Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH :
SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami
membahas “Laporan kasus dengan diagnosa impaksi gigi dengan tindakan operasi
odontektomi”.
Makalah ini kami buat dengan berbagai observasi dan pemahaman langkah tindakan
pembedahan odontektomi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit
sehingga menghasilkan makalah yang kami susun sesua dengan tugas kiami pada pelatihan
Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia yang bisa dipertanggung jawabkan hasilnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, kami mengucapkan terima
kasih kepada Allah SWT, Ketua Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia ( ), Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Semarang, Kepala Ruangan Instalasi Bedah ( ), Pembimbing
Ruangan ( ), Dokter Operator ( ), Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral, dan teman-teman
yang telah memberikan dukungan , kasih dan kepercayaan yang begitu besar sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasari pada
makalah ini, oleh karena itu kami menerima masukan untuk saran untuk melengkapi
perkembangan pengetahuan ilmu pembedahan pada kasus ini. Terima kasih, dan semoga
makalah ini bisa memberikan panduan kepada pembacanya.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya.
Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk
tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut. Keluhan penderita akibat
impaksi gigi sangat bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya terselip sisa makanan
sampai yang terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai dengan pembengkakan dan pus.
Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal tersebut
karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga sering mengalami
impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai. Menurut chu, dkk (2009)
ditemukan 28,3% dari 7468 klien mengalami impaksi dan gigi molar ketiga mandibula yang
sering mengalami impaksi sebesar 82,5% (1). Goldberg dalam tridjaja () menyatakan bahwa
pada 3000 hasil rotgen foto yang dibuat pada tahun 1950 dari penderita usia 20 tahun, 17%
diantaranya mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Sedangkan hasil foto panoramik dari
5600 penderita usia antara 17-24 tahun yang dibuat tahun 1971 ditemukan sebesar 65,6%
penderita mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Kenyataannya di indonesia berbeda,
impaksi gigi molar ketiga mandibula ternyata frekuensinya lebih banyak daripada gigi molar
tiga rahang bawah dan kemungkinan dapat disebabkan oleh karena adanya karies gigi molar
ketiga rahang bawah (1,4,5).
Apabila impaksi gigi molar ketiga rahang bawahnya terlihat sebagian maka akan
memudahkan makanan terperangkap di dalamnya. Efek selanjutnya adalah rasa tidak enak,
mulut berbau, gigi gampang terserang karies. Adanya komplikasi yang diakibatkan gigi
impaksi maka perlu dilakukan tindakan pencabutan. Pencabutan dianjurkan jika ditemukan
akibat yang merusak atau kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika
gigi benar-benar tidak berfungsi (6).
Salah satu penatalaksanaan dari kondisi impaksi gigi ini adalah dengan pembedahan
minor odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk
mengeluarkan gigi impaksi (terpendam). Tindakan ini memiliki indikasi dan
kontraindikasinya dalam penerapannya. Indikasi operasi ini adalah masalah infeksi, kondisi
patologis dari folikel gigi, penyimpangan panjang lengkung dan beberapa kondisi lainnya.
Sedangkan kontraindikasi dari operasi ini adalah berupa kemungkinan bertambah buruknya
kerusakan struktur penting di sekitar gigi sendiri, adanya penolakan dari penderita sendiri
terhadap tindakan operasi, kondisi fisik penderita yang tidak mendukung dilakukannya
operasi ini serta sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau duapertiga gigi. Hal-hal inilah
yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah asuhan keperawatan perioperatif
pada klien dengan operasi odontektomi pada diagnosa medik impaksi gigi di rsd kota
semarang.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana pemberian asuhan keperawatan
perioperatif pada klien dengan tindakan operasi odontektomi dengan diagnosa medik impaksi
gigi.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengenal dan memahami
penerapan asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan operasi
odontektomi dengan diagnosa medik impaksi gigi di rsd kota semarang
2. Tujuan khusus
a) Mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan odontektomi
b) Memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan
perioperatif klien dengan tindakan operatif odontektomi
c) Mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan
odontektomi
d) Mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif klien
dengan tindakan odontektomi
e) Mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan perioperatif
klien dengan tindakan odontektomi
D. Manfaat penulisan
Adapun manfaat dari penyusunan makalah asuhan keperawatan perioperatif ini adalah
sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi mengenai impaksi gigi dan tindakan odontektomi
2. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat kamar bedah mengenai penerapan
asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan odontektomi
3. Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan baik bagi masyarakat dan terutama bagi mahasiswa keperawatan sendiri
tentang tentang proses asuhan keperawatan perioperatif di kamar bedah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya.
Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk
tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut (situmorang, 2005). Gigi
impaksi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang (fragiskos , 2007).
Gigi impaksi dapat didefinisikan juga sebagai suatu keadaan dimana gigi yang dalam
pertumbuhannya terhalang oleh gigi atau tulang sekitarnya baik secara keseluruhan atau
sebagian. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan
hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. (pedersen,
2003).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan
dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang
oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup.
Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi.
Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi
(terpendam). Odontektomi atau surgical extraction adalah metode pengambilan gigi dari
soketnya setelah pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi
tersebut insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah gigi molar tiga (fragiskos , 2007).
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang
maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga
mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk
oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah
membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di
antara kolumna anterior dan posterior.
Rongga mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2
bagian, yaitu:
1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung
dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya
akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
a. Palatum
1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang
maksilaris: palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae. (swartz, 1989)
2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lender: palatum mole
adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum. Tepi
posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama
menelan.
