Vous êtes sur la page 1sur 22

MAKALAH

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
“Keterlibatan Orang Tua Terhadap Kesiapan Anak Bersekolah
Dasar”
Dosen Pengampu :
Hayatun Thaibah, M.Psi

Disusun Oleh :
Kelompok 4

A01

1. Adelia Ananda Putri ( 1710127220002 )


2. Anggun Wilanda ( 1610127320018 )
3. Elsa Yuwanda Sari ( 1710127320006 )
4. Hayatun Nofus ( 1710127320010 )
5. Putri Elok Meilani ( 1710127320023 )
6. Siti Rahmah ( 1710127320026 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
DESEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan makalah Psikologi Perkembangan tentang “Keterlibatan

Orang Tua Terhadap Kesiapan Anak Bersekolah Dasar”.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah

ini. Untuk itu menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena

itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca

agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang “Keterlibatan Orang

Tua Terhadap Kesiapan Anak Bersekolah Dasar” ini dapat memberikan manfaat

maupun inpirasi terhadap pembaca.

Banjarmasin, 1 Desember 2017

Penyusun

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2

C. Tujuan Pembahasan ........................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesiapan Bersekolah Anak Memasuki Sekolah Dasar ..................... 4

B. Ciri-ciri Kesiapan Bersekolah Anak Memasuki Sekolah Dasar......... 6

C. Peran Keluarga Dalam Kesiapan Anak Memasuki Sekolah Dasar .... 7

D. Peranan Sekolah dan Guru Dalam Melibatkan Orang Tua Anak ...... 9

BAB III PEMBAHASAN …………………..……………………...….. 13

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 18

B. Saran .................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 19

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,

masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa

pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah.Orang tua sebagai lingkungan

pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang

tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua

berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga

dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak

di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah

dalam keluarga.

Untuk memahami anak dan jasmaninya, kecerdasan, kehidupan sosial

serta perkembangan emosinya, menuntut bahwa orang tua perlu memiliki

pengetahuan tentang tingkah laku sedemikian hingga mereka dapat menyesuaikan

keputusan-keputusan mengenai anak-anak mereka dan dapat bertindak dalam cara

yang ditata untuk mendorong perkembangan anak. Artinya orang tua harus

memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan

anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat,

pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang

perkembangan anak.

Mempersiapkan anak masuk sekolah sebagian orang tua harus tau hal itu

mengetahui kemampuan apa yang harus dimiliki anak sebelum masuk sekolah

1
mengamati sendiri anaknya apakah sudah siap untuk sekolah. Kesiapan sekolah

harus di pahami tidak hanya sekedar keterampilan kognitif, tapi lebih sebagai

konsen holistik yang menyertakan beberapa area perkembangan seperti kognitif,

sosio-emosional dan fisik. Sehingga peran keterlibatan orangtua sangat diperlukan

dalam kesiapan anak memasuki sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis menyimpulkan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud kesiapan bersekolah anak dalam memasuki

sekolah dasar?

2. Apa saja ciri-ciri kesiapan bersekolah anak dalam memasuki sekolah

dasar?

3. Bagaimana peran keluarga dalam kesiapan memasuki sekolah dasar?

4. Bagaimana peran sekolah dan guru dalam melibatkan orang tua anak?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui kesiapan bersekolah anak dalam memasuki sekolah

dasar.

2. Untuk mengetahui ciri-ciri kesiapan bersekolah anak dalam memasuki

sekola dasar.

3. Untuk mengetahui peran keluarga dalam kesiapan memasuki sekolah

dasar.

