Vous êtes sur la page 1sur 31

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh :
Rebekka Martina
1161050257

Pembimbing
dr. Rivai Usman, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 5 OKTOBER – 12 DESEMBER 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


JAKARTA

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Rebekka Martina, S.Ked

NIM : 1161050257

Fakultas : Kedokteran Umum

Judul : Laporan Kasus Bronkopneumonia

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Pembimbing : dr. Rivai Usman Sp. A

Telah Disetujui dan Diterima Hasil Penyusunannya oleh:

Pembimbing,

dr.Rivai Usman, Sp.A

2
BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu


Nama An. Y Tn. D Ny. A

Umur 5 tahun 29 tahun 28 tahun


Jenis Kelamin Wanita Pria Wanita
Alamat KP.PONCOL,Babelan,Bekasi
Agama Islam Islam Islam

Suku bangsa Betawi


Pendidikan TK D3 SMA
Pekerjaan Pelajar Wiraswasta IRT
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
Kandung
Tanggal Masuk 11 November
RS 2015

ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu Pasien di bangsal anak ruang Melati.

Keluhan Utama :

Sariawan dan panas sejak 1 minggu SMRS

Keluhan Tambahan :

Batuk dan pilek sejak 1 minggu SMRS


3
.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli klinik RSUD Kota Bekasi diantar ibunya dengan keluhan sariawan dan
demam sejak 1 minggu SMRS.sariawan awalnya tidak terasa terlalu sakit tapi sekarang terasa
sakit dan menyebabkan nafsu makan pasien menurun. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek
sejak 1 Minggu SMRS

BAB dan BAK tidak ada keluhan, mual dan muntah disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

DBD - Kejang - Darah -

Thypoid - Maag - Radang paru -

Otitis - Varicela - Tuberkulosis -

Parotis - Operasi - Morbili -

Kesan:

Pasien baru mengalami sakit seperti ini

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada yang pernah mengalami penyakit serupa.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke


bidan

KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan

Penolong persalinan Bidan

4
Cara persalinan spontan

Masa gestasi 38 Minggu

Keadaan bayi Langsung menangis

Apgar score 9-10

Langsung menangis

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor

Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)

Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)

Berdiri : 9 bulan (normal: 9-12 bulan)

Berjalan : umur 13 bulan (normal: 13 bulan)

Bicara : tidak ingat (normal: 9-12 bulan)

Baca dan Tulis : 5 tahun

Kesan :

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.

Riwayat Makanan

Umur ASI PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim


0-2 bulan √
2-4 bulan √

4-6 bulan √ √

6-8 bulan √ √ √ √
10-12 bulan √ √ √ √

Riwayat Imunisasi :

5
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG Lahir - - - - -

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

POLIO Lahir 2bulan 4 bulan - - -

CAMPAK 9 bulan - - - - -

HEPATITIS B Lahir 1 bulan 6 bulan - - -

Riwayat Keluarga :

Ayah Ibu Anak pertama

Nama Tn. D Ny.A An.Y

Perkawinan ke Pertama Pertama -

Umur 29 28 5 tahun

Keadaan kesehatan Baik baik

Kesan : tidak ada yang seperti pasien

Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Tingggal di rumah sendiri bertiga dengan pencahayan dan sanitasi cukup

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada An.R pada tanggal 11 November 2015 di bangsal anak ruang Melati

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tanda Vital

Kesadaran : compos mentis

6
Frekuensi nadi : 100x/menit

Frekuensi pernapasan : 24 x/menit

Suhu tubuh : 38,0oC

Data antropometri

Berat badan : 14 kg

Tinggi badan : 110 cm

 Status gizi
Z-Score Keterangan
>3 SD Obese (sangat gemuk)
>2 SD Overweight (gemuk)
>1 SD Possible risk of overweight
1 < SD > -2 Berat badan sesuai
<-2 SD Wasted (kurus)
<-3 SD Severely wasted (sangat kurus)
KESAN: GIZI BAIK

7
 Kepala
 Bentuk : normocephali
 Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
 Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+
 Hidung : bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-
 Mulut : Deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-),Faring
(-) T1-T1
 Leher
 : Tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi
suprasternal (-), kaku kuduk (-)
 Thorax

