Vous êtes sur la page 1sur 14

1.

Akidah dan Ilmu Akidah


a. Pengertian Akidah dan ilmu akidah

Pengenalan
1. Akidah dari segi bahasa berarti simpulan iman ataupun pegangan yang kuat atau satu
keyakinan yang menjadi pegangan yang kuat
2. Akidah dari sudut istilah ialah kepercayaan yang pasti dan keputusan yang muktamat
tidak bercampur dengan syak atau keraguan pada seseorang yang berakidah sama ada
akidah yang betul atau sebaliknya
3. Akidah Islam ialah kepercayaan dan keyakinan terhadap Allah sebagai rabb dan ilah
serta beriman dengan nama-namaNya dan segala sifat-sifatNya juga beriman dengan
adanya malaikat, kitab-kitab, para Rasul, Hari Akhirat dan beriman dengan taqdir
Allah sama ada baik atau buruk termasuk juga segala apa yang datang dari Allah.
Seterusnya patuh dan taat pada segala ajaran dan petunjuknya. Oleh itu, akidah Islam
ialah keimanan dan keyakinan terhadap Allah dan RasulNya serta apa yang dibawa
oleh Rasul dan dilaksanakan dalam kehidupan

Pengertian Akidah
1. Ilmu yang membicarakan perkara-perkara yang berkaitan keyakinan terhadap Allah
swt dan sifat-sifat kesempurnaanNya.
2. Setiap umat Islam wajib mengetahui, mempelajari dan mendalami ilmu akidah supaya
tidak berlaku perkara-perkara yang membawa kepada penyelewengan akidah kepada
Allah swt
3. Akidah sebenar adalah akidah yang berdasarkan pada al-Quran dan As-Sunnah

Ilmu Akidah
Ilmu Tauhid

Ilmu yang menerangkan tentang sifat Allah swt yang wajib diketahui dan dipercayai

Ilmu Usuluddin

Suatu ilmu yang kepercayaan dalam agama Islam, iaitu kepercayaan kepada Allah swt dan
pesuruhNya

Ilmu Makrifat

Suatu ilmu yang membahaskan perkara-perkara yang berhubung dengan cara-cara mengenal
Allah swt

Ilmu Kalam

Sesuatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliah (ilmiah) sebagai
perisai terhadap segala tentangan daripada pihak lawan
Ilmu Akidah

Suatu ilmu yang membahas tentang perkara-perkara yang berhubung dengan keimanan
kepada Allah swt

b. Dasar akidah islam

Dasar dari akidah Islam adalah al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an dan Hadits/Sunnah
Rasul merupakan dua perkara yang diwariskan kepada umat Islam oleh Nabi Muhamad
SAW, untuk dijadikan pedoman hidup umat Islam dalam kehidupan sehari-hari, dalam segala
tingkah laku dan perbuatan.

Adapun penjelasan dari masing-masing dasar aqidah Islam tersebut adalah sebagai
berikut;

1. Al-Qur’an

Al-Qur'an adalah firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an merupakan dasar pokok akidah Islam yang
paling utama. Al-Qur’an menjelaskan tentang segala hal yang ada di alam semesta ini, dari
yang jelas sampai hal yang ghaib termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan ajaran
pokok tentang keyakinan dan keimanan. Sedangkan dasar-dasar akidah yang harus diimani
oleh setiap muslim di antaranya QS an-Nisa/4 : 136

Artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya”. (QS. An- Nisa / 4 :136)

2. Al-Hadits

Hadits adalah segala ucapan, perbuatan dan takrir (sikap diam) Nabi Muhammad
SAW. Dalam agama Islam, ditegaskan bahwa hadits adalah hukum Islam kedua setelah Al-
Qur'an, baik sebagai sumber hukum dalam akidah ataupun dalam segala persoalan hidup
manusia. Hadits memiliki fungsi sebagai pedoman yang menjelaskan masalah-masalah yang
ditetapkan di dalam al-Qur’an yang masih bersifat umum.

Setidaknya ada dua alasan bahwa Hadits merupakan pedoman akidah Islam, yaitu :
Hadits yang bersumber dari Nabi Muhamad SAW, tidaklah semata-mata keluar dari
hawa nafsu. Akan tetapi semata-mata berasal dari wahyu Allah SWT Sebagaimana
ditegaskan QS. an-Najm/53 :3-5.