2
4. Untuk mengetahui peranan sekolah dan guru dalam melibatkan orang

tua dan anak.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesiapan Bersekolah Anak Memasuki Sekolah Dasar

Kesiapan bersekolah merupakan kebutuhan anak untuk menyiapkan diri

besekolah. Kesiapan sekolah adalah suatu kondisi dimana anak telah memiliki

kesiapan yang cukup memadai baik secara fisik, psikologis, kognitif dan sosial

dalam memenuhi tuntutan lingkungan formal atau sekolah. Kesiapan bersekolah

salah satu fungsi pendidikan prasekolah untuk mengembangkan kesiapan anak

didik dalam memasuki pendidikan sekolah dasar. Kesiapan sekolah memiliki

peranan penting bagi anak dimana salah satunya adalah terkait prestasi sekolah

nantinya. Kesiapan sekolah memiliki hubungan yang signifikan, adanya kesiapan

sekolah sebagai faktor yang terpenting bagi anak untuk mencapai prestasi

pendidikan, perkembangan dan pembelajaran anak, penyelesaian sekolah

termasuk sekolah dasar dan kesuksesan di masa depan.

Kesiapan sekolah harus di pahami tidak hanya sekedar keterampilan

kognitif, tapi lebih sebagai konsen holistik yang menyertakan beberapa area

perkembangan seperti kognitif, sosio-emosional dan fisik. Adanya hal yang perlu

di perhatikan pada anak yang hendak masuk sekolah adalah seberapa jauh anak

tidak lagi tergantung kepada orang tuanya, untuk kesiapan anak memasuki

sekolah dasar, namun meliputi kesiapan fisik, mental, sosial, emosi. Menurut

Syamsul Yusuf anak sekolah pada usia sekolah dasar ada beberapa fase :

1. Perkembangan Intelektual

2. Perkembangan Bahasa

4
3. Perkembangan Sosial

4. Perkembangan Emosi

5. Perkembangan Moral

6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan

7. Perkembangan (motorik)

Sulistiyaningsih (2005), menyatakan bahwa kesiapan bersekolah terdiri

dari kesiapan secara fisik dan psikologis, yang meliputi kesiapan emosi, sosial,

dan intelektual. Seorang anak dikatakan telah memiliki kesiapan fisik bila

perkembangan motoriknya sudah matang, terutama koodinasi antara mata dengan

tangan (visio-motorik) berkembang baik.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya kesiapan anak masuk

sekolah antara lain kematangan dan lingkungan tempat berkembang anak tersebut.

Lingkungan yang terdekat dengan anak adalah keluarga. Dari berbagai

karakteristik keluarga, faktor tingkat pola asuh orang tua merupakan sesuatu yang

besar pengaruhnya terhadap anak. Pola asuh orang tua terdiri dari beberapa

macam, yaitu : Pola Asuh Otoriter, Pola Asuh Autoritatif, dan Pola Asuh Permisif.

Pola asuh otoriter adalah gaya pola asuh yang menuntut anak mengikuti perintah

orang tua, tegas, dan tidak memberi peluang anak untuk mengemukakan

pendapat. Pola asuh autoritatif adalah gaya asuh yang memperlihatkan

pengawasan ketat pada tingkah laku anak, tetapi juga responsif, menghargai

pemikiran, perasaan dan mengikut sertakan anak dalam pengambilan keputusan.

Pola asuh permisif adalah gaya pola asuh yang mendidik anak secara bebas, anak

5
dianggap sebagai orang dewasa, diberi kelonggaran untuk melakukan hal yang

dikehendaki (Papalia, 2008).

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada

anak yang bersifat relative dan konsisten dari waktu ke waktu. Pada dasarnya pola

asuh dapat diartikan seluruh cara perilaku orang tua yang diterapkan kepada anak.

Penerapan pola asuh yang tepat akan membantu anak untuk siapkan diri

memasuki sekolah dasar. (Rahmadiana, 2004). Hasbullah (2008) menyatakan

bahwa pola asuh orang tua adalah bagaimana cara keluarga menentukan

kedisiplinan anak. Posisi keluarga sangatlah penting dalam menentukan tingkat

disiplin pada diri anak. Hubungan interaksi anak dengan orang tua di lingkungan

keluarga dapat menentukan tingkah laku terhadap anak.

