Vous êtes sur la page 1sur 79

LAPORAN SEMINAR KASUS Ny.

I DENGAN DIAGNOSA MEDIS

IMPAKSI GIGI M28 & M38 DENGAN TINDAKAN OPERASI ONDONTEKTOMI

DI RSUD KOTA SEMARANG

OLEH :

Maria Nining Kehi, S. Kep.,Ns

Aswindahari Indrawan, S. Kep., Ns

Neny Dwi Pebriasanty., Ns

Dewi Anifatul Lutfiati, AMK

Fadli Satriawan, S. Kep., Ns

PELATIHAN BSCORN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

HIMPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA

HIPKABI JAWA TENGAH

SEMARANG

2016
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami
membahas “Laporan kasus dengan diagnosa impaksi gigi dengan tindakan operasi
odontektomi”.

Makalah ini kami buat dengan berbagai observasi dan pemahaman langkah tindakan
pembedahan odontektomi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit
sehingga menghasilkan makalah yang kami susun sesua dengan tugas kiami pada pelatihan
Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia yang bisa dipertanggung jawabkan hasilnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, kami mengucapkan terima
kasih kepada Allah SWT, Ketua Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia ( ), Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Semarang, Kepala Ruangan Instalasi Bedah ( ), Pembimbing
Ruangan ( ), Dokter Operator ( ), Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral, dan teman-teman
yang telah memberikan dukungan , kasih dan kepercayaan yang begitu besar sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasari pada
makalah ini, oleh karena itu kami menerima masukan untuk saran untuk melengkapi
perkembangan pengetahuan ilmu pembedahan pada kasus ini. Terima kasih, dan semoga
makalah ini bisa memberikan panduan kepada pembacanya.

Semarang, 12 Mei 2016


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya.
Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk
tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut. Keluhan penderita akibat
impaksi gigi sangat bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya terselip sisa makanan
sampai yang terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai dengan pembengkakan dan pus.
Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal tersebut
karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga sering mengalami
impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai. Menurut chu, dkk (2009)
ditemukan 28,3% dari 7468 klien mengalami impaksi dan gigi molar ketiga mandibula yang
sering mengalami impaksi sebesar 82,5% (1). Goldberg dalam tridjaja () menyatakan bahwa
pada 3000 hasil rotgen foto yang dibuat pada tahun 1950 dari penderita usia 20 tahun, 17%
diantaranya mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Sedangkan hasil foto panoramik dari
5600 penderita usia antara 17-24 tahun yang dibuat tahun 1971 ditemukan sebesar 65,6%
penderita mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Kenyataannya di indonesia berbeda,
impaksi gigi molar ketiga mandibula ternyata frekuensinya lebih banyak daripada gigi molar
tiga rahang bawah dan kemungkinan dapat disebabkan oleh karena adanya karies gigi molar
ketiga rahang bawah (1,4,5).
Apabila impaksi gigi molar ketiga rahang bawahnya terlihat sebagian maka akan
memudahkan makanan terperangkap di dalamnya. Efek selanjutnya adalah rasa tidak enak,
mulut berbau, gigi gampang terserang karies. Adanya komplikasi yang diakibatkan gigi
impaksi maka perlu dilakukan tindakan pencabutan. Pencabutan dianjurkan jika ditemukan
akibat yang merusak atau kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika
gigi benar-benar tidak berfungsi (6).
Salah satu penatalaksanaan dari kondisi impaksi gigi ini adalah dengan pembedahan
minor odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk
mengeluarkan gigi impaksi (terpendam). Tindakan ini memiliki indikasi dan
kontraindikasinya dalam penerapannya. Indikasi operasi ini adalah masalah infeksi, kondisi
patologis dari folikel gigi, penyimpangan panjang lengkung dan beberapa kondisi lainnya.
Sedangkan kontraindikasi dari operasi ini adalah berupa kemungkinan bertambah buruknya
kerusakan struktur penting di sekitar gigi sendiri, adanya penolakan dari penderita sendiri
terhadap tindakan operasi, kondisi fisik penderita yang tidak mendukung dilakukannya
operasi ini serta sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau duapertiga gigi. Hal-hal inilah
yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah asuhan keperawatan perioperatif
pada klien dengan operasi odontektomi pada diagnosa medik impaksi gigi di rsd kota
semarang.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana pemberian asuhan keperawatan
perioperatif pada klien dengan tindakan operasi odontektomi dengan diagnosa medik impaksi
gigi.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengenal dan memahami
penerapan asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan operasi
odontektomi dengan diagnosa medik impaksi gigi di rsd kota semarang
2. Tujuan khusus
a) Mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan odontektomi
b) Memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan
perioperatif klien dengan tindakan operatif odontektomi
c) Mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan
odontektomi
d) Mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif klien
dengan tindakan odontektomi
e) Mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan perioperatif
klien dengan tindakan odontektomi
D. Manfaat penulisan
Adapun manfaat dari penyusunan makalah asuhan keperawatan perioperatif ini adalah
sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi mengenai impaksi gigi dan tindakan odontektomi
2. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat kamar bedah mengenai penerapan
asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan odontektomi
3. Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan baik bagi masyarakat dan terutama bagi mahasiswa keperawatan sendiri
tentang tentang proses asuhan keperawatan perioperatif di kamar bedah.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya.

Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk

tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut (situmorang, 2005). Gigi

impaksi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang (fragiskos , 2007).

Gigi impaksi dapat didefinisikan juga sebagai suatu keadaan dimana gigi yang dalam

pertumbuhannya terhalang oleh gigi atau tulang sekitarnya baik secara keseluruhan atau

sebagian. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan

hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. (pedersen,

2003).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan

dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang

oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup.

Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi.

Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi

(terpendam). Odontektomi atau surgical extraction adalah metode pengambilan gigi dari

soketnya setelah pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi

tersebut insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah gigi molar tiga (fragiskos , 2007).

B. Anatomi fisiologi (Fragiskos, 2007)

Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang
maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga
mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk
oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah
membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di
antara kolumna anterior dan posterior.

Rongga mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2
bagian, yaitu:
1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung
dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya
akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
a. Palatum
1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang
maksilaris: palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae. (swartz, 1989)
2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lender: palatum mole
adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum. Tepi
posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama
menelan.
Gigi-geligi dan tulang palatum
b. Rongga mulut
1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi
posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi
oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses mengunyah di kontrol oleh
nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak
untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan
kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan,
terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini
mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat
nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat digunakan.
2) Tulang alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal. Pembuluh
darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk memasuki
rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap
pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen
atau setelah periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
3) Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga mulut dan
melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu
dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau
gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum
krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla
jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan
basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya
tetap berinti piknotik.
4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak.
5) Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk papilla
dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa melalui
foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian
terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke
pusat pulpa.
6) Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok,
yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot
ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada
tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat
lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah
dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12.
Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi
oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla). Pada papilla ini
terdapat alat pengecap (taste-bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung
depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-
ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak
termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk
sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat
terlihat di bawah l
C. Klasifikasi

Klasifikasi gigi impaksi sangat penting untuk setiap operator yang akan melakukan

operasi pengambilan gigi impaksi (odontektomi). Dengan demikian dapat ditentukan rencana

teknik operasi, kesulitan-kesulitan apa yang akan dihadapi dan alat yang dipergunakan.

1. Berdasarkan sifat jaringan (sinan, 2006)

Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Impaksi jaringan lunak

Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi secara

normal. Hal ini sering terlihat pada kasusu insisivus sentral permanen, di mana

kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai traua pasti menyebabkan fibromatosis.

b) Impaksi jaringan keras

Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar, hal

ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara utuh

tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak

terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong

sebelum dicabut.

2. Klasifikasi menurut pell gregory dalam fragiskos (2007) adalah:

Pell dan gregory menghubungkan kedalaman impaksi bidang oklusal dan garis servikal gigi

molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi

terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens

mandibula dalam pendekatan lain (Obimakinde, 2009). Berdasakan relasi molar ketiga

rahang bawah terhadap ramus mandibula (Pederson, 1996):

1. Kelas I : Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang


antara batas anterior ramus mandibula dna permukaan distal gigi molar kedua (balaji,
2009). Pada kelas i ada celah di sebelah molar kedua yang potensial untuk tempat
erupsi molar ketiga (pederson, 1996).
2. Kelas II : Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang
tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesio distal gigi lebih besar
daripada ruang yang tersedia (balaji, 2009). Ruangan antara distal molar dua dan
ramus lebih kecil dari pada lebar mesio distal molar tiga.
3. kelas III : sebagian besar atau seluruh molar tiga terletak di dalam ramus.

gambar 1 : relasi m3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah

Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang menutupi
gigi impaksi (balaji, 2009). Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan
berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua di
sebelahnya (pederson, 1996). Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan
rahang bawah:
a. Posisi a:bagian tertinggi dari pada gigi terpendam terletak setinggi atau lebih tinggi
dari pada dataran oklusal gigi yang normal.
b. Posisi b: bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal tapi
lebih tinggi dari pada serviks molar dua (gigi tetangga).
c. posisi c: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam, berada di bawah garis
serviks gigi molar dua.

Gambar 2. Posisi M3 Rahang Bawah di dalam Tulang Rahang

3. Klasifikasi menurut archer dan kruger dalam Fragiskos (2007) antara lain:

Relasi dari sumbu panjang gigi m3 rahang bawah dalam hubungan dengan poros
panjang M2 rahang bawah
kelas 1 : mesioangular

kelas 2 : distoangular

kelas 3 : vertikal

kelas 4 : horizontal

kelas 5 : bukoangular

kelas 6 : linguoangular

kelas 7 : inverted

Gambar 3. Relasi dari sumbu panjang gigi M3 rahang


bawah dalam hubungan dengan poros
panjang M2 rahang bawah
D. Etiologi
Terdapat beberapa faktor etiologi dari gigi impaksi menurut berger dalam indonesian
journal of oral and maxillofacial surgeon ( 2004) dan yaitu:
1. Faktor lokal
a. Kurangnya ruangan untuk erupsi normal pada lingkungan gigi
b. Trauma pada benih gigi sehingga benih gigi terdorong lebih dalam lagi
c. Posisi ektopik dari gigi
d. Jarak benih gigi ke tempat erupsi jauh
e. Infeksi pada benih gigi
f. Adanya gigi berlebih yang erupsi lebih dulu
g. Ankylosis gigi pada tulang rahang
h. Persistensi gigi sulung yang menyebabkan impaksi gigi tetap di bawahnya
i. Mukosa gingiva yang tebal sehingga sulit di tembus oleh gigi
j. Pergerakan erupsi tertahan karena posisi yang salah dan tekanan dari gigi samping
k. Neoplasma / tumor yang menggeser kedudukan benih gigi
l. Kista dentigerous yang berkembang pada benih gigi yang masih dalam tahap
pembentukan sering kali mencegah gigi erupsi
2. Faktor sistemik
Menurut bergee, faktor sistemik yang menyebabkan gigi impaksi dapat terbagi dalam
2 sebab :
a. Sebab prenatal (herediter)
Faktor keturunan memegang peranan penting. Faktor keturunan ini tidak dapat
diketahui dengan pasti apakah tulang rahang terlalu kecil, gigi teralu besar atau benih
gigi-gigi yang letaknya abnormal. Dan keadaan miscegenation
b. Sebab postnatal merupakan semua keadaan atau kondisi yanda dapat mengganggu
pertumbuhan pada anak-anak seperti : ricketsia, anemia, syphilis kongenital, tbc,
gangguan kelenjar endokrin dan malnutrisi.
1) Kelainan kelenjar endokrin
a) Hipopituitari mengakibatkan kelambatan erupsi
b) Hipotiroid mengakibatkan kelambatan erupsi
2) Malnutrisi
Faktor ini sangat penting dalam pertumbuhan tubuh. Bila terjadi defisiensi maka
pertumbuhan akan terganggu.
c. Kelainan pertumbuhan
1) Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan atau abnormalitas dari
tulang cranial. Hal
2) Oxycephali

Disamping faktor-faktor yang disebutkan diatas, stimulasi otot-otot pengunyahan


yang kurang juga dapat menyebabkan impaksi. Erupsi gigi yang normal harus disertai
dengan pertumbuhan rahang yang normal. Untuk itu perlu adanya stimulasi otot-otot
pengunyahan. (dym, 2001)

E. Patofisiologi

Beberapa peneitian menunjukkan bahwa gangguan impaksi gigi disebabkan oleh


karena factor lokal dan sistemik. Akibat dari adanya pengaruh beberapa faktor menimbulkan
gejala-gejala seperti gangguan saluran cerna, sakit kepala, telinga berdengung, sakit leher,
rematik, kencing manis, gangguan jantung, gangguan pada kulit, badan cepat lelah. Gangguan
ini sering hilang timbul berkepanjangan atau gejala-gejala lain pada tubuh yang tidak bisa
diobati maka gigi ini mulai dicurigai sebagai penyebab. Sementara itu berbagai gejala itu juga
sering dialami oleh penderita alergi. Padahal kaitan antara gangguan pencernaan, gangguan
kulit dan badan cepat lelah secara teori patobiologis tidak bisa dijelaskan secara baik
kaitannya.

Bila gangguan itu berkaitan dengan penderita alergi, secara imunopatobiologis kaitan
antara impaksi gigi dan penderita alergi bisa dijelaskan. Secara teori penyebab impaksi gigi
adalah reaksi inflamasi noninfeksi pada jaringan di sekitar gigi. Saat terjadi pembengkakkan
tersebut menekan persarafan di sekitarnya yang menyebabkan rasa ngilu dan nyeri di sekitar
lokasi tersebut. Pada penderita alergi saat terjadi kekambuhan bisa mengakibatkan rekasi di
seluruh organ tubuh termasuk gusi dan jaringan sekitarnya. Pembengkakan tersebut juga
terjadi pada daerah gusi lainnya. Hal inilah yang juga sering dikeluhkan pada penderita gigi
hipersensitif yang sangat mungkin mekanisme terjadi gangguan tidak berbeda. Demikian juga
pada anak di bawah usia 2 tahun sering terjadi pembengkakkan gusi sering dianggap tumbuh
gigi. Tetapi saat gejala alergi lainnya membaik bengkak tersebut berkurang tetapi tidak diikuti
tumbuhnya gigi. Pembengkakkan jaringan pada gigi molar yang tumbuh di dasar gigi dan
tumbuh tidak sempurna mengakibatkan desakan inflamasi atau pembengkakkan tersebut lebih
mengganggu dan menekan persarafan.

