Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh :
Rebekka Martina
1161050257
Pembimbing
dr. Rivai Usman, Sp.A
1
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 1161050257
Pembimbing,
2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu Pasien di bangsal anak ruang Melati.
Keluhan Utama :
Keluhan Tambahan :
Pasien datang ke poli klinik RSUD Kota Bekasi diantar ibunya dengan keluhan sariawan dan
demam sejak 1 minggu SMRS.sariawan awalnya tidak terasa terlalu sakit tapi sekarang terasa
sakit dan menyebabkan nafsu makan pasien menurun. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek
sejak 1 Minggu SMRS
BAB dan BAK tidak ada keluhan, mual dan muntah disangkal.
Kesan:
4
Cara persalinan spontan
Langsung menangis
Psikomotor
Kesan :
Riwayat Makanan
4-6 bulan √ √
6-8 bulan √ √ √ √
10-12 bulan √ √ √ √
Riwayat Imunisasi :
5
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG Lahir - - - - -
CAMPAK 9 bulan - - - - -
Riwayat Keluarga :
Umur 29 28 5 tahun
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada An.R pada tanggal 11 November 2015 di bangsal anak ruang Melati
Tanda Vital
6
Frekuensi nadi : 100x/menit
Data antropometri
Berat badan : 14 kg
Status gizi
Z-Score Keterangan
>3 SD Obese (sangat gemuk)
>2 SD Overweight (gemuk)
>1 SD Possible risk of overweight
1 < SD > -2 Berat badan sesuai
<-2 SD Wasted (kurus)
<-3 SD Severely wasted (sangat kurus)
KESAN: GIZI BAIK
7
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-
Mulut : Deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-),Faring
(-) T1-T1
Leher
: Tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi
suprasternal (-), kaku kuduk (-)
Thorax
8
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri simetris, massa (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
o Pulmo : suara nafas vesikuler, ronki +/+, wheezing -/-
o Kardio : bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop –
Abdomen
Inspeksi : perut datar, distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus 3x/menit
Palpasi : supel, turgor kulit baik, organomegali (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (–)
Sianosis - - - -
Edema - - - -
Sensorik - - - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
9
Lekosit 13,1 Ribu/uL 5-10
LED 20 mm 0-10
Foto thoraks
10
RESUME
Pasien datang ke poli klinik RSUD Kota Bekasi diantar ibunya dengan keluhan sariawan dan
demam sejak 1 minggu SMRS.sariawan awalnya tidak terasa terlalu sakit tapi sekarang terasa
sakit dan menyebabkan nafsu makan pasien menurun. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek
sejak 1 Minggu SMRS
BAB dan BAK tidak ada keluhan, mual dan muntah disangkal.
Pemeriksaan fisik Keadaan umum tampak sakit sedang tanda vital derajat Kesadaran
avpu alert, Frekuensi nadi 100x/menit ,Frekuensi pernapasan 24x/menit ,Suhu tubuh 38,0oC.,
Lekosit 13.1 ribu/uL, Eritrosit 3.45 juta/uL,Hemoglobin 14,5 g/dL, Hematokrit 43,3 %
Pemeriksaan penunjang : Lekosit 13,1 ribu/ul,LED:20 mm
DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis
TB Paru
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
Tirah baring
Medikamentosa
Azithromicyn 1x150 mg PO
Paracetamol 1 cth
Inhlalasi/8 jam
11
Ventolin 1 neb
Nacl 2cc :
PROGNOSIS
Tanggal Follow up
12/11/2015 S/ batuk,demam,sariawan
RR : 24 x/menit
Suhu : 37,4oC
Thoraks : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, retraksi -
A/ Bronchoneumonia
12
Inhalasi/8 jam
PCT 1 cth
O/ Nadi : 100x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5oC
Thoraks : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/- , retraksi -
A/ Bronchoneumonia
13
Inhalasi/8 jam
PCT 1 cth
O/ Nadi : 100x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,5oC
Thoraks : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/- , retraksi -
A/ Bronchoneumonia(boleh pulang)
14
Ceftriaxone 1x1 gram
Inhalasi/8 jam
PCT 1 cth
15
Foto Pasien
16
BAB II
ANALISA KASUS
Anamnesis
Pasien ini didiagnosis BRONKOPNEUMONIA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dimana pada anamnesis didapatkan demam dan batuk sejak 1 minggu SMRS dan pilek serta adanya
rhonki pada pemeriksaan fisik dan didapatkan pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan fisik Keadaan
umum tampak sakit sedang tanda vital derajat Kesadaran avpu alert, Frekuensi nadi 100x/menit
,Frekuensi pernapasan 24x/menit ,Suhu tubuh 38,0oC., Lekosit 13.1 ribu/uL, Eritrosit 3.45
juta/uL,Hemoglobin 14,5 g/dL, Hematokrit 43,3 % Pemeriksaan penunjang : Lekosit 13,1 ribu/ul,LED:20
mm yang menandakan adanya infeksi
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA
DEFINISI
Gambar 1. Bronkopneumonia
EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam
rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 1
18
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan
WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.2,3
ETIOLOGI
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan
bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang
lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
19
Gambar 2. E.colli Gambar 3. Klebsiella sp Gambar 4. Pseudomonas sp
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data
di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
20
Virus Moraxella catharalis
Influenza Virus
Adenovirus Virus
Influenza
Parainfluenza
21
pneumonia
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah
itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu : 2
22
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
23
Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia
GEJALA KLINIS
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan
nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai
muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin
terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan
adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan
hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan
bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar
dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan
nyeri dada.
PEMERIKSAAN FISIK
24
Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal.
Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 –
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju
endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis
dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi
respons terhadap terapi antibiotik.4
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
25
nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase
akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia
dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada
keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.
5. Pemeriksaan Roentgenografi
26
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round
pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.3,4,5
Bronkopneumonia berat :
27
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak
perlu diberi antibiotika.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pneumonia ringan
28
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90
mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)
dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal
29
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5
x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah
setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal
bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat
penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).6
PROGNOSIS
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta:
2000. hal: 883-889.
2. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta: 2000. hal 465.
5. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit
EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
7. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999.
hal: 695-705.
31