Vous êtes sur la page 1sur 14

1

Nama : Winda Sagita

Nim : 170300014

Ruangan : Merak

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPHOID

A. Pengertian

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan salmonella enteric


khususnya turunannya yaitu salmonella thyphi, parathyphi A, parathyphi B, dan
parathyphi C pada saluran pencernaan terutama menyerang bagian saluran
pencernaan (Suratun, 2010)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Dari kedua pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa demam
tifoid adalah penyakit infeksi pada bagian sistem pencernaan terutama pada usus
halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi yang biasanya menimbulkan
demam lebih dari satu minggu

B. Etiologi

Menurut Rampengan (2007) Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi


kuman salmonella typhosa/Eberthella typhosa yang merupakan kuman gram
negatif, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali
pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rndah, serta mati pada
suhu 700C ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, dikethui bahwa kuman ini
hanya menyerang manusia.

Salmonela typhosa mempunyai 3 macam antigen yaitu:


a. Antigen O =Ohne Haunch= antigen somatik (tidak menyebar)
b. Antigen H= Hauch (menyebar), terdapat pada flagela dan bersifat
termolabil.
c. Antigen V1 =kapsul=merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam anti bodi yang lazim disebut aglutinin. Salmonella
2

typhosa juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi
terhdap multipel antibiotic.
Ada tiga spesies utama yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleresius (satu serotipe).
c. Salmonella entereditis (lebih dari 1500).

C. Manifestasi Klinis

a. Masa tunas 10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui

makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.

b. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan

tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan

kurang.

c. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat

febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus

berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.

d. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak

sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor

(coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan.

e. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak

dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau koma (kecuali

penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

f. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-

bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan

pada minggu pertama demam.


3

D. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui
pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain,
terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam
hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai
nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia)
dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus,
sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri.
Tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah, 2005).

E. Komplikasi

Komplikasi demam thypoid dibagi dalam :

a. Komplikasi Intestinal

1. Pendarahan usus

2. Perforasi usus

3. Ileus paralitik

b. Komplikasi ektra-intestinal

1. Komplikasi kardiovaskuler

Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan

tromboflebitis.

2. Komplikasi darah

Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru

Pneumonia, emfiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepair dan kandung empedu

Hepatitis dan kolesistitis


4

e. Komplikasi ginjal

Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis

f. Komplikasi neuropsikiatrik

Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom, katatoni

F. Penatalaksanaan

a. Perawatan

Pasien thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan

perawatan, observasi dan diberikan pengobatan yakni :

 Isolasi pasien.

 Desinfeksi pakaian.

 Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat

sakit yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.

 Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu

normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak

panas lagi, boleh berdiri kemudian berjalan diruangan.

b. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi

protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak

merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila

kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde

lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan

makanan biasa.
5

c. Obat

Obat anti mikroba yang sering digunakan :

 Cloramphenicol

Cloramphenicol masih merupakan obat utama untuk pengobatan

thypoid.

Dosis untuk anak : 50 – 100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3

hari bebas panas/minimal 14 hari.

 Kotrimaksasol

Dosis untuk anak : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari

bebas panas/minimal 10 hari.

 Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Cloramphenicol juga

diterapi dengan ampicillin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari dibagi

dalam 4 dosis

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah

 Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu)

Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada

minggu pertama sakit, lebih sering ditemukan dalam urine dan feces

dalam waktu yang lama.

 Pemeriksaan widal

Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan

diagnosis thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu

dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.

(diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)


6

b. Pemeriksaan sumsum tulang belakang

Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif

Reticulum Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian

a. Pengumpulan data

1) Identitas klien

Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan

diagnosa medik.

2) Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-

turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta

penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke

dalam tubuh.

4) Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.


7

6) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah

saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama

sekali.

b) Pola eliminasi

Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.

Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine

menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi

peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa

haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak

terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

d) Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.


e) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan

penyakitanaknya.

f) Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan

umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad

klien.

g) Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di

rumah sakit dan klien harus bed rest total.


8

h) Pola penanggulangan stress

Biasanya orang tua akan nampak cemas

7) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 –

410 C, muka kemerahan.

b) Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c) Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan

gambaran seperti bronchitis.

d) Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

e) Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak

kusam
f) Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,

muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,

peristaltik usus meningkat.

g) Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

h) Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi

lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut

kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.