8
 Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri simetris, massa (-)
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi
o Pulmo : suara nafas vesikuler, ronki +/+, wheezing -/-
o Kardio : bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop –
 Abdomen
 Inspeksi : perut datar, distensi (-), jejas (-)
 Auskultasi : bising usus 3x/menit
 Palpasi : supel, turgor kulit baik, organomegali (-)
 Perkusi : timpani, shifting dullness (–)

 Kulit : Turgor baik, ptechiae (-),


 Genitalia Eksterna : tidak tampak kelainan
Superior Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Akral Hangat Hangat Hangat Hangat

Sianosis - - - -

Edema - - - -

Tonus Normo Normo Normo Normo

Trofi Normo Normo Normo Normo

Motorik 5555 5555 5555 5555

Sensorik - - - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah 12/11/2015

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI

9
Lekosit 13,1 Ribu/uL 5-10

Eritrosit 3,45 Juta/uL 4-5

Hemoglobin 14,5 g/dL 11-14,5

Hematokrit 43,3 % 37-47

Trombosit 279 ribu/uL 150-400

LED 20 mm 0-10

Foto thoraks

Ekspertise: Cor,sinuses dan diafragma normal,tampak infiltrat di parakardial

Kesan: Bronkopneumonia dupleks

10
RESUME

Pasien datang ke poli klinik RSUD Kota Bekasi diantar ibunya dengan keluhan sariawan dan
demam sejak 1 minggu SMRS.sariawan awalnya tidak terasa terlalu sakit tapi sekarang terasa
sakit dan menyebabkan nafsu makan pasien menurun. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek
sejak 1 Minggu SMRS

BAB dan BAK tidak ada keluhan, mual dan muntah disangkal.

Pemeriksaan fisik Keadaan umum tampak sakit sedang tanda vital derajat Kesadaran
avpu alert, Frekuensi nadi 100x/menit ,Frekuensi pernapasan 24x/menit ,Suhu tubuh 38,0oC.,
Lekosit 13.1 ribu/uL, Eritrosit 3.45 juta/uL,Hemoglobin 14,5 g/dL, Hematokrit 43,3 %
Pemeriksaan penunjang : Lekosit 13,1 ribu/ul,LED:20 mm

DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia

DIAGNOSIS BANDING

Bronkiolitis

TB Paru

PENATALAKSANAAN

 Non medikamentosa :

 Tirah baring

 Edukasi kepada OT tentang penyaki yang diderita

 Medikamentosa

 Infus tridex27 A 1000 cc/hari

 Inj.Ceftriaxon 1x1 g iv drop

 Azithromicyn 1x150 mg PO

 Paracetamol 1 cth

 Ambroxol 3x1 cth

 Inhlalasi/8 jam

11
Ventolin 1 neb

Nacl 2cc :

PROGNOSIS

 Ad vitam : Dubia ad bonam


 As fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam

Tanggal Follow up

12/11/2015 S/ batuk,demam,sariawan

O/ Nadi : 100 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 37,4oC

Kepala : normocephali, CA -/-, SI -/-

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thoraks : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, retraksi -

BJ I&II reguler, murmur -, gallop –

Abdomen : Supel, BU + 4x/menit

Ekstremitas : Akral hangat, sianosis -, CRT < 2dtk

A/ Bronchoneumonia

 P/- Tridex plan 1000 cc/hari

 Ceftriaxone 1x1 gram

12
 Inhalasi/8 jam

 Azitromicin 1x 150 gram

 PCT 1 cth

 Ambroxol 3x1 cth

13/11/2015 S /batuk (+)

O/ Nadi : 100x/menit

RR : 22 x/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala : normocephali, CA -/-, SI -/-

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thoraks : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/- , retraksi -

BJ I&II reguler, murmur -, gallop –

Abdomen : Supel, BU + 3x/menit

Ekstremitas : Akral hangat, sianosis -, CRT < 2dtk

A/ Bronchoneumonia

 P/- Tridex plan 1000 cc/hari

 Ceftriaxone 1x1 gram

13
 Inhalasi/8 jam

 Azitromicin 1x 150 gram

 PCT 1 cth

 Ambroxol 3x1 cth

 Cetirizin 1x1 cth

14/11/2015 S/ , batuk (+)

