Vous êtes sur la page 1sur 11

A.

Kajian Teoritis (Etiologi Malaria)


1. Pengertian.

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa dari genus
Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P.malariae, P.vivax, P.
falciparum dan P. ovale. Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina dari
Anopheles. Dari sekitar 40 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67 spesies
yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya ditemukan di Indonesia. Selain
oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah
atau jarum suntik yang tercemar darah serta dari ibu hamil kepada bayinya.
Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan
distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk
menanggulangi penyakit tersebut. Setelah ditemukannya insektisida DDT dalam
tahun 1936-1939 maka pada tahun 1955 -1969 diintensifkan. Namun usaha tersebut
hanya berhasil di sebagian dunia. Terbatasnya pengetahuan mengetahui biologi
parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk
menanggulangi malaria. Dalam epidemiologi malaria ada 3 faktor yang harus selalu
diperhatikan dan diselidiki hubungannya yaitu: Host (manusia), Agent (penyebab
penyakit), dan environment (lingkungan). Manusia disebut host intermedia, dimana
siklus aseksual parasit malaria terjadi, dan nyamuk malaria disebut host definitif,
dimana siklus seksual parasit malaria berlangsung.

2. Hubungan Host, Agent dan Environment


Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor yang disebut Host, Agent dan
Environment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas
saling mendukung.
1. Host (Pejamu)
a. Manusia (host intermediate). Pada dasarnya setiap orang bias terinfeksi oleh
agent atau penyebab penyakit dan merupakan tempat berkembang biaknya
atau perbanyakan agent (parasit plasmodium). Bagi pejamu ada beberapa
faktor intristik yang dapat mempengaruhi
kerentanan pejamu terhadap Agent. Faktor-faktor tersebut mencakup usia,
jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat penyakit
sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan), status gizi dan tingkat
imunitas. Faktor-faktor tersebut di atas penting untuk diketahui karena akan
mempengaruhi resiko untuk terpapar oleh sumber penyakit malaria. Secara
rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Usia : Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria.
2. Jenis kelamin : Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan
tetapi apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan
anemia yang lebih berat.
3. Ras : Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai
kekebalan alamiah terhadap malaria. Penduduk yang terdapat hemoglobin
S (Hb S) ternyata lebih tahan terhadap akibat dari infeksi P falciparum. Hb
S terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan
penyakit turunan/herediter yang disebut sikcle cell anemia, yaitu suatu
kelainan di mana sel darah merah penderita berubah bentuknya mirip arit
apabila terjadi penurunan tekanan oksigen udara.
4. Riwayat malaria sebelumnya : Orang yang pernah terinfeksi malaria
sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan
terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli daerah endemik akan
lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang datang dari daerah
non endemis.
5. Cara hidup : Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria.
Misalnya : tidur tidak memakai kelambu dan senang berada di luar rumah
pada malam hari.
6. Sosial ekonomi : Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi
malaria.
7. Status gizi : Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah
endemis lebih rentan terhadap infeksi malaria.
8. Immunitas/imunitas : Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria
biasanya mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan
alam dari infeksi malaria.
9. Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya
kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang
masuk atau membatasi perkembangbiakannya/ jumlahnya.
b. Nyamuk Anopheles (host definitive)
Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, darah
diperlakukan untuk pertumbuhan atau pemasakan telurnya.
a. Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria.
Secara singkat dikemukakan di sini beberapa perilaku nyamuk yang
penting :
1. Tempat hinggap atau beristirahat
2. Tempat menggigit.
3. Obyek yang digigit
b. Faktor lain yang penting adalah:
1. Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin
besar kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor manusia.
2. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.
3. Frekuensi menggigit manusia.
4. Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur.
Waktu ini juga merupakan interval menggigit nyamuk.
c. Di Indonesia ditemukan 80 spesies nyamuk Anopheles, tetapi hanya 16
spesies yang berperan sebagai vektor malaria. Di Jawa dan Bali, An.
sundaicus dan An. aconitus sebagai vector sekunder. Lama hidupnya
dipengaruhi oleh kombinasi beberapa faktor, terutama faktor suhu dan
kelembapan udara. Oleh karena itu, tingkat penularan malaria tergantung
pada beberapa factor biologis dan klimatis yang menyebabkan timbulnya
