Vous êtes sur la page 1sur 14

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur dari mata kuliah


Penelitian Tindakan Kelas

Dosen Pengampu : Tanto Aljauharie Tantowie, S.Pd,. M.Pd.I

Disusun oleh:
Kelompok 5
Angga Badra Agustian
Rani Nurmalasari
PGMI VII/B

FAKULTAS TARBIYYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH INSTITUT AGAMA
ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
2017
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, serta puji syukur senantiasa kita panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Langkah-langkah
Penelitian Tindakan Kelas”. Makalah ini disusun sebagai tugas terstruktur pada
mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas..
Dalam penulisan makalah ini, kami sepenuhnya menyadari bahwa masih
jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Namun, berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu kami ucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada Tantowi Aljauhari
Tantowie, S.Pd.I.,M.Pd.I selaku dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang
turut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Selanjutnya, kami hanya dapat menyerahkan kepada Allah SWT yang
akan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada kami dengan balasan
setimpal bahkan berlipat ganda.
Akhirnya kami haturkan permohonan maaf yang setulus-tulusnya jika
dalam penulisan makalah ini ada hal-hal yang tidak berkenan.Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami umumnya bagi semua pihak.
Aamiin.

Oktober, 2017
Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan.......................................................................................... 4
D. Metodologi .................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 5
A. Perencanaan (planning)............................................................... 5
B. Tindakan (acting) ........................................................................ 7
C. Pengamatan (observing) .............................................................. 9
D. Refleksi (reflecting) .................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................ 13
A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian tindakan adalah kegiatan yang secara umum terus berkembang
di dunia penelitian pendidikan. Kegiatan tersebut mendorong seorang guru untuk
melakukan penilaian kembali terhadap praktek pembelajaran yang dilakukannya
dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi diri sendiri maupun
para peserta didiknya. Oleh sebab itu penelitian tindakan perlu dilakukan dengan
langkah yang tepat guna menjembatani kesenjangan antara teori dan prektek
pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perencanaan dalam penelitian tindakan kelas?
2. Bagaimana tindakan dalam penelitian tindakan kelas?
3. Bagaimana pengamatan dalam penelitian tindakan kelas?
4. Bagaimana refleksi dalam penelitian tindakan kelas?
C. Tujuan
1. Mengetahui perencanaan dalam penelitian tindakan kelas.
2. Mengetahui tindakan dalam penelitian tindakan kelas.
3. Mengetahui pengamatan dalam penelitian tindakan kelas.
4. Mengetahui refleksi dalam penelitian tindakan kelas.
5. Metodologi
Penulisan makalah ini menggunakan metode analisis yaitu telaah buku dan
mencari berbagai sumber lain yang relevan yang sesuai dengan pembahasan.

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perencanaan (Planning)
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan,
diaman, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian
tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan berpasangan anatara pihak yang
mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian
kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk memngurangi
unsure subjektifitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan.
Dengan muda dapat diterima bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri
biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-
hal yang berada diluar diri, karena adanya unsur subjektifitas yang berpengaruh,
yaitu cenderung mengunggulkan dirinya. Apabila pengamatan dilakukan oleh
orang lain, pengamatannya lebih cermat dan hasilnya akan lebih objektif.
(Arikunto, 2008; 17)
Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan kepada para guru yang belum
pernah atau masih jarang melakukan penelitian. Meskipun dilakukan bersama,
karena kelasnya berbeda, dan tentu saja peristiwanya berbeda, hasilnya pasti
berbeda. (Arikunto, 2008;17)
Dalam penelitian tindakan, masing-masing berdiri sebagai peneliti
meskipun ketika menyusun rencana dilakukan bersama-sama. dengan demikian,
penelitian tindakan yang baik adalah apabila dapat diusahakan sebagai berikut:
Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindahkan adala guru itu
sendiri, sedangkan yang diminta melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat
dilakukan oleh dua orang guru, yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika
sedang manegajar, dia adalah seorang guru; ketika sedang mengamati, dia seorang
peneliti. (Arikunto, 2008; 17)
Bentuk lainnya adalah peneliti melakukan pengamatan sendiri terhadap
diri sendiri ketika sedang melakukan tindakan.apabila menerapkan bentuk ke dua
ini, peneliti harus mampu melakukan apa yang di sebut ngerogoh sukmo (bahasa
Jawa), yaitu mengeluarkan jiwa dari badan sementara waktu untuk mengamati
secara objektif apa yang sedang terjadi pada dirinya ketika itu. (Tentu pengertian