9

I. Diagnosa Keperawatan yang muncul

Menurut Nursalam (2005) diagnosa keperawatan yang lazim didapatkan pada

anak dengan demam tifoid adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare dan masukan yang tidak

adekuat.

b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.

c. Nyeri berhubungan dengan proses infllamasi pada usus.

d. Resiko tinggi komplikasi dengan proses inflamasi pada usus.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya berhubungan dengan

kurangnya informasi.

J. Intervensi

Perencanaan pada klien anak dengan demam tifoid Menurut Nursalam

(2005) berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu :


a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare dan masukan

yang tidak adekuat.


Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu

menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

Intervensi: Awasi pemasukan atau jumlah kalori.


Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukan kalori dan kualitas

konsumsi makanan.

Intervensi: Berikan perawatan mulut sebelum makan.

Rasional : Menghilangkanrasa tak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.


10

Intervensi: Berikan makanan sedikit tapi sering.


Rasional : Makan sedikit tapisering dapat menurunkan kelemahan,

meningkatkan pemasukan dan mengurangi rasa mual.

Intervensi: Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.


Rasional : Menurunkanrasa penuh pada abdomen.

Intervensi: Kolaborasi dengan tim gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan
klien

Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan

klien.
Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian obat antiematik sesuai indikasi.

Rasional : Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat menurunkan mual dan

meningkatkan toleransi makanan.

b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.


Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.

Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit

kembali membaik.

Intervensi: Pantau suhu klien (derajatnya), perhatikan menggigil.


Rasional : suhu 38-41oC menunjukkan proses infeksius akut.

Intervensi: Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan line tempat tidur sesuai

indikasi.
Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal.

Intervensi: Berikan kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol.


11

Rasional :dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es dan atau

alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, selain itu alkohol dapat

mengeringkan kulit.

Intervensi: Pakaikan baju yang tipis dan menyerapkan keringat.


Rasional : akan mempermudah terjadinya evaporasi akibat panas dalam

tubuh.

Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian anti piretik contohnya paracetamol.


Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipothalamus.

Intervensi: Kolaborasi pemberian selimut dingin.


Rasional : digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari

39,5oC-40oC pada waktu terjadi kerusakan pada otak.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan proses infllamasi pada

usus.

Tujuan : mempertahankan kondisi pasien dalam keadan amam dan nyaman


Kriteria hasil : pasien merasa aman dan nyaman

Intervensi: Lakukan perawatan mulut 2x1 hari.

Rasional : Menghilangkan rasa tak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.

Intervensi: Berikan minum dengan sering.

Rasional : agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak kering.

Intervensi: Ajarkan anak dan keluarga untuk tentang proses penyakit dan alasan

untuk terapi.

Rasional : untuk meningkatkan kepatuhan.

Intervensi: Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.


12

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada

otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.

d. Resiko tinggi komplikasi dengan proses inflamasi pada usus.

Tujuan : komplikasi tidak terjadi.

Kriteria hasil : mempertahankan intake yang adekuat.

Intervensi: Pertahankan pencucian tangan yang benar.

Rasional : untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi.

Intervensi: Ajarkan anak bila, bila mungkin, tindakan perlindungan seperti

pencucian tangan setalah mengunakan toilet.

Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi dan mencegah komplikasi.

Intervensi: Pemberian terapi sesuai program dokter.

Rasional : mempertahan kerja sama dengan team kesehatan lain untuk mencegah

komplikasi.

Intervensi: Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan dan adanya bising

usus.

Rasional : untuk mengkaji adanya tidak nya peristaltic usus.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya berhubungan dengan

kurangnya informasi.

Tujuan : pengetahuan klien dan orang tua klien bertambah dengan adanya

informasi.

Kriteria hasil : keluarga akan menyatakan pemahaman proses penyakit,

pengobatan, mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk

menerimanya dan berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan

perubahan pola hidup tertentu.

Intervensi: Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya.
13

Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit

anaknya.

Intervensi: Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan.


Rasional : Mempermudah pelksanaan intervensi.

Intervensi: Jelaskan tindakan untuk mencegah komplikasi.


Rasional : Mencegah keparahan penyakit.

Intervensi: Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya.


Rasional : Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa

diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang.

Intervensi: Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap

anaknya.
Rasional : Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi

kecemasan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.


Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.

Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.

Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa
Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.

Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi


pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.

Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.

Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
14

Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.


Salemba Medika. Jakarta. 2002.

Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan
pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001..

Vous aimerez peut-être aussi