fluktuasi dalam intensitas penularan malaria dalam tahun yang sama atau
diantara dua tahun yang berbeda. Anopheles mempunyai kebiasaan
menggigit manusia dan hidup cukup lama untuk memberi waktu yang
diperlukan oleh parasit malaria untuk menyelesaikan siklus hidupnya
sampai menghasilkan bentuk infektif, dan sesudah itu menggigit manusia
lagi. Kebiasaan menggigit nyamuk – apakah di dalam atau di luar rumah,
atau apakah menggigit pada malam hari atau siang hari menentukan
potensinya sebagai vektor malaria. Suhu lingkungan berpengaruh
terhadap kecepatan perkembangan parasit malaria dalam tubuh nyamuk.
Hal ini menyebabkan intensitas penularan malaria paling tinggi.
2. Agent.
(Parasit/Plasmodium) hidup di dalam tubuh manusia dan dalam tubuh
nyamuk. Manusia disebut host intermedia (pejamu sementara) dan nyamuk
disebut host definitif (pejamu tetap). Parasit/ plasmodium hidup dalam tubuh
nyamuk dalam tahap daur seksual (pembiakan melalui kawin) dan dalam tubuh
manusia pada daur aseksual (pembiakan tidak kawin, melalui pembelahan diri).
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun
tidak hidup dimana dalam kehadirannya, bila diikuti dengan kontak yang efektif
dengan manusia yang rentan akan mejadi stimulasi untuk memudahkan
terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk
agent biologis yaitu protozoa.
3. Environment.
Lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang
biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan
oleh nyamuk untuk berkembang biak. Faktor lingkungan dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok yaitu:
a. Lingkungan Fisik
b. Lingkungan Kimia
c. Lingkungan Biologi
3. Penyebab Penyakit Malaria
a. Parasit
Agent penyebab malaria dari genus Plasmodium, familia Plasmodiidae,
dari ordo Coccidiidae. Penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini ada empat
jenis plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium falcifarum, penyebab penyakit malaria tropika.
2. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
3. Plasmodium malaria, penyebab penyakit malaria kuartana.
4. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika.
b. Nyamuk Anopheles
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles, 60
spesies di antaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada sekitar
80 jenis Anopheles, 24 spesies di antaranya telah terbukti penular malaria. Sifat
masing-masing spesies berbeda-beda, tergantung berbagai faktor, seperti
penyebaran geografis, iklim, dan tempat perindukannya. Semua nyamuk malaria
hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk malaria yang
hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
(Anopheles aconitus), atau air jernih di pegunungan (Anopheles maculatus).
Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan sub-tropis, tetapi juga bisa
hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah
dengan ketinggian lebih dari 2.000 – 2.500 meter. Tempat perindukannya
bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu
pantai, pedalaman dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk Anopheles betina
menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak
terbangnya tidak lebih dari 0,5 – 3 km dari tempat perindukannya. Jika ada tiupan
angin yang kencang, biasa terbawa sejauh 20 - 30 km. Nyamuk Anopheles juga
dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria ke
daerah non-endemis. Umur nyamuk Anopheles dewasa di alam bebas belum
banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 – 5 minggu. Nyamuk
Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk
betina di atas permukaan air akan menetas menjadi larva, melakukan
pengelupasan kulit (sebanyak 4 kali), lalu tumbuh menjadi pupa dan menjadi
nyamuk dewasa jantan/betina. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak
telur sampai menjadi bentuk dewasa) bervariasi antara 2–5 minggu, tergantung
spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara.
c. Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria.
Secara alami, penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang
mudah dan ada yang sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan.
Perbandingan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih
menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah diketahui bahwa wabah penyakit ini
sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan
dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain
belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.
d. Lingkungan
Keadaan lingkungan bepengaruh besar terhadap ada-tidaknya malaria di
suatu daerah. Adanya genangan air payau, genangan air di hutan, persawahan,
tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat
tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria.
e. Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan
penyakit malaria. Penularan malaria dapat lebih tinggi pada musim hujan
dibandingkan kemarau namun kadang sebaliknya. Air hujan yang menimbulkan
genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria.
Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk malaria juga
bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya.

