Vous êtes sur la page 1sur 18

Dasar - Dasar Ilmu Pendidikan

Pilar - Pilar Pendidikan

Oleh:
Sela Komala 17063116
Syafitri Yulda 17063117
Iqbal Nurhuda 17063113
Warsono 14073009

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2017

KATA PENGANTAR

1
Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah
SWT karena atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam.
Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang
seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya kebaikan.
Sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
"Pilar Pendidikan di Indonesia" yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Walaupun makalah ini kurang
sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup jelas
bagi pembaca. Penulis menyimpulkan bahwa tugas mandiri ini masih belum
sempurna, oleh karena itu Penulis menerima saran dan kritik, guna
kesempurnaan tugas mandiri ini dan bermanfaat bagi Penulis dan pembaca pada
umumnya.

Padang, 23 September 2017

Penulis

DAFTAR ISI

2
Cover
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iii
BAB I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang .................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah ............................................................. 4
1.3. Tujuan ............................................................................... 4
BAB II. Pembahasan
2.1. Pengertian Pilar-pilar Pendidikan ..................................... 5
2.2. Jenis-jenis Pilar Pendidikan ..............................................
A. Learning To Know .................................................... 7
B. Learning To Do ......................................................... 10
C. Learning To Be .......................................................... 13
D. Learning To Life Together ........................................ 15
E. Learning To Belive In God ....................................... 16
BAB III. Penutup
3.1. Kesimpulan ....................................................................... 18
3.2. Saran ................................................................................. 18
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara
lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas
pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab
kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang
berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang

3
dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat
kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah
yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut
bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh
teka-teki (Isjoni, 2008:vii).
Sebagai mahasiswa jurusan keguruan dan ilmu pendidikan sudah
selayaknya kita mengetahui tentang pendidikan itu sendiri khususnya apa
saja unsur-unsur pendidikan sampai dengan pilar-pilar pendidikan.
Kemudian agar kita sebagai mahasiswa yang sedang belajar untuk dapat
menguatkan sistem pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia serta
bagaimana kita bisa mengkonstruksi dasar dari suatu pendidikan serta
adanya oknum pendidikan yang belum bisa mengaplikasikan pilar-pilar
pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah`


A. Apa yang dimaksud dengan pilar-pilar pendidikan ?
B. Apa saja jenis-jenis pilar-pilar pendidikan di indonesia ?
C. Bagaimana aplikasi pilar-pilar pendidikan di indonesia ?

1.3. Tujuan
A. Memahami apa yang dimaksud dengan pilar pendidikan.
B. Mengetahui jenis-jenis pilar pendidikam di indonesia.
C. Memahami aplikasi pilar-pilar pendidikan di indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pilar-pilar Pendidikan


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pilar” diartikan
sebagai “tiang penyangga” (terbuat dari besi atau beton). Kata pilar dalam
bahasa Inggris berarti pillars (sama artinya dengan pilar dalam bahasa
Indonesia).
Dalam pendidikan, belajar merupakan bagian yang tak terpisahkan
karena pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan
potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran
(belajar-mengajar). Belajar juga dikatakan sebagai key term (kata kunci)

4
paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Eksistensi pilar dalam berbagai hal bisa dikatakan sangat penting
peranannya sebagai penopang agar menjadi suatu yang utuh (unity).
Bangunan atau rumah berangkat dari pondasi yang dilengkapi dengan
pilar agar atap bisa berdiri kokoh dan tidak mudah roboh sehingga
tampak menjadi lengkap dan melengkapi.
Istilah pilar dalam pendidikan bisa menjadi bagian yang tak kalah
penting eksistensinya seperti halnya tujuan, sasaran, instrument
pendidikan dan lain-lain. Adapun maksud dari pembahasan pilar-pilar
pendidikan adalah bahwa sendi pendidikan ditopang oleh semangat
belajar yang kuat melalui pola belajar yang bervisi ke depan dengan
melihat perubahan-perubahan kehidupan.
Hal ini juga melihat dari kondisi zaman yang cepat berubah
terutama di bidang teknologi dan informasi sehingga visi paradigma
pendidikan harus relevan yang kemudian diturunkan ke dalam metode
pembelajaran. Yaitu merubah paradigma teaching (mengajar) menjadi
learning (belajar). Dengan perubahan ini proses pendidikan menjadi
proses bagaimana “belajar bersama antar guru dan anak didik”. Guru
dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga
lingkungan sekolah menjadi learning society (masyarakat belajar).
Jadi, pilar pendidikan adalah dasar – dasar yang harus dimiliki
setiap orang untuk mencapai pemahaman dan pengetahuan baik secara
fisik maupun mental.

