Vous êtes sur la page 1sur 13

Abses Payudara

Nadia Syahirah binti Abdul Aziz

102013495

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana

Alamat korespondensi : Jl. Arjuna Utara, No. 6 Jakarta Barat 11510

Email :naemidori17@gmail.com

Abstrak

Breast abscess atau Abses payudara adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya disebabkan
oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan di
bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini
dapat menyerupai kista. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh
untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah didalam, maka infeksi bisa menyabar di
dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses. Abses ini banyak mengenai wanita
yang menyusui dan merupakan komplikasi dari luka dan radang payudara yang tidak dirawat dengan baik.
Pengobatannya adalah dengan melakukan insisi dan pemberian obatan yang sesuai yaitu obat yang cocok untuk
wanita menyusui supaya tidak memberi efek samping negetif kepada bayi yang disusuinya.

Kata kunci: infeksi, abses payudara

Abstract

Breast abscess is an accumulation of pus in the breast tissue. It is usually caused by an infection in the breast.
Injury and infection of the breast can produce the same symptoms as in other body parts, except the breasts,
infections tend to converge and produce a small abscess. It may resemble a cyst. Due to accumulation of pus, then
the surrounding tissue will be pushed aside. Abcess eventually grew up and become a barrier wall abscess. This
is the body's mechanism for preventing the further spread of infection. If an abscess broke, then the infection could
spread in the body or under the skin surface, depending on the location of the abscess. An abscess is usually
suffered by women who are breastfeeding and a complication of the wound and inflammation of the breast that is
not cared for properly. Treatment is by incision and the provision of appropriate medicines is a suitable for
breastfeeding women which will not give any side effects to infants.

Keywords: infection, breast abcess

1
Pendahuluan

Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan nanah
yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri. Kondisi ini
menyebabkan payudara membengkak, merah, dan nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus,
orang-orang dengan abses payudara dapat menderita demam. Kondisi ini umumnya terjadi
pada orang-orang yang berusia antara 18 sampai dengan 50 tahun tetapi sangat jarang terjadi
pada wanita yang tidak menghasilkan air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, wanita yang
menyusui memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya abses payudara.
Abses juga bisa terjadi pada payudara yang mengalami bendungan ASI. ASI yang
terbendung tersebut mudah terinfeksi karena kuman-kuman di permukaan kulit payudara
menyerang. Jaringan di sekitarnya menjadi merah, nyeri bila ditekan, dan teraba benjolan.
Pengobatan abses payudara adalah dengan melakukan sayatan untuk mengeluarkan nanah agar
pengobatan yang diberikan menjadi efektif.

Pembahasan kasus

Seorang perempuan berusia 28 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan payudara kirinya
terasa membengkak, terasa sakit disertai demam sejak 1 minggu yang lalu.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mengetahui riwayat medis pasien yang menjadi


keluhannya. Dari anamnesis ini dapat diketahui jenis penyakit yang dihadapi dan mungkin juga
puncanya.1

Ia dilakukan dengan kaedah wawancara antara pasien/keluarga pasien dan dokter atau
tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang
keluhan dan penyakit yang diderita pasien.

Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu auto-anamnesa, yaitu kegiatan
wawancara langsung kepada pasien karena pasien dianggap mampu tanya jawab dan Allo-
anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan wawancara/tanya
jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien. Allo-anamnesa dilakukan
karena pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat

2
terhadap apa yang dirasakan), pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu, pasien tidak
dapat berkomunikasi dan pasien dalam keadaan gangguan jiwa.

Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke


diagnosis penyakit tertentu. Teknik anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan
seni tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk
membuka saluran komunikasi antara dokter dengan pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai
dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit
akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga
dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik
dan penunjang.

Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan dan lingkungan.

Pada kasus ini, anamnesisnya mencakup diri pasien yang merupakan seorang perempuan yang
berusia 28 tahun, keluhan payudara kirinya dirasa membengkak, terasa sakit dan disertai
demam sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sedang menyusui.

Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital di paras normal.

Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan


kondisi fisik dari pasien. Tujuan pemeriksaan ini dilakukan adalah untuk mendalami lebih
lanjut mengenai keluhan pasien sekaligus mengenalpasti punca di badan pasien dengan
melakukan pengamatan melalui pemeriksaan fisik tersebut. Dengan pemeriksaan ini juga dapat
diketahui mengenai penyakit yang dihadapi dengan lebih lanjut dan sejauh mana teruk penyakit
tersebut dan sama ada ia tersebar atau menginfeksi pada bagian badan tertentu sahaja.

