARIFIN
NIM. 14901.04.17047

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN – PROBOLINGGO
2016-2017
CRONIC KIDNEY DESEASES (CKD) DENGAN ETC. POLIKISTIK DAN
DILAKUKAN HEMODIALISA

I. CRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)


A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible (Mansjoer, dkk, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer dan Bare, 2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :
a. Stadium I
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG nya yang masih
normal yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3

b. Stadium II
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-89 ml/menit/1,73
m3
c. Stadium III
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m3
d. Stadium IV
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m3
e. Stadium V
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur) x berat badan (kg)
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0, 85

C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2009) penyebab dari gagal ginjal kronik adalah:
1. Diabetus mellitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
4. Hipertensi tak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

D. Tanda Dan Gejala


Menurut Smeltzer dan Bare (2009) manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah:
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction rub perikardial
2. Pulmoner
a. KrekelS
b. Nafas dangkal
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat
3. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
d. Konstipasi / diare
e. Nafas berbau amonia
4. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
5. Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering, bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
6. Reproduksi
a. Amenore
b. Atrofi testis
E. Fatofisiologi
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin
akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
Dari salah satu fungsi ginjal yaitu mengendalikan kadar gula dalam darah yaitu ada
dua hormon yang berperan di ginjal untuk mengendalikan kadar gula dalamdarah yaitu
hormon insulin dan hormon adrenalin, hormon insulin berfungsi sebagai penurun kadar gula
dalam darah sedangkan hormon adrenlin sebagai peningkatan gula dalam darah. Ketika ginjal
mengalami gangguan, dua hormon tersebut tidak dapat bekerja seperti fungsinya masing-
masing, etika gagal ginjal terjadi seseorang resiko terhadap komplikasi hipoglikemi.
Gejala dari gaga ginjal yang mengalami hipoglikemi adalah mual muntah, ketika
ginjal mengalami gangguan menyebabkan sekresi protein terganggu sehingga terjadi
sindrome uremia, dan menjadi gangguan keseimbangan asam basa sehingga produksi asam
meningkat menyebabkan asam lambung naik terjadi iritasi lambung dan mual muntah.
Tidak adanya asupan nutrisi kedalam tubuh juga merupakan salah satu penyebab dari
hipogikemi, karena asupan glukosa di dalam darah tidak terpenuhi, bagi penderita gagal
ginjal akan semakin mempersulit ketika asupan nutrisi yang kandungan di dalamnya adalah
glukosa tidak dapat difungsikan oleh ginjal untuk mengeluarkan hormon adrenalin untuk
merangsang peningkatan kadar glukosa di dalam darah.
Hipoglikemia harus segera mendapat pengelolaan yang memadai. Di berikan
makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau
glukosa 15-20 g melalui intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15
menit setelah pemberian glukosa. Glukagon deberikan pada pasien hipoglikemia berat. Untuk
menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan
penyuntikan insulin dengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat)
Retensi cairan dan natrium. Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan
natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan
turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi
gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Penyakit tulang uremik (osteodistrofi). Terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( Smeltzer dan Bare, 2009).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi. Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi). Dehidrasi
akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan
ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut,
DM, dan Nefropati Asam Urat.
4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
7. Pemeriksaan radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),
kalsifikasi metastasik.
8. Pemeriksaan radiologi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya
suatu Gagal Ginjal Kronik :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
c. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
e. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
f. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
g. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2
vit D3 pada GGK.
h. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim
fosfatase lindi tulang.
i. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
j. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
k. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian
hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
l. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE
yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2009) penatalaksanaan gagal ginjal kronik adalah:
1. Dialisis
2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid
3. Diit rendah uremi

H. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia

II. POLIKISTIK

a. Pengertian
Polikistik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan cystic yang berarti
rongga tertutup abnormal, dilapisi sel yang mengandung cairan atau bahan semisoid, jika
digabungkan polikistik berarti banyak kista. Jadi polikistik ginjal adalah banyaknya kistik
pada ginjal yang tersebar di kedua ginjal baik di korteks maupun di medulla, kista-kista
tersebut dapat dalam bentuk multiple, bilateral dan berekspansi yang lambat laun
mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat
membesar (kadang-kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh cairan jernih atau
hemoragik (Rubenstein, David, dkk, 2005).
Penyakit ginjal polikistik adalah suatu kelainan genetik yang ditandai oleh
pertumbuhan banyak kista seperti anggur yang berisi cairan di ginjal. Kedua ginjal
menjadi lebih besar dari waktu ke waktu dan kista kemudian mengambil alih dan
merusak jaringan ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis dan
stadium akhir penyakit ginjal.