2.2. Jenis-jenis Pilar Pendidikan


Sebagai objek sekaligus subjek pendidikan manusia menjadi titik
sentral dalam proses belajar yang mengarah pada tujuan pendidikan.
Manusia belajar dari apa saja di sekitarnya untuk survive sekaligus
pengembangan potensi diri, lahir dari ketidaktahuan dari rahim seorang
ibu dan dibekali pengelihatan, pendengaran dan akal untuk digunakan
dalam tugasnya sebagai khalifatullah fil ardh.
Berangkat dari sinilah, paradigma learning ingin diusung sebagai

5
pilar pendidikan untuk kepentingan manusia dengan perubahan zaman
dan ini berangkat dari paradigma belajar. Jadi maksud dari pilar-pilar
pendidikan yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah sendi-
sendi pendidikan menurut Unesco harus ditopang setidaknya oleh empat
hal, learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live
together.
Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia yang
berakal budi untuk mempersiapkan dirinya dalam memasuki era teknologi
dan globalisasi di masa kini dan akan datang. Kegagalan dalam
pendidikan menyebabkan tidak berkembangnya potensi siswa untuk
menjadi manusia produktif dan berkualitas. Jadi pendidikan pada
hakekatnya adalah hak asasi manusia dalam proses mempersiapkan diri
menuju masa depan yang lebih baik.

Paradigma pendidikan idealnya adalah untuk menciptakan generasi


penerus bangsa dan kebutuhan masyarakat, baik masyarakat umum
maupun masyarakat dunia kerja dapat terpenuhi oleh anak-anak yang
memiliki keterampilan dalam hal-hal tertentu.

Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, diperlukan strategi dan


paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan. Dalam laporan hasil
konferensi UNESCO pada tahun 1998, kepada Komisi Internasional
tentang Pendidikan harus berlandaskan pada 4 pilar.

Ada 4 pilar-pilar pendidikan universal yang dirumuskan oleh


UNESCO (Geremeck, 1986) yaitu, belajar untuk mengetahui ( learning to
know), belajar untuk melakukan (learning to do) , belajar menjadi
(learning to be), belajar dengan berkerjasama (learning to live together)
merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap peserta didik.

A. Learning to Know (belajar untuk mengetahui)


Belajar untuk mendapatkan pengetahuan. Ini adalah bagian
dari proses pembelajaran yang memungkinkan pelajar/mahasiswanya
untuk tidak sekedar memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai
teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar

6
untuk mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan
intelektual dan akademik yang tinggi.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari
agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi
kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam
prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga
sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi
kehidupan.Guna merealisir learning to know, pendidik seyogyanya
tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga
fasilitator. Di samping itu pendidik dituntut dapat berperan sebagai
teman sejawat dalam berdialog dengan peserta didik dalam
mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu
Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak
hanya berorientasi pada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga
harus berorientasi pada proses belajar. Dalam proses belajar, peserta
didik bukan hanya menyadari apa yang harus di pelajari tetapi juga
diharapkan menyadari bagaimana cara mempelajari apa yang
seharusnya dipelajari. Kesadaran tersebut, memungkinkan proses
belajar tidak terbatas di sekolah saja, akan tetapi memungkinkan
peserta didik untuk belajar secara berkesinambungan. Inilah hakekat
dari semboyan "belajar sepanjang hayat". Apabila hal ini dimiliki
peserta didik, maka masyarakat belajar (learning society) sebagai
salah satu tuntutan global saat ini akan terbentuk. Oleh sebab itu
belajar untuk mengetahui juga dapat bermakna belajar berpikir
karena setiap individu akan terus belajar sehingga dalam dirinya akan
tumbuh kemauan dan kemampuan untuk berpikir. Learning to know,
dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan
keseempatan untuk mempelajari secara mendalam pada sejumlkah
kecil mata pelajaran. Pilar ini juga berarti learning to learn (belajar
untuk belajar), sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-
kesempatan pendidikan yang disediakan sepanjang hayat.
Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai

7
teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar
untuk mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan
intelektual dan akademik yang tinggi. Secara implisit, learning to
know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long education). Asas
belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses
pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam
maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur
hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia
untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar
merupakan kewajiban kodrati manusia.
Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk
belajar, maka kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek
yang bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri menyadari,
bahwa proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak
dalam kandungan hingga manusia meninggal, bahwa untuk belajar,
tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu dini
untuk belajar. Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah
sebagai bagian integral/ totalitas kehidupan (Burhannudin Salam,
1997:207).
Menurut Isjoni (2008:47), guru adalah orang yang identik
dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk
karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas bangsa ini
terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan
yang terbaik untuk anak negeri ini di masa yang akan datang.
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam
menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya.
Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan
secara saksama dalam meningkatkan kemampuan belajar bagi
siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut
perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan
metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan
karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar. Guru