B. Ciri-Ciri Kesiapan Bersekolah Anak Memasuki Sekolah Dasar

Menurut Nugraha (2008) juga menjelaskan kemampuan yang harus di

miliki seorang anak bila anak akan memasuki sekolah dasar, yaitu :

1. Kemampuan mengenali bagian dan potensi setiap anggota tubuh.

2. Kemampuan mengenali warna dan bentuk.

3. Kemampuan memahami konsep arah atau posisi objek.

4. Kemampuan dan kematangan motorik halus yang dibutuhkan untuk

kemampuan membaca dan berhitung.

5. Kemampuan mengeksplorasi dan memproduksi pola-pola dasar tulisan.

6. Koordinasi gerak motorik dan pikiran untuk membuat tulisan atau coretan.

7. Buku alat tulis sudah menjadi bagian dari kegiatannya.

6
8. Perasaan diterima perilaku kemampuan membaca, menulis, dan

berhitungnya.

9. Konsep dasar matematika.

10. Kemampuan dasar perseptual.

11. Kebiasaan bertanya terpelihara dengan cukup baik.

12. Perasaan biasa atau mampu mengikuti kegiatan di sekolah.

13. Sudah bisa berpisah dengan orang tua dengan adanya kesiapan anak

tersebut akan lebih mudah dapat beradaptasi dengan mudah.

C. Peran Keluarga Dalam Kesiapan Anak Memasuki Sekolah Dasar

Keluarga adalah suatu sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem yang

saling berhubungan dan saling pengaruhi satu sama lain. Adapun subsistem sosial

itu bukan unit-unit fisik, melainkan peran-peran atau fungsi. Selain itu harus ada

pola asuh, “Pola Asuh” tidak lain merupakan metode atau cara yang dipilih

pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana pendidik adalah

orang tua terutama ayah dan ibu. Pola asuh orang tua terhadap anak merupakan

bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan pengasuhan yang

berarti orang tua mendidik, membimbing, dan melindungi anak.

Menurut Baumrind (dalam Sigelman, 2003) menyatakan bahwa pola asuh

terbaik dari adanya dua dimensi yaitu :

1. Dimensi Kontrol

Dimensi kontrol menggambarkan bagaimana standar yang diterapkan oleh

orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua.

Dimensi ini berhubungan dengan sejauh mana orang tua mengharapkan

7
dan menuntut kematangan serta tingkah laku yang bertanggung jawab dari

anak. Perilaku orang tua yang menandakan kontrol dapat dimunculkan

melalui lima hal berikut, yaitu :

a) Pembatasan, larangan atau mencegah anak melakukan aktivitas yang

diinginkan.

b) Harapan, atau keinginan orang tua terhadap anaknya dalam hal

tanggung jawab anak sesuai dengan usianya.

c) Aturan, orang tua menetapkan atau melaksanakan aturan agar anak

mencapai tingkah laku yang diharapkan dengan sikap yang ketat dan

tegas.

d) Campur tangan orang tua, dalam hal ini rencana dan urusan anak

orang tua akan berperan atau ikut campur, termasuk hubungan anak

dengan teman-temannya.

e) Daya sikap tegas, yaitu penggunaan kekuasaan yang sewenang-

wenang, tidak selalu konsisten dengan apa yang telah diucapkan,

memberikan perintah tanpa penjelasan.

2. Dimensi Kehangatan

Dimensi kehangatan menggambarkan bagaimana orang tua berperan

kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua.

Dimensi ini berhubungan dengan tingkat respon orang tua terhadap

kebutuhan-kebutuhan anak dalam penerimaan dan dukungan. Orang tua

yang hangat dapat ditujukan dengan perilaku-perilaku sebagai berikut :

a) Secara dalam memperhatikan kesejahteraan anak.