b. Klasifikasi
1) Ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
Ginjal polikistik resesif autosomal juga dikenal sebagai penyakit polikistik
infantile, gangguan autosom resesif yang jarang ini mungkin tidak terdeteksi sampai
sesudah masa bayi.
2) Ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycystic
Kidney/ADPKD)
Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan
dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya (pancreas,
limfa). Ginjal polikistik dominan autosomal adalah penyakit ginjal genetic yang
paling sering ditemukan. Kelainan ini dapat didiagnosa melalui biopsy ginjal.
Keduanya merupakan kelainan herediter autosomal, yaitu pada dewasa
merupakan autosomal dominan, sedangkan pada anak-anak merupakan autosomal
resesif. Ini ditandai dengan kerusakan kedua ginjal, dengan adanya infiltrate kista-
kista berbagai ukuran kedalam parenkim ginjal, sehingga fungsi ginjal semakin
menurun.

c. Penyebab
1) Ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom
6p. manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi cepat meninggal akibat
gagal ginjal. Ginjal memperlihatkan banyak kista kecil dikorteks dan medulla
sehingga tampak seperti spons.
2) Ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycystic
Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga
terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar
akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan fungsi
ginjal akan menurun.

d. Patifisiologi
Kedua ginjal membesar dan secara makroskopik menampakkan banyak sekali
kista di seluruh korteks dan meduulla. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa
kista-kista merupakan dilatasi duktus kolektivus. Interstitium dan sisa tubulus mungkin
normal pada saat lahir, tetapi perkembangan fibrosis interstisial dan atrofi tubulus dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
Sebagian besar penderita juga mempunyai kista di dalam hati. Pada kasus-kasus
yang berat, kista dalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis, hpertensi porta, dan
kematian karena varises esofagus. Apabila keparahan manifestasi melebihi keparahan
manifestasi keterlibatan ginjal, gangguannya disebut fibrosis hati kongenital.

e. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik pada
dominan autosomal tidak menimbulkan gejala hingga decade keempat, saat dimana ginjal
telah cukup membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah:
1) Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul didaerah lumbar namun kadang-kadang juga dirasakan
nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tnada terjadinya iritasi didaerah peritoneal
yang diakibatkan oleh kista yang rupture. Jika nyeri yang dirasakan terjadi secara
konstan mak itu adlah tanda dari pembesaran satu atau lebih kista.
2) Hematuria
Hematuria adalah gejala selanjutnya yang terjadi pada polikistik. Gross hematuria
terjadi ketika kista yang rupture masuk ke dalam pelvis ginjal.
3) Infeksi saluran kemih
4) Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda yang paling umum dari penyakit ginjal polikistik.
Kadang-kadang pasien akan mengalami sakit kepala akibat tekanan darah tinggi.
Takanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal, oleh karena itu sangat
penting untuk mengobatinya. Bahkan, pengobatan tekanan darah tinggi dapat
membantu memperlambat atau bahkan mecegah gagal ginjal.
5) Pembesaran ginjal
Pembesaran ginjal pada asien ADPKD ginjal ini merupakan hasil dari penyebaran
kista pada ginjal yang akan disertai denggan penurunan fungsi ginjal. Semakin cepat
terjadinya pembesaran ginjal maka akan semakin cepat terjadinya gagal ginjal.
6) Aneurisme pembuluh darah
Pada penyakit ginjal polikistikdominan autosomal (ADPKD) terdapt kista pada
organ-organ lain seperti hati dan pangkreas.

f. Penatalaksanaan
Pengobatan pada penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) dan
penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) adalah bersifat suportif yang
mencakup manajemen hipertensi yang cermat. Sedangkan apabila ARPKD dan ADPKD
yang sudah berkembang menjadi gagal ginjal adalah dialysis dan transplantasi ginjal dan
pada ADPKD pengobatan bertujuan untuk mencagah komplikasi dan memelihara fungsi
ginjal.
Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif berupa
diet rendah protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis bahkan
transplantasi ginjal. Tindakan bedah dengan memecah kista tidak banyak manfaatnya
untuk memperbaiki fungsi ginjal.
III. HEMODIALISA