8
bisa dikatakan unggul dan profesional bila mampu mengembangkan
kompetensi individunya dan tidak banyak bergantung pada orang
lain.
Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa
pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
1. Guru berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi
pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat
menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-
benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.
2. Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa
dalam kegiatan proses pembelajaran.
3. Guru sebagai pengelola
Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan
siswa dapat belajar secara nyaman. Prinsip-prinsip belajar
yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan
pembelajaran, yaitu:
a. Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus
mempelajarinya sendiri.
b. Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-
masing.
c. Siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai
melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
d. Penguasaan secara penuh.
e. Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih
termotivasi untuk belajar.
4. Guru sebagai demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala
sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan
memahami setiap pesan yang disampaikan.
5. Guru sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat
dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut
guru harus berperan sebagai pembimbing.
6. Guru sebagai mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang

9
media pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih
dan menggunakan media dengan baik.
7. Guru sebagai Evaluator
Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan
penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan/ keefektifan metode mengajar (Fakhruddin,
2010:49-61).

B. Learning to do (belajar untuk melakukan)


Belajar untuk menerapkan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah
kamampuan kerja generasi muda. Peserta didik diajarkan untuk
melakukan sesuatu dalam situasi yang konkrit yang tidak terbatas
pada penguasaan keterampilan yang mekanistis melainkan juga
terampil dalam berkomusikasi, bekerja sama, mengelola dan
mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan
mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan
mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan
sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan
dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan
penerimaan nilai. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar
untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau
mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna
bagi kehidupan.
Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan
memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan
yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan
minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh
berkembangnya tergantung pada lingkungannya.
Dewasa ini keterampilan bisa digunakan menopang
kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada
penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan

10
seseorang.
Learnning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah
sekedar mendengar dan melihat untuk mengakumulasi pengetahuan,
akan tetapi belajar dengan dan untuk melakukan sesuatu aktivitas
dengan tujuan akhir untuk menguasai kompetensi yang diperlukan
dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kompetensi akan dapat
dimiliki oleh pesrta didik apabila diberikan kesempatan untuk belajar
dengan melakukan apa yang harus dipelajarinya secara
langsung.Dengan demikian learning to do juga berarti proses
pembelajaran berorientasi pada pengalaman langsung (learning by
experience).
Learning to do, untuk memperoleh bukan hanya suatu
keterampilan kerja tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk
berurusan dengan banyak situasi dan bekerja dalam tim. Ini juga
belajar berbuat dalam konteks pengalaman kaum muda dalam
berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat
informal, sebagai akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat
formal melibatkan kursus-kursus, program bergantian antara belajar
dan bekerja.
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk
mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan
sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi
kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja
generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industry
(Soedijarto, 2010).
Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan
penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan kemampuan
untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling,
monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk
melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas
pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga
terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain,

11
mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini,
dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent
dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya
memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang
dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat
terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang
akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Meskipun
bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh
dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada
lingkungan . Lingkungan disini dibagi menjadi dua yaitu:
1. Lingkungan social
Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah
masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di
sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan social yang
lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua
dan keluarga siswa itu sendiri.
2 Lingkungan nonsosial
Factor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan
letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca. Faktor-faktor ini
dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa
(Muhibbin Syah, 2004:138).

C. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)


Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama
melalui proses bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik
secara individual maupun secara kelompok tidak mungkin dapat
hidup sendiri atau mengasingkan diri dari masyarakat sekitarnya.
Dalam hal ini termasuk juga pembentukan masyarakat demokratis
yang memahami dan menyadari akan adanya perbedaan pandangan

12
antar individu.
Learning to live together, learning to live with others , dengan
jalan mengembangkan pengertian akan orang lain dan apresiasi atas
interdependensi—melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar
memenej konflik—dalam semangat menghormati nilai-nilai
kemajemukan, saling memahami dan perdamaian.
Dari keempat pilar pendidikan di atas terlihat bahwa pilar
learning to live together, learning to live with others, dalam konteks
kemajemukan merupakan suatu pilar yang sangat penting.
Pilar ini sekaligus juga menjadi pembenar pentingnya
pendidikan multikultur yang berupaya untuk mengkondisikan supaya
peserta didik mempunyai kemampuan untuk bersikap toleran
terhadap orang lain, menghargai orang lain, menghormati orang lain
dan sekaligus yang bersangkutan mempunyai tanggunga jawab
terhadap dirinya serta orang lain.
Bila proses pembelajaran di sekolah diarahkan tidak hanya
pada learning to know, lerning to do dan leraning to be, tetapi juga
diarahkan ke learning to live together, masalah kemajemukan akan
dapat teratasi dengan melakukan manajemen konflik dan dengan
demikian akan juga diikuti oleh tumbuhnya kebudayaan nasional
yang tidak melupakan kebudayaan daerah, tumbuhnya bahasa
nasuonal dengan tidak melupakan bahasa daerah, tumbuhnya sistem
politik nasional dengan tanpa mengabaikan sistem politik daerah,
(pemerintahan daerah).
Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang
mengubah dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus
konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat manusia.
Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik
makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar
agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh
ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima
suatu perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali

13
generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja
serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup
bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi,
dan pengertian.
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan
pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam
tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya
Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk
menanamkan jiwa perdamaian.