Hal ini juga dijelaskan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa impaksi
gigi tidak terjadi pada gigi molar ketiga tetapi dapat terjadi pada gigi lainnya. Posisi gigi yang
belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan bakteri terjebak di bawah
gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga menyebabkan infeksi pada gusi yang
disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani infeksi tersebut akan menyebar ke
tenggorokan atau leher. Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga
bergerak dan berubah posisi. Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan
dan menjadi berlubang. Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di
depannya juga berlubang karena sulit dibersihkan. Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus
kista berhubungan dengan gigi geraham impaksi pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi
tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput tersebut menetap dalam tulang rahang, dapat terisi
oleh cairan yang akhirnya membentuk kista yang dapat merusak tulang, gigi dan saraf.
Mengingat komplikasi yang ditimbulkan oleh gigi geraham impaksi maka kita perlu
mengetahui waktu terbaik gigi tersebut dicabut. Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai
umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu
sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum
tumbuh.
F. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala dari gigi impaksi antara lain:


a. Rasa sakit di sekitar gigi dan gusi
b. Pembengkakan di sekitar rahang
c. Pembengkakan dan warna kemerahan pada gusi di sekitar gigi yang terimpaksi
d. Nyeri di rahang
e. Bau mulut dan rasa tidak nyaman ketika menguyah
f. Dapat disertai dengan rasa sakit kepala
Banyak penelitianyang telah dilakukan untuk melihat gambaran impaksi yang terjadi
di seluruh dunia. Menurut national institute for health and clinical excellence (nice), gigi
molar yang menaglami impaksi ini bila tidak dicabut, maka akan menimbulkan masalah.
Masalah yang ditimbulkan adalah perubahan patologis, seperti imflamasi jaringan lunak
sekitar gigi, reabsorbsi akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan jaringan lunak, kerusakna
gigi sebelahnya, perkembangan kista dan tumor, karies bahkan sakit kepala atau sakit rahang.
(chanda, 2007; astuti, 2002).
Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan masalah peridontal yang
berhubungan dengan perikoronitis, karies molar, reabsorbsi gigi molar kedua dan juga
pembentukan kista dan tumor infeksi atau karies pada gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus
karies pada gigi molar dua karena gigi molar ketiga mengalami impaksi. Gigi molar ketiga
merupakan penyebab tersering karies pada molar kedua karena retensi makanan. Karies distal
molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar ketiga.
G. Penatalaksanaan

1. Operasi bedah minor mulut (odontektomi)

Sebelum melakukan pembedahan terlebih dahulu harus mengetahui indikasi dan


kontraindikasi dari pengambilan molar tiga impaksi rahang bawah.
a) Indikasinya adalah:
1) Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (perikoronitis)
2) Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan neoplasma)
3) Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga bagian dan
sebelum klien mencapai usia 18 tahun
4) Adanya infeksi
5) Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu mempertahankan
stabilitas hasil perawatan ortodonsi
6) Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi gingiva distal
dari molar dua didekatnya)
7) Apabila molar kedua didekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal atau
berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil
8) Sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu sebelum usia 26 tahun
b) Kontraindikasinya adalah:
1) Klien tidak menghendaki giginya dicabut
2) Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila tulang yang
menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur)
3) Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting disekitarnya atau
kerusakan tulang pendukung yang luas
Apabila kemampuan klien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh

kondisi fisik atau mental tertentu (pedersen, 1996)


c) Prosedur pembedahan

Secara garis besar meliputi : pembukaan flap, membuang jaringan tulang, pengeluaran
gigi, penaganan luka beserta penjahitan penjahitan dan pemberian instruksi dan obat-obatan.
1) Pembukaan flap
Berbagai macam desain flap untuk molar rahang bawah adalah seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini:

Gambar 4. Desain flap untuk molar tiga rahang bawah


A. Insisi dengan pembebasan ke distal; b. Pembukaan terbatas diperoleh dengan pembebasan
insisi ke distal; c. Envelope flap; d. Pembukaan dengan envelope flap masih memberikan
pembukaan yang terbatas; e. Perluasan flap ke bukal; f. Pembukaan yang lebih besar
diperoleh dengan perluasan flap ke bukal; g. Triangular flap; h. Pembukaan yang lebih baik
diperoleh dari triangular flap tanpa harus melibatkan margin gingiva dari gigi yang
bersebelahan.
Syarat-syarat flep:

a. Harus membuka daerah operasi yang jelas.


b. Insisi terletak pada jaringan yang sehat.
c. Mempunyai dasar atau basis cukup lebar sehingga pengaliran darah ke flep cukup baik.

2) Membuang jaringan tulang


Apabila diperlukan dapat dilakukan pengambilan jaringan tulang yang menghalangi
pengambilan m3. Pengambilan dapat dilakukan dengan menggunakan bor. Banyaknya tulang
yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan
Gambar 5. A. Tulang yang menutupi permukaan oklusal dibuka dengan
menggunakan bor fisur; b. Tulang pada bukodistal dari gigi impaksi dibuka
dengan bor

3) Mengeluarkan gigi impaksi


Dalam tahap pengeluaran gigi impaksi ini terdapat beberapa prosedur antara lain:
a. Intoto: gigi di keluarkan secara utuh
Setelah tulang mengelilingi gigi tersebut kita ambil secukupnya maka kita harus mempunyai
cukup ruangan untuk dapat meletakkan elevator di bawah korona. Dengan meletakkan elevator
dibawah korona, kita membuat gerakan yang mengungkit gigi tersebut. Kalau gigi ini tidak
bergerak dengan tekanan yang sedikit, maka kita harus mencari bagian tulang mana yang masih
menghalangi. Kita tidak boleh mencongkel gigi dengan tenaga besar tetapi berusaha
mengerakkan dengan tekanan minimal. Jika tulang yang diambil telah cukup tetapi gigi belum
mau keluar, maka mungkin masih ada tulang atau akar gigi yang menghalagi.
Bila mahkota gigi yang terpendam masih belum bisa digerakkan dan terletak di bawah
mahkota molar dua sedang gigi tersebut akan kita ambil dengan cara intoto, maka tulang distal
molar tiga kita ambil lebih banyak sehingga molar tiga dapat kita congkel ke arah distal. Cara
atau teknik kerja tergantung pada posisi gigi, keadaan gigi dan jaringan sekitar.

posisi gigi molar 3

Insisi dan refleksi flep


Gigi molar 3 dielevasi dengan menggunakan bein

Soket bersih dari debris

Penjahitan

Gambar 6. Pengambilan gigi secara intoto (dunitz, 1999)

b. Separasi: gigi dibelah dulu baru di keluar kan.


Pada metode ini kita sedikit membuang tulang tetapi gigi yang impaksi diambil dengan cara
membelah-belahnya (diambil sebagian-sebagian).

Dalam keadaan ini kita tidak perlu banyak membuang tulang bagiam distal molar tiga
tersebut dan gigi diambil sepotong-sepotong dengan elevator kemudian dikeluarkan dengan tang
sisa akar. Perlu diingat, jangan memaksa karena dapat menyebabkan fraktur tulang rahang atau
fraktur molar dua.

Gambar 7. Pengambilan separasi (fragiskos, 2007)

Posisi klinis dari gigi impaksi


Insisi dan refleksi flep

Pembuangan tulang dibagian distal molar 3

Mahkota gigi dibur

Gigi diseparasi dengan bein


Gigi diungkit dengan bein. Segmen distal
diambil terlebih dulu, dilanjutkan dengan
segmen mesial

Soket dibersihkan

Penjahitan

d) Komplikasi dari tindakan pembedahan odontektomi

Pada saat pengambilan m3 dapat terjadi komplikasi berupa:


1. Perdarahan karena pembuluh darah terbuka
2. Kerusakan pada gigi m2 karena trauma alat
3. Rasa sakit
4. Parestesi pada lidah dan bibir. Dalam literatur dikatakan bahwa 96 % klien dengan
trauma pada n. Alveolaris inferior dan 87 % klien dengan trauma pada n. Ligualis akan
sembuh secara spontan ( dym & ogle, 2001)
Gambar 8. Nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis

5. Trismus karena iritasi syaraf


6. Infeksi/peradangan
7. Biasanya disertai dengan pembengkakan, dapat ditanggulangi dengan membuka jahitan,
irigasi dengan larutan antiseptik dan diberi antibiotik
8. Fraktur mandibula
9. Dry socket

10. Emfisema : pembengkakan yang timbul karena terjebaknya udara di dalam jaringan lunak

akibat penggunaan bor high speed.

2. Penatalaksanaan keperawatan

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedur pembedahan

lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian

harus diterapkan sebelum pembedahan. Klien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani

terapi tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ.

1. Pemeriksaan lokal

a) Status erupsi gigi impaksi.

Status erupsi gigi impaksi harus diperiksa karena status pembentukan

mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut ketika dua pertiga akar

terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna, 25 maka gigi menjadi sangat kuat, dan

gigi terkadang displitting untuk dapat dicabut.

b) Resorpsi molar kedua.

Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga memungkin terjadi

resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi,
molar kedua harus diperiksa untuk intervensi endodontik atau periodontik tergantung

pada derajat resorpsi dan keterlibatan pulpa.

c) Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi

jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir

seluruhnya membutuhkan penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang dilakukan,

eksisi pembedahan pada kasus rekuren. Periokoronitis rekuren terkadang membutuhkan

pencabutan gigi impaksi secara dini.

d) Pertimbangan ortodontik. Karena molar ketiga yang sedang erupsi, memungkinkan

terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh

karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi sebelum

memulai perawatan ortodontik.

e) Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya kurangnya ruang,

kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area distal atau mesial gigi impaksi yang

menyebabkan karies gigi. Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan

untuk mencabut gigi impaksi.

f) Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar

kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan antibiotik 26 disarankan harus

dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah untuk

mengurangi komplikasi post-operatif.

g) Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. Hal ini akan

didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi.

h) Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga

rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi

berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya juga harus

diperiksa.

i) Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional

mungkin terindikasi infeksi molar ketiga.

j) Fungsi temporomandibular joint.


2. Tehnik roentgenografi dalam penentuan gigi impaksi17

Sejalan dengan perkembangan tehnik roentgenografi intraoral maupun ekstraoral, dimulai

dengan ditemukannya panagrafi sampai dengan panoramik dengan demikian dimulailah

roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi impaksi. Hasilnya dapat merupakan

penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih

lanjut untuk gigi impaksi tersebut. Saat ini tehnik roentgenografi sangat diperlukan untuk

penentuan lokasi gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang

akurat akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam tehnik

roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa tehnik proyeksi dengan

nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film 27 yang baik agar

didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa menginterpretasi lokasi dari

gigi tersebutsehingga kendala atau faktor-faktor kesulitan dalam penatalaksanaan gigi

impaksi dapat dikurangi. Tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan

tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai tehnik

roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Tehnik roentgenografi ini dikenal sebagai

roentgenografi right angle procedure.

1. Tehnik proyeksi

Pada tehnik proyeksi ini mula-mula dilakukan tehnik periapikal kesejajaran biasa setelah

diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar) maka dilakukan proyeksi true oklusal

dengan menggunakan film periapikal no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar x diarahkan

tegak lurus pada film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi

ini sinar x menelurusi inklinasi gigi impaksi.

2. Interpretasi pada roentgenogram

Proyeksi true oklusal, terlihat gambaran radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek

tulang rahang bukalis maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut

dekat dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut berada di

lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah tehnik ini lebih mudah dilakukan daripada

rahang atas oleh karena inklinasi rahang bawah lebih vertikal disbanding rahang atas
I. Diagnosa keperawatan dan fokus intervensi keperawatan

1. Pre operatif

a. Nanda: domain 5, class 4: cognition – 00126 deficient knowledge (kurang pengetahuan)

Noc dan indikator nic dan aktifitas rasional


Noc: pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x klien mengerti
proses penyakitnya dan program perawatan serta therapi yg diberikan dg:
Indikator:
Klien mampu:
1. Menjelaskan kembali tentang penyakit,
2. Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas nic: pengetahuan penyakit
Intervensi keperawatan
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.
Jelaskan kondisi tentang klien
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi
5. Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya
6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung
7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur operasi

Nic : teaching (pre operatif)


1. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
2. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan
dilakukan
4. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
5. Instruksikan klien untuk berpartisipasi selama prosedur operasi/perawatan
6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur operasi/perawatan
7. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa aspek selama
prosedur operasi/perawatan (relaksasi da imagery)
8. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani
9. Lengkapi ceklist operasi

Kurangnya pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan kurang pengalaman