B. Pendekatan Ekonomi Kesehatan terhadap Malaria


Indonesia merupakan salah satu Negara yang masih beresiko terhadap
malaria karena sampai tahun 2007, sebanyak 80 persen kabupaten/kota masih
termasuk kategori endemis malaria.
Sedangkan kasus malaria yang dilaporkan pada tahun 2008 sebanyak 1.624.
930 orang, angka tersebut termasuk sumbangan dari Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung sebanyak 10.087 kasus, dari jumlah tersebut mungkin kasusnya lebih
banyak lagi karena lokasi endemis malaria terletak pada desa-desa yang sulit
dijangkau akses transportasi dan jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, malaria menyebabkan beban yang berat baik dari segi dimensi
sosial serta ekonomi. Dampak ekonomi akibat penyakit malaria sangat tinggi, di
negara endemik malaria menyebabkan terjadi pengurangan pertumbuhan ekonomi
tahunan sebesar 1,3 persen dan dalam jangka panjang mengakibatkan penurunan
Gross National Product (GNP) lebih dari separuh (Sach, 2002).
Malaria juga sangat merugikan perekonomian Indonesia dan menurunkan
pendapatan daerah. Kerugian ekonomi bagi individu itu karena biaya pengobatan
serta hilangnya kesempatan memperoleh penghasilan karena sakit belum termasuk
kehilangan pendapatan akibat hilangnya investasi bisnis dan pariwisata di daerah
endemik malaria. Selain itu malaria dapat menurunkan kecerdasan anak-anak usia
sekolah dan daya intelektual karena menderita anemia (Depkes, 2004).
Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi
ancaman status kesehatan masyarakat, karena angka kesakitan yang tinggi dan
sering terjadi kejadian luarbiasa (KLB) yang kadang-kadang disertai adanya kematian
penderita pada kelompok risiko tinggi yaitu, bayi, anak balita dan ibu hamil. Selain itu
malaria langsun menyebabkan anemia, yang berpengaruh pada menurunnya
produktifitas kerja, menurunkan prestasi belajar, yang tentunya berujung pada
kerugian ekonomi.
World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan kebijakan,
strategi serta target untuk kontrol malaria. Rekomendasi ini mencakup diagnosis dan
pengobatan malaria, melakukan pencegahan dengan kontrol vektor serta
menetapkan target, sasaran dan indikator. Target rencana WHO tertuang dalam aksi
global malaria (GMAP) yaitu mengendalikan malaria secara terus menerus tanpa
batas di seluruh dunia, pencegahan dan pengurangan jumlah kasus kematian
mendekati nol pada tahun 2015 (WHO, 2009).
Menurut ahli ekonomi kesehatan kerugian akibat malaria dengan jumlah kasus
tersebut sebanyak Rp 3,3 triliun rupiah, akibat dari tidak dapat bekerja selama satu
minggu, biaya pengobatan, biaya operasional selama perawatan.
Angka tersebut belum termasuk penurunan kecerdasan anak serta
menurunnya sumber daya manusia yang berakibat pada penurunan produktivitas.
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, dengan gejala demam,
berkeringat, sakit kepala, mual-mual, muntah, lesu dan nafsu makan menurun.
C. Instrument
Contoh penelitian yang ingin mengetahui estimasi tingkat intensitas penularan
malaria dengan dukungan penginderaan jauh menggunakan keseluruhan data bahan
penelitian yang diperoleh melalui observasi langsung dan tidak langsung tersebut,
kemudian dikumpulkan dalam basis data untuk diolah dan dianalisis secara
terintegrasi. Analisis data yang diaplikasikan adalah model analisis diskriminan, yang
merupakan salah satu model analisis data dari software SPSS versi 10,0. Melalui
aplikasi analisis diskriminanini, secara langsung akan diperoleh:(1) variabel prediktor
untuk penetapan estimasi tingkat intensitas penularan malaria; (2) nilai konstanta dan
nilai fungsi masing-masing variabel prediktor untuk persamaan regresi ganda linear,
yang merupakan model perhitungan untuk estimasi tingkat intensitas penularan
malaria menurut dusun; (3) nilai cutoffpoint yang merupakan nilai batas bagi
penetapan suatu KLB malaria menurut dusun, dan (4) nilai ketepatan estimasi, bila
model persamaan tersebut kita aplikasikan untuk estimasi tingkat intensitas penularan
malaria di suatu dusun endemis malaria tertentu. Seperti diketahui bahwa data bahan
penelitian diperoleh secara langsung melalui survei data malaria di lapangan dan
secara Estimasi Penularan Malaria tidak langsung melatui analisis citra penginderaan
jauh satelit Landsat TM, yang dilakukan secara multi tingkat, mengacu kepada hasil
analisis citra foto udara standar skala 1:25.000 dan citra foto udara format kecil
dengan skala pembesaran 1:5000.Dari ke dua macam cara pengumpulan data
tersebut, diperoleh 15 macam faktor risiko lingkungan dusun yang secara
epidemiologis langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap peningkatan
penularan/ KLB malaria menurut dusun di wilayah endemis malaria di Pegunungan
Menoreh. Perlu diketahui bahwa guna mengetahui faktor-faktor risiko Iingkungan
yang berpengaruh terhadap terjadinya peristiwa peningkatan kasus dan KLB malaria
menu rut dustin di wilayah Pegunungan Menoreh, sebelumnya telah dilakukan studi
epidemiologi retrospektif dan studi entomologi longitudinal.
Contoh penelitian lain yang ingin mengetahui bentuk-bentuk dan keadaan
malaria falciparum berat Sejumlah 89 kasus malaria falciparum didapat dengan cara
chart review, 63 pria dan 26 wanita dengan umur antara 15—86 tahun (x = 30 ± 3,7).
Diagnosis berdasarkan catatan tentang:
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.
2. Hasil pemeriksaan parasitologis dengan sediaan darah tebal dan tipis untuk
melihat parasit aseksual.
3. Laboratoriurn rutin untuk hitung jenis sel darah, urinalisis dan pemeriksaan feces.
4. Kimia darah: pemeriksaan fungsi hati, gula darah, ureum, kreatinin dan elektrolit.
5. Foto toraks.
6. Elektrokardiogram.
7. Pemeriksaan cairan otak.
8. Penderita dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan
9. gejala klinis yang ada pada waktu masuk rumah sakit
D. Implikasi (Perubahan Perilaku)