8
b) Responsif atau tanggap terhadap kebutuhan anak.

c) Menyediakan atau meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan

bersama anak.

d) Peka terhadap keadaan emosi anak. Kesiapan untuk menanggapi dan

membantu anak dengan antusias dalam mencapai prestasi.

D. Peranan sekolah dan guru dalam melibatkan orang tua anak

Keluarga atau orang tua memiliki fungsi dalam mendukung pendidikan

anak di sekolah, yaitu sebagai berikut:

a) Orang tua bekerja sama dengan sekolah.

b) Sikap anak terhadap sekolah sangat mempengaruhi oleh sikap orang

tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang

tua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama di ruang

sekolah.

c) Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya,yaitu dengan

memperhatikan pengalaman-pengalamanya dan menghargais.

d) Orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar

di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi dan

membimbing anak dalam belajar.

e) Orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan

belajar untuk anak.

f) Orang tua bersama anak mempersiapla jenjang pendidikan yang akan

dimasuki dan mendampingi selama menjalani proses belajar di

lembaga pendidikan.

9
Alasan utama yang mendasari pentingnya melibatkan orang tua dalam

pendidikan di lembaga pendidikan menurut Epstein (1991) dalam Brewer (2007,

hal.238) adalah :

1. Orang tua dan guru lebih banyak memiliki kesamaan dibandingkan

perbedaan dalam mendidik anak. Mereka banyak memiliki tujuan dan

kebutuhan yang perlu dibagi satu dengan lainnya.

2. Keterlibatan orang tua dalam program tidak hanya berjenti pada

pendidikan anak, tetapi sebaiknya berlanjut sampai pada jenjang

berikutnya.

3. Program yang disusun lembaga pendidikan melibatkan semua anggota

keluarga.

4. Program yang disusun lembaga pendidikan menjadikan tugas guru

menjadi lebih mudah.

5. Program berkembang seiring dengan waktu. Menurut Briggs dan Potter

(1995, dalam Suyanto (2005, hal.225) kerjasama orang tua dengan

lembaga pendidikan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: keterlibatan

(parent involment) dan partisipasi (parent participation). Keterlibatan

orang tua merupakan tingkat kerjasama yang minimum, misalnya orang

tua datang ke lembaga pendidikan dan membantu lembaga pendidikan jika

diundang saja. Keterlibatan keluarga dalam kegiatan sekolah banyak sekali

dampak positif bagi perkembangan anaknya.

Kemitraan keluarga dengan sekolah dapat diwujudkan dalam berbagai

bentuk, diantaranya yaitu melalui:

10
1. Kegiatan pertemuan orang tua

Kelas orang tua merupakan wadah komunikasi bagi orang tua untuk saling

berbagi informasi dan pengetahuan dalam melaksanakan pendidikan bagi

anak-anaknya.

2. Keterlibatan orang tua di kelas anak

Keterlibatan orang tua di kelas adalah kegiatan yang melibatkan orang tua

dalam bentuk :

a) Bermain bersama anak di kelas.

b) Membantu pendidik dalam proses pembelajaran di kelas.

c) Memonitor pelaksanaan pembelajaran anak di kelas

3. Keterlibatan orang tua dalam acara bersama

Keterlibatan orang tua dalam acara bersama adalah kegiatan yang

melibatkan orag tua dalam pelaksanaan kegiatan penunjang pembelajaran

yang dilakukan di luar kelas. Tujuannya adalah mendekatkan hubungan

antar orang tua dengan anak dan orang tua dengan sekolah.

4. Hari konsultasi orang tua

Hari konsultasi orang tua adalah hari-hari tertentu yang dijadwalkan oleh

pengelola sekolah untuk bertemu dengan orang tua.

5. Konsultasi dapat dilakukan secara individual ataupun kelompok.

Tujuannya adalah supaya orang tua memahami perkembangan anak-

anaknya, dan orang tua mengetahui untuk melakukan pendidikan di

keluarga.