Artinya :

“Dan tidaklah mengucapkan dari hawa nafsu. Tetapi yang diucapkan tidak lain hanya dari
wahyu yang diwahyukan. Yang diajarkan kepadanya oleh Jibril yang sangat kuat”. ( QS. An
Najm/53 : 3 – 5 ).

Ayat tersebut berisi peringatan keras kepada orang-orang yang masih meragukan
kebenaran Islam yang beliau sampaikan. Dengan adanya ayat tersebut, manusia diharapkan
untuk memercayai dengan sepenuh hati bahwa apa-apa yang diucapkan oleh Rasulullah SAW
benar-benar berasal dari Allah SWT, bahwa Rasulullah SAW memiliki sifat shidiq (benar).

b. Allah SWT telah memberi petunjuk kepada manusia agar mengakui kebenaran yang
disampaikan Rasulullah SAW. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al-Hasyr/59: 7 yang
artinya:

“…apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya”

Apa-apa yang disampaikan Rasulullah SAW. kepada manusia adalah petunjuk hidup
dari Allah SWT. Termasuk akidah Islam. Oleh karena itu, setiap setiap orang yang mengaku
beriman kepada Rasul wajib mengikuti akidah yang diajarkan Rasulullah SAW.

c. Banyak Hadits yang menjelaskan maksud beberapa ayat Al-qur'an yang masih bersifat
global, termasuk masalah akidah Islam. Contohnya Allah swt berfirman sebagai berikut:

Artinya:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun …” (Q.S.
An-Nisa'/4: 36)

Ayat diatas berisi perintah untuk menyembah Allah saja dan larangan menyekutukan
Dia dengan apa pun, tetapi tidak dijelaskan bagaimana cara menyembah Allah dan
bagaimana pula sikap yang tidak tergolong mempersekutukan Dia.
Tata cara menyembah Allah dan bentuk-bentuk perbuatan menyekutukan Allah dapat
dipahami melalui hadits Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, hadits dapat memperjelas
maksud ayat Al-Qur'an.

Di dalam hadits disebutkan bahwa bentuk-bentuk menyekutukan Allah, antara lain memuja
patung, minta tolong kepada roh nenek moyang, dan membuat sesaji untuk jin dan setan.
c. Tujuan akidah Islam

Orang yang mempelajari suatu ilmu, pasti mempunyai tujuan. Demikian juga halnya
dengan orang yang mempelajari akidah Islam. Adapun tujuan mempelajari akidah
Islam antara lain sebagai berikut ;
1. Agar mendapatkan tuntunan untuk mengembangkan dasar ketuhanan yang telah
ada sejak lahir.
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia cenderung
mengakui adanya Tuhan.
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu? “. Mereka menjawab : “ Betul (Engkau
Tuhan kami),kami jadi saksi “. (Kami lakukan demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan : “ Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang yanga
lengah terhadap ini (keesaan Allah). Atau agar kamu tidak mengatakan : “
Sesungguhnya orang –orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu,
sedangkan kami adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka
apakah Engakau akan membinasakan kami karena perbuatan-perbuatan orang-
orang yang sesat dahulu”. (QS. Al- A’raf / 7 : 172 – 173).

Berdasarkan firman Allah tersebut, dapat dipahami bahwa tiap-tiap orang telah
mengakui dan meyakini adanya dzat Allah, dan pengakauan serta keyakinan itu telah
ada sejak lahir. Untuk mengembangkan dasar ketuhanan ini, Rasulullah SAW telah
memerintahkan kepada orang tua untuk selalu menjaga dan mendidiknya dengan
baik, agar dasar ketuhanan yang telah ada dapat berkembang sesuai dengan fitrah
Islam.
Rasulullah SAW bersabda :

‫صلهى ه‬
‫َّللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫َّللا‬ ِ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫َع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ قَا َل قَا َل َر‬
ْ ‫سله َم ُك ُّل َم ْولُود يُولَدُ َعلَى ْال ِف‬
‫ط َرةِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّ ِودَانِ ِه ا َ ْو‬ َ ‫َو‬
‫ رواه البخاري‬.‫سا ِن ِه‬ َ ‫َص َرا ِن ِه ا َ ْو يُ َم ِ ِّج‬
ِّ ِ ‫يُن‬
Artinya :
“Dari Abu Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah SAW; “Setiap anak yang
dilahirkan pasti dalam keadaan fitrah (beragama Islam), maka orang tuanyalah yang
menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R. Bukhari)

