Vous êtes sur la page 1sur 16

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan Puji dan sukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas membuat asuhan keperawatan penyakit ISPA.

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menghadapi kesulitan dan hambatan
tetapi berkat dorongan dan dukungan dari rekan-rekan oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penulisan makalah
ini dapat diselesaikan.

Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya. Namun walaupun makalah ini selesai tentulah masih banyak
kekurangan hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, oleh
karena itu kritik dan saran yang mengarah kepada perbaikan isi makalah ini sangat penulis
harapkan.

Jayapura , 16 Desember 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 3
B. POKOK MASALAH ................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI ..................................................................................................................... 4
B. ETIOLOGI ................................................................................................................... 4
C. KLASIFIKASI ............................................................................................................. 6
D. PATOFISIOLOGI ........................................................................................................ 7
E. PATHWAY .................................................................................................................. 9
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK .............................................................................. 10
G. PENATALAKSANAAN ........................................................................................... 10
H. ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................................... 12
I. PENGKAJIAN .................................................................................................... 12
II. DIAGNOSA ........................................................................................................ 13
III. INTERVENSI ..................................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................................................... 16
B. SARAN ...................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini banyak kita temukan penyakit infeksi saluran pernafasan yang
disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Banyak dari masyarakat kita tidak
mengetahui apa itu infeksi saluran pernafasan. Jika ketidaktahuan itu dibiarkan di
lingkungan masyarakat bisa membahayakan membahayakan masyrakat itu sendiri.
Untuk itu makalah ini penulis buat. Selain untuk menyelesaikan tugas askep , juga
untuk memberi informasi tentang ISPA.

B. POKOK MASALAH
1. Definisi
2. Penyebab
3. Klasifikasi
4. Proses ISPA
5. Pengobatan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang sberlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah
dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian.

B. ETIOLOGI
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,
hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya
bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan
masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan
hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada
anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi
lingkungan.

4
Factor Pencetus ISPA
1. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit
ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya
tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi
Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan
asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

Faktor Pendukung Penyebab ISPA


1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya
menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah
Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada
akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang
besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah,
akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit
infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh
geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita
akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu
dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan
sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk.

5
Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan
berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita
agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat
dan lingkungan sehat.
5. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama
penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan,
curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab
utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus
influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian
pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan
adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara
lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi
juga biasa terjadi pada musim dingin

C. KLASIFIKASI

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

6
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan
umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2
bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak
harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12
bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali
per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

D. FATOFIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-
apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam
dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat
pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan

7
saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat
mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2
(polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2
konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang
mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui
jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

8
E. PATHWAY

9
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan
sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

G. PENATALAKSANAAN
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang
kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

Pencegahan dapat dilakukan dengan :


• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
• Immunisasi.
• Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Prinsip perawatan ISPA antara lain :


• Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
• Meningkatkan makanan bergizi
• Bila demam beri kompres dan banyak minum
• Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
• Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.

10
• Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek

Pengobatan antara lain :


1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberianmultivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol,
kloksasilin, gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

H. ASUAHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAAJIAN

a. Identitas Pasien

 Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai


anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).
 Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari
2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
 Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat
.Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti

11
yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak (Anggana Rafika, 2009)

b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
 Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
 Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit
seperti yang dialaminya sekarang)
 Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien)
 Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
a) Inspeksi
 Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung.
b) Palpasi
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c) Perkusi
 Suara paru normal (resonance)
d) Auskultasi
 Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

12
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
4. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)

III. INTERVENSI
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dengan dokter:
 Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
 Antipiretika
Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya
b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses
konduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan
tidak akan menyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersih
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

13
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan:
 Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
 Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
 Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c. Tingkatkan tirah baring
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai
kebutuhan klien.
Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan
menyenangkan.
d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik
e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau
kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor
yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan
karakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan
kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila
suara serak.
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, &
analgesik)

14
Rasionalisasi:
a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan
suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan
untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit
c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri
tenggorokan.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat
pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk
mengurangi nyeri.

4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder


(adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia,
dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng
atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius
b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko
tinggi.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
ISPA adalah suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat
tubuh yang dipergunakan untuk bernafas, yaitu mulai dari hidung sampai alveolus.
ISPA kebanyakan menyerang anak-anak, khususnya bayi atau balita. Akibatnya
kematian bayi yang disebabkan oleh ISPA sangat tinggi di Indonesia.
Terdapat 3 pembagian dari Gejala ISPA, yaitu :
1. Gejala ISPA ringan.
2. Gejala ISPA sedang.
3. Gejala ISPA berat.

Hal-hal yang dilakuakan untuk mencegah ISPA anatara lain :

1. Gizi yang baik.


2. Menjaga kesehatan pribadi dan lingkungan.
3. Menjalani rutinitas yang sehat
4. Selalu kontrol kesehatan.

B. Saran
Apabila telah terdapat gejala-gejala ISPA segerah memeriksakan diri ke Lembaga
Kesehatan.

16

Vous aimerez peut-être aussi