Gigi-geligi dan tulang palatum
b. Rongga mulut
1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi
posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi
oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses mengunyah di kontrol oleh
nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak
untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan
kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan,
terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini
mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat
nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat digunakan.
2) Tulang alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal. Pembuluh
darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk memasuki
rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap
pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen
atau setelah periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
3) Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga mulut dan
melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu
dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau
gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum
krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla
jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan
basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya
tetap berinti piknotik.
4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak.
5) Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk papilla
dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa melalui
foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian
terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke
pusat pulpa.
6) Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok,
yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot
ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada
tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat
lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah
dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12.
Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi
oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla). Pada papilla ini
terdapat alat pengecap (taste-bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung
depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-
ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak
termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk
sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat
terlihat di bawah l
C. Klasifikasi
Klasifikasi gigi impaksi sangat penting untuk setiap operator yang akan melakukan
operasi pengambilan gigi impaksi (odontektomi). Dengan demikian dapat ditentukan rencana
teknik operasi, kesulitan-kesulitan apa yang akan dihadapi dan alat yang dipergunakan.
Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Impaksi jaringan lunak
Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi secara
normal. Hal ini sering terlihat pada kasusu insisivus sentral permanen, di mana
kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai traua pasti menyebabkan fibromatosis.
Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar, hal
ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara utuh
tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak
terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong
sebelum dicabut.
Pell dan gregory menghubungkan kedalaman impaksi bidang oklusal dan garis servikal gigi
molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi
terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens
mandibula dalam pendekatan lain (Obimakinde, 2009). Berdasakan relasi molar ketiga
gambar 1 : relasi m3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah
Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang menutupi
gigi impaksi (balaji, 2009). Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan
berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua di
sebelahnya (pederson, 1996). Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan
rahang bawah:
a. Posisi a:bagian tertinggi dari pada gigi terpendam terletak setinggi atau lebih tinggi
dari pada dataran oklusal gigi yang normal.
b. Posisi b: bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal tapi
lebih tinggi dari pada serviks molar dua (gigi tetangga).
c. posisi c: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam, berada di bawah garis
serviks gigi molar dua.
3. Klasifikasi menurut archer dan kruger dalam Fragiskos (2007) antara lain:
Relasi dari sumbu panjang gigi m3 rahang bawah dalam hubungan dengan poros
panjang M2 rahang bawah
kelas 1 : mesioangular
kelas 2 : distoangular
kelas 3 : vertikal
kelas 4 : horizontal
kelas 5 : bukoangular
kelas 6 : linguoangular
kelas 7 : inverted
E. Patofisiologi
Bila gangguan itu berkaitan dengan penderita alergi, secara imunopatobiologis kaitan
antara impaksi gigi dan penderita alergi bisa dijelaskan. Secara teori penyebab impaksi gigi
adalah reaksi inflamasi noninfeksi pada jaringan di sekitar gigi. Saat terjadi pembengkakkan
tersebut menekan persarafan di sekitarnya yang menyebabkan rasa ngilu dan nyeri di sekitar
lokasi tersebut. Pada penderita alergi saat terjadi kekambuhan bisa mengakibatkan rekasi di
seluruh organ tubuh termasuk gusi dan jaringan sekitarnya. Pembengkakan tersebut juga
terjadi pada daerah gusi lainnya. Hal inilah yang juga sering dikeluhkan pada penderita gigi
hipersensitif yang sangat mungkin mekanisme terjadi gangguan tidak berbeda. Demikian juga
pada anak di bawah usia 2 tahun sering terjadi pembengkakkan gusi sering dianggap tumbuh
gigi. Tetapi saat gejala alergi lainnya membaik bengkak tersebut berkurang tetapi tidak diikuti
tumbuhnya gigi. Pembengkakkan jaringan pada gigi molar yang tumbuh di dasar gigi dan
tumbuh tidak sempurna mengakibatkan desakan inflamasi atau pembengkakkan tersebut lebih
mengganggu dan menekan persarafan.
Hal ini juga dijelaskan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa impaksi
gigi tidak terjadi pada gigi molar ketiga tetapi dapat terjadi pada gigi lainnya. Posisi gigi yang
belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan bakteri terjebak di bawah
gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga menyebabkan infeksi pada gusi yang
disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani infeksi tersebut akan menyebar ke
tenggorokan atau leher. Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga
bergerak dan berubah posisi. Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan
dan menjadi berlubang. Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di
depannya juga berlubang karena sulit dibersihkan. Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus
kista berhubungan dengan gigi geraham impaksi pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi
tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput tersebut menetap dalam tulang rahang, dapat terisi
oleh cairan yang akhirnya membentuk kista yang dapat merusak tulang, gigi dan saraf.
Mengingat komplikasi yang ditimbulkan oleh gigi geraham impaksi maka kita perlu
mengetahui waktu terbaik gigi tersebut dicabut. Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai
umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu
sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum
tumbuh.
F. Manifestasi klinik
Secara garis besar meliputi : pembukaan flap, membuang jaringan tulang, pengeluaran
gigi, penaganan luka beserta penjahitan penjahitan dan pemberian instruksi dan obat-obatan.
1) Pembukaan flap
Berbagai macam desain flap untuk molar rahang bawah adalah seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini:
Penjahitan
Dalam keadaan ini kita tidak perlu banyak membuang tulang bagiam distal molar tiga
tersebut dan gigi diambil sepotong-sepotong dengan elevator kemudian dikeluarkan dengan tang
sisa akar. Perlu diingat, jangan memaksa karena dapat menyebabkan fraktur tulang rahang atau
fraktur molar dua.