2. Untuk menghindarkan diri dari pengaruh kehidupan yang sesat atau jauh dari petunjuk
hidup yang benar.
“Dan sungguh, inilah jalanKu yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan
(yang lain) yang mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan
kepadamu agar kamu bertakwa”.(QS. Al- An’am /6 : 153)

3. Membimbing manusia untuk berkeyakinan kepada Allah SWT. Tanpa petunjuk agama
manusia bisa tidak sampai mengenal Tuhan dengan benar.
“Al-Quran itu sebagai petunjuk manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan batil)”.(QS. Al- Baqarah /2 :185)

4. Untuk menjaga manusia dari kemusyrikan


Untuk mencegah manusia dari kemusyrikan dan tetap mengesakan Allah, diperlukan adanya
tuntunan yang jelas tentang kepercayaan kepada Allah.

“ Dan Tuhanmu adalah Allah yang maha Esa tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang maha
Pemurah lagi maha Penyayang”.(QS. Al- Baqarah /2 : 163)

5. Untuk lebih memupuk ketebalan iman dengan mencintai dan taat kepada Allah dan
rasul-Nya.

d. Keistimewaan akidah islam


Menurut Syekh Muhammad Ibrahim Al-Hasan, Akidah Islam yang tercermin didalam
kitab Ahli sunnah wal Jamaah memiliki sejumlah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh
Aqidah manapun. Hal itu tidak mengherankan karena akidah tersebut diambil dari Wahyu
yang tidak tersentuh kebatilan dari arah manapun datangnya. Keistimewaan tersebut, antara
lain sebagai berikut:
1. Sumber pengambilannya adalah murni
Hal itu karena aqidah islam berpegang teguh kepada Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijma’.
Jadi Aqidah Islam diambil dari sumber yang jernih dan jauh dari kekeruhan hawa nafsu dan
syahwat. Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh berbagai mazhab, dan ideology lainnya diluar
Islam.
2. Berdiri diatas pondasi penyerahan diri kepada Allah dan Rasul-Nya
Hal itu karena aqidah Islam bersifat gaib, dan yang gaib tersebut bertumpu pada
penyerahan diri. Kaki Islam tidak dapat berdiri tegak, melainkan diatas pondasi penyerahan
diri dan kepasrahan. Jadi, Iman kepada ynag ghaib merupakan salah satu sifat terpenting bagi
orang-orang mukmin yang dipuji oleh Allah
Sebab akal tidak mampu memahami yang ghaib dan tidak mampu secara mandiri
mengetahui syariat secara rinci, karena manusia yang terbatas penglihatannya, dan kekuatan
yang terbatas, akalnya pun terbatas sehingga tidak ada pilihan lain, selain beriman kepada
yang ghaib dan berserah diri kepada Allah SWT.
3. Sesuai dengan fitrah yang lurus dan akal yang sehat
Sesuai dengan fitrah yang sehat dan selaras dengan akal yang murni. Akal murni yang
bebas dari pengaruh shahway dan syubhat tidak akan bertentangan dengan Nash yang shahih
dan bebas dari cacat.
4. Kokoh, stabil dan kekal
Aqidah islam adalah akidah yang kokoh, stabil dan kekal. Akidah islam sangat kokoh
ketika menghadapi pukulan bertubi-tubi ang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam.
5. Mengangkat derajat para penganutnya
Barang siapa yang menganut aqidah Islam lalu pengetahuan nya tentang aqidah itu
meningkat, pengalamannya terhadap konsekuensi aqidah pun meningkat, dan aktifitasnya
untuk mengajak manusia kedalamnya juga meningkat maka Allah akan mengangkat
derajatnya, menaikkan pamornya, dan menybarluaskan kemuliannya ditengah khalayak, baik
dalam skala individu maupun kelompok.
Hal itu karena aqidah yang benar merupakan hal terbaik yang didapat oleh hati dan
dipahami oleh akal. Aqidah yang benar akan membuahkan pengetahuan yang bermanfaat dan
akhlak yang luhur. Orang yang memilikinya akan mencapai puncak keutamaannya, sempurna
kemuliaannya dan tinggi derajatnya ditengah-tengah manusia.
Keutamaan sejati yang tidak tertandingi oleh keutamaan manapun dan kemuliaan
tertinggi yang tidak bisa dicapai oleh kemuliaan manapun, sesungguhnya wujudnya adalah
upaya mencapai kesempurnaan dan komitmen untuk menghiasi diri dengan keutamaan dan
membersihkan diri dari kenistaan.
Kemuliaan seperti itulah yang bisa mengangkat hati, menyucikan jiwa, menjernihkan
pandangan mata dan mengantarkan pemiliknya kepada tujuan tertinggi dan terhormat.
Kemuliaan itulah yang dapat mengangkat umat kepuncak kejaan dan kemuliaan sehingga
kehidupan yang baik bisa diraih di dunia dan kebahagiaan di akhirat yang kekal bisa
dirasakan di akhirat.
Sebagaimana yang tersebut didalam Al-Quran,

Artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. Al-Mujadillah: 11)
6. Selamat dan Sentosa
Karena As-sunnah bahtera keselamatan, barang siapa berpegang teguh padanya,
niscaya aan selamat dan sentosa. Dan barang siapa meninggalkannya, niscaya ia akan
tenggelam dan celaka.
7. Berpengaruh terhadap perilaku, akhlak (moralitas) dan Mua’amalah
Akidah ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap hal-hal tersebut karena
manusia dikendalikan dan diarahkan oleh akidah (Ideologi) nya. Sesungguhnya
penyimpangan didalam perilaku, akhlak dan mua’malah, merupakan akibat dari
penyimpangan didalam aqidah. Hal ini karena perilaku pada kebiasaannya adalah buah dari
aqidah yang diyakini oleh seseorang dan efek dari agama yang dianutnya.
Aqidah Islam memerintahkan kepada para penganutnya agar mengerjakan segala
macam kebaikan dan melarangnya dari segala macam keburukan. Ia memerintahkan berbuat
adil dan berjalan lurus, seta melarang berbuat zalim dan menyimpang.
e. Ruang Lingkup ilmu tauhid atau ilmu akidah

A.Aqidah Pokok
Obyek materi pembahasan mengenai aqidah pada umumnya adalah Arkan Al-Iman,
yaitu:

1. Iman kepada Allah swt.


2. Uman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin,
iblis dan syaitan).
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Rasul Allah
5. Iman kepada hari akhir
6. Iman kepada taqdir Allah.

Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut
Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam
zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.

Aqidah pokok yang perlu dipercayai oleh tiap-tiap muslimin, yang termasuk unsur
pertama dari unsur-unsur keimanan ialah mempercayai

1. Iman kepada Allah swt.


Pengertian iman kepada Allah ialah:
1) Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
2) Membenarkan dengan yakin keesan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam,
makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluknya.
3) Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari
sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk).

Allah zat yang maha mutlak itu, menurut ajaran Islam, adalah Tuhan yang Maha Esa.
Segala sesuatu yang mengenai Tuhan disebut ketuhanan.
Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 163.
Terjemahnya:

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala
perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi
segala larangannya, mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya
di muka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah swt.

a. Dua Puluh Sifat Wajib Allah

1. Wujud (Ada)
2. Qidam (Dahulu)
3. Baq’ (Kekal)
4. Mukhalafatuhu lil hawaditsi (Berbeda, tidak menyerupai apapun)
5. Qiyamuhu binafsihi (Berdiri sendiri)
6. Wahdaniyah (Tunggal)
7. Qudrat (Kuasa)
8. Iradah (Berkehendak)
9. ‘Ilmu (Mengetahui)
10. Hayat (Hidup)
11. Sama’ (Mendengar)
12. Bashar (Melihat)
13. Kalam (Berfirman)
14. Qadiran (Selalu Berkuasa)
15. Muridan (Selalu Berkehendak)
16. ‘Aliman (Yang Mengetahui)
17. Hayyan (Yang Hidup)
18. Sami’an (Yang Selalu Mendengar)
19. Bashiran (Yang Selamanya Melihat)
20. Mutakalliman (Yang Senantiasa Berkata-kata)

b. Dua Puluh Sifat Mustahil Allah

1. Adam (Tidak Ada)


2. Huduts (Baru)
3. Fana’ (Tidak Kekal, Binasa)
4. Mumatsalatuhu lil hawaditsi (Menyerupai Sesuatu)
5. Ihtiyajuhu li ghayrihi (Tidak Berdiri Sendiri)
6. Ta’addud (Berbilang)
7. ‘Ajz (Lemah)
8. Karahiyah (Tak berkehendak, Terpaksa)
9. Jahl (Bodoh)
10. Mawt (Mati)
11. Shamam (Tuli)
12. ‘Umyu (Buta)
13. Bakam (Bisu)
14. Ajizan (Selalu Lemah)
15. Mukrahan (Yang Terpaksa)
16. Jahilan (Yang Bodoh)
17. Mayyitan (Yang Mati)
18. Ashamma (Yang Tuli)
19. A’ma (Yang Buta)
20. Abkam (Yang Bisu)