tentang operasi dan kesalahan informasi.
Tujuan: dalam waktu 1 x 15menit pengetahuan klien dan keluarga tentang pembedahan dapat terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
· klien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan.
· klien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
· klien dan keluarga secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau
prosedur prabedah yang telah dijelaskan.
· klien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif daan pascaanestesi.
· klien dan keluarga mampu mengulang kembali secara narasi mengenai itervensi prosedur pascaanestesi.
· klien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan praoperatif.
· klien dan keluarga memahami respons pembedahan secara fisiologis dan psikologis.
· secara subjektif klien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosinonal.
· klien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan dan Menjadi data dasar untuk memberikan pendidikan kesehatan dan
sumber informasi yang telah mengklarifikasi sumber yang tidak jelas.
diterima.
Diskusikan perihal jadwal Klien dan keluarga harus diberikan mengenai waktu dimulianya
pembedahan. pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal kamar operasi yang
padat, maka lebih baik klien dan keluarga diberitahukan tentang
banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkn sebelum klien.
Diskusikan perihal lamanya Kurang bijaksana bila memberitahukan klien dan keluarganya tenetang
pembedahan. lamanya waktu operasi yang akan dijalani. Penundaan yang tidak
antisipasi dapat terjadi karena berbagai alasan. Apabila klien tidak
kembali pada waktu yang diharapkan, maka keluarga akan menjadi sangat
cemas. Anggota keluarga harus menunggu di ruang tunggu bedah untuk
mendapat berita yang terbaru dari staf.
Lakukan pendidikan Manfaat dasri instruksi praoperatif telah dikenal sejak lama. Setiap klien
kesehatan paroperatif. diajarkan sebagai seorang individu, dengan mempertimbangkan segala
keunikan tingkat ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya.
Programkan instruksi yang Jika sisi penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelum pembedahan, maka
didasrkan pada kebutuhan klien mungkin tidak ingat tentang apa yang telah dikatakan. Jika instruksi
individu, direncanakan, dan diberikan terlalu dekat dengan waktu pembedahan, maka klien mungkin
diimplementasikan pada tidak dapat berkonsentrasi atau belajar karena ansietas dan efek dari
waktu yang tepat. medikasi praanestesi.
Beritahu persiapan
pembedahan. Pembersihan dengan enema atau laksatif mungkin dilakukan pada malam
· persiapan intestinal. sebelum operasi dan diulang jika tidak efektif. Pembersihan ini dilakukan
untuk mencegah defekasi selama anestesi atau untuk mencegah trauma
yang tidak diinginkan pada intestinal selama pembedahan abdomen.
· persiapan kulit. · tujuan dari persiapan kulit praoperatif adalah untuk mengurangi sumber
bakteri tanpa mencederai kulit. Bila ada waktu, seperti pada bedah efektif,
klien dapat diinstruksikan untuk menggunakan sabun yang mengandung
deterjen germisida untuk membersihkan area kulit selama beberapa hari
sebelum pembedahan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah
organisme yang ada kulit. Persiapan ini dapat dilakukan di rumah.
· sebelum pembedahan, klien harus mandi air hangat, relaksasi, serta
menggunakan sabun yang mengandung iodine. Meskipun hal ini sering
dilakukan pada hari pembedahan, tetapi jadwal pembedahan membuat hal
tersebut dilakukan pada malam sebelumnya.
· tujuan menjadwalkan mandi pembersihan sedekat mungkin dengan
waktu pembedahan adalah untuk mengurangi risiko kontaminasi kulit
terhadap luka bedah. Mencuci rambut sehari sebelum pembedahan sangat
disarankan kecuali kondisi klien tidak memungkinkan hal tersebut.
· pembersihan area operasi. Kulit di sekitar area operatif sangat disarankan untuk tidak dicukur.
Selama mencukur, kulit mungkin mengalami cedera oleh silet dan menjadi
pintu masuknya bakteri. Jaringan yang cedera ini dapat menjadi tempat
pertumbuhan bakteri. Selain itu, semakin jauh interval antara bercukur dan
operasi, maka makin tinggi pula angka infeksi luka paroperatif. Kulit yang
dibersihkan dengan baik tetapi tidak cukur lebih jarang menyulitkan
dibanding dengan kulit yang dicukur.
· pencukuran area operasi. Pencukuran area operasi dilakukan apabila protkol lembaga atau ahli
bedah mengharuskan kulit untuk dicukur. Klien diberitahukan tentang
prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan tidak
memajan bagian yang tidak perlu.
Informasikan perihal· istirahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal.
persiapan pembedahan. Kecemasan tentang pembedahan dapat dengan mudah mengganggu
· persiapan istirahat dan kemampuan untuk istirahat atau tidur. Kondisi penyakit yang
tidur. membutuhkan tindakan pembedahan mungkin akan menimbulkan rasa
nyeri yang hebat sehingga mengganggu istirahat.
· perawat harus memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk
klien. Dokter sering memberi obat hipnotik-sedatif atau antiansietas pada
malam hari sebelum pembedahan. Obat-obatan hipnotik-sedatif seperti
flurazepam (dalmane) dapat menyebabkan dan mempercepat pasein tidur.
Obat-obatan antianietas, misalnya: alprazolam (xanax) dan diazepam
(valium), bekerja pada korteks serebral dan sistem limbik untuk
menghilangkan ansietas.
· persiapan rambut dan Untuk menghindari cedera, perawat meminta klien untuk melepas jepit
kosmetik. rambutnya sebelum masuk ke ruang operasi. Rambut palsu juga harus di
lepas. Rambut panjang dapat dikepang agar tetap pada tempatnya. Klien
harus memakai tutup kepala sebelum memasuki ruang operasi.
Selama dan setelah pembedahan, ahli anestesi dan perawat mengakaji
kulit dan membran mukosa untuk menentukan status oksigenasi dan
sirkulasi klien. Oleh karena itu, seluruh riasan muka seperti lipstik, bedak,
pemerah muka, dan cat kuku harus dihilangkan untuk memperlihatkan
warna kulit dan kuku yang normal.
· pemeriksaan alat bantu Semua alat bantu dan perhiasan harus dilepas.
(protese) dan perhiasan.
· persiapan administrasi Klien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui perihal biaya
dan informed consent. pembedahan. Klien sudah mendapat penjelasan dan
menandatangani informed consent.
Ajarkan aktivitas pascaoperasi. · salah satu tujuan dari asuhan keperawatan praoperatif adalah untuk
· latihan panas diafragma. mengajarkan klien cara untuk meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi
darah setalah anestesi umum. Hal ini dicapai dengan memeragakan pada
klien bagaimana melakukan napas dalam, napas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal), dan bagaimana mengembuskan napas dengan
lambat. Klien diposisikan dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi
paru yang maksimum.
· peranapasan diafragma mengacu pada pendataran rongga dafragma
selama inspirasi sehingga mengakibatkan pembesaran abdomen bagian
atas sejalan dengan desakan udara masuk. Selama ekspirasi, otot-otot
abdomen akan berkontraksi.
· ajarkan latihan batuk efektif· tujuan dari latihan batuk efektif adalah untuk memobilisasi sekret
dan gunakan bantal untuk sehingga dapat dikeluarkan. Napas dalam yang dilkukan sebelum batuk
mengurangi respons nyeri. akan merangsang refleks batuk. Jika klien tidak dapat batuk secara efektif,
maka dapat terjadi pneumonia hipostatik atau komplikasi paru lainnya.
· bila akan dilakukan insisi abdomen atau toraks, maka perawat
memeragakan bagaimana cara menyokong garis insisi sehingga tekanan
dapat diminimalisasikan dan nyeri dapat di kontrol.
Ajarkan aktivitas pascaoperasi · tujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hati-hati setalah operasi
· latihan tungkai. adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah statis vena, dan menunjang
fungsi pernapasan yang optimal.
· klien ditunjukkan bagaimana cara untuk berbalik dari satu sisi ke sisi
lainnya dan mengambil posisi lateral. Posisi ini akan digunakan setelah
operasi (bahkan sebelum klien sadar) dan dipertahankan setiap dua jam.
· latihan ekstremitas meliputi ekstensi dan fleksi lutut dan sendi panggul
(sama dengan mengendarai sepeda tapi dengan posisi berbaring miring).
Telapak kaki diputar seperti membuat lingkaran sebesar mungkin. Siku
dan bahu juga ditalih rom. Pada awalnya klien akan dibantu dan
diingatkan untuk melakukan latihan ini, tetapi selanjutnya dianjurkan
untuk melakukan latihan secara mandiri. Tonus oto dipertahankan
sehingga ambulasi akan lebih mudah dilakukan.
· perawat diingatkan untuk tetap menggunakan pergerakan tubuh yang
tepat dan mengintruksikan klien untuk melakukan hal yang sama. Ketika
klien dibringkan dalam posisi apa saja, tubuhnya harus dipertahankan
dalam kelurusan yang sesuai.
Ajarkan teknik manajemen nyeri Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang
keperawatan yang menjadi unsur utama kompresi saraf dan nyeri.
· atur posisi imobilisasi pada
area pembedahan.
· manajemen lingkungan: Lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulasi nyeri ekskternal.
lingkungan tenang, batasi Pembatasan pengunjung akan membantu meingkatkan kondisi o2 ruangan
pengunjung dan istirahatkan yang akan berkurnga apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
klien. Istirahat akan menurunkan kebutuhan o2jaringan perifer.
· ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menrunkan stimulasi internal
untuk mengurangi nyeri. dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang
dapat memblokir serptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks sereberi,
sehingga menurunkan persepsi nyeri.
· berikan manajemen Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa bentuk dukungan psikologis
sentuhan. yang dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran dan suplai darah serta oksigen ke area nyeri.
Beritahu klien dan keluarga Klien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarganya dan
kapan klien bisa dikunjungi. temannya bisa dikunjungi setelah pembedahan.

2. Nanda: domain 9, class 2: coping responses – 00146 -anxiety (kecemasan )


Noc dan indikator nic dan aktifitas rasional
Noc: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam cemas klien
hilang atau berkurang dengan:
Indikator:
Klien mampu:
1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas
2. Mampu menggunakan koping
3. Dapat tidur
4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkan cemas

Nic: penurunan kecemasan


1. Bina hubungan saling percaya
2. Libatkan keluarga
3. Jelaskan semua prosedur tindakan
4. Hargai pengetahuan klien tentang penyakitnya
5. Bantu klien untuk mengefektifkan sumber dukungannya
6. Berikan reinfocement untuk menggunakan sumber koping yang efektif

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan
dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: dalam waktu 1 x 15 menit tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
· klien menyatakan kecemasannya berkurang
· klien mampu mengenali perasaan ansietasnya
· klien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang memengaruhi ansietasnya
· klien kooperatif terhadap tindakan
· wajah klien tampak rileks
Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, Ansietas berkelanjutan memberikan dampak
kehilangan, dan takut. serangan jantung.
Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal. Dampingi Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
klien dan lakukan tindakan bila klien mulai rasa agitasi, marah, dan gelisah.
menunjukkan prilaku merusak.
Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis Klien yang teradapatasi dengan prosedur
operasi. pembedahan yang akan dilaluinya akan merasa
lebih nyaman.
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara perawat
dan klien akan mememgaruhi peneriamaan klien
terhadap pembedahan. Aktif mendengar semua
kekhawatiran dan keprihatinan klien adalah
bagain penting dari evaluasi praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang
akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pascaoperatif yang diharapkan
akan menghilangkan banyak ketakutan tak
berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian besar klien, pembedahan adalah
suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk
memandang klien dan keluarganya sebagai
manusia yang layak untuk didengarkan dan
diminta pendapat ikut menentukan hasil
pembedahan.
Egbert et al. (1963) dalam gruendemann (2006)
memperlihatkan bahwa kecemasan klien yang
dikunjungi dan diminta pendapat sebelum
operasi akan berkurang saat tiba di kamar
operasi dibandingkan mereka yang hanya
sekedar diberi premedikasi dengan fenobarbital.
Kelompok yang mendapat premedikasi
melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
istirahat. diperlukan.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan
memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan
ansietasnya. terhadap kehawatiran yang tidak diekpresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan
prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan teman-
teman yang dipilih klien untuk menemani
aktivitas pengalih (misalnya: membaca akan
menurunkan perasaan terisolasi).
Kolaborasi
Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
diazepam. kecemasan.

Di ruangan operasi:

Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan


Tujuan: kecemasan klien teradaptasi
Kriteria evalusasi: klien kooperatif terhadap intervensi prainduksi anestesi dan klien mendapat
dukungan prainduksi.
Intervensi Rasional
Saat klien masuk ruang sementara, sambut dengan Klien yang merasa diterima oleh petugas ruang
ramah dan panggil klien dengan namanya. sementara akan mendapatkan dukungan
psikologis yang menurunkan stimulus rasa
cemas.
Pemanggilan nama akan memberikan rasa aman
pada klien dan menegaskan bahwa dia
merupakan klien yang benar untuk mendapat
intervensi.
Bantu klien untuk mengganti pakaian rawat inap Klien dengan pembedahan efektif dari ruangan
dengan pakaian kamar bedah. akan diganti bajunya di ruang prabedah.
Beri lingkungan yang tenang dan jangan berbicara Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
tentang pembedahan. diperlukan. Suasana tenang akan meningkatkan
efektifitas pemberian premedikasi. Perbincangan
yang tidak menyenangkan atau percakapan harus
dihindari karena dapat diartikan bereda oleh
klien yang mendapatkan sedatif.
Orientsikan klien terhadap prosedur prainduksi dan Orientsi dapat menurunkan kecemasan.
aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
ansitesnya. keahwatiran yang tidak diekspresikan.

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembelahan, ancaman kehilangan
organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif.
Tujuan: dalam waktu 1 x 10 menit klien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria evaluasi:
· klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
· klien mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang terjadi.
· klien mampu menyatakan peneriamaan diri terhadap situasi.
· klien mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan Menentukan bantuan individual dalam menyusun
dengan derajat ketidakmampuan. rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada Beberapa klien dapat menerima dan mengatur
klien. perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit
penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai
kesulitan dalam membandingkan mengenal, dan
mengatur kekurangan.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan. Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk
mengenal dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
Catat ketika klien menyatakan sekarat, mengingkari, Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau
dan menyatakan inilah kematian. perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan
intervensi serta dukungan emosional.
Mengingatkan klien tentang fakta dan realita bahwa Membantu klien untuk melihat bahwa perawat
klien masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan menerima kedua bagian sebagai bagian dari
belajar mengontrol sisi yang sehat. seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk meraskan
adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan
memperbaiki kebiasaan. mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
Anjurkan orang terdekat klien untuk mengizinkan Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
klien melakukan hal sebanyak-banyaknya. membantu perkembangan harga diri serta
memengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi. pengertian tentang peran individu masa
mendatang.
Dukung penggunaan alat-alat yang dapat membuat Meningkatkan kemandirian untuk membantu
klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan
kateter. posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, Dapat mengindikasikan terjadinya depresi.
letargi, dan meanrik diri. Umumnya memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.
Kolaborasi
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila Dapat memfasilitasi perubbahan peran yang
ada indikasi. penting untuk perkembangan perasaan.

Resiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi anestesi


Tujuan: dalam waktu 1 x 10 menit klien tidak mengalami cedera perioperatif.
Kriteria evaluasi:
· sebelum terinduksi operasi klien tenang
klien mengetahui tentang prosedur pembiusan
klien mengatakan siap dilakukan pembiusan
klien tampak tenang dan kooperatif
status hemodinamik klien dalam batas normal

Intervensi Rasional
Jelaskan prosedur rutin prabedah Perawat perioperatif menjelaskan tahap-tahap
yang akan dilaksanakan untuk menyiapkan klien
menjalani pembedahan
Periksa tanda-tanda vital prabedah Prosedur standar dalam melakukan prainduksi
bedah dengan membandingkan hasil tanda-tanda
vital sewaktu di ruang rawat inap
Siapkan sarana kateter iv dan obat-obatan premediksi Perawat anestesi biasanya mempersiapkan sarana
kateter iv yang berukuran besar agar pemasukan
cairan menjadi lebih mudah
Obat-obat premediksi dipertimbangkan secara
individual . Prosedur premediksi juga harus
diadaptasikan setelah mempertimbangkan factor
lain, misalnya lama pembedahan keseluruhan dan
kebutuhan pemulihan pasca bedah yang segera
pencapaian pemulihan dan aktivitas yang cepat
sangat penting dalam konteks

Obat yang paling sering digunakan pada


premediksi adalah dari golongan benzodiazepine .
Diazepam adalah salah satu golongan
benzodiazepine yang mempunyai sifat tidak larut
air sehingga apabila dilarutkan dengan air steril
akan memberikan rasa nyeri pada pemberian
intravena. Waktu paruh eliminasi diazepam
adalah kira-kira 21-37 jam (kee, 1996) sehingga
tidak dipertimbangkann pada pemberian klien one
day surgery.
Lakukan pemasangan kateteriv dan pertimbangan Di dalam ruang sementara , perawat, perawat
pemberian agen premediksi anestesi. Atau ahli anestesi memasang kareter
infuse ketangan klien untuk memberikan prosedur
rutin penggantian cairan dan obat-obatan melalui
intravena. Pemasangan kateter iv di ruang
prabedah berfungsi untuk mempermudah
intervensi premediksi.
Lakukan pengiriman klien ke kamar operasi Perawat memindahkan klien ke kamar operasi
dengan menggunakan brankar dengan pagar
terpasang, klien biasanya masih sadar dan akan
memperhatikan perawat dan dokter menggunakan
masker, pakain khusus, dan penutup mata untuk
pembedahan secara lengkap.
Lakukan pengaturan posisi pada saat pemindahan Klien dengan pembedahan dengan posisi
klien yang tidak memerlukan anestesi dari brankar ke terlentang yang tidak menggunakan anestesi
meja operasi memerlukan pengaturan posisi dengan hati-hati.
Petugas memindahkan klien ke atas meja operasi
.pastikan brankar dan meja operasi telah terkunci.