D. Learning to be (belajar untuk menjadi)


Learning to be mengandung arti bahwa belajar adalah proses
untuk membentuk manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Oleh
karena itu, pendidik harus berusaha memfasilitasi peserta didik agar
bealajar mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu yang
berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai individu
sekaligus sebagai anggota masyarakat.
Dalam pengertian ini terkandung makna bahwa kesadaran diri
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yakni makhluk hidup yang
memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadari akan
segala kekurangan dan kelemahannya. Learning to be, sehingga
dapat mengembangkan kepribadian lebih baik dan mampu bertindak
mandiri, membuat pertimbangan dan rasa tanggung jawab pribadi
yang semakin besar, ingatan, penalaran, rasa estetika, kemampuan
fisik, dan keterampilan berkomunikasi.
Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang
mampu mencari informasi dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang
mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan
mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap
perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan
menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta
didik.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan
untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

14
Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam
masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan
bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010).
Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap
kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan
kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang
berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut
Djamal (2007:101) yaitu:

1. Motivasi
Yaitu kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri
seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu
guna mencapai suatu tujuan/ kebutuhan.
2. Sikap
Sikap yaitu suatu kesiapan mental atau emosional dalam
berbagai jenis tindakan pada situasi yang tepat.
3. Minat
4. Kebiasaan belajar
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar
mempunyai kolerasi positif dengan kebiasaan atau study habit.
Kebiasan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui
belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi
menetap dan bersifat otomatis.
5. Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri
yang menyangkut perasaannya, serta bagaimana perilakunya
tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

E. Learning to belive in god


Belajar Untuk Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa (Learning
To Believe in God), berdasarkan dengan teologi bahwa faktanya,
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia lengkap dengan
berbagai potensi yang diberikan kepadanya, termasuk potensi
kemauan dan kehendak diri serta kemampuan memilih dan berupaya

15
untuk mandiri. Dengan dua potensi itu, manusia diberi ruang
sepenuhnya guna memutuskan dan bersikap. Termasuk dalam
memilih untuk beriman atau tidak.

2.3 Lima Pilar Pendidikan Di Indonesia


Mengingat pentingnya suatu efektifitas suatu pembelajaran guna
melahirkan pendidikan yang berkualitas, Indonesia juga memiliki pilar
pembelajaran. Hal tersebut tertera dalam Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
(Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006) bernama 5 (lima) Pilar
belajar, yaitu:

1. Belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Belajar untuk memahami dan menghayati
3. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif
4. Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain
5. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri

Kelima pilar diatas,merupakan prinsip dimana guru daan siswasama-sama


ditunyut untuk menciptakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan sehingga akan tercipta pendidikan Indonesia yang siap
bersaing di pasar global.

BAB III
PENUTUP

16
3.1. Kesimpulan
Pilar-pilar pendidikan tersebut dirancang dengan sangat bagus dan
dengan tujuan yang sangat bagus pula. Dengan mengaplikasikan pilar-
pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia
termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik.
Namun masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan
tersebut, baik mengenai SDM nya, fasilitasnya, perbedaan pola pikir
setiap masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan,
dan kendala-kendala lain.
Persoalan pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama,
karenanya tentu secara bersama-sama pula kita mencari alternative
pemecahannya. Mudah-mudahan ke empat pilar tersebut dapat kita
realisasikan dan akan nampak hasinya.
Mari melakukan introspeksi diri sejauh mana kita sudah
melakukan yang terbaik untuk perubahan dan perbaikan terhadap
persoalan pendidikan yang melilit negeri ini. Satu harapan kita semua,
agar dunia pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan
berkualitas.

3.2. Saran
Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan
pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat
menjadi lebih baik, namun yang menjadi masalah adalah dunia
pendidikan di Indonesia yang saat ini masih minim fasilitas, terlebih lagi
di daerah-daerah terpencil, belum meratanya fasilitas pendidikan,
tentunya akan menjadi halangan bagi siswa untuk mengembangkan diri
mereka. Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada
peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap,
kepribadian dan moral.

DAFTAR PUSTAKA

17
Suyono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Yusak, Muchlas. 2003. Wawasan Kependidikan, Empat Pilar Pendidikan.
Semarang: Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.
Salam, B. (1997). Pengantar Pedagogik. Jakarta: PT Rineka Cipta

18

Vous aimerez peut-être aussi