Perkembangan malaria saat ini tidak dapat di pandang dari aspek medis saja,
karena aspek ekonomi terutama kemiskinan sangat berpengaruh pada
perkembangan malaria, karena pada dasarnya akibat kemiskinan daya beli untuk
bahan makan berkurang akibatnya asupan gizi berkurang sehingga rentan terhadap
malaria.

Bukan hanya itu perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, dinamika


penduduk , situasi politik, serta iklim juga merupakan faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap perkembangan malaria.

Malaria bukan hanya penyakit yang biasanya dikaitkan dengan kemiskinan,


tetapi ia juga merupakan punca kemiskinan dan penghalang utama kepada
pembangunan ekonomi. Penyakit ini telah dikaitkan dengan kesan ekonomi negetif
utama pada region di mana ia tersebar luas. Perbandingan purata per kapital GDP
pada 1995, disesuaikan bagi memberi seimbang kepada kuasa membeli, antara
negara malaria dan tidak malaria menunjukkan perbezaan lima kali ganda (US$1,526
berbanding US$8,268). Lebih lagi, di negara di mana malaria adalah biasa, purata per
kapital GDP telah meningkat (antara 1965 dan 1990) hanya 0.4% setahun,
berbanding 2.4% setahun di negara lain. Bagaimanapun, kaitan tidak membayangkan
punca, dan berleluasa sebahagiannya disebabkan rantau tersebut tidak mempunyai
keupayaan kewangan bagi menghalang malaria. Secara keseluruhannya, kesan
ekonomi malaria telah dianggarkan menyebabkan Afrika kerugian US$12 bilion setiap
tahun. Kesan ekonomi termasuk kos penjagaan kesihatan, hari kerja hilang
disebabkan penyakit, hari hilang dalam pendidikan, pengurangan prodiktiviti akibat
kerosakan otak akibat malaria serebral, dan kehilangan pelaburan dan pelancongan.
Di sesetengah negara dengan ancama malaria yang teruk, penyakit ini mungkin
memakan sebanyak 40% perbelanjaan kesihatan awam, 30-50% dari kemasukan
pesakit, dan sehingga 50% lawatan pesakit luar.