Pemeriksaan fisik meliputi Inspeksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat/memperhatikan keseluruhan tubuh pasien secara rinci dan sistematis, palpasi, yaitu
pemeriksaan fisik dengan cara meraba pada bagian tubuh yang terlihat tidak normal. Perkusi,
yaitu pemeriksaan fisik dengan mengetuk daerah tertentu dari bagian tubuh dengan jari atau

3
alat, guna kemudian mendengar suara resonansinya dan meneliti resistensinya dan auskultasi,
yaitu pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi-bunyi yang terjadi karena proses
fisiologi atau patoligis di dalam tubuh, biasanya menggunakan alat bantu stetoskop.

Payudara dibagi dalam empat kuadran oleh garis horisontal dan vertikal yang melalui
papilla mamae (kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah). Untuk
menunjukkan lokasi lesi pada payudara dapat ditunjuk dengan jam dan dengan jarak tertentu
dalam sentimeter dari papila mamae.

Pertama, dilakukan inspeksi. Pasien harus dalam keadaan posisi duduk tegak, kedua
lengan menggantung di samping badan. Amati payudara secara keseluruhan, yaitu, bentuk
kedua payudara,ukuran dan simetrinya, apakah terdapat perbedaan ukuran mamae, areola
mamae dan papila mamae, warna kulit, adakah penebalan atau udem, adanya kulit berbintik
seperti kulit jeruk, ulkus, gambaran pembuluh darah vena. Adakah tampak massa,
retraksi/lekukan, tonjolan/benjolan.

Setelah itu, papila mamae diamati dengan mengamati ukuran dan bentuk, arahnya , ada
atau tidak kelainan kulit atau ulserasi dan discharge.

Pemeriksaan yang sama dilakukan pada posisi mengangkat kedua lengan di atas kepala
dan posisi kedua tangan di pinggang. Kedua posisi ini adalah untuk melihat lebih jelas adanya
kelainan retraksi atau benjolan. Amati sekali lagi bentuk payudara, perubahan posisi dari papila
mamae, lokasi retraksi, benjolan

Posisi duduk/berdiri dengan membungkukkan badan ke depan, bersandar pada


punggung kursi atau lengan pemeriksa. Posisi ini diperlukan jika payudara besar atau pendular.
Payudara akan bebas dari dinding dada, perhatikan adakah retraksi atau massa.

Pada palpasi, Penderita disuruh berbaring, jika payudara tidak mengecil, tempatkan
bantal tipis di punggung, sehingga payudara terbentang rata, dan lebih memudahkan
menemukan suatu nodul. Palpasi dilakukan menggunakan permukaan volar tiga jari yang
ditengah, dengan gerakan perlahan-lahan, memutar menekan secara halus jaringan mamae
terhadap dinding dada. Lakukan palpasi pada setiap kuadran, payudara bagian perifer, kauda
aksilaris dan areola mamae, bandingkan payudara kanan dan kiri.

Bila ditemukan adanya nodul perhatikan dan catat lokasi, dengan cara menggunakan
kuadran atau jam dengan jarak berapa centimeter dari papila mamae, ukuran (cm) ,bentuk,

4
bulat/pipih, halus/berbenjol-benjol, konsistensi, kenyal/keras, batas dengan jaringan sekitar,
jelas atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak dan mobilitas terhadap kulit, fascia pektoralis dan
dinding dada di sebelah bawahnya.

Palpasi papila mamae, tekan papila dan areola mamae sekitar dengan ibu jari dan
telunjuk, perhatikan adakah pengeluaran discharge. Jika dijumpai discharge, atau riwayat
mengeluarkan discharge, harus dicari asalnya dengan menekan areola mamae dengan ibu jari
dan telunjuk dan pada sebelah radial sekitar papila mamae. Perhatikan adakah discharge yang
keluar dari salah satu duktus papila mamae.

Pada pemeriksaan fisik payudara terdapat benjolan pada kuadran lateral bawah dari
payu dara kiri dengan ukuran 4 X 3 cm, hiperemis, hangat, teraba fluktuasi, nyeri tekan (+).

Adanya fluktuasi merupakan ciri khas terjadinya abses pada payudara. Untuk
memastikan diagnosisnya, maka perlu dilakukan aspairasi nanahnya. Aspirasi perlu dilakukan
pemeriksaan histologik untuk menyingkirkan keganasan dan mengenalpasti jenis infeksi atau
bakteri yang menyebabkan abses tersebut terjadi.

Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel
darah putih. Untuk menentukan ukuran dari lokasi abses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan
roentgen, USG atau CT scan.2

Anatomi payudara
Payudara merupakan struktur superfisial yang paling menonjol di dinding toraks
anterior, terutama pada wanita. Payudara (L.mammae) terdiri dari glandula dan jaringan
penyokong fibrosa yang tertanam antara matriks lemak, bersama dengan pembuluh darah,
limfe dan saraf. Glandula mammae merupakan jaringan subkutaneus yang berada di depan
muskulus pektoralis mayor dan minor. Penonjolan yang paling nyata pada payudara adalah
papilla mammae yang dikelilingi areola.3 Papila mamae bentuknya silinder dan letaknya di
tengah payudara. Papila mamae dikelilingi oleh areola mamae. Warna kulit areola mamae
berkerut dan lebih berpigmen tergantung dari jenis warna kulit individu.
Payudara mengalami perubahan mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas,
fertilitas dan klimakterium-menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan progesteron
yang diproduksi ovarium dan hormon hipofise telah menyebabkan duktus dan asinus
berkembang. Perubahan semasa masa fertilitas sesuai dengan siklus menstruasi. Sekitar hari
kedelapan menstruasi payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi

5
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak
rata. Waktu pemeriksaan payudara yang tepat berdasarkan siklus fisiologis wanita adalah
setelah menstruasi, dimana payudara tidak tegang dan nyeri dan mencegah pemeriksaan yang
false positif. Pada kehamilan dan menyusui, payudara menjadi besar karena kelenjar
mengalami hipertropi.

Diagnosis

Mastitis

Mastitis adalah peradangan payudara yang biasanya terjadi pada masa nifas atau sampai 3
minggu setelah persalinan. Kejadian mastits berkisar 2-33 % dari ibu yang menyusui dan lebih
kurang 10 % kasus mastitis akan berkembang menjadi abses (nanah), dengan gejala yang
makin berat.1,4

Mastitis postpartum biasanya terjadi secara sporadikal pada ibu yang menyusui, biasa dengan
simptom onset terjadi setelah keluar rumah sakit atau juga dapat terjadi secara endemik di
rumah sakit. Kausatif agen yang sering adalah Staphylococcus aureus. Inflamasi biasanya
terjadi unilateral, dan wanita yang pertama kali menyusui lebih sering terkena. Jarang sekali
karsinoma inflamatori payudara disalah diagnos sebagai mastitis. Apabila organisme kausatif
merupakan jenis yang methicillin-resistent S aureus (MRSA). Resiko terjadinya abses
meningkat jika dibandingkan dengan infeksi yang disebabkan oleh spesis stapilokokus yang
tidak resisten.2

Keluhan dan gejala klinisnya adalah disertai nyeri dan bengkak pada aderah payudara, biasanya
pada salah satu payudara, adaya demam lebih dari 38 oC, menggigil, mialgia. Paling sering
terjadi di minggu ke 3-4 postpartum. Namun, bisa terjadi juga bila-bila masa sepanjang
menyusui.

Faktor resiko terjadinya mastitis ini adalah prmipara, stress, tehnik menyusui yang tidak benar,
sehingga proses pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik. (menyusu hanya pada satu
posisi), pengisapan bayi yang kurang kuat, dapat menyebabkan statis dan ostruksi kalenjar
payudara, pemakaian bra yang terlalu ketat, bentuk mulut bayi yang abnormal sehingga dapat
menyebabkan trauma pada puting susu. Bisa juga karena terdapat luka di puting susu dan
adanya riwayat mastitis sebelumnya saat meyusui.

6
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan nadi meningkat (takikardia).
Pada pemeriksaan payudara, payudara membengkak, lebih teraba hangat, kemerahan dengan
batas tegas, rasa nyeri dan dapat pula ditemui luka pada payudara. 1

Abses Payudara

Abses payudara terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga
memperberat infeksi. Ia suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan nanah yang
terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri.

Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses
pecah didalam, maka infeksi bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung pada lokasi abses.

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada kulit manusia itu bisa
masuk apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar puting susu. Ia merupakan
komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada minggu ke dua post
partum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui
dan lecet pada puting susu.

Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui
sobekan atau retakan dikulit (biasanya pada putting susu). Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit
yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Dengan
penatalaksanaan peradangan pada payudara yang tidak adekuat, maka area yang terinfeksi akan
terisi dengan nanah.