Soket dibersihkan
Penjahitan
10. Emfisema : pembengkakan yang timbul karena terjebaknya udara di dalam jaringan lunak
2. Penatalaksanaan keperawatan
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedur pembedahan
lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian
harus diterapkan sebelum pembedahan. Klien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani
terapi tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ.
1. Pemeriksaan lokal
mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut ketika dua pertiga akar
terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna, 25 maka gigi menjadi sangat kuat, dan
Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga memungkin terjadi
resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi,
molar kedua harus diperiksa untuk intervensi endodontik atau periodontik tergantung
c) Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi
jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir
terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh
karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi sebelum
e) Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya kurangnya ruang,
kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area distal atau mesial gigi impaksi yang
menyebabkan karies gigi. Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan
f) Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar
dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah untuk
g) Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. Hal ini akan
h) Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga
rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi
berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya juga harus
diperiksa.
i) Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional
roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi impaksi. Hasilnya dapat merupakan
penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih
lanjut untuk gigi impaksi tersebut. Saat ini tehnik roentgenografi sangat diperlukan untuk
penentuan lokasi gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang
akurat akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam tehnik
roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa tehnik proyeksi dengan
nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film 27 yang baik agar
didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa menginterpretasi lokasi dari
impaksi dapat dikurangi. Tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan
tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai tehnik
roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Tehnik roentgenografi ini dikenal sebagai
1. Tehnik proyeksi
Pada tehnik proyeksi ini mula-mula dilakukan tehnik periapikal kesejajaran biasa setelah
diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar) maka dilakukan proyeksi true oklusal
dengan menggunakan film periapikal no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar x diarahkan
tegak lurus pada film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi
Proyeksi true oklusal, terlihat gambaran radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek
tulang rahang bukalis maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut
dekat dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut berada di
lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah tehnik ini lebih mudah dilakukan daripada
rahang atas oleh karena inklinasi rahang bawah lebih vertikal disbanding rahang atas
I. Diagnosa keperawatan dan fokus intervensi keperawatan
1. Pre operatif
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan
dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: dalam waktu 1 x 15 menit tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
· klien menyatakan kecemasannya berkurang
· klien mampu mengenali perasaan ansietasnya
· klien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang memengaruhi ansietasnya
· klien kooperatif terhadap tindakan
· wajah klien tampak rileks
Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, Ansietas berkelanjutan memberikan dampak
kehilangan, dan takut. serangan jantung.
Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal. Dampingi Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
klien dan lakukan tindakan bila klien mulai rasa agitasi, marah, dan gelisah.
menunjukkan prilaku merusak.
Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis Klien yang teradapatasi dengan prosedur
operasi. pembedahan yang akan dilaluinya akan merasa
lebih nyaman.
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara perawat
dan klien akan mememgaruhi peneriamaan klien
terhadap pembedahan. Aktif mendengar semua
kekhawatiran dan keprihatinan klien adalah
bagain penting dari evaluasi praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang
akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pascaoperatif yang diharapkan
akan menghilangkan banyak ketakutan tak
berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian besar klien, pembedahan adalah
suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk
memandang klien dan keluarganya sebagai
manusia yang layak untuk didengarkan dan
diminta pendapat ikut menentukan hasil
pembedahan.
Egbert et al. (1963) dalam gruendemann (2006)
memperlihatkan bahwa kecemasan klien yang
dikunjungi dan diminta pendapat sebelum
operasi akan berkurang saat tiba di kamar
operasi dibandingkan mereka yang hanya
sekedar diberi premedikasi dengan fenobarbital.
Kelompok yang mendapat premedikasi
melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
istirahat. diperlukan.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan
memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan
ansietasnya. terhadap kehawatiran yang tidak diekpresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan
prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan teman-
teman yang dipilih klien untuk menemani
aktivitas pengalih (misalnya: membaca akan
menurunkan perasaan terisolasi).
Kolaborasi
Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
diazepam. kecemasan.
Di ruangan operasi:
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembelahan, ancaman kehilangan
organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif.
Tujuan: dalam waktu 1 x 10 menit klien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria evaluasi:
· klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
· klien mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang terjadi.
· klien mampu menyatakan peneriamaan diri terhadap situasi.
· klien mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan Menentukan bantuan individual dalam menyusun
dengan derajat ketidakmampuan. rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada Beberapa klien dapat menerima dan mengatur
klien. perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit
penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai
kesulitan dalam membandingkan mengenal, dan
mengatur kekurangan.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan. Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk
mengenal dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
Catat ketika klien menyatakan sekarat, mengingkari, Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau
dan menyatakan inilah kematian. perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan
intervensi serta dukungan emosional.
Mengingatkan klien tentang fakta dan realita bahwa Membantu klien untuk melihat bahwa perawat
klien masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan menerima kedua bagian sebagai bagian dari
belajar mengontrol sisi yang sehat. seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk meraskan
adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan
memperbaiki kebiasaan. mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
Anjurkan orang terdekat klien untuk mengizinkan Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
klien melakukan hal sebanyak-banyaknya. membantu perkembangan harga diri serta
memengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi. pengertian tentang peran individu masa
mendatang.
Dukung penggunaan alat-alat yang dapat membuat Meningkatkan kemandirian untuk membantu
klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan
kateter. posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, Dapat mengindikasikan terjadinya depresi.
letargi, dan meanrik diri. Umumnya memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.