5
ini mudah terbantah karena mana ada kegiatan ragawi yang tidak disertai dengan
jiwa atau rohani). Penjelasan ini digunakan sebagai pengibaratan saja, sekedar
untuk mempermudah pemahaman. Maksud penjelasan tersebut adalah meskipun
terjadi pada diri sendiri, peneliti yang sekaligus pengamat tersebut diharapkan
mampu melakukan pengamatan teradap diri secara objektif agar kelemahan yang
terjadi dapat terlihat dengan wajar tidak harus ditutupi. (Arikunto, 2008; 18)
Dalam tahap menyusun rancangan ini peneliti menentukan titik atau fokus
peristiwa yang perlu mendapatkan peratian khusus untuk di amati, kemudian
membuat sebuah insterumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta
yang terjadi selama tindakan berlangsung. Jika yang digunakan dalam penelitian
ini bentuk terpisa maka peneliti dan pelaksana harus melakukan kesepakatan
antara keduanya.dikarenakan pelaksana guru peneliti adalah pihak yang paling
berkepentikang untuk meningkatkan kinerja, maka pemilihan strategi
pembelajaran disesuaikan dengan selera dan kepentingan guru peneliti, agar
pelaksanaan tindakan dapat terjadi secara wajar, realistis, dan dapat dikelola
dengan mudah. (Arikunto, 2008; 18)
Reformasi pendidikan bermula dari adanya rasa ketidakpuasan terhadap
cara yang tengah dipergunakan. Dalam hal ini sedikitnya terdapat enam
pertanyaan kritis yang dapat membantu guru dalam mempersiapakan perencanaan
penelitian tindakan.
1. Apakah yang sedang menjadi focus perhatian saudara?
2. Mengapa hal tersebut menjadi perhatian saudara?
3. Menurut pendapat saudara apa yang dapat dilakukan untuk menangani hal
tersebut?
4. Bukti seperti apa yang dapat dikumpulkan untuk membantu mebuat
keputusan terhadap yang tengah terjadi?
5. Bagaimana cara saudara mengumpulkan bukti tersebut?
6. Bagaimana cara saudara memeriksa bahwa keputusan yang dibuat dalam
menghadapi permasalahan tersebut memiliki alasan yang tepat dan
berimbang? (Mulyasa, 2009; 48)
Jawaban dari pertanyaan tersebut akan menghasilkan sebuah perkiraan
pelaksanaan terhadap situasi yang tengah diadapi dan sebuah rencana

6
penyelesaian masala yang memungkinkan. Metode spiral aksi-refleksi juga dapat
disertai, seperti berikut.
1. Saya pernah mengalami sebuah permasalahan ketika sejumlah materi
pembelajaran yang saya berikan tidak dapat dicerna o;leh peserta didik.
2. Saya membayangkan sebuah solusi terhadap masalah tersebut.
3. Saya melakukan tindakan sesuai dengan solusi yang telah dibayangkan
serbelumnya.
4. Saya mengevalusi perubahan yang dihasilakan dari solusi tersebut
5. Saya memodifikasi tindakan rencana-rencana dan ide-ide dalam sebuah
penjelasana evalusai. (Mulyasa, 2009; 49)
B. Tindakan (Acting)
Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan
implementasi atau penerapan isi rancangan, myaitu mengenakan tindakan dikelas.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksanaan guru harus
ingat dan berusaha menaati apa yng sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi
arus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara
pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar sinkron
dengan maksud semula. (Arikunto, 2008; 18)
Ketika mengajukan laporan penelitiannya, peneliti tidak melaporkan
seperti apa perencanaan yang dibuat karena langsung melaporkan pelaksanaan.
Oleh karena itu, bentuk dan isi laporannya arus sudah lengkap menggambarkan
semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari persiapan sampai penyelesaian.
Banyak diantara karya tulis yang diajukan oleh guru tidak dapat dinilai atau
diterima ole tim penilai karena isi laporannya tidak lengkap. Pada umumnya
penulis merasa suda menjelaskan tahapan metode yang dilaksanakan dalam
tindakan, mpadahal baru disinggung dalam kajian pustaka saja, dan belum
dijelaskan secara rinci, bagaiamana keterlaksanaannya ketika tindakan terjadi.
(Arikunto, 2008; 18-19)
Berikut ini dipaparkan sejumlah prosedur penting yang dapat dilakukan
dalam memulai sebuah penelitian tindakan.
1. Memulai dari yang kecil. meskipun permasalahan yang dihadapi adalah
masalahg yang besar, namun pada tahap awal studi hendaknya berfokus