2. Intra operatif

a. Resiko infeksi, dengan faktor resiko: prosedur invasif: pembedahan, infus, dc


Noc: kontrol infeksi
Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi.
Kriteria : alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
Nic: kontrol infeksi intra operasi
Aktifitas:
1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi
2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
b. Resiko hipotermi dengan faktor resiko: berada diruangan yang dingin
Noc: control temperature
Kriteria :
1. Temperature ruangan nyaman
2. Tidak terjadi hipotermi
Nic: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktivitas:
1. Atur suhu ruangan yang nyaman
2. Lindungi area diluar wilayah operasi
c. Resiko cedera dengan faktor resiko: gangguan persepsi sensori karena anestesi
Noc: control resiko
Indikator: tidak terjadi injuri nic: surgical precousen
Aktifitas:
1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan
2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3. Pastikantidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien

Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi umum


Tujuan: risiko cedera intraoperatif sekunder dari intervensi anestesi umum tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
· klien kooperatif terhadap intervensi anestesi.
· klien dapat menjadi tidak sadar sesuai tahapan anestesi umum.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas klien Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identifikasi dan kardeks klien; melihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan,
hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan; memastikan bahwa alat protese dan
barang berharga telah dilepas; dan mermeriksa
kembali rencana perawatan praoperatif yang
berkaitan dengan rencana perawtan intraoperatif.
Siapkan obat-obatan pemberian anestesi umum. Obat-obatan anestesi yang dipersiapkan meliputi
obat pelemas otot danobat anestesi umum. Intubasi
endotrakeal dilakukan setelah pemberian pelemas
otot kerja singkat seperti suksinikolin (anectine,
burroughs wellcome) dan mivikurium (mivicron,
burroughs wellcome), atau obat yang bekerja lebih
lama misalnya vekuronium (norcuron, organon)
atau atrakurium (tracium, burroughs wellcome).
Anestesi umum dapat diinduksi dengan obat
intravena misalnya metoheksital (brevital sodium,
lilly), tiopental (sodium pentothal, abbott), atau
propofol (gruendemann, 2006).
Siapkan alat-alat intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal digunkan untuk menjaga
kepatenan jalan napas intraoperasi. Penata anestesi
memeriksa kondisi lampu pada laringoskop dan
apakah kondisi selang endotrakeal berfungsi
optimal sebelum pemasangan dilakukan. Penata
anestesi harus mempertimbangkan faktor umum
dan kondisi penyulit dalam melakukan intubasi
pada pemilihan persiapan sarana intubasi. Misalnya,
pada anak kecil akan digunakan laringoskop dan
selang endotrakeal yang ukurannya sesuai.
Siapkan sarana pemantauan dasar. Pemilihan dan pemeliharaan peralatan anestesi dan
perlengkapannya biasanya menjadi taggung jawab
penata anestesi.
Alat dan sarana yang disikan merupakan sarana
atau perangkat pemantauan (monitoring) dasar,
meliputi:
· stetoskop preekordial
· pengukuran tekanan darah
· oksimetri pulsasi.
Siapkan obat dan peralatan emergensi. Selain pemantau, peralatan darurat dasar, obat-
obatan, dan protokol pengobatan juga harus
tersedia. Defivrilator juga harus dipastikan
berfungsi baik. Peralatan jalan napas meliputi
laringoskop, selang endotrakeal, jalan napas oral,
dan napas faringal. Selain itu, masker dan kantong
resussitasi self-inflating (ambu type)adalah alat
yang penting dan harus mudah diakses.
Lakukan pemasangan stetoskop prekordial,· stetoskop prekordial dibiarkan menempel di dada
manset tekanan darah, monitor dasar, oksimetri klien, menyalurkan informasi mengenai operasi
pada jari, dan pertahankan kelancaran kateter iv. mekanis jantung dan adanya bunyi napas secara
kontinu. Perubahan yang dapat dideteksi mencakup
bising jantung, aksentuasi bunyi jantung kedua, dan
denyut jantung yang abnormal.
· perawt juga memasang manset tekanan darah.
Manset tetap terpasang pada lengan klien selama
pembedahan berlangsung sehingga ahli anestesi
dapat mengkaji tekana darah klien.
· pemasangan oksimetri dalam penilaian saturasi
oksigen pada jari memudahkan perawat anestesi
mengobservasi status respirasi klien.
· kelancaran keteter iv dapat menjadi prosedur dasar
sebelum memberikan anestesi secara intravena.
Kaji faktor yang merugikan selama pemberian Tindakan penting yang dilakukan dengan mengkaji
anestesi intraoperatif. faktor-faktor penyulit selama anestesi, seperti
adanya riwayat reaksi alerfi pada agen anestesiatau
alergi terhadap banyak komponen, riwayat penyakit
kardiaskuler dan paru, masalah jalan napas, dan
faktor usia lanjut.
· riwayat alergi Riwayat reaksi alergi pada agen anestesi atau alergi
teerhadap banyka komponen harys diteliti dan
diperjelas oleh klien. Untuk menentukan
kemungkinan timbulnya masalah besar, misalnya
demam yang membahayakan dan asidosis akibat
hipertermia maligna atau paralisis otot
berkepanjangan yang dijumpai pada orang dengan
pseudokolinesterase atipikal (kee, 1996).
Evaluasi fungsi berbagai sistem utama tubuh,
terutama sistem kardiovaskular dan pernapasan,
merupakan parameter penting pada evaluasi pra-
anestesi. Klien yang mengaku alergi terhadap
banyak obat mungkin sangat peka terhadap obat-
obat yang melepaskan histamin, misalnya sebagian
pelemas otot, narkotik, dan barbitturat.
Informasi mengenai eiwayat alerfi terhadap
antibiotik, zat warna kontras, preparat indium,
plester, dan lateks sangat penting. Riwayat reaksi
hebat dan mendadak dari seseorang setelah
terpajan produk atau peraltan medis yang
mengandung lateks harus dilaporkan. Etiologi pasti
alerfi lateks tidak diketahui, tetapi protein larut air
dari lateks tampaknya adalah alergen utamanya
(gruendemann, 2006).
· riwayat penyakit kardiovaskular dan paru. Riwayat penyakit kardiovaskular dan paru harus
mendapat persetujuan medis dari dokter jantung
dan paru sebelum dijadwalkan menjalani prosedur
bedaha elektif. Riwayat infark miokardium, angina,
gagal jantung kongestif, hipertensi, diabetes,
aritmia jantung, penyaktit vaskular perifer,
merokok, penyakit paru obstruktif menahun, atau
tandur pintas arteri koroner mungkin merupakan
prediktor untuk morbiditas jantung pascaoperatif.
· masalah jalan napas · masalah jalan napas yang kondisinya kurang
optimal tanpa patologi jalan napas yang jelas,
visualisasi glotis kadang-kadang sulit atau bahkan
tidak mungkin dilakukan. Faktor predisposisi yang
dapat menyulitkan intubasi adalah leher yang
pendek dan berotot dengan gigi lengkap, rahang
bawah yang mundur disetai sudut mandibula yang
tumpul, menonjolnya gigi seri atas, penyempitan
ruang antara sudut-sudut mandibula disertai
palatum yang melengkung tinggi, serta peningkatan
jarak dari gigi seri atas ke batas posterior ramus
mandibula (rob, 1968). Pengamatan klinis
tambahan adalah apabila jarak antara dagu ke
tulang rawan tiroid kurang dari 3 atau 4 cm (lebar
dua jari tangan), maka visualisasi glotis
diperkirakan akan sulit dilakukan (rosenberg dan
rosenberg (1983) dikutip gruendemannn (2006)).
· selama pemeriksaan praoperatif, klien dengan
riwayat apnea tidur obstruktif, sindrom kongenital,
bedah leher atau wajah, stridor atau suara serak,
nyeri, atau parestesia sewaktu meggerakkan leher,
gigi tanggal atau goyang, atau perangkat gigi,
misalnya kawat gigi mungkin menyulitkan kita saat
membebaskan jalan napas. Catatan anestesi
sebelumnya harus dikaji untuk mencari keterangan
mengenai kualitas jalan napas, upaya laringoskopi,
dan keberhasilan intubasi. Saat pemeriksaan fisik,
ahli anestesi atau penata aanestesi harus secara teliti
memeriksa leher, mandibula, dan struktur serta
mobilitas mulut. Kesejajaran tiga sumbu (oral,
faring, dan trakea) mempermudaha visualisasi
laring. Kesejajaran sumbu-sumbu tersebut
dilakukan dengan fleksi anterior spina servikalis
bawah ditambah ekstensi sendi atlanto-oksipitalis
(rosenberg dan rosenberg (1983) dalam
gruendemannn (2006)).
· faktor luar · faktor usia lanjut dimana klien sebelumnya
menggunakan agen obat antihepertensi,
antiparkison, dan psikotropik merupakan obat-obat
yang paling sering menimbulkan reaksi simpang
pada orang tua (kee, 1996). Klien berusia lanjut
cenderung tentan terhadap obat-obat penekan
susunan saraf pusat. Hal ini mungkin disebabkan
oleh berkurangnya bahan-bahan sel dan penurunan
fungsi sinaps secara progresif. Kecepatan hantaran
diketahui menurun seiring dengan penuaan.
Penuruan konsentrasi alveolus minimal (minimal
alvolar concentration) yang memerlukan anestesi
inhalasi pada orang tua mungkin disebabkan oleh
penururna kepadatan sel di otak, penurunan
konsumsi oksigen otak, dan penurunan aliran darah
otak (rob (1968) dalam gruendemann, (2006)).
· korteks dan regio subkorteks yang bertanggung
jawab menghasilkan neurotransmiter, mengalami
penurunan kapasitas fungsional terbesar akibat
penuaan. Walaupun meknsime peningkatan
kepekaan orang tua terhadap obat anestesi dan
sedatif masih belum jelas, tetapi proses degeneratif
yang berperan dalam peningkatan kepekaan juga
ikut berkontribusi tehadap tingginya risiko
perburukan mental pascaoperatif yang dialami oleh
lanjut usia (mcleskey (1992) dalam gruendemann,
(2006)).
· pada klien usia lanjut, penurunan aliran darah hati
yang paling diamati sebanding dengan penurunan
keseluruhan curah jantung total. Penururnan aliran
ini adalah penentu utama penurunan bersihan
(clearance) obat plasma. Pada penuaan, konsentrasi
dan fungsi enzim mikrosom hati diperkirakan tetap
berada dalam tentang normal. Penurunan aliran
darah dan berkurangnya kapasitas fungsisonal yang
terjadi cenderung mempercepat penuaan hati
sehingga berisiko tinggi mengalami kerusakan
akibat hipoksemia, obat, atau transfusi darah.
Penurunan aliran darah hati, kemungkinan defisit
enzim, dan penurunan kemampuan ekskretorik
ginjal dapat memperpanjang waktu parah eliminasi
beta dan memperlama efek obat-obat yang
diberikan (kee, 1996).
· obat-obat pada sistem kardiovaskular, hati, dan
ginjal akan memberikan dampak besar pada
pemberian anestesi. Sebagai vcontoh, propranolol
tanpaknya tidak mengubah kebutuhan anestesi klien
dengan insufisiensi ginjal, tetapi obat ini dapat
menimbulkan agitasi, kebingungan, tremor,
minoklonus, atau kejang. Efek hipotensi dan
bradikardi darri propranolol dan anestesi umum
yang muncul mungkin bersifat adiktif. Verapamil,
suatu penghambatsaluran kalsium, diketahui dapat
menurunkan kebutuhan aanestesi sebesar 25% dan
memperkuat pelemas otot depolarisasi dan
nondepolarisasi. Tetapi jangka panjang dengan
bretilium dapat menyebabkan hipersensitivitas
terhadap obat golongan vasopresor (mcleskey
(1992) dalam gruendemann, (2006)). Verapamil
maupun nifedipine diketahi memperlihatkan kadar
digoksin serum yang tinngi (sampai 30%), sehingga
tidak saja menurunkan kebutuhan digoksin, tetapi
juga membuat klien semakin berisiko menagalami
toksisitas (chelly et al., (1987) dalam gruendemann,
(2006)). Aliran darah yang lamaban dan kongesti
kronis hati yang berkaitan dengan gagal jantun
kronik memperlambat metabolisme obat-obat
misalnya teofili. Pada klien dengan keadaan
tersebut, waktu paruh teofilin dalam serum adalah
sekitar 23 jam, dibandingkan dengan nilai normal
sebesar 7 jam (gruendemann, 2006).
· kaji adanya kelainan pada prosedur dagnostik. · prosedur untuk menilai adanya gangguan pada
organ-organ vital dapat mempersulit jalannya
anestesi.
· prosedur penilaian laboratorium dan dagnostik
harus dilakukan seiring dengan adanya riwayat
proses penyakit dan medikasi yang dikonsumsi.
Beberapa institusi menetapkan pemeriksaan
prosedur standar pada klien usia di atas 40 tahun,
meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,
urinalisis, dan ekg.
· urine rutin Pemeriksaan urine rutin sperti berat jenis urine
berguna untuk mengetahui status hidrasi klien.
Adanya glukosa dalam urine jelas mengindikasikan
kemungkinan adanya diabetes dan hipovolemia
akibat diuresis osmotik. Proteinuria atau hematuria
mengindikasikan adanya penyakit ginjal yang
serius.
· pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi praoperatif diprlukan untuk
identifikasi klien yang berisiko tinggi atau
mendasari penilaian tingkat keparahan perubhan
paru intraoperatif dan pascaoperatif.
Beri dukungan praanestesi Hubungan emosional yang baaik antara penata
anestesi dan klien akan memegaruhi penerimaan
anestesi.
Lakukan pemberian anestesi secara intravena. Pemberian anestesi intravena biasanya dilakukan
penata anestesi dengan sepengetahuan ahliaanestesi.
Pemberian suksinikolin (succinylcholine) secara
intravena sebagai obat intravena pertama bertujuan
untuk menghambat saraf dan menyebabkan
paralisis pita suara sementara dan otot pernapasan
selama selang endotrakeal terpasang.
Lakukan pemasangan selang endotrakeal,· pemasangan selang endotrakeal biasanya
pemasangan oral airway, dan kaji efektivitas jalan dilakukan ahli anestesi atau penta anestesi dengan
napas. diketahui oleh ahli anestesi. Selang endotrakeal
bertujuan untuk tetap menjaga kepatenan jalan
napas, sera mencegah kemungkinan terjadinya
aspirasi dan komplikasi pernapasan lainnya akibat
depresi pada brokus efek dari anestesi.
· penata anestesi akan membantu melakukan
peenekanan tulang rawan krikoid (perasat sellick)
untuk menyumbat esofagus pada saat perasat
endotrakeal dilakukan.
· pemasangan oral airway akan menjaga kepatenan
jalur napas dan memudahkan penata anestesi untuk
memonitor kepatenan jalan napas.
Lakukan pemberian napas bantuan, pemberian Ahli anestesi atau penata anestesi akan memberikan
oksigen, pengisapan, dan pemberian anestesi ventilasi bantuan sampai efek suksinikkolin hilang
inhalasi. dan klien kembali bernapas secara spontan. Mulai
saat itu, gas atau uap anestesi biasanya diberikan
secara inhalasi melalui selang endotrakeal.
Beberapa obat-obatan yang sering digunakan adalah
halotan, supran, dan foran.
Lakukan pemantauan status kardiovaskular dan Risiko terbesar dari anestesi umum adalah efek
respirasi selama pembedahan. samping obat-obatan anestesi, termasuk di
antaranya depresi, iritabilitas kardiovaskular dan
depresi pernapasan. Kontrol status kardiovaskular
dan repirasi dapt mendeteksi risiko kegawatan
sedini mungkin.
Lakukan pemberian cairan dan transfusi sesuai Dilakukan pada prosedur pembedahan yang
kondisi dan lamanya pembedahan sera kontrol berlangsung lama atau apabila dilakukan antisipasi
keluaran urine. terhadap perubahan volume cairan yang besar.
Pengukuran pengeluaran cairan dan darah secara
cermat serta perkiraan darah yang terdapat di dalam
spons menjadi tugas bersama ahli anestesi dan
perawat sirkulasi. Apabila klien adalah anak-anak,
penata anestesi sirkulasi harus menimbang spons
operasi (1 g setara dengan 1 ml darah) untuk
menentukan pengeluaran darah secara lebih akurat.
Karena volume darah anak lebih sedikit, maka
perawat harus mengingatkan ahli anestesi mengenai
darah yang keluar dalm interval tertentu selama
pembedahan.
Lakukan pemberian obat-obat pemulih anestesi Pemberian obat-obat pemulih anestesi biasanya
setelah pembedahan selesai. dilakukan ahli atau penata anestesi dengan
diketahui oleh ahli anestesi.
Lakukan pembersihan jalan napas setelah Jalan napas dibersihkan dengan pengisapan, dan
pembedahan selesai dilaksanakan. setelah refleks laring dan faring pulih maka
dilakukan ekstubasi. Penata anestesi tetap berada di
kamar operasi dengan ahli anestesi, sampai klien
siap dipindahkan ke ruang pemulihan. Secara
umum, peralatan dan instrumen jangan dipindahkan
dari ruangan sampai klien stabil dan siap
dipindahkan.

Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah
Tujuan: risiko cedera intraoperatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi:
· selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan henmodinamik akibat pndarahan serius.
· pascaoperatif tidka ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
· perhitungan spons dan instrumen sesuai dengna jumlah yang dikeluarkan.
· tidak ditemukan adanya kram otot.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas klien: ·
1. perawat ruang operasi memeriksa kembali Merupakan tindakan perawat dalam menerapkan
identitas dan kardeks pasein; melihat kembali client safety yang berlaku di Rumah sakit untuk
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, menjaga klien dari kesalahan prosedur medikasi .
hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan; dan memeriksa kembali rencana
perawatan praoperatif yang berkaitan dengan
rencana perawatan intraoperatif.
2. perawat pemeriksaan darah terutama kadar
trombosit, waktu pembekuan, dan waktu
pendarahan. Adanya hasil yang abnormal pada
pemeriksaan ini bermanifestasi pada
kewaspadaan yang sangat tinggi oleh ahli bedah
dan asisten operasi dalan melakukan prosedur
bedah
3.
Lakukan manajemen kamar operasi. Dilakukan oleh perawat administratif dalam
mengatur dan menentukan staf pada setiap
pembedahan agar kelancaran proses pembedahan
dapat terlaksana secara optimal.
Siapkan kamar bedah yang sesuai dengan jenis·
pembedahan klien.
1. perawat sirkulsi melakukan persipan tempat Beberapa jenis pembedahan tertentu akan
operasi sesuai prosedur yang biasa dn jenis dilaksanakan pada ruangan atu kamar bedah
pembedahan yang akan dilaksanakan. Tim khusus, seperti kamar operasi bedah saraf.
bedah harus diberi tahu jika terhadap kelainan·
kulit yang mungkin dapat menjadi·
kontraindikasi pembedahan
2. perawat sirkulasi memeriksa kebersihan dan Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur
kerpain ruang operasi sebelum pmebedahan. pembedahan. Apabila prosedur ini tidak
Perawat sirkulasi juga harus memastikan dilaksanakan, maka dapat menyebabkan
bahwea peralatan telah siap dan dapat penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
digunakan.
Siapkan meja bedah dan asesori pelengkap sesuai Meja bedah akan disipakan perawat sirkulasi dan
dengan jenis pembedahan. disesuaikan dengan jensi pembedahan. Perawat
sirkulasi mempersiapkan asesori tambahan meja
bedah agar dalam pengaturan posisi dapat efektif
dan efisienl.
Siapkan sarana pendukung pembedahan. Sarana pendukung seperti kateter urine lengkap,
alat pengisap lengkap, spons dalam kondisi siap
pakai.
Siapkan alat hemostasis dan cadangan alat dalam Alat hemostasis merupakan fondasi dari tindakan
kondisi siap pakai. operasi untuk mencegah terjadinya pendarahan
serius akibat kerusakan pembuluh darah arteri.
Perawat mmeriksa kemampuan alat tersebut untuk
menghindari cedera akibat pendarahan
intraoperasi.
Lakukan pemasangan kateter urine dengan teknik Pemasangan kateter dilakukan untuk mengindari
steril. keluarnya urine pada saat intraoperatif akibat
hilangnya kontrol menahan urine efek dari
anestesi. Kateter foley harus dipasang sebelum
klien diberi posisi. Gunakan teknik aseptik untuk
pemasangan kateter. Cegah terjadinya tekukan
atau tekanan pada kateter selama proses
pemindahan tersebut. Periksa kepatenan sestem
drainase setelah pemberian posisi. Catat keluaran
urine dan pemasangan kateter.
Lakukan pengaturan posisi bedah. Manajemen pengaturan posisi (lihat kembali
materi manajemen pengaturn posisi) dilakukan
untuk memudahkan akses atau pajanan pada
dokter bedah, akses vaskular seperti infus dan alat
monitor standar tidak terganggu, drainase urine
optimal, dan fungsi status srikulsi serta
pernapasan adekuat. Posisi tidak boleh
mengganggu struktur neuromuskular.
Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi. Insisi bedah memerlukan skalpel (alat penjepit)
dan pisau bedah yang sesuai dengan ares yang
akan dilakukan insisi. Perawat instrumen
bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan
mempersiapkan kauter listrik yang diperlukan
dalam tindakan hemostasis. Asisten pertama
berperan membantu menyerap darah yang keluar
saat dan menjepit pembuluh darah akibat
kerusakan vaskular pada area insisi dengan
menggunakan spons dan klem arteri.
Bantu ahli bedah dalam melakukan intervensi Perawat instrumen atau asisten bedah
hemostasis. menggunakan alat hemostasis listrik pada klem
arteri untuk menjepit atau menghentikan
pendarahan.
Bantu ahli bedah dalam membuka jaringan dan· pembukaan jaringan dilakukan lapis demi lapis,
lakukan pengisapan apabila diperlukan. dari kulit, lemak, fasia, dan jaringan dalam,
misalnya peritoneum pada pemedahan area
abdomen. Pembukaan jaringan dilakukan sampai
akses yang akan dituju sesuai jenis dan tujuan
pembedahan dapat tercapai.
· asisten bedah membantu menarik dengan
menggunakan refraktor dan melakukan
pengisapan apabila banyak cairan yang
mengganggu akse bedah. Pemakaian dan
pemilihan jenis refraktor disesuaikan dengan jenis
dan ares jaringan atau pembedahan yang
dilakukan.
· perawat instrumen berperan dalam memenuhi
keprluan yang sesuai pada setiap momen
pembedahan, seperti keperluan penggunaan
guntin mayo oleh ahli bedah atau keperluan
refraktor.
Lakukan manajemen sirkulasi intraoperatif ruang· .
operasi. ·
1. perawat sirkulasi mendukung poerawat· . Dokumentasi perawatan intraoperatif memberi
instrumen dan ahli bedah dari zoan tidak steril data yang bermanfaat bagi perawat yang akan
selam prosedur pembedahan untuk mengawasi merawat klien setelah pembedahan.
atau membantu serip kesulitan yang mungkin
memrlukan bahan dari luar lapangan steril.
Perawat sirkulasi melakukan manajemen alat
pengisap (sucton), memastikan alat hemostasis
terpasang dengan benar, sera memeriksa alat-
alat tersebut dalam kondisi power on
2. Perawat sirkulasi mencatat barang yang
digunakan seperti jumlah spons, alat instrumen
intraoperatif yang mempunyai risiko tertinggal
pada jaringan bedah dan meningkatkan risiko
ceder bedah, serta mencatat penyulit yang
terjadi selam pembedahan yang sering
disampaikan oleh ahli beah, asisten, atau
instrumentator.
3. Selama fase intraoperatif, perawat sirkulasi
meljutkan dokumentasi tentan jensi aseptik,
jumlah cairan iv yang digunakan, dan
memantau kelurasn urine dan lambung melalui
selang ngt. Selam prosedur pembedahana
beralangsung, perawat menjaga agar
pencatatan aktivitas perawatan klien dan
prosedur yang dilakukan oleh petugas ruang
operasi tetap akurat
Bantu ahli bedah pada saat akses bedah tercapai Peran perawat perioperatif baik asisten bedah,
sesuai dengan tujuan pembedahan. perawat instrumen dan sirkulator mendukung ahli
bedah agar tujuan pembedahan dapat tercapai.
Tujuan pembedahan pada saat akse tercapai,
meliputi:
· diagnostik (pembedahan untuk pemeriksaan
lebih lanjut), misalnya pengambilan sampel biopsi
tumor.
a. ablative (pengangkatan bagian tubuh yang
mengalami masalah atau penyakit), misalnya
amputasi, pengangkatan tumor, dan
apendektomi.
b. paliatif (menghilangkan atau mengurangi
gejala penyakit, tetapi tidak
menyembuhkannya), misalnya kolostomi dan
debridemen jaringan nekrotik.
c. rekonstruktif (mengembalikan fungsi atau
penampilan jaringan yang mengalami
malfungsi atau trauma), misalnya fiksasi
interna dan eksterna fraktur dan perbaikan
jaringan parut.
d. transplantasi (mengganti organ atau struktur
yang mangalami malfungsi), misalnya
cangkok (transplantasi) ginjal, total hip
replacement.
e. konstruktif (mengembalikan fungsi yang
hilang akibat anomali kongenital), misalnya:
bibir sumbing, penutupan defek katup jantung
dan perbaikan hiperekstensi lutut
(genurecurvatum)).
Bantu ahli bedah dalam penutupan jaringan. · Prosedur penutupan jaringan dilakukan setelah
1. Perawat instrumen menurunkan risiko cedera tujuan pembedahan sudah selesai dilaksanakan.
dengan mempersiapkan dan memilih sarana Penutupan dilakukan lapis demi lapis sesuai area
penjahitan dengan memperhatikan ketajaman tau jaringan yang telah dilakukan pembedahan.
jarum jahit, benang jahitan yang akan digunakan.
sesuai jaringan yang di jahit dan kondisi atau·
kelayakan instrumen agar kerusakan jaringan
dapat minimal
2. Penjahitan bisa dilakukan ahli bedah atau
asisten bedah. Apabila dilakukan ahli bedah,
maka asistern bedah membantu penutupan
jaingan agar dapat terlaksana secara efektif dan
efisien agar kerusakan jaringan dapat minimal.
Lakukan penutupan luka pembedahan. Penutupan luka selain bertujuan menurunkan
risiko infeksi juga bertujuan untuk menurunkan
risiko cedera pajanan langsung ke area bedah atau
jaringan yang masih belum stabil. Perawat
biasanya memasang spons dan plester adhesi yang
menutupi seluruh spons.

Risiko infeksi intraoperatif berhubungan adanya port de entree prosedur bedah, penurunan
imunitas efek anestesi.
Tujuan: optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur itrabedah.
Kriteria evaluasi: luka pascabedah tertutup dengan kasa.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas klien dan pemeriksaan· .
diagnostik. ·
1. Perawat ruang operasi memeriksa kembali· Hasil pemeriksaan darah albumin untuk menentukan
riwayat kesehatan, hasil pmeriksaan fisik, dan aktivitas agen-agen obat dan pertumbuhan jaringan
berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa luka. Berbagai protesa yang masih belum dilepas
alat protese dan barang berharga telah di lepas akan memberikan akses pajanan yang
mengontaminasi area steril.
Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik cuci tangan
pada tempatnya, gaun yang terdiri dari gaun kedap
air dan baju bedah steril, duk penutup, dan duk
berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai.
Siapkan instrumen sesuai jenis pembedahan. Manajemen insrumen dari perawat scrub sebelum
pembedahan disesuaikn dengan jenis pembedahan.
Sebelum antisipasi apabila diperlukan instrumen
tambahan perawat mempersiapkan alat cadangan
dalam suatu tromol steril yang akan memudahkan
pengambilan apabila diperlukan tambahan alat
instrumen.
Lakukan manajemen asepsis prabedah. Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan
pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis
prabedah meliputi teknik aseptik atau pelaksanaan
scrubbing cuci tangan (lihat kembali bab manajemen
asepsis).
Lakukan manajemen asepsis intraoperasi. · manajemen asepsis dilakukan untuk menghidari
kontak dengan zona steril (lihat kembali manajemen
asepsis) meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian
sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan duk,
penyerahan alat yang diperlukan
petugasscrub dengan perawat sirkulasi.
· manajemen aseosi intraoperasi merupakan tanggung
jawab perawat insturmen dengan mempertahankan
integritas lapangan steril selama pembedahan dan
bertanggung jawab untuk mengomunikasikan kepada
tim bedah setiap pelanggan teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
Lakukan penutupan luka pembedahan. Penutupan luka bertujuan menurunkan risiko infeksi.
Perawat biasanya memasang spons dan
plester adhesif yang menutup seluruh spons.
3. Post operatif

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak sekresi tertahan efek dari
general anastesi
Tujuan: Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria evaluasi: Frekuensi nafas normal, RR dalam batas normal, tidak ada nafas cuping hidung, tidak
sianosis
Intervensi Rasional
Atur posisi klien Posisi supine dengan kepala semi flower 15
derajat dapat meningkatnkan kerja elspansi paru
menuju normal kembali setelah tindakan induksi
oleh obat anastesi
Pantau tanda-tanda ketidakefektifan dan pola nafas Mengetahui sejak dini adanya ketidakefektifan
pola nafas dan waspada adanya danda patologis
lain lebih dini
Ajarkan batuk efektif Mengajarkan batuk efektif berguna bagi klien agar
mudah mengeluarkan secret yang menumpuk
setelah proses pembedahan