Kolaborasi
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila Dapat memfasilitasi perubbahan peran yang
ada indikasi. penting untuk perkembangan perasaan.
Intervensi Rasional
Jelaskan prosedur rutin prabedah Perawat perioperatif menjelaskan tahap-tahap
yang akan dilaksanakan untuk menyiapkan klien
menjalani pembedahan
Periksa tanda-tanda vital prabedah Prosedur standar dalam melakukan prainduksi
bedah dengan membandingkan hasil tanda-tanda
vital sewaktu di ruang rawat inap
Siapkan sarana kateter iv dan obat-obatan premediksi Perawat anestesi biasanya mempersiapkan sarana
kateter iv yang berukuran besar agar pemasukan
cairan menjadi lebih mudah
Obat-obat premediksi dipertimbangkan secara
individual . Prosedur premediksi juga harus
diadaptasikan setelah mempertimbangkan factor
lain, misalnya lama pembedahan keseluruhan dan
kebutuhan pemulihan pasca bedah yang segera
pencapaian pemulihan dan aktivitas yang cepat
sangat penting dalam konteks
2. Intra operatif
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah
Tujuan: risiko cedera intraoperatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi:
· selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan henmodinamik akibat pndarahan serius.
· pascaoperatif tidka ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
· perhitungan spons dan instrumen sesuai dengna jumlah yang dikeluarkan.
· tidak ditemukan adanya kram otot.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas klien: ·
1. perawat ruang operasi memeriksa kembali Merupakan tindakan perawat dalam menerapkan
identitas dan kardeks pasein; melihat kembali client safety yang berlaku di Rumah sakit untuk
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, menjaga klien dari kesalahan prosedur medikasi .
hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan; dan memeriksa kembali rencana
perawatan praoperatif yang berkaitan dengan
rencana perawatan intraoperatif.
2. perawat pemeriksaan darah terutama kadar
trombosit, waktu pembekuan, dan waktu
pendarahan. Adanya hasil yang abnormal pada
pemeriksaan ini bermanifestasi pada
kewaspadaan yang sangat tinggi oleh ahli bedah
dan asisten operasi dalan melakukan prosedur
bedah
3.
Lakukan manajemen kamar operasi. Dilakukan oleh perawat administratif dalam
mengatur dan menentukan staf pada setiap
pembedahan agar kelancaran proses pembedahan
dapat terlaksana secara optimal.
Siapkan kamar bedah yang sesuai dengan jenis·
pembedahan klien.
1. perawat sirkulsi melakukan persipan tempat Beberapa jenis pembedahan tertentu akan
operasi sesuai prosedur yang biasa dn jenis dilaksanakan pada ruangan atu kamar bedah
pembedahan yang akan dilaksanakan. Tim khusus, seperti kamar operasi bedah saraf.
bedah harus diberi tahu jika terhadap kelainan·
kulit yang mungkin dapat menjadi·
kontraindikasi pembedahan
2. perawat sirkulasi memeriksa kebersihan dan Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur
kerpain ruang operasi sebelum pmebedahan. pembedahan. Apabila prosedur ini tidak
Perawat sirkulasi juga harus memastikan dilaksanakan, maka dapat menyebabkan
bahwea peralatan telah siap dan dapat penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
digunakan.
Siapkan meja bedah dan asesori pelengkap sesuai Meja bedah akan disipakan perawat sirkulasi dan
dengan jenis pembedahan. disesuaikan dengan jensi pembedahan. Perawat
sirkulasi mempersiapkan asesori tambahan meja
bedah agar dalam pengaturan posisi dapat efektif
dan efisienl.
Siapkan sarana pendukung pembedahan. Sarana pendukung seperti kateter urine lengkap,
alat pengisap lengkap, spons dalam kondisi siap
pakai.
Siapkan alat hemostasis dan cadangan alat dalam Alat hemostasis merupakan fondasi dari tindakan
kondisi siap pakai. operasi untuk mencegah terjadinya pendarahan
serius akibat kerusakan pembuluh darah arteri.
Perawat mmeriksa kemampuan alat tersebut untuk
menghindari cedera akibat pendarahan
intraoperasi.
Lakukan pemasangan kateter urine dengan teknik Pemasangan kateter dilakukan untuk mengindari
steril. keluarnya urine pada saat intraoperatif akibat
hilangnya kontrol menahan urine efek dari
anestesi. Kateter foley harus dipasang sebelum
klien diberi posisi. Gunakan teknik aseptik untuk
pemasangan kateter. Cegah terjadinya tekukan
atau tekanan pada kateter selama proses
pemindahan tersebut. Periksa kepatenan sestem
drainase setelah pemberian posisi. Catat keluaran
urine dan pemasangan kateter.
Lakukan pengaturan posisi bedah. Manajemen pengaturan posisi (lihat kembali
materi manajemen pengaturn posisi) dilakukan
untuk memudahkan akses atau pajanan pada
dokter bedah, akses vaskular seperti infus dan alat
monitor standar tidak terganggu, drainase urine
optimal, dan fungsi status srikulsi serta
pernapasan adekuat. Posisi tidak boleh
mengganggu struktur neuromuskular.
Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi. Insisi bedah memerlukan skalpel (alat penjepit)
dan pisau bedah yang sesuai dengan ares yang
akan dilakukan insisi. Perawat instrumen
bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan
mempersiapkan kauter listrik yang diperlukan
dalam tindakan hemostasis. Asisten pertama
berperan membantu menyerap darah yang keluar
saat dan menjepit pembuluh darah akibat
kerusakan vaskular pada area insisi dengan
menggunakan spons dan klem arteri.
