Vous êtes sur la page 1sur 36

MAKALAH KEPERAWATAN KELUARGA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASMA BRONKHIAL

Dosen Pembimbing :
Ns. Pancaningsih, S.Kep., M.Kes

Disusun oleh :
1. Dhea Belinda Putri
2. Evi Fitriah
3. Herlina
4. Linda Dwi Septiani
5. M. Rafi Fadli
6. Nofri Adri Effendy
7. Rihadatul Ais
8. Shandi Herlanus
9. Vera Yugi Pramesti

Kelas : III / B

AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA


PROVINSI DKI JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kemampuan serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada
penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Klien Asma Bronkhial”. Penulisan makalah ini dilakukan dalam
rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Keluarga.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Pancaningsih sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Keperawatan Keluarga yang telah
membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan kepada pembaca. Penulis sadar bahwa di dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Jakarta, Februari 2018

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................ 3
2. 1 Pengertian Asma .................................................................................... 3
2. 2 Etiologi Asma ........................................................................................ 4
2. 3 Manifestasi Klinis Asma ........................................................................ 5
2. 4 Pathway Asma ........................................................................................ 8
2. 5 Penatalaksanaan Asma ........................................................................... 9
2. 6 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 18
2. 7 Klasifikasi Asma .................................................................................... 19
2. 8 Pencegahan Asma .................................................................................. 22
2. 9 Asuhan Keperawatan Asma Teori ......................................................... 22
BAB III KASUS ............................................................................................... 27
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 32
3. 1 Kesimpulan ........................................................................................... 32
3. 2 Saran ...................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit
di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari
Global Initiatif for Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa
perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang,
dengan jumlah kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun
(GINA,2012). Data WHO juga menunjukkan data yang serupa bahwa
prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di
negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah
sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya
(Rengganis, 2008).
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat
reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan
mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas
(Henneberger dkk., 2011).
Pada umumnya penderita asma akan mengeluhkan gejala batuk, sesak
napas, rasa tertekan di dada dan mengi. Pada beberapa keadaan batuk mungkin
merupakan satu-satunya gejala. Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan
saat udara dingin, biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa tertekan
di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami
pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada
penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non
produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental.

1
Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi
selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien
untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan.
Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang
dapat menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan
atau ketika beraktivitas (Brunner & Suddard, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Asma?
2. Apa yang menyebabkan Asma bisa terjadi?
3. Bagaimana manifestasi pada Asma?
4. Mengapa Asma dapat terjadi?
5. Apa saja penatalaksanaan pada Asma?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada Asma?
7. Apa saja klasifikasi Asma?
8. Bagaimana mencegah terjadinya Asma?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan teori pada Asma?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1. Mengetahui teori mengenai Asma.
2. Mampu menggambarkan Asuhan Keperawatan pada Klien Asma.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2. 1 Pengertian Asma
Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan
saluran pernafasan yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang dengan
sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernapasan di antara dua
interval asimtomatik. Namun, ada kalanya sifat reversibel ini berubah menjadi
kurang reversibel (penyempitan baru hilang setetlah mendapat pengobatan).
Penyumbatan saluran napas yang menimbulkan manifestasi klinis asma adalah
akibat terjadinya bronkokontriksi, pembengkakan mukosa bronkus dan
hipersekresi lendir karena hiperreaktivitas saluran pernapasan terhadap
beberapa stimulus (Darmanto, 2014).
Kata “Asthma” berasal dari bahasa yunani yang berarti “terengah-
engah” atau sukar bernapas. Menurut “United States National Tuberculosis
Association” 1967, Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai
oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai
macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang
disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian penyakit Asma,
Asma didefenisikan sebagai suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)
kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau
dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak
mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian.

3
Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas dimana
banyak sel memainkan peranan, terutama sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode rekuren dari
mengi, sulit bernapas, dada terasa sesak, dan batuk terutama pada malam dan
atau pagi hari. Gejala-gejala ini biasanya berhubungan dengan terbatasnya
aliran udara yang meluas tetapi bervariasi, yang reversibel setidaknya sebagian
baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga
menyebabkan peningkatan responsivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsangan. (International Consensus Report on the Diagnosis and
Management of Asthma 1992 dalam Francis, 2008 hal.23).

2. 2 Etiologi Asma
Walaupun prevalensi kejadian asma pada populasi tidak kecil, yaitu
3.5% etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Tampaknya terdapat
hubungan antara asma dengan alergi. Pada sebagian besar penderita asma,
ditemukan riwayat alergi. Selain itu, serangan asmanya sering dipicu oleh
pajanan terhadap alergen. Pada pasien yang mempunyai komponen alergi jika
ditelusuri temyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya.
Hal ini menimbulkan pendapat bahwa terdapat faktor genetik yang
menyebabkan seseorang menderita asma. Faktor genetik yang diturunkan
adalah kecenderungan memproduksi antibodi henis IgE yang berlebihan.
Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut
mempunyai sifat atopik, sedangkan keadaannya disebut atopik. Namun, ada
penderita asma yang tidak atopik dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh
pemajanan terhadap alergen. Pada penderita ini, jenis asmanya disebut
idiosinkratik; biasanya serangan asmanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas.