Dampak adanya kolaborasi antara sekolah dengan keluarga adalah :

11
1. Siswa dapat berperilaku dan menunjukkan prestasi yang lebih baik di

sekolah.

2. Memberikan kontribusi yang positif dalam prestasi akademis, frkuensi

kehadiran anak, iklim sekolah, persepsi orang tua dan anak tentang belajar

di kelas, sikap dan perilaku positif anak, kesiapan anak untuk mengerjakan

PR, peningkatan waktu yang dihabiskan anak bersama orang tuanya,

aspirasi pendidikan, kepuasan orang tua terhadap guru, dan kesadaran

anak terhadap well being.

3. Memberi efek positif pada berbagai aspek pendidikan termasuk

meningkatkan perilaku anak dan adaptasi social, mengurangi masalah

kedisiplinan di sekolah, meningkatkan kesuksesan di sekolah, dan

peningkatan kehadiran di sekolah.

4. Intensitas dukungan keluarga berpengaruh meningkatkan pencapaian

perkembangan anak usia dini (usia 0-6 tahun).

Kemitraan dan peran aktif orang tua di sekolah berpengaruh meningkatkan

kemajuan dan kesuksesan anak-anak mereka.

12
BAB III

PEMBAHASAN

Anak usia SD umumnya dikenal pula dengan sebutan anak usia sekolah.

Sebagian besar dari kita paham, ditinjau dari usia, seorang anak akan masuk SD

jika ia sudah mencapai usia 7 tahun. Di usia ini biasanya anak telah memiliki

kesiapan untuk masuk SD atau memiliki kematangan sekolah. Namun, pada

kenyataannya, tidak semua anak usia 7 tahun sudah siap masuk SD. Mengapa?

Karena, kesiapan anak untuk bersekolah, ternyata tidak hanya dilihat dari sisi

anaknya saja, melainkan juga sisi keluarga, terutama kesiapan orangtuanya. Oleh

karena itu, ketika para orang tua mulai memikirkan anaknya untuk masuk SD,

maka orangtua perlu memahami ciri-ciri anak yang siap untuk sekolah.

Ciri-ciri anak yang sudah siap bersekolah yaitu di antaranya sebagai

berikut :

1. Dari perkembangan fisik

a) Anak dapat meniti. Kalau berjalan di titian, ia tidak jatuh karena sudah

lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya.

b) Anak dapat memegang alat tulis dengan benar, misalnya ketika dia

menulis atau menggambar sesuatu. Perhatikan tahapan bagaimana

anak memegang alat tulis.

c) Anak mulai bisa memusatkan pandangannya pada benda-benda kecil.

Itulah sebabnya anak dapat mengoordinasikan mata dan tangannya.

13
Misal, anak bisa mengancingkan baju sendiri, menyusun balok-balok,

atau memasukkan balok sesuai dengan bentuknya.

2. Dalam menggambar,

a) Anak dapat membuat coretan-coretan yang lebih bermakna. Gambaran

yang tadinya hanya garis-garis tidak beraturan sudah dapat dibuat

dalam bentuk tertentu seperti orang, rumah, mobil, roda, bunga, dan

lainnya.

b) Ketergantungan pada ibu-ayah atau orang dewasa lain mulai

berkurang.

c) Anak mulai mandiri dan menunjukkan rasa tanggung jawabnya.

Contoh, anak bisa makan sendiri, habis bermain membereskan mainan

sendiri, dan bisa mandi sendiri meskipun belum bersih betul.

3. Anak sangat menyukai kegiatan yang dipilih sendiri dan ia sangat

menikmatinya.

4. Anak mulai bisa lebih berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya pada

suatu hal. Itulah sebabnya dalam mengerjakan sesuatu anak terlihat lebih

tekun.

5. Anak dapat berbagi dan bermain sama-sama dengan temannya.

Contoh, waktu bermain balok-balok, anak bisa bermain bersama-sama

dengan temannya membangun sesuatu.