Pantau respirasi dan status oksigenasi Mengetahui sejak dini adanya ketidak normalan
Auskultasi Suara nafas atau gangguan pada respires, status oksigenasi
dibawah normal dan waspada adanya danda
patologis lain lebih dini.
Buka jalan nafas · Jalan nafas yang bebas adalah indicator adekuat
Bersihkan sekresi dari status oksigenasi yang baik, terbebas dari
hambatan, dan tidak ada secret yang menumpuk .
Berikan hiperoksigenasi antar tindakan suction Tindakan suction selain bertujuan untuk menyedot
Ajarkan nafas dalam secret yang menumpuk juga dapat menyedot
oksigen dalam tubuh, disini dibutuhkan dukungan
ksigenasi agar tidak terjadi penurunan kadar
oksigen dalam tubuh

Risiko jatuh b.d efek anestesi umum


Tujuan: klien terhindar dari risiko jatuh di ruang recovery room setalah mendapat pengaruh obat
induksi / anestesi
Kriteria evaluasi: Klien dalam kondisi aman saat di ruang RR sampai kembali ke ruang perawatan, tidak
cedera (tidak ada risiko jatuh)
Intervensi Rasional
Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Merupakan indikator perawat dalam meningkatkan
Score dan penilaian skor pemulihan pasca keselamatan klien paska operasi sehingga keselamatan
anestesi klien tetap terjaga di ruangan Recovery room hingga
proses serah terima perawat kamar bedah dengan
perawat ruangan
Tingkatkan keamanan Keamanan merupakan salah satu standar keselamatan
Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/ klien dari risiko jatuh
pagar brankart
Jaga posisi imobil Bedrest ataupun imobilitas dalam rentan waktu yang
telah ditentukan setalah proses pembiusan harus
dilakukan untuk menjaga kestabilan klien dari
hiperaktifitas
BAB III

STUDI KASUS

Tanggal mrs : 09 Mei 2016 ke ruangan Arimbi Jam Masuk : 19:30


Tanggal pengkajian : 09Mmei 2016 No. Rm :139xxx
Jam pengkajian : 19:40 wib
Diagnosa masuk : Teeth Impacted 28, 38
Hari rawat ke : ke-I

Identitas
1. Nama klien : Ny. I
2. Umur : 39 th
3. Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Diploma Iii Farmasi
6. Pekerjaan : Pegawai
7. Alamat : Jl. Nakula Ii No. 07 Puwudadi Grobongan Jawa Tengah
8. Biaya : Bpjs Non Ipb

Keluhan utama
1. Keluhan utama : klien mengeluh sakit pada gigi bagian kiri bawah

Riwayat penyakit sekarang


1. Riwayat penyakit sekarang :
Klien mengatakan sakit giginya sudah berlangsung kurang lebih 6 bulan yang lalu namun tidak
pernah diperiksakan dan hanya mengkonsumsi obat-obat pereda nyeri. Namun sehari yang lalu
sakit gigi klien semakin memberat dan tidak tertahankan sehingga klien memutuskan untuk
memeriksakan diri ke poliklinik untuk mendapatkan pengobatan. Klien memeriksakan diri ke poli
gigi rsd kota semarang pada tgl 09 mei 2016 dan mendapatkan pengobatan dan disarankan untuk
dioperasi keesokan harinya. Klien kemudian disarankan untuk rawat inap pada hari itu juga untuk
persiapan operasi. Klien ditransfer ke ruangan rawat inap arimbi pada pukul 19.30 dan klien mulai
menjalani persiapan operasi meliputi puasa (6 jam) ,

Riwayat penyakit dahulu


1. pernah dirawat : ya tidak kapan : diagnosa :
2. riwayat penyakit kronik dan menular : ya tidak jenis :
riwayat kontrol :
Riwayat penggunaan obat :analgetik untuk mengurangi sakit gigi
3. Riwayat alergi : tidak ada
obat ya tidak jenis :

makanan ya tidak jenis :

Masalah Keperawatan :
lain-lain ya tidak jenis :
Tidak ada masalah keperawatan yang
4. riwayat operasi : ya tidak ditemukan
-

Observasi dan pemeriksaan fisik


1. Tanda-tanda vital
S: 36,8 ºc n : 99x/menit td : 110/70mmhg rr : 20x/menit
kesadaran : composmentis apatis somnolen sopor koma
2. Sistem pernafasan
a. Rr :20x/menit
b. keluhan : tidak ada sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : tidak produktif tidak produktif
Sekret :tidak ada konsistensi :
Warna: bau :
c. penggunaan otot bantu nafas : tidak ada
d. Pch : ya tidak
e. irama nafas : teratur tidak teratur

3. sistem kardiovaskuler
a. Td :110/70 mmhg Masalah Keperawatan :
b. N :99x/menit Tidak ada masalah
c. Hr :99x/menit
d. keluhan nyeri dada : ya tidak
P irama jantung : reguler ireguler
e. Suara jantung : normal (s1/s2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis :
g. Crt :< 2 detik
h. akral : hangat kering merah basah pucat
panas dingin
i. sirkulasi perifer : normal menurun
j. Jvp :tanpa distensi vena jugulasris
4. sistem persyarafan
a. S : 36,8 ºc /axilla Masalah Keperawatan :
b. Gcs : e=4, v=5 m=6
c. refleks fisiologis : patella tricep bicep Nyeri kronik
d. refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing : ya tidak, nyeri pada gigi
P :nyeri semakin bertambah ketika makan sesuatu yang keras atau nyeri tanpa sebab
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, menjalar hingga ke rahang bawah dan ke wajah
R : gigi geraham kiri atas dan kiri bawah menjalar hingga ke rahang atas dan bawah
S : skala nyeri sebelum diberikan analgetik adalah 8, namun saat dikaji skala nyeri 3
(nyeri ringan dengan rentang skala nyeri 0-10)
T : durasi waktu nyeri kurang lebih 5 menit setiap kali nyeri

f. pupil : anisokor isokor


g. sclera : anikterus ikterus
h. konjunctiva : ananemis anemis
i. Istirahat/tidur : jam/hari gangguan tidur : tidak ada namun semalam klien
mengalami disomnia karena kawatir menghadapi operasi hari berikutnya

5. sistem perkemihan
a. Kebersihan genital :tidak terkaji Masalah Keperawatan :

Tidak ada masalah


b. sekret : ada tidak
c. ulkus : ada tidak
d. kebersihan meatus uretra : bersih kotor
e. keluhan kencing : ada tidak
Bila ada, jelaskan
Klien mengatakan air kencing berwarna kuning terang
f. Kemampuan berkemih :
spontan alat bantu, sebutkan terpasang dc sebagai persiapan operasi
jenis : dower catheter
ukuran :no.16
hari ke- : 1
g. Produksi urine :60-70 ml/jm
Warna : kuning terang
Bau :khas amoniak
h. kandung kemih membesar : ya tidak
i. nyeri tekan : ya tidak
j. Intake cairan : oral :± 1500-2000cc/hari parenteral : 1500cc/hari

6. sistem pencernaan
a. Tb :170 cm bb :60 kg Masalah Keperawatan :
b. Imt : 20,7 interpretasi :gizi baik
Tidak ada masalah
c. mulut : bersih kotor berbau
d. membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan : tidak ada masalah
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Diit khusus :
Puasa selama 6 jam sebelum operasi
g. nafsu makan : baik menurun frekuensi: x/hari

7. Sistem integumen
a. pergerakan sendi : bebas terbatas
b. kekuatan otot : 5 5
5 5 Masalah Keperawatan :

Tidak ada masalah


c. kelainan ekstremitas : ya tidak
d. kelianan tulang belakang : ya tidak
- Frankel :
e. fraktur : ya tidak
- Jenis :
f. traksi : ya tidak
g. Rom : aktif di kedua ekstremitas

8. Sistem integumen
a. Penilaian risiko decubitus
Kriteria penilaian
Aspek yang
dinilai 1 2 3 4 Nilai

Persepsi Terbatas Keterbatasan Tidak ada 4


Sangat terbatas
sensori sepenuhnya ringan gangguan
Terus
Kelembaban menerus Sangat lembab Kadang2 basah Jarang basah 4
basah
Lebih sering 4
Aktivitas Bedfast Chairfast Kadang2 jalan
jalan
Immobile Keterbatasan Tidak ada
Mobilisasi Sangat terbatas
sepenuhnya ringan keterbatasan
Kemungkinan 4
Nutrisi Sangat buruk Adekuat Sangat baik
tidak adekuat
Tidak
Gesekan & Potensial 3
Bermasalah menimbulkan
pergeseran bermasalah
masalah
Note : klien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa
klien berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers). 19
Total nilai
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderat risk, 12 or less = high
risk)
Masalah Keperawatan :

Tidak ada masalah

Pengkajian psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien sangat cemas terhadap operasi yang akan dihadapi bebera jam lagi, persepsi klien terhadap
rencana operasi giginya dianggap sangat mendadak sehingga membuatnya sangat cemas tentang
prosedur operasi. Klien bertanya-tanya tentang operasi gigi terus-menerus dan bagaimana
hasilnya nanti kepada perawat traine dan klien juga menanyakan waktu operasinya karena klien
tidak tahu kapan operasinya dimulai karena klien hanya disuruh berpuasa sejak tengah malam
pukul 21.30.
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri :
klien hanya mengeluh takut akan ada perubahan pada dirinya ketika beberapa buah dari giginya
dicabut setelah operasi. Klien kawatir akan mengganggu proses makannya dan akan merubah
penampakan wajahnya khususnya saat berbicara. Klien mengawatirkan banyak hal sehingga
menjadi gelisah.
Masalah Keperawatan :

Ansietas

Defisit pengetahuan
MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE

Intraoperatif

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI


1 Riwayat jatuh :apakah klien Tidak 0 0
pernah jatuh dalam 3 bulan Ya 25
terakhir?
2 Diagnosa sekunder: apakah Tidak 0 0
lansia memiliki lebih dari Ya 15
satu penyakit?
3 Alat bantu jalan: 0 0
- Bed rest/ dibantu perawat
- Kruk/ tongkat/ Walker 15
- Berpegangan pada benda- 30
benada di sekitar (kursi,
lemari, meja)
4 Terapi intravena: Apakah saat Tidak 0
ini klien terpasang infus? Ya 20 20
5 Gaya berjalan/ cara berpindah: 0
- Normal/ bed rest/ immobile
(tidak dapat bergerak
sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10 10
- Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6 Status mental
- Klien menyadari kondisi
dirinya 0 0
- Klien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
TOTAL NILAI 30 (risiko rendah)

Postoperatif

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI


1 Riwayat jatuh :apakah klien Tidak 0 0
pernah jatuh dalam 3 bulan Ya 25
terakhir?
2 Diagnosa sekunder: apakah klien Tidak 0 0
memiliki lebih dari satu Ya 15
penyakit?
3 Alat bantu jalan: 0 0
- Bed rest/ dibantu perawat
- Kruk/ tongkat/ Walker 15
- Berpegangan pada benda- 30
benada di sekitar (kursi,
lemari, meja)
4 Terapi intravena: Apakah saat Tidak 0
ini klien terpasang infus? Ya 20 20
5 Gaya berjalan/ cara berpindah: 0
- Normal/ bed rest/ immobile
(tidak dapat bergerak
sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10 10
- Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6 Status mental
- Klien menyadari kondisi
dirinya 0 0
- Klien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
TOTAL NILAI 30 (risiko rendah)

Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, ekg, usg, dll)


1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 09 mei 2016

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


1. Hematologi
Hemoglobin 13.2 G/ dl 11.7-15.5
Hematokrit 39.60 % 35-47
Jumlah eritrosit 5.47 /µl 4.2-5.4
Jumlah leukosit 12.7 /µl 3.6-31.0
2. Hitung jenis
Neutrofil 67.0 % 50-70
Limfosit 26.7 % 25-40
Monosit 4.6 % 2-8
Eosinofil 1.3 % 2-4
Basofil 0.4 % 0-1
Jumlah trombosit 420 Ml 160-400
Mcv 72.4 Fl 80-100
Mch 24.1 Pg 26-34
Mchc 33.0 % 32-36
Masa pendarahan/bt 02min 50sec 2-7
Masa pembekuan/ct 03min 30sec 4-10
3. Kimia klinik
Glukosa darah puasa 93 Mg/ dl 70-110
Natrium 139.0 Mmol/ l 135-147
Kalium 4.60 Mmol/l 3.5-5.0
Calsium 1.22 Mmol/l 1.12-1.32
4. Imunologi
Hbsag Negatif Negatif

2. Ekg (normal sinus rhytm)


3. Foto panoramic gigi
4. Foto thorax

Terapi
1. Preoperasi:
Cairan RL 20 tpm/iv
Cefotaxime 2 x 1 gr /iv
2. Premedikasi induksi:
Ondansentron 4mg
Methylprednisolone 125 mg
Dipenhydramine 10 mg
3. Analgetik perioperative:
a. Tramadol 100 mg/iv dripp dalam Tetrasfan 500cc
b. Dextrometorpan 50mg/iv bolus
4. Induksi general anesthesi:
a. Nasofaringeal Tube no. 6.5
b. Propofol 150mg/IV,
c. Fentanyl 100mg/IV,
d. Atrakurium 15m/IV
5. Maintainance
a. N2O 3 L/ menit dan
b. O2 nasal 6 L/ menit

Data tambahan lain

Semarang , 10 Mei 2016

(Team)
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 Preoperasi: Reaksi inflamasi non Nanda: domain 9, class 2:


infeksi fase jaringan coping responses – 00146
DS: Klien mengatakan sangat cemas terhadap disekitar gigi anxiety (kecemasan)
operasi yang akan dihadapi bebera jam lagi,
persepsi klien terhadap rencana operasi terjadilah pembengkakan
giginya dianggap sangat mendadak sehingga
membuatnya sangat cemas tentang prosedur menekan persyarafan
operasi. disekitar gusi

DO: Nyeri kronik


1. Ekspresi wajah tegang
2. Menyatakan secara verbal cemas terhadap Rencana Operasi
operasi yang akan dihadapi dan hasil
operasi Anxiety
3. Kontak mata yang kurang
4. Disomnia sehari sebelum jadwal operasi
5. Klien terus bertanya-tanya tentang prosedur
operasi yang akan dihadapi

2 DS:Klien bertanya-tanya tentang operasi gigi Reaksi inflamasi non Nanda: domain 5, class 4:
terus-menerus dan bagaimana hasilnya nanti infeksi fase jaringan cognition – 00126
kepada perawat IBS saat melakukan BHSP disekitar gigi deficient knowledge
dengan klien sebelum operasi (kurang pengetahuan)
DO (NANDA): terjadilah pembengkakan
1. Klien tidak mengetahui tentang prosedur
operasi, berapa lama operasinya, bagaimana menekan persyarafan
perawatan setelah operasinya disekitar gusi
2. Klien tidak tahu siapa operator bedahnya
dan team operasi yang akan menanganinya. Nyeri kronik
3. Klien tidak tau jam berapa operasinya
dimulai. Klien hanya disuruh berpuasa dari Rencana Operasi
semalam.
Paparan informasi
inadekuat