O/ Nadi : 100x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala : normocephali, CA -/-, SI -/-

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thoraks : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/- , retraksi -

BJ I&II reguler, murmur -, gallop –

Abdomen : Supel, BU + 3x/menit

Ekstremitas : Akral hangat, sianosis -, CRT < 2dtk

A/ Bronchoneumonia(boleh pulang)

 P/- Tridex plan 1000 cc/hari

14
 Ceftriaxone 1x1 gram

 Inhalasi/8 jam

 Azitromicin 1x 150 gram

 PCT 1 cth

 Ambroxol 3x1 cth

 Cetirizin 1x1 cth

15
Foto Pasien

16
BAB II
ANALISA KASUS

Anamnesis

Pasien ini didiagnosis BRONKOPNEUMONIA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dimana pada anamnesis didapatkan demam dan batuk sejak 1 minggu SMRS dan pilek serta adanya
rhonki pada pemeriksaan fisik dan didapatkan pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan fisik Keadaan
umum tampak sakit sedang tanda vital derajat Kesadaran avpu alert, Frekuensi nadi 100x/menit
,Frekuensi pernapasan 24x/menit ,Suhu tubuh 38,0oC., Lekosit 13.1 ribu/uL, Eritrosit 3.45
juta/uL,Hemoglobin 14,5 g/dL, Hematokrit 43,3 % Pemeriksaan penunjang : Lekosit 13,1 ribu/ul,LED:20
mm yang menandakan adanya infeksi

17
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. PNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar


disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal
lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme perlu
dipertanyakan apakah penyebab dari pneumonia (bakteri/virus?). Pneumonia sering kali
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara
klinis pada anak sulit dibedakan antara pneumonia bakteri dan viral, demikian pula [ada
pemeriksaan radiologis dan laboratorium. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan
bahwa pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis, dan perubahannya nyata pada pemeriksaan radiologis.1

Gambar 1. Bronkopneumonia

EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam
rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 1

18
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan
WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.2,3

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan


tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :

a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan
bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang
lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

19
Gambar 2. E.colli Gambar 3. Klebsiella sp Gambar 4. Pseudomonas sp

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data
di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Etiologi Pneumonia

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 minggu – 3 Bakteri Bakteri


bulan
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus Haemophillus influenza


pneumonia tipe B

20
Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 Bakteri Bakteri


tahun
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
tipe B

Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis

Streptococcus Staphylococcus aureus


pneumonia

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

5 tahun – Bakteri Bakteri


remaja
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumonia Legionella sp

Streptococcus Staphylococcus aureus

21
pneumonia

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza

Parainfluenza

PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah
itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu : 2

1. Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini
terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin
3
dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

22
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)


Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.

3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)


Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di
seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit
di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 1

4. Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)


Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

23
Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia

GEJALA KLINIS

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan
nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai
muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin
terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan
adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan
hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan
bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar
dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan
nyeri dada.

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :

 Suhu tubuh ≥ 38,5o C


 Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
 Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit

Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

24
Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit

 Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.


 Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
 Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki
basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan
kadang terdengar juga suara bronkial.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal.
Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 –
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju
endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.

2. C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis
dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi
respons terhadap terapi antibiotik.4

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi


untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120
mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.

3. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin


dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret

25
nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.

4. Pemeriksaan serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase
akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia
dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada
keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.

5. Pemeriksaan Roentgenografi

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama


pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa
takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto
rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,


peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation
karena atelektasis.
 Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau

26
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round
pneumonia
 Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.3,4,5

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena


pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :

 Bronkopneumonia sangat berat :


Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan diberi antibiotika.

 Bronkopneumonia berat :

27
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

 Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

 Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak
perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung


2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :5
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan) 3,4,5

PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan antibiotika

Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

 Pneumonia ringan

28
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90
mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)
dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
 Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur :

 Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
 Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
 Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

29
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5
x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah
setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal
bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat
penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).6

PROGNOSIS

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat


diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta:
2000. hal: 883-889.

2. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta: 2000. hal 465.

3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.

4. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.


Bandung: 2005.

5. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit
EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

7. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999.
hal: 695-705.

31

Vous aimerez peut-être aussi