Bantu ahli bedah dalam melakukan intervensi Perawat instrumen atau asisten bedah
hemostasis. menggunakan alat hemostasis listrik pada klem
arteri untuk menjepit atau menghentikan
pendarahan.
Bantu ahli bedah dalam membuka jaringan dan· pembukaan jaringan dilakukan lapis demi lapis,
lakukan pengisapan apabila diperlukan. dari kulit, lemak, fasia, dan jaringan dalam,
misalnya peritoneum pada pemedahan area
abdomen. Pembukaan jaringan dilakukan sampai
akses yang akan dituju sesuai jenis dan tujuan
pembedahan dapat tercapai.
· asisten bedah membantu menarik dengan
menggunakan refraktor dan melakukan
pengisapan apabila banyak cairan yang
mengganggu akse bedah. Pemakaian dan
pemilihan jenis refraktor disesuaikan dengan jenis
dan ares jaringan atau pembedahan yang
dilakukan.
· perawat instrumen berperan dalam memenuhi
keprluan yang sesuai pada setiap momen
pembedahan, seperti keperluan penggunaan
guntin mayo oleh ahli bedah atau keperluan
refraktor.
Lakukan manajemen sirkulasi intraoperatif ruang· .
operasi. ·
1. perawat sirkulasi mendukung poerawat· . Dokumentasi perawatan intraoperatif memberi
instrumen dan ahli bedah dari zoan tidak steril data yang bermanfaat bagi perawat yang akan
selam prosedur pembedahan untuk mengawasi merawat klien setelah pembedahan.
atau membantu serip kesulitan yang mungkin
memrlukan bahan dari luar lapangan steril.
Perawat sirkulasi melakukan manajemen alat
pengisap (sucton), memastikan alat hemostasis
terpasang dengan benar, sera memeriksa alat-
alat tersebut dalam kondisi power on
2. Perawat sirkulasi mencatat barang yang
digunakan seperti jumlah spons, alat instrumen
intraoperatif yang mempunyai risiko tertinggal
pada jaringan bedah dan meningkatkan risiko
ceder bedah, serta mencatat penyulit yang
terjadi selam pembedahan yang sering
disampaikan oleh ahli beah, asisten, atau
instrumentator.
3. Selama fase intraoperatif, perawat sirkulasi
meljutkan dokumentasi tentan jensi aseptik,
jumlah cairan iv yang digunakan, dan
memantau kelurasn urine dan lambung melalui
selang ngt. Selam prosedur pembedahana
beralangsung, perawat menjaga agar
pencatatan aktivitas perawatan klien dan
prosedur yang dilakukan oleh petugas ruang
operasi tetap akurat
Bantu ahli bedah pada saat akses bedah tercapai Peran perawat perioperatif baik asisten bedah,
sesuai dengan tujuan pembedahan. perawat instrumen dan sirkulator mendukung ahli
bedah agar tujuan pembedahan dapat tercapai.
Tujuan pembedahan pada saat akse tercapai,
meliputi:
· diagnostik (pembedahan untuk pemeriksaan
lebih lanjut), misalnya pengambilan sampel biopsi
tumor.
a. ablative (pengangkatan bagian tubuh yang
mengalami masalah atau penyakit), misalnya
amputasi, pengangkatan tumor, dan
apendektomi.
b. paliatif (menghilangkan atau mengurangi
gejala penyakit, tetapi tidak
menyembuhkannya), misalnya kolostomi dan
debridemen jaringan nekrotik.
c. rekonstruktif (mengembalikan fungsi atau
penampilan jaringan yang mengalami
malfungsi atau trauma), misalnya fiksasi
interna dan eksterna fraktur dan perbaikan
jaringan parut.
d. transplantasi (mengganti organ atau struktur
yang mangalami malfungsi), misalnya
cangkok (transplantasi) ginjal, total hip
replacement.
e. konstruktif (mengembalikan fungsi yang
hilang akibat anomali kongenital), misalnya:
bibir sumbing, penutupan defek katup jantung
dan perbaikan hiperekstensi lutut
(genurecurvatum)).
Bantu ahli bedah dalam penutupan jaringan. · Prosedur penutupan jaringan dilakukan setelah
1. Perawat instrumen menurunkan risiko cedera tujuan pembedahan sudah selesai dilaksanakan.
dengan mempersiapkan dan memilih sarana Penutupan dilakukan lapis demi lapis sesuai area
penjahitan dengan memperhatikan ketajaman tau jaringan yang telah dilakukan pembedahan.
jarum jahit, benang jahitan yang akan digunakan.
sesuai jaringan yang di jahit dan kondisi atau·
kelayakan instrumen agar kerusakan jaringan
dapat minimal
2. Penjahitan bisa dilakukan ahli bedah atau
asisten bedah. Apabila dilakukan ahli bedah,
maka asistern bedah membantu penutupan
jaingan agar dapat terlaksana secara efektif dan
efisien agar kerusakan jaringan dapat minimal.
Lakukan penutupan luka pembedahan. Penutupan luka selain bertujuan menurunkan
risiko infeksi juga bertujuan untuk menurunkan
risiko cedera pajanan langsung ke area bedah atau
jaringan yang masih belum stabil. Perawat
biasanya memasang spons dan plester adhesi yang
menutupi seluruh spons.
Risiko infeksi intraoperatif berhubungan adanya port de entree prosedur bedah, penurunan
imunitas efek anestesi.
Tujuan: optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur itrabedah.