Deficient Knowledge

3 Intraoperatif: Prosedur Anastesi NANDA, Class 2. Physical


DS: - Injury: 00087- Risk for
DO (NANDA): General Anastesi (GA) perioperative
1. Klien diposisikan supine dengan sanggahan positioning injury
plabot infus di bagian leher sehingga Deepressed SSP (risiko cedera akibat
hiperekstensi leher pemberian posisi
2. Klien dalam Penurunan Kesadaran perioperasi)
3. kondisi penurunan kesadaran (disorientasi),
penurunan persepsi sensori akibat General Gangguan
anesthesia sensorik/persepsi
4. Klien dalam keadaan imobilisasi dan
kekuatan otot bernilai 1 Disorientasi

Risiko Cedera akibat


pemberian posisi
perioperative
4 DS : - Prosedur pembedahan NANDA: Domain 11, Class
DO: 1: Infection – 00004
1. Klien terpasang DC hari I, terpasang IV Tindakan infasif Risk for infection (risiko
cath no.18 menetes RL 20 tpm Infeksi)
2. Penurunan fungsi siliaris tubuh efek Odontektomy
anastesi
3. Perubahan integritas kulit (gusi dan jaringan Jaringan/ lapisan pulpa
di sekitar) akibat pencabutan dental
Port de entre
microorganism ke dalam
tubuh

Risiko Infeksi

5 DS:- NANDA: Domain 11.


Prosedur Anastesi Safety/ Protection, Class
DO: 2. Physical Injury-
General Anastesi (GA) 00155 Risk for fall
1. Klien mengalami penurunan kesadaran (risiko Jatuh)
Deepressed SSP
dibawah efek GA (Propofol, Fentanil dan
Penurunan Kesadaran
Atracorium) dengan Nitrogen 3L/menit dan
Risiko Jatuh
Oksigen 6L/ menit

2. Kekuatan otot klien 1

3. Terpasang NT (Nasofaringeal Tube) dan

tubuh terpapar suhu ekstrim ruangan (suhu

ruangan 16˚C)

4. Skoring MFS menunjukan nilai 30 (risiko

rendah jatuh)

6 DS:- Prosedur pembedahan NANDA: Domain 11.


Safety/ Protection, Class
DO (NANDA): Kamar operasi dengan 6. Thermoregulation-
suhu rendah (16˚C) 00253 Risk for
1. Suhu ruangan operasi mencapai 16 ˚C hypothermia (risiko
Linen yang terpasang Hipotermi)
2. Klien menggunakan linen yang tipis dan tipis, baju klien tipis

kemudian dibuka setengahnya Proses perpindahan kalor


konduksi, radiasi,
3. Vasodilatasi pembuluh darah dan pori- koneveksi dan
evaporated
pori kulit efek anastesi

4. proses perpindahan panas tubuh ke Efek vasodilatasi tubuh

ruangan melalui konduksi (kulit ke meja Risiko hipotermia

operasi), konveksi (tubuh ke sekitar tanpa

pengantara), evaporasi (penguapan) dan


radiasi

5. suhu tubuh klien intra operasi 35,6˚C

7 Postoperatif: NANDA: Domain 11.


Prosedur Anastesi Safety/ Protection, Class
DS: - 2. Physical Injury-
General Anastesi (GA) 00155 Risk for fall
DO: (risiko Jatuh)
Deepressed SSP
1. Kesadaran composmentis namun belum
Penurunan Kesadaran
mampu berkomunikasi penuh
Risiko Jatuh
2. Kekuatan otot klien 3

3. Klien berada di ruang pemulihan (recovey

room)

4. Vital sign, BP 120/70 mmHg, P= 90

x/menit, 16x/menit, T=36 ˚C dan SpO2=

98%

5. Skoring MFS menunjukan nilai 30 (risiko

rendah jatuh)

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

TANGGAL : 10 Mei 2016

1.
2.
3.
4.
5.
6.
RENCANA INTERVENSI
HARI/ DIAGNOSA KEPERAWATAN
WAKTU INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
19: 45 NANDA: Domain 5, Class 4: Cognition – 00126 Deficient NIC (Pengetahuan pembedahan):

Knowledge (Kurang Pengetahuan) berhubungan


1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
inadekuatnya paparan informasi tentang prosedur operasi dan 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),

dampak operasi bagi klien identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi


tentang klien
09 Mei 2016 NOC: Pengetahuan klien tentang prosedur, setelah diberikan
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif
penjelasan selama 10 menit, klien mengerti proses
pengobantan
penyakitnya dan Program perawatan serta Therapi yg
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diberikan dengan Kriteria hasil:
a. Klien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan. digunakan untuk mencegah komplikasi
b. Klien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi 5. Diskusikan tentang terapi dan
keperawatan.
c. Klien dan keluarga secara subjektif menyatakan bersedia pilihannya
dan termotivasi untuk melakukan aturan atau prosedur 6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/
prabedah yang telah dijelaskan.
d. Klien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif mendukung
daan pascaanestesi. 7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit,
e. Klien dan keluarga mampu mengulang kembali secara
narasi mengenai itervensi prosedur pascaanestesi. prosedur operasi
f. Klien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap NIC : Teaching (Pre operatif)
instruksi dan latihan praoperatif.
g. Klien dan keluarga memahami respons pembedahan secara 10. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur
fisiologis dan psikologis. operasi/perawatan
h. Secara subjektif klien menyatakan rasa nyaman dan
relaksasi emosinonal.
11. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur
i. Klien mampu menghindarkan cedera selama periode
perioperatif. operasi/perawatan
12. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien
tentang prosedur operasi yang akan dilakukan
13. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
14. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama prosedur
operasi/perawatan
15. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur
operasi/perawatan
16. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk
mengontrol beberapa aspek selama prosedur
operasi/perawatan (relaksasi da imagery)
17. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani
18. Lengkapi ceklist operasi

NANDA: Domain 9, Class 2: Coping responses – 00146 - NIC: Penurunan kecemasan


Anxiety (Kecemasan ) 1. Bina hubungan saling percaya
2 19:48 NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional 2. Libatkan keluarga
NOC: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan 3. Jelaskan semua prosedur tindakan
perawatan selama 2x24 jam cemas klien hilang atau berkurang 4. Hargai pengetahuan klien tentang penyakitnya
dengan indikator: 5. Bantu klien untuk mengefektifkan sumber
Klien mampu: dukungannya
1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas 6. Berikan reinfocement untuk menggunakan sumber
2. Mampu menggunakan koping koping yang efektif
3. Dapat lebih rileks dan santai
4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat
menyebabkan cemas

NANDA, Class 2. Physical Injury: 00087- Risk for NIC: surgical precousen
perioperative positioning injury (risiko cedera akibat Aktifitas:
pemberian posisi perioperasi)
1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai
Resiko cedera dengan faktor resiko: pemberian posisi
kebutuhan
perioperatif
10 Mei 2016 10: 20
2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
NOC: control resiko cedera
Indikator: tidak terjadi injuri akibat posisi klien saat pembedahan Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang

tertinggal dalam tubuh klien

NANDA: Domain 11, Class 1: Infection – 00004 Risk for


infection (risiko Infeksi) NIC: kontrol infeksi intra operasi

Resiko infeksi, dengan faktor resiko: Aktifitas:


10 Mei 2016 10: 35 1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi
Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC
NOC: Kontrol infeksi, selama dilakukan tindakan operasi tidak 2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik

terjadi transmisi agent infeksi dengan Kriteria hasil: Alat dan


bahan yang dipakai tidak terkontaminasi

NANDA: Domain 11. Safety/ Protection, Class 6.


Thermoregulation-00253 Risk for hypothermia (risiko
Hipotermi)
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang
dingin
10 Mei 2016 10: 40
NOC: control temperature NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif
Kriteria : Aktivitas:
1. Temperature ruangan nyaman 1. Atur suhu ruangan yang nyaman
2. Tidak terjadi hipotermi 2. Lindungi area diluar wilayah operasi

NIC

NANDA: Domain 11. Safety/ Protection, Class 2. Physical 1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score dan
Injury-00155 Risk for fall (risiko Jatuh) penilaian skor pemulihan pasca anestesi
NOC: klien bebas dari risiko jatuh di ruang recovery room 2. Tingkatkan keamanan
setalah mendapat pengaruh obat induksi / anestesi 3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/ pagar
10 Mei 2016 11:05 brankart
Kriteria evaluasi: Klien dalam kondisi aman saat di ruang RR
sampai kembali ke ruang perawatan, tidak cedera (tidak ada 4. Jaga posisi imobil
risiko jatuh)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Senin/ 09 Mei 2016/ 1 NIC (Pengetahuan pembedahan): √ 09.10 S: klien mengatakan sudah paham
sore mengenai prosedur operasi, lama operasi
19:40 1. Melakukan pengkajian tentang pengetahuan berlangsung dan hal-hal yang harus
klien tentang penyakitnya dilakukan dan diperhatikan setelah
19.45 2. Menjelaskan tentang proses penyakit (tanda dan operasi.

gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. O:


1. klien dapat menjelaskan kembali
Jelaskan kondisi tentang klien
secara verbal apa yang telah
3. Mnjelaskan tentang program pengobatan
19.48 disampaikan oleh perawat mengenai
4. Mendiskusikan bersama dengan klien mengenai
prosedur operasi, lamanya waktu
19.50 perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan operasi serta hal-hal yang perlu
untuk mencegah komplikasi dan mengenai diperhatikan oleh klien post operasi
terapi pilihannya 2. klien sudah tidak bnyak bertanya-
5. Melakukan pendekatan dan membina hubungan tanya menegani operasinya

saling percaya dengan klien untuk 3. klien kooperatif terhadap setiap


19.53 tahapan yang diberikan dan disiapkan
mengksplorasi kemungkinan sumber yang bisa
dalam operasinya
digunakan/ mendukung
4. klien nampak tenang di ruang
6. Menanyakan kembali pengetahuan klien tentang
penerimaan
19.55 penyakit, prosedur operasi A: masalah teratasi
NIC : Teaching (Pre operatif) P: Intervensi dihentikan
7. Menjelaskan kepada klien waktu pelaksanaan
prosedur operasi/perawatan
19.58
8. Meginformasikan klien mengenai lama waktu
pelaksanaan prosedur operasi/perawatan

20.00 9. Melakukan pengkajian pengalaman klien dan


tingkat pengetahuan klien tentang prosedur
operasi yang akan dilakukan
10. Menjelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
bagi penyakit klien saat ini
11. Menganjurkan klien untuk berpartisipasi secara
kooperatif selama prosedur operasi/perawatan
12. Menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur operasi/perawatan meliputi
hal-hal asuhan keperawatan anastesi dan bedah
meliputi tahapan-tahapan bangun postoperasi,
pantangan makan jika klien merasa mual
bahkan muntah, tidur tanpa bantal tinggi, serta
boleh bangun dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.
13. mengajarkan klien menggunakan tehnik koping
untuk mengontrol beberapa aspek selama
prosedur operasi/perawatan (relaksasi da
imagery) salah satunya adalah teknik napas
14. memastikan kembali mengenai persetujuan
operasi telah ditandatangani
15. melengkapi ceklist operasi yang telah
disedikan
2 √ 09.15 S: Klien mengatakan sudah mulai tenang
NIC: Penurunan kecemasan
dibandingkan sebelumnya karena sudah
1. Membina hubungan saling percaya dengan
paham tentang prosedur operasi yang kan
cara memperkenalkan diri dan tim kepada klien. dihadapi olehnya karena telah dijelaskan
Menjelaskan tugas dan peran setiap tim dalam oleh perawat bedah serta diberi dukungan
tindakan operasi yang akan dijalani oleh klien penuh oleh suami dan anak-anaknya serta
2. Melibatkan keluarga klien saat menjelaskan keluarga besarnya.

tentang prosedur operasi O:


1. Klien tampak rileks/ santai saat diajak
3. Menjelaskan semua prosedur tindakan
berkomunikasi di ruang penerimaan
4. Menghargai setiap pengetahuan klien tentang
2. Klien kooperatif dalam setiap tahapan
penyakitnya
prosedur operasi
5. Membantu klien untuk mengefektifkan sumber 3. Status hemodinamik klien dalam
dukungannya yang bersumber dari keluarganya batas normal. Vital sign klien, BP=
baik berupa doa dan dukungan dari pihak 110/ 70 mmHg, P=90x/menit, RR=

keluarga 20x/menit, T= 36,6ºC/ axilla


A: masalah teratasi
6. Memberikan reinfocement positif kepada klien
P: Intervensi dihentikan
untuk menggunakan sumber koping yang efektif
dalam mengahadapi operasinya

Selasa/ 10 Mei 2016/ 3 NIC: surgical precaution √ 10.34 S:-


Pagi O:
Aktifitas:
1. Klien tampak tiduran di meja operasi
1. Memposisikan klien pada meja operasi dengan
dengan posiisi supinasi terpasang
posisi sesuai kebutuhan prosedural operasi fiksasi
2. Klien bebas dari cedera tekanan
yakni dengan posisi supine dan difiksasi
sendi terhadap meja operasi
2. Memantau penggunaan instrumen, jarum dan
3. Tidak ada jejas apapun pada sendi
kasa tubuh klien
4. Sirkulasi perifer klien baik, CRT < 2
3. Memastikan tidak ada instrumen, jarum atau
menit
kasa yang tertinggal dalam rongga mulut klien
A: masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

Selasa/ 10 Mei 2016/ 4 NIC: kontrol infeksi intra operasi √ 10.40


Pagi S :-
Aktifitas:
O:
1. operator, asisten operator, intrumen
1. Menggunakan pakaian khusus ruang operasi
menggunakan jas op dan hsndskun
streril
2. Semua alat yg digunakan dijamin
dengan mempertahankan prinsip sterilitas strerilisasinya
3. Kelengkapan alat, cara kerja alat
2. Mempertahankan prinsip steril di ruangan dipastikan tidak merusak jalannya
operasi
selama proses operasi berlangsung A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi

Selasa/ 10 Mei 2016/ 5 NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif √ 10.50 S: -


Pagi O:
Aktivitas:
1. Klien bebas hipotermi, Suhu 36,5ºC
1. mengatur suhu ruangan yang nyaman bagi klien
2. Akral klien teraba dingin
dan sesuai dengan protap kamar bedah yakni 3. Klien tidak menggigil
4. Sirkulasi perifer baik, CRT < 2 detik
sebesar 22ºC dengan suhu AC 18ºC

2. memantau perubahan hemodinamik klien

meliputi vital sign khususnya temperature tubuh

klien

Selasa/ 10 Mei 2016/ 6 NIC √ 11.05 S:


Pagi O:
1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score
1. Skoring MFS sebesar 20 dalam
dan penilaian skor pemulihan pasca anestesi
kategori risiko jatuh rendah
2. Tingkatkan keamanan 2. Klien bebas dari jatuh
3. Skor post anestesi (Aldrete score)
3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/
sebesar 10 atau klien dapat ditransfer
pagar brankart
ke ruangan interna
4. Jaga posisi imobile klien atau miring jika 4. Klien sudah paham hal-hal yang
harus dilakukan setelah general
diperlukan
anastesi
BAB VI

Penutup

A. Kesimpulan

Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan dimana gigi

mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang oleh gigi dan tulang

sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup. Penatalaksanaan medis adalah dengan

melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam

tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi (terpendam).