6. Anak senang berbicara, pertanyaan anak juga sudah lebih rumit.

Pertanyaan yang diajukan tidak lagi menggunakan kata tanya “apa”, tetapi

sudah berkembang menjadi “mengapa”. Contoh, “Ayah, mengapa ayam

14
kalau dari jauh menjadi kecil?” Anak juga menjadi cepat tanggap jika ada

hal-hal yang bertentangan dengan apa yang ibu-ayah ucapkan, “Kata Ibu,

sebelum makan harus cuci tangan dulu, tapi kok Ayah boleh makan

padahal belum cuci tangan?”

Kesiapan sebagai orang tua dalam masa anak memasuki pendidikan

Sekolah Dasar sangat diperlukan. Berbagai hal diupayakan pada anak agar ia

berhasil masuk SD. Sejauh ini kebanyakan orangtua hanya menganggap, untuk

masuk SD, anak sudah harus berusia 7 tahun serta sudah harus bisa membaca,

menulis, dan berhitung. Banyak orangtua menyiapkan anaknya ke arah

kemampuan-kemampuan tersebut. Padahal, harusnya tidak demikian, karena

masih banyak kemampuan lainnya yang juga perlu diasah agar anak dapat tumbuh

dan berkembang dengan maksimal.

Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua dalam

persiapan anak memasuki Sekolah Dasar :

1. Sering mengajak anak berkunjung ke lingkungan di luar rumah, agar anak

terbiasa dengan berbagai lingkungan yang ada, misalnya diajak ke pasar,

ke warung, ke rumah bu RT. Dorong ananda untuk berkenalan dan minta

ia memerhatikan kegiatan yang sedang dilakukan di pasar atau warung,

dan sebagainya.

2. Tanyakan pada anak, apa yang telah dilakukannya di hari itu. Hargailah

setiap jawaban anak. Hindari pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi karena

akan membuat anak kesal dan akhirnya tidak mau bercerita. Contoh,

“Adik sedang apa? Tadi waktu Ibu ke pasar, Adik menangis tidak? Besok

15
Adik mau ikut Ibu dan Bapak ke rumah Eyang?” Pertanyaan-pertanyaan

seperti ini membuat anak bingung; dia belum menjawab satu pertanyaan,

eh sudah diajukan lagi pertanyaan lain.

3. Berkunjung ke SD yang ada di dekat rumah atau SD yang akan dituju

kelak dan berkenalanlah dengan guru-guru di sana. Hal ini berguna bagi

anak agar tidak malu dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan

baru. Kalau sering berkunjung dan berkenalan dengan guru-guru di sana,

anak pun akan terbiasa dengan lingkungan sekolahnya kelak. Jika anak

memiliki kakak di SD, tentu akan lebih mudah bagi ibu-ayah untuk

memperkenalkan lingkungan SD.

4. Ajak anak untuk menyalurkan kegiatan fisiknya secara lebih terarah,

misalnya berlari, memanjat pohon, meniti trotoar (pinggir jalan raya),

5. Perbanyak kegiatan yang menunjang perkembangan motorik halus seperti

bermain tanah liat, membuat tulisan di atas pasir atau tepung dengan

menggunakan jari tangan, membantu ibu menggiling adonan, membantu

ibu memeras santan, dan lainnya.

6. Tanamkan tanggung jawab dan kemandirian kepada anak, seperti selesai

makan membawa piring ke dapur untuk dicuci ibu, membereskan mainan

setiap kali selesai bermain, dan lain-lain. Pada awalnya ibu-ayah

memberikan contoh, kemudian melakukannya bersama anak, selanjutnya

biarkan anak melakukannya sendiri, sehingga lama kelamaan akhirnya

anak terbiasa dan tidak selalu minta tolong ibu-ayah maupun orang dewasa

lainnya

16
7. Ciptakan kondisi belajar sambil bermain sehingga anak terbiasa bahwa

belajar itu menyenangkan. Contoh, sambil mengajak anak ke pasar

diperkenalkan nama sayuran dan warnanya, apa bedanya dengan sayuran

lain, dan seterusnya.