Kriteria evaluasi: luka pascabedah tertutup dengan kasa.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas klien dan pemeriksaan· .
diagnostik. ·
1. Perawat ruang operasi memeriksa kembali· Hasil pemeriksaan darah albumin untuk menentukan
riwayat kesehatan, hasil pmeriksaan fisik, dan aktivitas agen-agen obat dan pertumbuhan jaringan
berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa luka. Berbagai protesa yang masih belum dilepas
alat protese dan barang berharga telah di lepas akan memberikan akses pajanan yang
mengontaminasi area steril.
Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik cuci tangan
pada tempatnya, gaun yang terdiri dari gaun kedap
air dan baju bedah steril, duk penutup, dan duk
berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai.
Siapkan instrumen sesuai jenis pembedahan. Manajemen insrumen dari perawat scrub sebelum
pembedahan disesuaikn dengan jenis pembedahan.
Sebelum antisipasi apabila diperlukan instrumen
tambahan perawat mempersiapkan alat cadangan
dalam suatu tromol steril yang akan memudahkan
pengambilan apabila diperlukan tambahan alat
instrumen.
Lakukan manajemen asepsis prabedah. Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan
pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis
prabedah meliputi teknik aseptik atau pelaksanaan
scrubbing cuci tangan (lihat kembali bab manajemen
asepsis).
Lakukan manajemen asepsis intraoperasi. · manajemen asepsis dilakukan untuk menghidari
kontak dengan zona steril (lihat kembali manajemen
asepsis) meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian
sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan duk,
penyerahan alat yang diperlukan
petugasscrub dengan perawat sirkulasi.
· manajemen aseosi intraoperasi merupakan tanggung
jawab perawat insturmen dengan mempertahankan
integritas lapangan steril selama pembedahan dan
bertanggung jawab untuk mengomunikasikan kepada
tim bedah setiap pelanggan teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
Lakukan penutupan luka pembedahan. Penutupan luka bertujuan menurunkan risiko infeksi.
Perawat biasanya memasang spons dan
plester adhesif yang menutup seluruh spons.
3. Post operatif
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak sekresi tertahan efek dari
general anastesi
Tujuan: Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria evaluasi: Frekuensi nafas normal, RR dalam batas normal, tidak ada nafas cuping hidung, tidak
sianosis
Intervensi Rasional
Atur posisi klien Posisi supine dengan kepala semi flower 15
derajat dapat meningkatnkan kerja elspansi paru
menuju normal kembali setelah tindakan induksi
oleh obat anastesi
Pantau tanda-tanda ketidakefektifan dan pola nafas Mengetahui sejak dini adanya ketidakefektifan
pola nafas dan waspada adanya danda patologis
lain lebih dini
Ajarkan batuk efektif Mengajarkan batuk efektif berguna bagi klien agar
mudah mengeluarkan secret yang menumpuk
setelah proses pembedahan
Pantau respirasi dan status oksigenasi Mengetahui sejak dini adanya ketidak normalan
Auskultasi Suara nafas atau gangguan pada respires, status oksigenasi
dibawah normal dan waspada adanya danda
patologis lain lebih dini.
Buka jalan nafas · Jalan nafas yang bebas adalah indicator adekuat
Bersihkan sekresi dari status oksigenasi yang baik, terbebas dari
hambatan, dan tidak ada secret yang menumpuk .
Berikan hiperoksigenasi antar tindakan suction Tindakan suction selain bertujuan untuk menyedot
Ajarkan nafas dalam secret yang menumpuk juga dapat menyedot
oksigen dalam tubuh, disini dibutuhkan dukungan
ksigenasi agar tidak terjadi penurunan kadar
oksigen dalam tubuh
STUDI KASUS
Identitas
1. Nama klien : Ny. I
2. Umur : 39 th
3. Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Diploma Iii Farmasi
6. Pekerjaan : Pegawai
7. Alamat : Jl. Nakula Ii No. 07 Puwudadi Grobongan Jawa Tengah
8. Biaya : Bpjs Non Ipb
Keluhan utama
1. Keluhan utama : klien mengeluh sakit pada gigi bagian kiri bawah
Masalah Keperawatan :
lain-lain ya tidak jenis :
Tidak ada masalah keperawatan yang
4. riwayat operasi : ya tidak ditemukan
-
3. sistem kardiovaskuler
a. Td :110/70 mmhg Masalah Keperawatan :
b. N :99x/menit Tidak ada masalah
c. Hr :99x/menit
d. keluhan nyeri dada : ya tidak
P irama jantung : reguler ireguler
e. Suara jantung : normal (s1/s2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis :
g. Crt :< 2 detik
h. akral : hangat kering merah basah pucat
panas dingin
i. sirkulasi perifer : normal menurun
j. Jvp :tanpa distensi vena jugulasris
4. sistem persyarafan
a. S : 36,8 ºc /axilla Masalah Keperawatan :
b. Gcs : e=4, v=5 m=6
c. refleks fisiologis : patella tricep bicep Nyeri kronik
d. refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing : ya tidak, nyeri pada gigi
P :nyeri semakin bertambah ketika makan sesuatu yang keras atau nyeri tanpa sebab
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, menjalar hingga ke rahang bawah dan ke wajah
R : gigi geraham kiri atas dan kiri bawah menjalar hingga ke rahang atas dan bawah
S : skala nyeri sebelum diberikan analgetik adalah 8, namun saat dikaji skala nyeri 3
(nyeri ringan dengan rentang skala nyeri 0-10)
T : durasi waktu nyeri kurang lebih 5 menit setiap kali nyeri
5. sistem perkemihan
a. Kebersihan genital :tidak terkaji Masalah Keperawatan :
6. sistem pencernaan
a. Tb :170 cm bb :60 kg Masalah Keperawatan :
b. Imt : 20,7 interpretasi :gizi baik
Tidak ada masalah
c. mulut : bersih kotor berbau
d. membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan : tidak ada masalah
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Diit khusus :
Puasa selama 6 jam sebelum operasi
g. nafsu makan : baik menurun frekuensi: x/hari
7. Sistem integumen
a. pergerakan sendi : bebas terbatas
b. kekuatan otot : 5 5
5 5 Masalah Keperawatan :
8. Sistem integumen
a. Penilaian risiko decubitus
Kriteria penilaian
Aspek yang
dinilai 1 2 3 4 Nilai
Pengkajian psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien sangat cemas terhadap operasi yang akan dihadapi bebera jam lagi, persepsi klien terhadap
rencana operasi giginya dianggap sangat mendadak sehingga membuatnya sangat cemas tentang
prosedur operasi. Klien bertanya-tanya tentang operasi gigi terus-menerus dan bagaimana
hasilnya nanti kepada perawat traine dan klien juga menanyakan waktu operasinya karena klien
tidak tahu kapan operasinya dimulai karena klien hanya disuruh berpuasa sejak tengah malam
pukul 21.30.