Kasus gigi impaksi biasanya menimbulkan penyakit karena gigi tersebut susah untuk

dibersihkan, sehingga menjadi sarang bakteri. Apabila menimbulkan gejala-gejala seperti migren,

kepala pusing, sakit saat buka mulut, dan telinga berdengung harus dilakukan pencabutan gigi

impaksi yang disebut dengan odontektomi.

Focus pengkajian :

a). Identitas pasien

b).Riwayat penyakit sekarang

c).Riwayat penyakit dahulu

d). Pengkajian fisik

 TTV

 Pernafasan

 Kardiovaskuler

 Perkemihan

 Pencernaan
 Integrumen

f). Psikososial

 Pemeriksaan penunjang

 Lab. Darah lengkap

 Foto panoramic

g). Diagnosa

 Pre : Kecemasan, kurang pengetahuan

 Intra: Resiko jatuh, Hipotermi, Cidera akibat posisi

 Post : Resiko jatuh

B. Saran

a). Mahasiswa dapat mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan odontektomi
b). Mahasiswa dapat memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan
keperawatan perioperati klien dengan tindakan operatif odontektomi
c). Mahasiswa dapat mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan
odontektomi
d). Mahasiswa dapat mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif
klien dengan tindakan odontektomi
e). Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan
perioperatif klien dengan tindakan odontektomi
DAFTAR PUSTAKA

1. Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi


terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental
Journal 2005;10(2):73-4

2. Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi
komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d
Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/
Accessed Juni 6, 2011

3. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto,
Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3

4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi
gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007;
6(2):65-6

5. Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang
bawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal
MIKGI 2002;IV(7):154-6

6. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi gigi


molar ketiga rahang
bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dent
al
Assocation 2009;58(2):20

7. Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila


dengan kombinasi teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus).
Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95

8. Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi impaksi
1.1 secara pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and
Maxillofacial Surgeon 2004:229-30
9. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed.
Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148

10. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5

11. Sinan A, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Changes in mandibular third molar
angle and position after unilateral mandibular first molar extraction. American
Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 2006;129(1):37

12. Beek GCV. Morfologi gigi 2nd ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L.
Jakarta:EGC;1996,p.101

13. Harshanur IW. Anatomi gigi. Jakarta : EGC;1991,p.221,239

14. Metalita M. Pencabutan gigi molar ketiga untuk mencegah terjadinya gigi
berdesakan anterior rahang bawah. Available from :URL: http://www.pdgi-
online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=582&Itemid=1
Accessed Juni 19, 2011

15. Obimakinde OS. Impacted mandibular third molar surgery; an overview.


Dentiscope 2009;16:2-3

16. Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa:
Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126-7

17. Lukman D. Penentuan lokasi roentgnografi gigi impaksi. Journal of the


Indonesian Dental Association 2004;54(1):10-13

18. Marzola C, Comparin E, Filho JLT. Third molars classifications prevalence in


the cities of cunha pora, maravilha and palmitos in the northwest of santa catarina
state
in brazil. Available from: URL:http://www.actiradentes.com.br/revista/2007/text
os/3RevistaATO-Prevalence_Third_Molars_Positions-2007.pdf
Accessed Juni 6, 2011
LAMPIRAN 1:

Prosedure tindakan operasi odontektomi

Alat yang dibutuhkan

Set Bedah Mulut

1. Sponge Holding Forcep 1.


2. Bengkok 1.
3. Kom Kecil 2.
4. Doek Klem 4.
5. Handle scaple no. 3 1.
6. Spreader / Self Retraining Retractor 1.
7. Needle Holder 20 cm gold 2.
8. Tongue Spatel 2.
9. Pinset Lebar ujung Kecil 2.
10. Pinset Bengkok Kecil Langular 2.
11. Pinset Kecil Lengkung Curved 1.
12. Pinset Panjang Ujung Kecil 1.
13. Pinset Bengkok Beyonet 1.
14. Canul Suction Type De Bakery 1.
15. Pean Bengkok 20 cm 2.
16. Ovarium Clamp 1.
17. Gunting Jaringan 15 cm (tumpul/tajam) 2.
18. Gunting Benang 14 cm 2.
19. Trianggle 20cm 1.
20. Mouth Bags 1.
21. Respatorium 1.
22. Langen Back 1.
23. Allis Clamp 1.
24. Bak Instrument 1.

Set Pendukung (Bedah Mulut)

1. Spuit injeksi dan extracain

2. Scapel dan scapel holder

3. Bur bulat

4. Needle dan Needle holder

5. Bone file

6. Pinsent chirurgi

7. Suction

8. Tang molar RB

9. Bein
10.Suture
Set Tambahan

1. Hanscoon Seril 3 pasang


2. Kassa 30 lembar
3. Bisturi no. 11
4. Spuit 10cc
5. Suction
6. Nacl
7. Povidon Iodin
8. Benang T.Chromic 2-0 (round)

Linen

1. Duk Kecil 2.

2. Duk Sedang 2.

3. Duk Besar 2.

4. Gaun Operasi 3.

5. Towel Hand 3.

Premedikasi

Ondancentron 4mg

Methylprednisolon 125mg

Dipenhyramine 10mg
Anesthesi

Jenis Anesthesi : GA (General Anesthesi)

Dengan : Propofol 150mg

Fentaine 100mg

Atracorium 25mg

Alergi (-)

Asma (-)

Langkah Operasi

Pre Operasi

1. Pengkajian H-1 :

Tgl. 09-05-2016, Jam : 19:40

 Mengucapkan salam, memperkenalkan diri perawat (BHSP)


 Identifikasi pasien
 Menanyakan keluhan pasien
 Menanyakan kesiapan pasien saat mau operasi
 Persiapan fisik, dan psikologis pada pasien oleh perawat di ruang perawatan
 Persiapan pembersihan diri pasien yaitu mandi
2. Pasien datang di ruang serah terima IBS RSUD Kota Semarang dari ruang Arimbi RSUD
Kota Semarang
3. Timbang terima perawat IBS - Perawat Ruangan (mengisi cheklist penerimaan pasien )
 Mempersiapkan dan melengkapi inform concent yang dibutuhkan
 Memeriksa identitas pasien dan kelengkapan pasien yang akan dioperasi
 Memeriksa keadaan umum pasien dan memberikan tanda jika ada tanda khusus (fall
risk atau allergy)
4. Pasien diantar ke OK 6
5. Pasien di posisikan dalam keadaan supine di meja operasi
SING IN ( dilakukan sebelum induksi di hadiri oleh perawat ibs, dr anestesi)

Tabel (lampiran 2)

6. Persiapan proses induksi oleh tim anesthesia (GA)


Intra Operasi

7. Perawat instrument menyiapkan alat, cuci tangan bedah, gauning, gloving,

8. Asepsis dan antisepsis daerah operasi

1. Melakukan desinfeksi pada area mulut sekitar pasien dengan povidon iodine
2. Melakukan proses drapping
Time Out ( kode time out oleh scrub nurse dan di bacakan oleh sirculating nurse )

Tabel Time Out ( Lihat lampiran 2)

1. Operator bedah memasang spreader/self retraining retractor ,sebelumnya asisten memberikan


jelly di mukosa bibir
2. Asisten memegang suction dan tongue spatel
3. Operator bedah mulai melakukan insisi dengan bisturi no.11 pada gusi , memisahkan gusi
dengan rasparaturium sampai gigi terlihat.
4. Operator menggunakan boor mata boor bulat untuk memisahkan gigi dengan tulang , mata
boor panjang untuk membelah gigi.dan dilakukan irigasi
5. Operator menggunakan benhin untuk menggoyangkan gigi
6. Gigi dicabut dengan roots and incosors and cupids
7. Gunakan crayer untuk mencungkil sisa akar gigi
8. Irigasi dengan Nacl dengan spuit 10cc, lakukan proses suctioning
9. Hentikan perdarahan dan lakukan jahit gusi dengan cromic 2/0 teper

10. Setelah bersih, lakukan penghitungan jumlah alat instrument, dan kassa
Sign Out

Tabel (lihat Lampiran 2)

11. Bersihkan area mulut dengan Kassa yang dibasahi dengan Nacl
12. Lepas spreader / self retraining retractor
13. Rapikan linen dari pasien, lepas doek clamp
14. Mengahiri proses induksi, bangunkan pasien (oleh tim anesthesi)
15. Mempersiapkan pasien untuk diantar ke ruang recovery room

Post Operasi
Pemantauan di Recovery Room

1. Posisi tidur sims / miring kanan di RR

2. Vital sign dalam batas normal


TD: 120/70 mmHg Nadi: 90x/m RR: 16x SpO2: 98%

Adelt score

Aktivitas : 2 (mampu menggerakan 4 ektremitas)

Pernafasan : 2 (dapat bernafas dalam)

Sirkulasi : 2 (TD ± 20 mmHg level pra anestesi)

Kesadaran : 2 (sadar sempurna)

Saturasi : 2 (dapat mempertahankan SO2 > 92% pada udara kamar membutuhkan
inhalasi O2 untuk mempertahakan)

Kesimpulan skor : 10

3. Setelah 15 menit di ruang recovery room, pasien di pindahkan ke ruang rawat inap Arimbi
oleh perawat ruangan
4. Timbang terima dengan perawat Ruang Arimbi
operan pada perawat ruang, medikasi ( lihat lampiran 3 ) , klien boleh makan jika tidak ada
mual dan muntah, dan boleh bergerak setelah 1x24 jam (jika tidak pusing).
LAMPIRAN 2:

DOKUMENTASI VISITE H-1

SURGICAL SAFETY FORM

Nama :.Ny. I Umur 39 th (P) Reg: 139xx Ruang Arimbi Kls

VIP

Alamat : : Jl. Nakula Ii No. 07 Puwudadi Grobongan Jawa Tengah JaminanBPJS Non IPB

DPJP. Dr. Paul Anestetis dr. Donny, Sp.An

V Ajarkan pasien cara batuk efektif, nafas dalam, exercise extrimitas bawah dan anjurkan pada pasien untuk melakukan
I segera setelah pasien sadar dari anestesi
S
I
T
E

R
A
W
A Diagnosa praoperasi Rencana Operasi
T
Teeth Impacted 28, 38 Odontektomi
I
N Rencana anestesi TT Pembimbing TT Pratikan
A
P
Premedikasi diberikan di OK Dwy Setyana Team

Istimasi waktu yang dibutuhan ±30 menit Alat khusus set penunjang operasi gigi

Berikan tanda garis (–) menggunakan pental permanent marker pada gambar di bawah ini dan Diskriptifkan area operasi dan
pada tubuh pasien sesuai dengan rencana area tempat insisi luka operasi bila memungkinkan. tempat insisi operasi

Depan Belakang Sisi kanan Sisi kanan Site marking tidak dapat
diterapkan namun marking
dibuat langsung pada hasil
foto panoramic klien.

Posisi pasien dalam operasi…: supine position, neck hiperekstention.

Persiapan Preoperasi oleh parawat asal pasien dan timbang terima dengan perawat kamarr operasi

 Gelang identitas Mandi Keramas Penyakit Kronis Asal pasien IBS

 IC Bedah (L/TL) Persiapan Kulit  DM Tensi 120/70 Tensi 120/80

IC Anestesi (L/TL) Lavement  TB Paru Nadi 98 Nadi 90………


I
R Gigi palsu Puasa jam…24.00  Hipertensi Nafas 16…… Nafas 20…
N
36,5…
A
Soft lens  Infus  Hepatitis B-C-A Suhu … Suhu 36.5…

& Lipstik  DC  HIV/AIDS

 Kutek  NGT  BB 60 kg
I
B Premedikasi di ruang Ok jam 09.15………..dengan profilaksis
S Rose  WSD Cefotaxime 2x1 gram/ IV di ruangan interna

Eyes shadow  Drainage

Asesoris  Bidai  Catatan Alergi tidak ada alergi……

…………………………………………………………………………
Oral Higyne  Colar fiksasi ……………
Surgical Safety Checklist

Dilakukan sebelum induksi anestesi, minimalnya oleh Dilakukan sebelum insisi, minimalnya oleh perawat, ahli Dilakukan sebelum p
perawat & ahli anestesi anestesi, operator

Indikator Sdh Blm Indikator Ya Tdk

1. Sebutkan nama dan peran masing2 √ 1. Perawat melakukan


1. Pasien telah dikonfirmasi meliputi :
seluruh anggota tim nama prosedur tinda

1) Idenitas dan gelang pasien 2. Konfirmasi meliputi : 2. Jumlah instrument,
√ √ Item
2) Lokasi operasi 1) Nama pasien
√ √ Instrument
3) Prosedur 2) Prosedur
√ √ Sponge
4) Persetujuan operasi 3) Lokasi insisi
√ 4. Antibiotik profilaksis sudah diberikan √ Jarum
3. Lokasi operasi sudah diberi tanda
60 menit sebelumnya ?
5. Mesin dan obat-obat anestesi sudah di cek √ 6. Pencegahan Kejadian Tidak Diharapkan √ 3. Spesimen telah dibe
lengkap ( KTD ) asal jaringan specim
7. Pulse oximeter sudah terpasang dan √ Bidang Bedah
4. Adakah masalah den
berfungsi
1) Apakah kemungkinan timbul 5. Oleh Ahli Bedah, A
Ya Tdk kesulitan dalam operasi ? √ Pesan khusus dari d
Apakah tindakan alternatif ? perawatan di RR

√ 2) Berapa istimasi lama operasi± 30


8. Apakah pasien mempunyai riwayat alergi
menit (1/2 jam)
9. Kesulitan bernafas/risiko aspirasi? √ 8. Apakah antisipasi kehilangan darah √ 1. Tidur tanpa men
Tersediakah peralatan/bantuan ? 2. Makan jika tida
10. Risiko kehilangan darah > 500 ml (7 ml/ √ Bidang Anestesi 3. Bergerak secara
Kg BB pada anak) 4. Diit lunak selam
Adakah masalah spesifik pada 5. Menjaga hygien
11. Dua akses intravena/akses sentral dan √ √
pasien/kasus ini ?
rencana terapi cairan 6. Observasi vital
7. …………………
Bidang Keperawatan
…………………
√ …………………
1) Sudahkan cek alat steril
…………………
√ …………………
2) Adakah alat khusus
…………………
…………………
….………………
…….……………
7. Sudahkah hasil MRI, CT-Scan, Foto √
Ro” terpasang ? ……….…………
………….………
…………….……
……………….
Tanda tangan

Operator Anesthetist Pratikan


dr. Paul, Sp. BM dr Donny, Sp.An Team

Vous aimerez peut-être aussi