A. Pengertian
Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat dialysis ginjal)
untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk sisa dari darah. (Litin, 2009)
Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut, gagal
ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis
membrane dialysis selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien
hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya
dapat digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal, 2011)
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain
melalui membrane semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu
terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dalam tubuh kita, dimana menggantikan ginjal yang sudah
tidak dapat berfungsi dengan baik lagi.

B. Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
C. Proses Hemodialisa
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk
kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah pasien
yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi dan
secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir
darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-
lain. Bila ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan
akses vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat
diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 –
300 ml/menit secara kontinyu selama hemodialysis 4 – 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha
yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara arteri dan vena,
biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut
(brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi
darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang
outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula
yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk ke
dialisar. Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam
dialiser darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus membrane dan
menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin
hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada
kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama
elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air
bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama
proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar
tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat terlarut ke
sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan menggunakan membran ini
terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi
yang tinggi dilewatkan pada membrane semipermeable yang terdapat dalam dialyzer,
dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter
current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang terlarut berupa
racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan
khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut di dalam
darah dan dialisat maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal
dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang statis,
hemodialysis bersandar pada pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir,
dimana bila dialysate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan mengalir axtracorporeal
sirkuit. Metode ini dapat meningkatkan efektifitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan, urea
dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam dialysate.
Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi.
Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik
antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air
melewati membrane. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi
air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang bersih setelah
dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin hemodialysis
modern, sehingga keefektifannnya dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal,
2011).

D. Alasan dilakukan Hemodialisa


Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan
4. Gagal jantung
5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
E. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi
sebagian besar penderita menjalani dalisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa
dikatakan berhasil jika :
1. Penderita kembali menjalani hidup normal
2. Penderita kembali menjalani diet yang normal
3. Jumlah sel darah merah sulit ditoleransi
4. Tekanan darah normal
5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal
kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan
ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa
minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

F. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan cairan.

3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak
yang menyebabkan edema serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa juga
merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak sesuai
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

F. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Kelebihan volume cairan
b. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Intoleransi aktifitas
d. Gangguan harga diri
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
2. Data yang perlu dikaji
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada
kulit.
c. Riwayat penyakit
1) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak.
Tanda
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala :
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna
urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan
Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda :
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan
gerak sendi.

f. Pola aktivitas sehari-hari


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal
ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan
dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang
benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat
(oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati,
mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status
mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan
warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis
3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan
natrium.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya
informasi kesehatan.
6. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan
invasive