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri :
klien hanya mengeluh takut akan ada perubahan pada dirinya ketika beberapa buah dari giginya
dicabut setelah operasi. Klien kawatir akan mengganggu proses makannya dan akan merubah
penampakan wajahnya khususnya saat berbicara. Klien mengawatirkan banyak hal sehingga
menjadi gelisah.
Masalah Keperawatan :
Ansietas
Defisit pengetahuan
MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE
Intraoperatif
Postoperatif
Terapi
1. Preoperasi:
Cairan RL 20 tpm/iv
Cefotaxime 2 x 1 gr /iv
2. Premedikasi induksi:
Ondansentron 4mg
Methylprednisolone 125 mg
Dipenhydramine 10 mg
3. Analgetik perioperative:
a. Tramadol 100 mg/iv dripp dalam Tetrasfan 500cc
b. Dextrometorpan 50mg/iv bolus
4. Induksi general anesthesi:
a. Nasofaringeal Tube no. 6.5
b. Propofol 150mg/IV,
c. Fentanyl 100mg/IV,
d. Atrakurium 15m/IV
5. Maintainance
a. N2O 3 L/ menit dan
b. O2 nasal 6 L/ menit
(Team)
Analisa Data
2 DS:Klien bertanya-tanya tentang operasi gigi Reaksi inflamasi non Nanda: domain 5, class 4:
terus-menerus dan bagaimana hasilnya nanti infeksi fase jaringan cognition – 00126
kepada perawat IBS saat melakukan BHSP disekitar gigi deficient knowledge
dengan klien sebelum operasi (kurang pengetahuan)
DO (NANDA): terjadilah pembengkakan
1. Klien tidak mengetahui tentang prosedur
operasi, berapa lama operasinya, bagaimana menekan persyarafan
perawatan setelah operasinya disekitar gusi
2. Klien tidak tahu siapa operator bedahnya
dan team operasi yang akan menanganinya. Nyeri kronik
3. Klien tidak tau jam berapa operasinya
dimulai. Klien hanya disuruh berpuasa dari Rencana Operasi
semalam.
Paparan informasi
inadekuat
Deficient Knowledge
Risiko Infeksi
ruangan 16˚C)
rendah jatuh)
room)
98%
rendah jatuh)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
RENCANA INTERVENSI
HARI/ DIAGNOSA KEPERAWATAN
WAKTU INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
19: 45 NANDA: Domain 5, Class 4: Cognition – 00126 Deficient NIC (Pengetahuan pembedahan):
NANDA, Class 2. Physical Injury: 00087- Risk for NIC: surgical precousen
perioperative positioning injury (risiko cedera akibat Aktifitas:
pemberian posisi perioperasi)
1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai
Resiko cedera dengan faktor resiko: pemberian posisi
kebutuhan
perioperatif
10 Mei 2016 10: 20
2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
NOC: control resiko cedera
Indikator: tidak terjadi injuri akibat posisi klien saat pembedahan Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang
NIC
NANDA: Domain 11. Safety/ Protection, Class 2. Physical 1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score dan
Injury-00155 Risk for fall (risiko Jatuh) penilaian skor pemulihan pasca anestesi
NOC: klien bebas dari risiko jatuh di ruang recovery room 2. Tingkatkan keamanan
setalah mendapat pengaruh obat induksi / anestesi 3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/ pagar
10 Mei 2016 11:05 brankart
Kriteria evaluasi: Klien dalam kondisi aman saat di ruang RR
sampai kembali ke ruang perawatan, tidak cedera (tidak ada 4. Jaga posisi imobil
risiko jatuh)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Senin/ 09 Mei 2016/ 1 NIC (Pengetahuan pembedahan): √ 09.10 S: klien mengatakan sudah paham
sore mengenai prosedur operasi, lama operasi
19:40 1. Melakukan pengkajian tentang pengetahuan berlangsung dan hal-hal yang harus
klien tentang penyakitnya dilakukan dan diperhatikan setelah
19.45 2. Menjelaskan tentang proses penyakit (tanda dan operasi.