7
Infeksi stafilokokus dapat menyebabkan terbentuknya abses tunggal atau multiple dan
juga terdapat perubahan peradangan akut klinis khas jika abses terletak dekat permukaan.
Apabila abses cukup besar setelah sembuh akan membentuk suatu focus residual parut yang
teraba sebagai indurasi local. Infeksi streptokokus umumnya menyebar ke seluruh payudara,
menimbulkan nyeri, pembengkakan mencolok, nyeri tekan payudara. Apabila mereda tidak
seperti pada infeksi stafilokokus yang meninggalkan jaringan residual, infeksi streptokokus
tidak.

Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan dengan
kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak
menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting
susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi pada perokok.5

Epidemiologi

Abses ini biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu
1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami abses mammae pada
beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Terjadinya infeksi pada wanita yang tidak
menyusui jarang terjadi. Ia merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh sekaligus mudah
untuk kambuh. peluang kekambuhan bagi yang pernah mengalaminya berkisar di antara 40-
50 persen.

Patofisiologi

Ketika ASI tidak dikeluarkan sepenuhnya sewaktu menyusui, sisa ASI terperangkap di
dalam salurannya dan menyebabkan terjadinya peradangan. Kondisi ini dikenal sebagai
mastitis. Peradangan akan meningkatkan resiko infeksi bakteri selanjutnya pada saluran
tersebut.

Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang pecah. Ketika
bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh akan berusaha untuk melawan
bakteri-bakteri tersebut dengan mengirim sel-sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada
proses pembunuhan bakteri-bakteri ini, beberapa jaringan dapat mengalami kerusakan,
membentuk suatu kantung kecil yang akan diisi oleh nanah (campuran dari jaringan mati,
bakteri dan sel-sel darah putih), membentuk abses payudara.

8
Manifestasi klinik

Pada abses payudara, biasanya Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah. Payudara
lebih mengkilap dan berwarna merah. Benjolan pula terasa lunak karena berisi nanah. Kadang-
kadang keluar cairan nanah melalui puting susu. Pada lokasi payudara yang terkena akan
tampak membengkak. Bengkak kadang kala dengan bengkak getah bening dibawah ketiak.

Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ
atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya Tanda-
tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan adanya nyeri
tekan). Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
suatu benjolan. Masa akan teraba fluktuatif atau empuk. Jika abses akan pecah, maka daerah
pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Gejala sistematik berupa
demam tinggi, menggigil, malaise. Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa
mengandung nanah). Dan boleh juga terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi
yang sama dengan payudara yang terkena. Pasien akan merasa malaise, dan timbul
limfadenopati pectoralis, axiller, parasternalis, dan subclavia.

Tatalaksana

Pengeluaran susu terhambat dilakukan untuk mastitis adalah pemanasan lokal,


antipiretik dan analgesik ringan, pengosongan payudara berkala dengan terus memberikan ASI
atau memompa, dan terapi antibiotika oral.

Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari.


Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan
pemompaan air susu pada payudara yang terkena.

Pada penatalaksanaan nonmedikamentosanya, adalah ibu sebaiknya tirah baring dan


mendapat asupan cairan yang lebih banyak, sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji
sensitivitas. Payudara ibu disangga dengan bebat atau bra yang pas.

Untuk terapi medikamentosanya, pertama harus diberikan antibiotika seperti


Kloksasilin 500mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari atau Eritromisin 250 mg peroral 3 X
1 sehari selama 10 hingga 14 hari. Harus juga diberikan analgesik parasetamol 3 X 500mg
peroral. Setelah itu, dilakukan evaluasi setelah 3 hari.1

9
Kegagalan respon terhadap antibiotik biasa dalam masa 3 hari mungkin menunjukkan
terjadinya pembentukan abses atau infeksi dari bakteri yang resisten. 2

Evakuasi abses dengan cara dilakukan operasi (insisi abses) dalam anestesi umum.
Insisi bisa dilakukan radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak memotong
saluran ASI. Setelah diinsisi, diberikan drain untuk mengalirkan sisa abses yang ‘mungkin’
masih tertinggal dalam payudara. Abses / nanah kemudian diperiksa untuk kultur resistensi dan
pemeriksaan PA.

Tetapi juga dapat dilakukan dengan aspirasi, dengan bantuan ultrasound bila tersedia.
Ultrasound berguna sebagai alat diagnosis abses payudara dan dengan dilakukan secara
menyeluruh, aspirasi pus dengan bantuan ultrasound dapat bersifat kuratif. Hal ini mempunyai
efek yang kurang nyeri dan melukai jika dibandingkan dengan insisi dan penyaliran, dan dapat
dilakukan dengan anestesi local, sering dilakukan pada pasien rawat jalan.

Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam payudara, selain dipasang drain
juga dilakukan bebat payudara dengan elastic bandage. Setelah 24 jam tindakan, pasien kontrol
kembali untuk mengganti kassa.
Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotic oral biasanya
sia-sia. Antibiotic bisa diberikan setelah suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk
mencegah kekambuhan. Antibiotic juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian
tubuh lainnya. Dapat diberikan parasetamol 500mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan. Dilakukan
pengompresan hangat pada payudara selama 15 – 20 menit, 4 kali/hari. Sebaiknya dilakukan
pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena untuk mencegah
pembengkakan payudara.
Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen
atau ibuprofen) karena kedua obat tersebut aman diberikan untuk ibu menyusui dan bayinya.
Misalnya, Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan sendirinya san
mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan
infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan bisa meninggalkan
benjolan yang keras.

10
Pencegahan

Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah hal yang
sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffman’s exercises dapat dimulai sejak
38 minggu kehamilan. Oles sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau
satu jari dan jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit dengan lembut ditarik
dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini di ulang dengan arah horizontal, lakukan pada
keduanya beebrapa kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per hari, akan membantu
mengeluarkan puting susu. Metode alternatif adalah penarikan puting susu, digunakan pada
lapisan khusus di dalam bra pada saat kehamilan.

Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui. Setelah
menyusui, puting susu dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A dan D. Hindari pakaian
yang menyebabkan iritasi pada payudara. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan.
Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan cara
memompanya. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu. Minum banyak cairan. Menjaga kebersihan puting susu. Mencuci tangan
sebelum dan sesudah menyusui.5

Komplikasi

Komplikasi nyata yang dialami ibu setelah terjadinya abses payudara adalah, ibu
tersebut mengalami kesulitan dalam pemberian ASI. Cacat payudara bisa terjadi. Pada
sesetengah kasus, nyeri payudara yang kronis dapat terjadi dan pembentukan jaringan parut
pada jaringan payudara.

Kesimpulan

Abses payudara merupakan komplikasi dari mastitis. Mastitis adalah infeksi yang
disebabkan adanya sumbatan pada duktus (saluran susu) hingga puting susu atau disebut juga
peradangan pada payudara atau luka pada payudara akibat proses penyusuan ASI. Masalah
payudara yang sering terjadi pada masa nifas sebenarnya dapat dicegah dengan dilakukannya
perawatan payudara sebelum dan setelah melahirkan.6 Pemicu umum adalah bakteri yang
bernama Staphylococcus aureus yang banyak terdapat pada kulit manusia. Ketika bagian
payudara kurang terjaga kebersihannya atau terjadi penyumbatan, maka bakteri akan
berkembang biak dengan sangat mudah. Bakteri dalam jumlah banyak ini akan menyerang
bagian kulit payudara, bagian lapisan kulit, kelenjar bawah kulit dan menyebabkan peradangan.

11
Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara
diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan
dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan
mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang
diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI
dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis
kumannya.

Daftar Pustaka

1. Panduan Praktek Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan kesehatan Primer. Edisi
Revisi Tahun 2014. Indonesia: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. H 620-2
2. Keith L Moore, Arthur F. Dally, Anne M R Agur. Moore Clinically Oriented Anatomy.
Seventh Edition.2014. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. P 98-100.
3. Maxine A Papadakis, Stephen J McPhee. Current Medical Diagnosis & Treatment.
Fifty-forth edition. 2015. New York: McGraw Hill. P 796-7
4. Aitken, S. L., Corl, C. M., & Sordillo, L. M. (2011). Immunopathology of mastitis:
Insights into disease recognition and resolution. Journal of Mammary Gland Biology
and Neoplasia, 16(4), 291-304. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10911-011-9230-4
5. Potter, B. (2005). Women's experiences of managing mastitis. Community
Practitioner, 78(6), 209-12. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/213360190?accountid=50673
6. Contreras, G. A., & Rodríguez, J. M. (2011). Mastitis: Comparative etiology and
epidemiology. Journal of Mammary Gland Biology and Neoplasia, 16(4), 339-56. doi:
http://dx.doi.org/10.1007/s10911-011-9234-0
7. Pri Astuti, Yuli Setiyaningrum. Hubungan Antara Praktik Perawatan Payudara dengan
Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas Tahun 2009 di BPS Nunuk Desa Bandengan
Kapupaten Jepara. JIKK Vol 2, No 2. STIKES Muhammadiyah Kudus 118.

12
13

Vous aimerez peut-être aussi