2. Iman Kepada Malaikat-Malaikat-Nya


Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang
dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat
ialah beritikad adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya,
yang membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya.

Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-
Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt.
Firman Allah swt. QS. Al-Anbiya (21): 27

“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan


perintah-perintahNya.”

Di antara nama-nama dan tugas malaikat adalah:

1. Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nabi-nabi dan rasul


2. Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam seperti
melepaskan angin menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
3. Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari kebangkitan nanti.
4. Malaikat Maut (Malaikal maut) bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk
hidup lainnya.
5. Malaikat Raqib bertugas mencatat amal baik manusia
6. Malaikat Atid bertugas mencatat amal buruk manusia.
7. Malaikat Munkar bertugas menanyakan amal manusia di kubur
8. Malaikat Nakir bertugas menanyakan amal manusia di kubur
9. Malaikat ridwan bertugas menjaga surga.
10.Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka dan pemimpin para malaikat menyiksa
penghuni neraka.

Dengan beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, maka kita akan lebih mengenal


kebesaran dan kekuasaan Allah swt. lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan
berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena malaikat selalu
mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.

3. Iman kepada kitab-kitab Allah SWT


Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu
memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Tuhan ialah beritikad bahwa Allah ada
menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang
berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. baik
untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik secara individu maupun masyarakat.

Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana
yang diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang
diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih
ada sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Qur’an. Sedangkan yang masih ada
namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa dan
Zabur kepada Daud.

Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum kitab suci Al-Qur’an tidak bersifat
universal seperti Al-Qur’an, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Dan tidak berlaku
sepanjang masa. Oleh karena itu, tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan
kitab-kitab tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberikan jaminan
terhadap Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang memuat wahyu Allah yang disampaikan
oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad selama masa kerasulannya. Al-Qur’an
merupakan kitab suci yang mempunyai kesempurnaan di atas kitab-kitab sebelumnya atau
menjadi penyempurna, kelebihan Al-Qur’an tidak dapat diragukan lagi

Selain menurunkan empat kitab suci, Allah juga menurunkan Shuhuf(lembaran)


kepada Nabi lainnya, yaitu:

1. Nabi Adam mendapat 10 shuhuf.


2. Nabi Syits mendapat 50 shuhuf.
3. Nabi Idris mendapat 30 shuhuf.
4. Nabi Ibrahim mendapat 30 shuhuf(versi lain menyebutkan 10 atau 20 shuhuf).
5. Nabi Musa mendapat 10 shuhuf sebelum Taurat diturunkan.

4. Iman kepada Nabi dan Rasul


Beriman kepada Rasul-Rasul Allah ialah meyakini bahwa Allah telah memilih
beberapa orang diantara manusia, memberikan wahyu kepada mereka dan menjadikan
mereka sebagai utusan (Rasul) untuk membimbing manusia kejalan yang benar.

Mereka diutus Allah untuk mengajarkan Tauhid, meluruskan aqidak, membimbing


cara beribadah dan memperbaiki akhlak manusia yang rusak. Beiman kepada Rasul cukup
secara global (Ijmal) dan yang wajib diketahui ada 25 Rasul, Yaitu :

1. Nabi Adam a.s


2. Nabi Idris a.s
3. Nabi Nuh a.s
4. Nabi Hud a.s
5. Nabi Shaleh a.s
6. Nabi Ibrahim a.s
7. Nabi Luth a.s
8. Nabi Ismail a.s
9. Nabi Ishaq a.s 10. Nabi Ya’qub a.s
11. Nabi Yusuf a.s
12. Nabi Ayub a.s
13. Nabi Syu’aib a.s
14. Nabi Musa a.s
15. Nabi Harun a.s
16. Nabi Zulkifli a.s
17. Nabi Daud a.s
18. Nabi Sulaiman a.s 19. Nabi Ilyas a.s
20. Nabi Ilyasa’ a.s
21. Nabi Yunus a.s
22. Nabi Zakaria a.s
23. Nabi Yahya a.s
24. Nabi Isa a.s
25. Nabi Muhammad SAW

Masalah yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi
dan Rasul adalah mengenai jumlah. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya. Sebagian
ulama mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari sejumlah itu yang
diangkat menjadi Rasul ada 313 orang.