H. Intervensi
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan askep NIC: Toleransi aktivitas
B.d ... jam Klien dapat? Tentukan penyebab intoleransi
ketidakseimbangan menoleransi aktivitas & aktivitas & tentukan apakah
suplai & kebutuhan melakukan ADL dgn penyebab dari fisik, psikis/motivasi
O2 baik ? Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat
Kriteria Hasil: klien sehari-hari
? Berpartisipasi dalam? ↑ aktivitas secara bertahap,
aktivitas fisik dgn TD, biarkan klien berpartisipasi dapat
HR, RR yang sesuai perubahan posisi,
? Warna kulit berpindah&perawatan diri
normal,hangat&kering ? Pastikan klien mengubah posisi
? Memverbalisasikan secara bertahap. Monitor gejala
pentingnya aktivitas intoleransi aktivitas
secara bertahap ? Ketika membantu klien berdiri,
? Mengekspresikan observasi gejala intoleransi spt mual,
pengertian pentingnya pucat, pusing, gangguan
keseimbangan latihan & kesadaran&tanda vital
istirahat ? Lakukan latihan ROM jika klien
? ↑toleransi aktivitas tidak dapat menoleransi aktivitas
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan askep Monitor Pernafasan:
efektif b.d ..... jam pola nafas klien? Monitor irama, kedalaman dan
hiperventilasi, menunjukkan ventilasi frekuensi pernafasan.
penurunan energi, yg adekuat dg kriteria : ? Perhatikan pergerakan dada.
kelemahan ? Tidak ada dispnea ? Auskultasi bunyi nafas
? Kedalaman nafas ? Monitor peningkatan
normal ketdkmampuan istirahat, kecemasan
? Tidak ada retraksi dan seseg nafas.
dada / penggunaan otot
bantuan pernafasan Pengelolaan Jalan Nafas
? Atur posisi tidur klien untuk
maximalkan ventilasi
? Lakukan fisioterapi dada jika perlu
? Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sesuai kebutuhan
? Auskultasi bunyi nafas
? Bersihhkan skret jika ada dengan
batuk efektif / suction jika perlu.
3 Kelebihan volume Setelah dilakukan askep Fluit manajemen:
cairan b.d. ..... jam pasien? Monitor status hidrasi
mekanisme mengalami (kelembaban membran mukosa, nadi
pengaturan keseimbangan cairan adekuat)
melemah dan elektrolit. ? Monitor tnada vital
Kriteria hasil: ? Monitor adanya indikasi
? Bebas dari edema overload/retraksi
anasarka, efusi ? Kaji daerah edema jika ada
? Suara paru bersih
? Tanda vital dalam Fluit monitoring:
batas normal ? Monitor intake/output cairan
? Monitor serum albumin dan
protein total
? Monitor RR, HR
? Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
? Monitor warna, kualitas dan BJ
urine
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari ….. jam klien? kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh menunjukan status? Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi adekuat? Kaji makanan yang disukai oleh
dibuktikan dengan BB klien.
stabil tidak terjadi mal? Kolaborasi dg ahli gizi untuk
nutrisi, tingkat energi penyediaan nutrisi terpilih sesuai
adekuat, masukan dengan kebutuhan klien.
nutrisi adekuat ? Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
? Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
? Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien

Monitor Nutrisi
? Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
? Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
? Monitor lingkungan selama
makan.
? jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
? Monitor adanya mual muntah.
? Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
? Monitor intake nutrisi dan kalori.
5 Kurang Setelah dilakukan askep Pendidikan : proses penyakit
pengetahuan … jam Pengetahuan ? Kaji pengetahuan klien tentang
tentang penyakit klien / keluarga penyakitnya
dan pengobatannya meningkat dg KH: ? Jelaskan tentang proses penyakit
b.d. kurangnya Pasien mampu: (tanda dan gejala), identifikasi
sumber informasi ? Menjelaskan kembali kemungkinan penyebab.
penjelasan yang? Jelaskan kondisi klien
diberikan ? Jelaskan tentang program
? Mengenal kebutuhan pengobatan dan alternatif
perawatan dan pengobantan
pengobatan tanpa? Diskusikan perubahan gaya hidup
cemas yang mungkin digunakan untuk
? Klien / keluarga mencegah komplikasi
kooperatif saat? Diskusikan tentang terapi dan
dilakukan tindakan pilihannya
? Eksplorasi kemungkinan sumber
yang bisa digunakan/ mendukung
? instruksikan kapan harus ke
pelayanan
? Tanyakan kembali pengetahuan
klien tentang penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
6 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep Kontrol infeksi
tindakan invasive, ... jam risiko infeksi? Ajarkan tehnik mencuci tangan
penurunan daya terkontrol dg KH: ? Ajarkan tanda-tanda infeksi
tahan tubuh primer ? Bebas dari tanda-tanda? laporkan dokter segera bila ada
infeksi tanda infeksi
? Angka leukosit normal ? Batasi pengunjung
? Ps mengatakan tahu ? Cuci tangan sebelum dan sesudah
tentang tanda-tanda dan merawat ps
gejala infeksi ? Tingkatkan masukan gizi yang
cukup
? Anjurkan istirahat cukup
? Pastikan penanganan aseptic
daerah IV
? Berikan PEN-KES tentang risk
infeksi
proteksi infeksi:
? monitor tanda dan gejala infeksi
? Pantau hasil laboratorium
? Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
? monitor VS
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Media Aeusculapius FKUI:
Jakarta

Smeltzer dan Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawaatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi 8. Egc: Jakarta

http://kesehatan-ibu-anak-1plus.blogspot./2010/11/penyakit-ginjal-polikistik-autosom.html

Vous aimerez peut-être aussi