8. Hargai setiap hasil karya anak. Ketika anak menunjukkan hasil tempelan

aneka daun-daunan di sebuah kertas, katakan kepada anak, “Wah... bagus

sekali hasil buatanmu, Nak. Ibu boleh tahu tidak ini apa?”.Hal ini dapat

menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Hindari perkataan seperti,

“Mestinya bentuknya seperti ini...” (sambil ditunjukkan caranya).

Komentar seperti ini akan mengecilkan hati anak dan membuat anak

merasa tidak dihargai hasil karyanya, akhirnya anak jadi malas untuk

berkarya lagi.

9. Jawablah setiap pertanyaan anak, namun jika ibu-ayah tidak tahu,

katakanlah secara terus terang, “Wah, Nak...Ibu belum tahu kenapa kapal

terbang bisa terbang.... Coba nanti kita tanya Bapak, mungkin Bapak tahu

jawabnya.”

Boleh juga bila ibu-ayah mau memperkenalkan anak dengan kegiatan

menulis, membaca, dan berhitung untuk membantu perkembangan kemampuan

dasar anak. Akan tetapi lakukan melalui kegiatan yang menyenangkan dan sambil

bermain sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Misalnya, kegiatan menulis,

“Ayo... sekarang membuat titik-titik air hujan.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat di tarik simpulan bahwa tercapainya

kemampuan perkembangan ini sangat erat kaitannya dengan stimulasi/latihan

yang didapat, sedangkan sebagian besar waktu anak bersama keluarga khususnya

Orang Tua. Maka sudah sewajarnya seluruh anggota keluarga turut terlibat

memberikan Iingkungan yang balk khususnya dalam memberikan nutrisi dan

stimulasi sehingga anak dapat tumbuh kembang secara optimal.

B. Saran

Bertolak dari kesimpulan di atas, maka kami memberikan saran sebagai

berikut, yaitu jika waktu bersama keluarga khususnya orang tua tidak digunakan

secara maksimal maka untuk tercapainya kemampuan perkembangan stimulasi

atau latihan akan susah didapat. Maka dengan memberikan lingkungan yang baik

khususnya dalam memberikan nutrisi dan stimulasi agar tumbuh kembang anak

berkembang secara optimal.

18
DAFTAR PUSTAKA

Prianto, P.L. 2011. Kesiapan Anak Bersekolah. Kementerian Pendidikan


Nasional, Jakarta.

Damayanti, A.K & Rachmawati. 2016. Kesiapan Anak Masuk Sekolah Dasar
Ditinjau Dari Dukungan Orangtua dan Motivasi Belajar. Psikovidya. 20: 16-
25.

Fatimah, I. 2016. Keterlibatan Keluarga Dalam Kegiatan Di Sekolah Dalam


Perspektif Kemitraan. Ilmu Pendidikan. 14: 291-297.

Mohamad, R & Fahmi. 2017. Pengelolaan Kesiapan Belajar Anak Masuk Sekolah
Dasar. Tarbawi. 3: `129-143.

Putri, S.A. P. 2016. Peranan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kesiapan Bersekolah
Anak Memasuki Sekolah Dasar (Studi Kasus Di Taman Kanak-Kanak).
Psikoborneo. 4: 553-564.

Nila. 2016. Makalah Peran Orangtua dan Keluarga Terhadap Pendidikan Anak.
[Online]. Tersedia : https://www.scribd.com/doc/298411310/Makalah-Peran-
Orangtua-Dan-Keluarga-Terhadap-Pendidikan-Anak. Diakses pada : Minggu,
2 Desember 2017.

19

Vous aimerez peut-être aussi