klien
Penutup
A. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan dimana gigi
mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang oleh gigi dan tulang
sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup. Penatalaksanaan medis adalah dengan
melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam
Kasus gigi impaksi biasanya menimbulkan penyakit karena gigi tersebut susah untuk
dibersihkan, sehingga menjadi sarang bakteri. Apabila menimbulkan gejala-gejala seperti migren,
kepala pusing, sakit saat buka mulut, dan telinga berdengung harus dilakukan pencabutan gigi
Focus pengkajian :
TTV
Pernafasan
Kardiovaskuler
Perkemihan
Pencernaan
Integrumen
f). Psikososial
Pemeriksaan penunjang
Foto panoramic
g). Diagnosa
B. Saran
a). Mahasiswa dapat mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan odontektomi
b). Mahasiswa dapat memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan
keperawatan perioperati klien dengan tindakan operatif odontektomi
c). Mahasiswa dapat mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan
odontektomi
d). Mahasiswa dapat mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif
klien dengan tindakan odontektomi
e). Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan
perioperatif klien dengan tindakan odontektomi
DAFTAR PUSTAKA
2. Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi
komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d
Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/
Accessed Juni 6, 2011
3. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto,
Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3
4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi
gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007;
6(2):65-6
5. Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang
bawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal
MIKGI 2002;IV(7):154-6
8. Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi impaksi
1.1 secara pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and
Maxillofacial Surgeon 2004:229-30
9. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed.
Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148
10. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5
11. Sinan A, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Changes in mandibular third molar
angle and position after unilateral mandibular first molar extraction. American
Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 2006;129(1):37
12. Beek GCV. Morfologi gigi 2nd ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L.
Jakarta:EGC;1996,p.101
14. Metalita M. Pencabutan gigi molar ketiga untuk mencegah terjadinya gigi
berdesakan anterior rahang bawah. Available from :URL: http://www.pdgi-
online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=582&Itemid=1
Accessed Juni 19, 2011
16. Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa:
Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126-7
3. Bur bulat
5. Bone file
6. Pinsent chirurgi
7. Suction
8. Tang molar RB
9. Bein
10.Suture
Set Tambahan
Linen
1. Duk Kecil 2.
2. Duk Sedang 2.
3. Duk Besar 2.
4. Gaun Operasi 3.
5. Towel Hand 3.
Premedikasi
Ondancentron 4mg
Methylprednisolon 125mg
Dipenhyramine 10mg
Anesthesi
Fentaine 100mg
Atracorium 25mg
Alergi (-)
Asma (-)
Langkah Operasi
Pre Operasi
1. Pengkajian H-1 :
Tabel (lampiran 2)
1. Melakukan desinfeksi pada area mulut sekitar pasien dengan povidon iodine
2. Melakukan proses drapping
Time Out ( kode time out oleh scrub nurse dan di bacakan oleh sirculating nurse )
10. Setelah bersih, lakukan penghitungan jumlah alat instrument, dan kassa
Sign Out
11. Bersihkan area mulut dengan Kassa yang dibasahi dengan Nacl
12. Lepas spreader / self retraining retractor
13. Rapikan linen dari pasien, lepas doek clamp
14. Mengahiri proses induksi, bangunkan pasien (oleh tim anesthesi)
15. Mempersiapkan pasien untuk diantar ke ruang recovery room
Post Operasi
Pemantauan di Recovery Room
Adelt score
Saturasi : 2 (dapat mempertahankan SO2 > 92% pada udara kamar membutuhkan
inhalasi O2 untuk mempertahakan)
Kesimpulan skor : 10
3. Setelah 15 menit di ruang recovery room, pasien di pindahkan ke ruang rawat inap Arimbi
oleh perawat ruangan
4. Timbang terima dengan perawat Ruang Arimbi
operan pada perawat ruang, medikasi ( lihat lampiran 3 ) , klien boleh makan jika tidak ada
mual dan muntah, dan boleh bergerak setelah 1x24 jam (jika tidak pusing).
LAMPIRAN 2:
VIP
Alamat : : Jl. Nakula Ii No. 07 Puwudadi Grobongan Jawa Tengah JaminanBPJS Non IPB
V Ajarkan pasien cara batuk efektif, nafas dalam, exercise extrimitas bawah dan anjurkan pada pasien untuk melakukan
I segera setelah pasien sadar dari anestesi
S
I
T
E
R
A
W
A Diagnosa praoperasi Rencana Operasi
T
Teeth Impacted 28, 38 Odontektomi
I
N Rencana anestesi TT Pembimbing TT Pratikan
A
P
Premedikasi diberikan di OK Dwy Setyana Team
Istimasi waktu yang dibutuhan ±30 menit Alat khusus set penunjang operasi gigi
Berikan tanda garis (–) menggunakan pental permanent marker pada gambar di bawah ini dan Diskriptifkan area operasi dan
pada tubuh pasien sesuai dengan rencana area tempat insisi luka operasi bila memungkinkan. tempat insisi operasi
Depan Belakang Sisi kanan Sisi kanan Site marking tidak dapat
diterapkan namun marking
dibuat langsung pada hasil
foto panoramic klien.
Persiapan Preoperasi oleh parawat asal pasien dan timbang terima dengan perawat kamarr operasi
Kutek NGT BB 60 kg
I
B Premedikasi di ruang Ok jam 09.15………..dengan profilaksis
S Rose WSD Cefotaxime 2x1 gram/ IV di ruangan interna
…………………………………………………………………………
Oral Higyne Colar fiksasi ……………
Surgical Safety Checklist
Dilakukan sebelum induksi anestesi, minimalnya oleh Dilakukan sebelum insisi, minimalnya oleh perawat, ahli Dilakukan sebelum p
perawat & ahli anestesi anestesi, operator