7
pada sejumlah kecil aspek saja daripada keseluruan aspek yang dihadapi.
Penelitian tindakan adalah sebuah strategi, oleh karenanya merencanakan
sebua strategi merupakan hal yang sangat penting. Penelitian tindakan juga
bersifat berurutan dan kumulatif yang snaagt berkaitan satu sama lainnya.
Memulai sesuatu dari hal kecil dan sederhana akan memudahkan
perolehan kepahaman yang dapat vmeningkatkan minat dan motivasi
orang-oramng untuk berpartisipasi sehingga penelitian akan menjadi asli,
alami, menghemant waktu dan energy.
2. Merencanakan dengan hati-0hati perencanaan yang dibuat tidak
memasukkan sebelumnya tujuaan-tujuan yang endak dicapai dari suatu
penelitian, kasrena seringkali bayangan permasalahan yang dimiliki tidak
sama dengan permasalaan yang sesungguhnya terjadi. Oleh karena itu,
perencanaan yang dibuat adalah tentang bagaiman suatu studi penelitian
tindakan sebaiknya dirancang:
a. Permasalahan apa yang sebaiknya ditangani pertama kali.
b. Kelas mana yang lebih dahulu diamati atau dilibatkan;
c. Siapa yang perlu dimintai keterangan;
d. Perlengkapan apa yang perlu disiapkan bila terjadi proses umpan balik
dan pertukaran pandangan (misalmnya sebuah tape atau video
recorder).
3. Mengatur skala waktu yang realistis. Pengaturan setiap tingkat penelitian
dengan rentang eaktu tertentu sangat penting dilakukan. Pengaturan waktu
ini harus realistis dan diusahan dapat mengatasi kejadian yang tidak
diprediksi sebelumnya pada faktor manusia yang dihadapi. Oleh karena
itu, kita dapat vemnggunakan dua batasan dalam mengatur waktu.
Pertama, waktu ideal yang membatasi kita untuk meraih target tertentu
meskipun ada kemungkinan tidak tercapainya target tersebut. Kedua,
waktu yang telah longgar dan alami, meskipun kelonggaran waktu dapat
berdampak pada kredibilitas proyek yang dilakukan. Namun, hal ini perlu
dipertimbangkan karena permasalahan yang dihadapi kadangkala tidak
bisa diprediksi sebelumnya. Penetrasi waktu yang dibuat perlu diberitakan

8
kepada public agar diperoleh suatu pemahaman terhadap permasalahan
yang tengah dihadapi.
4. Melibatkan pihak lainnya. Penelitian tindakan bersifat bebas, namun
bukan berarti tersendiri karena kesendirian proses penelitian dapat
mengurangi tingkat atau kualitas validasi prosedurnya dimata
umum.puhak atau orang lain yang terlibat sebagai partisipan maupun
sebagai validator terhadap bukti penelitian adalah rekan kita, bukanlah
objek yang kita teliti. Karena penelitian tindakan berprinsip sebagai
penelitian DENGAN SESEORANG dan bukannya penelitian
TERHADAP SESEORANG.
5. Partisipan dapat berperan sebagai pengamat dan validator. Mereka terdiri
atas para sisiwa, rekan kerja, staf sekolah, bahkan para pengamat dan
pembaca yang tertarik dengan kegiatan penelitian yang kita lakukan.
6. Menjaga orang lain tetap terinformasikan. Meskipun banyak pihak tidak
terlibat langsung dengan proyek penelitian yang kita lakukan, namun
premberitahuan secara umum perlu diklakukan. Bila perlu, kita membuat
sebuiah pengumuman dipapan pemngumuman yang akan membuat
suasana dukungan terhadap aktifitas kita.
7. Mengatur sebuah umpan balik. Sebuah umpan balik adalah proses yang
penting dalam sebuah manajemen penelitian sehingga kita dapat
mengetahui hasil dan perkembangan penelitian yang dilakukan. Kita dapat
memberikan sebuah transkrip hasil wawancara pada para partisipan setelah
proses perekaman kegiatana tersebut melalui tape/video rekorder.
8. Mengatur jadwal untuk menulis. Sejak awa waktu direncanakan untuk
membuat waktu khusus yang disediakan untuk menulis, baik secara
formal/nonformal.
9. Bagaimanapun penelitian tindakan penelitian bukanlah sebuah penelitian
yang dimulai dengan sesuatu dan diakhiri sesuatu, melainkan suatu
siklusyang berkesinambungan dan saling berkaitan pada setiap prosesnya.
(Mulyasa, 2009; 48-52)
C. Pengamatan (Observing)