5. Iman kepada Hari Akhir


Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat
penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat
sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang
tidak diragukan lagi.
Firman Allah SWT. QS. An-Nisa (4): 87.

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan
mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang
yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah.”

Hari kiamat (Hari Akhirat) ialah kehancuran alam semesta segala yang ada didunia ini
akan musnah dan semua makhluk hidup akan mati, selanjutnya akan berganti dengan yang
baru yang disebut Alam Akhirat. Iman kepada hari kiamat berarti mempercayai akan adanya
hari tersebut dan kehidupan sesudah mati serta beberap hal yang berhubungan dengan hari
kiamat. Seperti kebangkitan dari kubur, Hisab (Perhitungan Amal), Sirat (Jembatan yang
terbentang diatas punggung neraka), Surga dan Neraka. Kapan hari kiamat akan datang, tidak
seorangpun yang tahu dan hanya Allah saja yang mengetahui. Manusia hanya diberi tahu
melalui tanda-tandanya sebelum hari kiamat tiba.

6. Iman kepada qada dan qadar


Rukun iman keenam ialah iman kepada qada’ dan qadar. Qada ialah kepastian, dan
qadar adalah ketentuan. Beriman kepada Qada dan Qadar maksudnya adalah setiap manusia
wajib mempunyai niat dan keyakinan sungguh-sungguh bahwa segala perbuatan makhluk,
sengaja ataupun tidak telah ditetapkan oleh Allah.

Sejak zaman azali, ketentuan itu telah ditulis didalam Lauh Muhfuzh (papan tulis
yang terpelihara). Jadi, semua yang sudah, sedang dan akan terjadi di dunia ini semuanya
sudah diketahui oleh Allah SWT.

Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari keimanan kepada qada dan qadar, ini antara
lain:

1. Melahirkan kesadaran bagi umat manusia bahwa segala sesuatu di dalam semesta ini berjalan
sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan pasti oleh Allah SWT.
2. Mendorong manusia untuk terus beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai
kehidupan baik di dunia maupun di akhirat, mengikuti hukum sebab akibat dari Allah SWT.
3. Mendorong manusia untuk semakin dekat dengan Allah SWT.
4. Menanamkan sikap tawakkal dalam diri manusia, karena manusia hanya bisa berusaha dan
berdoa, sedangkan nasibnya diserahkan kepada Allah SWT.
5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena menyakini apapun yang
terjadi adalah atas kehendak dan qadar Allah SWT,

B. Aqidah cabang
Aqidah cabang adalah cabang-cabang aqidah yang pemahamannya bervariasi dari
masing-masing aspek rukun iman yang enam. Setelah berakhirnya kepemimpinan Khalifah
Umar bin Khattab umat Islam tidak dapat menahan diri dengan apa yang telah dijaga
bersama. Kemudian muncul kemelut yang pada klimaksnya melahirkan peristiwa
pembunuhan Khalifah Usman bin Affan (Tahun 345-656 M) oleh para pemberontak yang
sebagian besar dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya.

Memang secara lahir nampak peristiwa adalah persualan politik yang berkembang
menjadi persoalan Akidah (Teologi) yang melahirkan berbagai kelompok dan aliran teologi
dengan pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pada masa umat Islam tidak mampu lagi
mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidah, karena masing-masing berusaha membuka
persoalan akidah yang pada masa sebelumnya terkunci. Masing-masing kelompok membawa
keluar persoalan Akidah untuk dilepaskan bersama kelompoknya sehingga muncul
pemahaman versi kelompok tersebut.