Yang jadi pertanyaan adalah orang yang miskin itu disebabkan terlebih dahulu
oleh malaria atau miskin dulu sehingga terkena malaria, ibarat telur dan ayam mana
yang dahulu. Penduduk miskin memiliki resiko tinggi terhadap penyakit malaria.
Sebaliknya malaria merupakan salah satu penyebab kemiskinan sebuah wilayah.
Dengan kata lain memberantas kemiskinan merupakan investasi
pengendalian malaria dan sebaliknya mengendalikan malaria merupakan investasi
pengentasan kemiskinan. Pada kasus diatas seyogyanya antara investasi di bidang
pendidikan, ekonomi dan investasi kesehatan khususnya pengendalian malaria bisa
beriringan.

Apa artinya sekolah mewah lengkap dengan segala fasilitasnya akan tetapi
muridnya banyak yang terkena malaria akibatnya tidak akan bisa menyerap
materi/pelajaran yang disampaikan oleh gurunya, apalagi gurunya juga terkena
malaria akan lebih sulit lagi mencapai batas ambang kelulusan dengan nilai minimal
5,5 bagi si murid karena di sekolah dalam keadaan lesu, demam dan tidak bergairah.

Pada dasarnya untuk mengukur Indek Pembangunan Manusia/Human


Development Index di suatu wilayah/negara diukur dari segi ekonomi, pendidikan dan
kesehatan.

Untuk IPM/HDI negara kita masih jauh dari negara tetangga kita di ASEAN
khususnya Singapura, Malaysia, Brunaidarusalam, untuk indikator bidang kesehatan
yang diukur diantaranya umur harapan hidup, angka kematian bayi, angka kematian
ibu, jangan sampai kejadian malaria memperburuk indikator kesehatan tersebut.

E. Rekomendasi

Untuk mengatasi malaria agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat,


dengan upaya untuk terus meningkatkan kesadaran, kemauan dan kewaspadaan
melalui peningkatan komunikasi, informasi, edukasi serta advokasi kepada
masyarakat luas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam
perawatan dan pengobatan penderita malaria, peningkatan pemeliharaan lingkungan
agar tidak menjadi sarang dan tempat berkembang biak nyamuk malaria.

World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan kebijakan,


strategi serta target untuk kontrol malaria. Rekomendasi ini mencakup diagnosis dan
pengobatan malaria, melakukan pencegahan dengan kontrol vektor serta
menetapkan target, sasaran dan indikator. Target rencana WHO tertuang dalam aksi
global malaria (GMAP) yaitu mengendalikan malaria secara terus menerus tanpa
batas di seluruh dunia, pencegahan dan pengurangan jumlah kasus kematian
mendekati nol pada tahun 2015.

Rekomendasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa, penyakit malaria


mempunyai cakupan geografis yang sangat luas dengan tingkat penularan yang
berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga untuk strategi
kontrol malaria perlu didukung adanya pengetahuan tentang risiko penyakit.

Program kontrol harus dirancang serta diatur sedemikan rupa dengan


menggunakan berbagai intervensi. Langkah program kontrol malaria haruslah
mengenali dan menguasai secara menyeluruh informasi tentang nyamuk sasaran dan
keadaan setempat, bersifat jangka panjang dan disertai model untuk menjelaskan
dinamika penularan malaria di daerah endemik dan epidemi, apabila hasil maksimal
ingin dicapai. Oleh karena itu, tindakan terhadap kontrol malaria tetap perlu dicermati
bagi para peneliti dan pembuat kebijakan.