9
Tahap ketiga, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat.
Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan
pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu
tindakan dilakukan.. Jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama.
Sebutan tahap kedua diberikan untuk memberikan peluang kepada guru
pelaksanaan yang juga berstatus pengamat. Ketika guru tersebut sednag
melkaukuan tindakan, karena hatinya meyatu dengan kegiatan, tentu tidak sempat
menganalisi peristiwa ketika sednag terjadi. Oleh karena itu, kepada guru
pelaksanaan yang berstatus sebagai pengamat agar menlakukan “pengamatan
balik” terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan
pengamatan balik ini, guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang
terjadi. Agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.
(Arikunto 2008; 19)
D. Refleksi (Reflecting)
Tahap keempat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa
yang sudah dilakukan. Istilah refleksi berasal dari bahasa nggris reflection, yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat
tepat dilakukan ketika guru pelaksaan sudah selesai melakukan tindakan,
kemudian berhadapan dengan penelitian untuk mendiskusikan implementasi
rancangan tindakan. Istilah refleksi di sini sama dengan “ memantul, seperti
halnya memancar dan menatap kena kaca”. Dalam hal ini, guru pelaksanaan
sedang mematulkan pengalamannya pada penelitian yang baru saja mengamati
kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru
pelaku tindakan siap mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang
dirasakan sudah berjalan baik dan bagian mana yang belum. Dengan kata lain,
guru pelaksana sedang melakukan evaluasi diri. Apabila guru pelaksana juga
berstatus sebagaia pengamat, yaitu mengamati apa yang ia lakukan, maka refleksi
dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya
kembali melakukan “dialog” untuk menemukan hal-hal yang dirasakan
memuaskan hati karena sudah sesuai rancangan dan secara cermat mengenali hal-
hal yang masih perlu diperbaiki. (Arikunto, 2008; 19-20)

10
Jika penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus, maka dalam
refleksi terakhir, peneliti menyampaikan rencana yang disarankan kepada peneliti
lain apabila ia menghentikan kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila akan
melanjutkan dalam kesempatan lain. Catatan-catatan penting yang dibuat
sebaiknya rinci sehingga siapa pun yang akan melaksanakan dalam kesempatan
lain tidak akan menjumpai kesulitan. (Arikunto, 2008; 20)
Keempat tahap dalam penelitia tindakan tersebut adalah unsure untuk
membentuksebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, yang kembali ke
langkah semula. Jadi, satu siklus adalah dari tahap penyesuaian rancangan sampai
dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan
“bentuk tindakan” sebagaimana disebut dalam uraian ini, maka yang dimaksud
dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tidak pernah
merupakan bentuk tindakan tunggal, tetapi selalu harus berupa rangkaian kegiatan
yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus. Sebagai contoh, tindakan
untuk mengajarkan topic “peta pulau jawa” itu sudah tertentu materinya, jadi
hanya berlangsung satu putaran. Lain lagi jika topiknya “membaca peta”,
kegiatannya dapat berlangsung berkali-kali karena yang akan diajarkan ada
beberapa seingga dapat merupakan siklus berkesinambungan. (Arikunto, 2008;
20-21)
Dalam hal ini, sering menimbulkan pertanyaan adealah berapa lama satu
siklus itu berlangsung, dan berapa kali pertemuankah peneliti diizinkan
mengadakan refleksi agar terjadi satu kali siklus. Jawaban yang menunjukkan
waktu kiranya kurang tepat diberikan karena jangka waktu pelaksanaan
pembelajaran sifatnya relative. Jangka waktu untuk satu siklus tergantung dari
materi yang dilaksanakan dengan cara tertentu. Mungkin materi yang diajarkan
hanya satu pokok bahasan, tetapi cukup luas sehingga memerlukan waktu
beberapa kali pertemuan. Refleksi dapat dilakukan apabila peneliti merasa sudah
mantap mndapat pengalaman, dalam arti sudah memperoleh informasi yang perlu
untuk memperbaiki cara yang telah dicoba. Mungkin saja peneliti menentukan
untuk mengadakan pertemuan tiga sampai lima kali sehingga siswa sudah dapat
merasakan proses dan hasilnya, demikian pula pengamat sudah memperoleh