Maka lahir cabang-cabang akidah yang pemahaman bervariasi dari masing-masing


aspek rukun iman misalnya rukun iman yang pertama (iman kepada Allah) muncul perbedaan
pendapat (ikhtilaf) dalam membicarakan zat tuhan, sifat tuhan, dan af’a,al (perbuatan) tuhan.
Persoalan yang muncul dalam masalah iman kepada malaikat separti, apakah iblis termasuk
golongan dari mereka. Dalam mempercayai kitab Allah juga muncul persoalan yang
diikhtilafkan seperti apakah kitab (wahyu) itu malaikat (diciptakan) atau bukan makhluk
sehingga bersifat kekal (qadim). Mereka juga berpendapat mengenai berapa jumlah Rasul
atau Nabi yang pernah diutus oleh Allah kebumi. Persoalan yang muncul dari keyakinan
tentang hari kiamat adalah balasan apakah yang akan diterapkan kelak pada hari kiamat,
jasmani atau hanya rohani saja. Adapun persoalan yang muncul disekitar masalah rukun iman
yang ke enam (iman kepada takdir) adalah apakah manusia mempunyai kebebasan dalam
berbuat ataukah sebaliknya.

Namun dalam kenyataannya karena berkembangnya filsafat dikalangan kaum


muslimin dan sebagainya menjadikan kaum muslimin terusik untuk membicarakan perihal
ketuhanan secara lebih luas melalui kedalaman ilmunya sehingga melahirkan pemahaman
yang berbeda (ikhtilaf) dalam sekitar pembahasan ketuhanan diantaranya mengenai Zat, sifat,
dan Af”al/perbuatan Tuhan. Dalam masalah zat Tuhan muncul pendapat yang
menggambarkan Tuhan dengan sifat-sifat bentuk jasmani/fisik. Golongan ini disebut
Mujassimah (orang-orang yang merumuskan Tuhan).
Sedangkan masalah sifat Tuhan juga muncul persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai
sifat atau tidak.

Dalam hal ini muncul 2 golongan pendapat :

Pertama : Golongan Mu’atilah yang diwakili oleh Golongan Mu’tazilah yang berpendapat
bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Dia adalah Esa, bersih dari hal-hal yang menjadikan
tidak Esa. Mereka meng Esakan Tuhan dengan mengosongkan Tuhan dari berbagai sifat-
sifat. Kedua : Golongan Ahlus Sunah Wal Jamaah yang diwakili oleh golongan (Asy’ariyah
dan Maturidiyah ) meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat yang sempurna dan tidak ada
yang menyamai-Nya. Mensifati Tuhan dengan sifat-sifat kesempunaan tidak akan
mengurangi ke Esaan-Nya Dan dalam masalah perbuatan/Af-Al Tuhan muncul perbedaan
cabang seperti ; apakah Tuhan mempunyai kewajiban berbuat. Golongan Mu’tazilah
berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia (As
Salah Al Asbah). Sebaliknya, golongan Ahlus Sunah Wal Jamaah (Asy’ariyah dan
Maturidiyah) berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban kepada makhluk-Nya.
Tuhan dapat berbuat sekehendak-Nya terhadap makhluknya karena kalau Tuhan mempunyai
kewajiban berbuat berarti kekuasaan Tuhan dan kehendak Tuhan tidak mutlak.

Permasalahan yang diikhtilafkan dalam persoalan kitab dikalanagan orang Islam ialah
apakah Al-Qur’an itu Qadim (kekal) atau hadis (baru). Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah
berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah Qadim, bukan makhluk (diciptakan). Sedangkan
pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah tidak qadim karena Al-Qur’an itu
diciptakan (makhluk).

Dalam persoalan mengimani takdir, orang Islam sepakat perlunya meyakini adanya
ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk yang ada dialam semesta ini. Namun
berbeda dalam memahami dan mempraktekannya Gilongan Jabariyah yang dipelopori oleh
Jahm bin Sahfwan berpendapat bahwa takdir Allah berarti manusia memiliki kemampuan
untuk memilih, segala perbuatan dan gerak yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah
dari Allah semata, manusia menurut merekasama seperti wayang yang digerakkan oleh ki
dalang karena itu manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan
perbuatan-Nya. Pendapat lain bahwa manusia mampu mewujudkan perbuatannya. Tuhan
tidak ikut campur tangan dalam perbuatan manusia itu dan mereka menolak segala sesuatu
terjadi karena takdir Allah SWT. Golongan mereka disebut Aliran Qadariyah yang dipelopori
oleh Ma’bad Al-Jauhari dan Gharilan Al-Damsiki.

Vous aimerez peut-être aussi