Model merupakan suatu alat yang tangguh untuk merancang program kontrol
malaria dan menganalisis berbagai kesulitan pada sistem ekologis yang dinamis
(McKenzie, 2000). Model ini juga telah menjadi alat pengambilan keputusan yang
berharga di dalam program kesehatan masyarakat (Bailey, 1982; Anderson, 1991dan
Maire, 2009). Selain itu juga dipakai sebagai landasan dasar untuk mencari,
memahami, menganalisis serta memprediksi keterkaitan antara vektor, lingkungan
dan penyakit malaria.

Adanya pemodelan ini memudahkan kita untuk meneliti prilaku nyamuk di


dalam ekosistem dan populasi manusia yang dinamis serta interaksinya antara satu
dengan yang lain secara sistematis dan terukur, serta dapat memprediksi kejadian-
kejadian saat ini dan yang akan datang. Sehingga dapat memastikan perilaku struktur
sistem dan diambil suatu kebijakan, kapan harus melakukan intervensi untuk
mendukung serta meningkatkan strategi penanggulangan malaria yang berkelanjutan.

Adapun rekomendasi yang lain yaitu:

Sebagaimana yang terdapat dalam buku pedoman penatalaksanaan kasus


malaria di Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat jenderal pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan Kementrian Kesehatan, 2009- antara lain disebutkan :
dalam rangka mengupayakan untuk menekan angka kesakitan dan kematian- dapat
dilakukan dengan memutuskan mata rantai penularan pada salah satu/ lebih mata
rantai dengan cara sebagai berikut :

1. Memberantas vektor ( nyamuk penular malaria ) Upaya pengendalian vektor ini-


sangat ditentukan oleh seberapa besar kepedulian dan peranserta masyarakat
dalam menata lingkungannya secara kolaboratif dengan upaya penyuluhan
berkesinambungan untuk merubah perilaku masyarakat dalam pemberantasan
malaria, dengan melibatkan : PKK Desa/ Kelurahan , tokoh masyarakat, tokoh
agama dan guru sekolah serta seluruh stakeholders yang berkepentingan-
dengan kegiatan utama, antara lain : mengalirkan genangan air, membersihkan
semak- semak belukar di sekitar rumah, program kandangisasi ternak yang dekat
dengan lagun dan menempatkannya dekat tempat perindukan nyamuk,
menyemprot dengan obat nyamuk, tidak tidur diluar kamar/ rumah kecuali
memakai obat nyamuk/ kelambu, teratur minum obat sesuai petunjuk medis,
melestarikan hutan bakau disepanjang pantai, merawat tambak dan
membersihkan lumut dipertambakkan atau lagun secara teratur.
2. Menemukan dan mengobati penderita malaria. Pada aspek ini- kewaspadaan dini
dalam upaya pencarian penderita oleh masyarakat perlu ditingkatkan terus :
misalnya mencari warga pendatang yang berasal dari daerah endemis ke pusat-
pusat layanan kesehatan, penderita malaria berat, penderita tidak sembuh ke
fasilitas kesehatan terdekat dan mengadakan pengamatan secara dini terhadap
keadaan yang potensial terjadinya kejadian luar biasa KLB.

Upaya penanggulangan malaria sejatinya merupakan aktivitas yang


komprehensif dengan mengutamakan aspek promotif- preventif dan kuratif secara
bersinergi, dengan tujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
mencegah bterjadinya kejadian luar biasa. Untuk mewujudkan kondisi tersebut serta
mengupayakan cakupan hasil yang optimal- maka upaya preventif dan kuratif
tersebut seharusnya sudah saatnya dilakukan dengan berkualitas dan terintegrasi
secara kolaboratif dengan program lainnya- terutama yang tidak kalah pentingnya
adalah merubah stigma diranah kesehatan selama ini- yang masih cenderung
membenarkan kebiasaan menjadi membiasakan kebenaran dalam berpikir sehat,
perilaku sehat dan hidup sehat pada masyarakat secara umum tidak terkecuali dan
terutama dengan orang kesehatan itu sendiri.

Vous aimerez peut-être aussi