11
informasi yang dirasakan cukup mantap sebagai masukan yang berarti sebagai
mengadakan perbaikan bagi siklus berikutnya. (Arikunto, 2008; 21)
Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan yang baru
selesai dilaksanakan dalam satu siklus, guru pelaksana (bersama peneliti
pengamat) menentukan rancangan untuk siklus kedua. Apakah guru tersebut akan
mengulang kesuksesan untuk meyakinkan atau menguatkan hasil, atau akan
memperbaiki langkah terhadap hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam
siklus pertama? Hasil keputusan tersebut dijadikan rancangan untuk tindakan
siklus kedua. Setelah menyusun rancangan untuk siklus kedua, guru dapat
melanjutkan ketahap 2,3, dan 4, seperti yang terjadi dalam siklus yang pertama.
Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan guru belium merasa puas, dapat
melanjutkan ke siklus ketiga, yang cara dan tahapnya sama dengan siklus
sebelumnya. (Arikunto, 2008; 21)
Selanjutnya, jika guru masih belum puas dengan hasil siklus tersebut dan
masih ingin melanjutkan pada siklus keempat akan sangat dihargai, namun apabila
mau berhenti, juga sudah sah karena sudah lebih dari dua siklus. Hal penting yang
hasrus mendapatkan perhatian bagi peneliti –karena menjadi focus penilaian-
adalah bahwa perencanaan siklus lanjutan harus didasarkan hasil refleksi siklus
sebelumnya. (Arikunto, 2008; 22)
Bagi peneliti pemula, sangat disarankan untuk melakukan penelitian
kolaborasi, yaitu penelitian yang dilakukan bersama-sama atau berpasangan. Jika
guru menginginkan model seperti ini dapat menentukan;
1. Teman yang sama mata pelajaran tetapi beda kelas;
2. Teman satu sekolah beda kelas, tetapi pelajarannya mirip;
3. Teman mana saja asal saling memahami metode satu dengan
lainnya. (Arikunto, 2008; 22)

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Langah-langkah penelitian tindakan kelas
1. Perencanaan (planning), dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang
apa, mengapa, kapan, diaman, oleh siapa, dan bagaimana tindakan
tersebut dilakukan.
2. Tindakan (acting), tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah
pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi
rancangan, myaitu mengenakan tindakan dikelas. Hal yang perlu
diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksanaan guru harus
ingat dan berusaha menaati apa yng sudah dirumuskan dalam
rancangan, tetapi arus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat.
3. Pengamatan (observing,) tahap ketiga, yaitu kegiatan pengamatan yang
dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau
pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena
seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan dilakukan..
Jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama.
4. Refleksi (reflecting), tahap keempat merupakan kegiatan untuk
mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah refleksi
berasal dari bahasa nggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan
ketika guru pelaksaan sudah selesai melakukan tindakan,
B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami harapkan dapat memberi manfaat dalam
dunia penelitian dan pendidikan khususnya kami sebagai penyusun, dan umumnya
untuk pembaca sebagai guru, maupun calon guru.

13
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi (2008). Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta. Bumi Aksara
Mulyasa. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung. Remaja Rosda
Karya

14

Vous aimerez peut-être aussi