4
2. 3 Manifestasi Klinis Asma
Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan sindrom yang
dihasilkan mekanisme multipel yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala
klinis termasuk obstruksi jalan napas reversibel. Sebagai sindrom episodik,
terdapat interval asimtomatik di antara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang
sangat penting dari sindrom ini, diantaranya dispnea, suara mengi, obstruksi
jalan napas reversibel terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperresponsif
terhadap berbagai stimulus baik yang spesifik maupun nonspesifik, dan
peradangan saluran pernapasan. Semua ciri-ciri tadi tidak harus terdapat
bersamaan.
Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak napas. Gejala
yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya
pulsus paradoksus, serta timbulnya Kussmaul’s sign. Pasien akan mencari
posisi yang enak, yaitu duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu
agar bahu tetap stabil, biasanya berpegangan pada lengan kursi, dengan
demikian otot napas tambahan dapat bekerja dengan lebih baik. Takikardia
akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral.
Gejala asma dapat dibedakan dengan gejala penyakit obstruksi jalan
napas lainnya, seperti bronkitis kronik, emfisema, dan fibrosis kistik. Asma
terjadi pada penderita muda yang bukan perokok; saat berada di antara
asimtomatik interval, nilai kapasitas residual fungsional adalah normal, daya
tahan saat exercise dan parameter spirometrik pada penderita asma tidak
banyak berubah dibandingkan penderita bronkitis kronik maupun penderita
emfisema.
Sebagai ukuran sederhana, dapat dikatakan jika flow rate < 120 liter
atau FEV 1 < 1 liter, keadaan ini disebut obstruksi saluran pernapasan
berat.Untuk menentukan apakah perlu perawatan di rumah sakit, digunakan
indeks penilaian derajat serangan asma sebagai berikut:

1. Detak jantung > 120/menit

5
2. Takipnea dengan frekuensi > 30/menit

3. Pulsus parodoksus ≥ 18 mmHg

4. PEF ≤ 120 L/menit

Tabel Klasifikasi Gradasi Asma

Gambaran Klinis Sebelum Terapi

Klasifikasi Gejala Gejala Malam Hari Fungsi Paru

Intermiten 1. Gejala ≤2 kali/minggu ≤ 2 kali/bulan 1. FEV 1 atau PEF


ringan ≥ 80%
2. Asimtomatik dan PEF
perkiraan
normal di antara
eksaserbasi 2. Variabilitas
PEF 20%
3. Serangan singkat
(beberapa jam sampai
beberapa hari) intensitas
mungkin bervariasi

Persisten 1. Gejala > 2 kali/minggu ≥ 2 kali/minggu


ringan namun < 1 kali/hari

2. Serangan mungkin
memengaruhi aktivitas

3. FEV 1 atau PEF ≥ 80%


perkiraan

4. Variabilitas PEF 20-30%

Persisten 1. Gejala muncul setiap hari ≥ 1 kali/minggu 1. FEV 1 atau PEF


sedang > 60-80%
2. Penggunaan harian
perkiraan
inhalasi agonis-β2 kerja
singkat

6
3. Serangan memengaruhi 2. Variabilitas
aktivitas PEF > 30%

4. Serangan ≥ 2 kali/minggu

Persisten 1. Gejala muncul terus- Sering 1. FEV 1 atau PEF


berat menerus ≤ 60%
perkiraan
2. Aktivitas fisik terbatas
2. Variabilitas
3. Sering serangan
PEF > 30%

Jika keempat hal ini terdapat pada pasien, diperkirakan 95% akan terjadi
relaps dan perlu perawatan di rumah sakit. Namun demikian, ternyata yang
dapat digunakan sebagai petunjuk lebih tepat adalah keberhasilan pada terapi
inisial. Foto rontgen hanya berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
pneumonia atau pneumotoraks, bukan untuk menilai derajat asma, walaupun
hiperinflasi paru dapat menunjukkan kemungkinan adanya serangan asma akut
(Djojodibroto, 2015).

7
2. 4 Pathway

Pencetus serangan

(alergen, emosi/stres, obat-obatan, dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkannya susbtansi vasoaktif

(histamin, bradikinin, dan anafilatoksin)

Kontraksi otot polos ↑ Permeabilitas kapiler Sekresi mukus meningkat

Bronkospasme  Kontraksi otot polos Produksi mukus bertambah

 Edema mukosa
 Hipersekresi

Bersihan Jalan Obstruksi saluran napas Ketidakseimbangan


Napas Tidak Efektif Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh

Hipoventilasi

Distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah paru-paru

Gangguan difusi gas di alveoli

Kerusakan
Pertukaran Gas Hipoksemia

Hiperkapnea
Sumber: Irman Somantri, 2012

8
2. 5 Penatalaksanaan Asma
1. Prinsip
Menurut Somantri (2012), prinsip penatalaksanaan pada asma adalah
sebagai berikut:
a. Faktor penting yang harus diperhatikan:
1) Saatnya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan (macam obat dan dosis)
b. Pemberian obat bronkodilator
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikostiroid
e. Penatalaksanaan setelah serangan mereda
1) Cari faktor penyebab
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
(Somantri, 2012).
2. Tujuan penatalaksanaan asma :
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
g. Mencegah kematian karena asma
3. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma
dikatakan terkontrol bila :
a. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
b. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
c. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya
tidak diperlukan)
d. Variasi harian APE kurang dari 20 %

9
e. Nilai APE normal atau mendekati normal
f. Efek samping obat minimal (tidak ada)
g. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
4. Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen:
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti,
menjaga penderita untuk tetap melakukan aktivitasnya sehari-hari dan
mengurangi biaya pengobatan. Edukasi kepada penderita/ keluarga
bertujuan untuk:
1) Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara
umum dan pola penyakit asma sendiri)
2) Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan
asma)
3) Meningkatkan kepuasan
4) Meningkatkan rasa percaya diri
5) Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri.
Bentuk pemberian edukasi dapat dilakukan dengan
komunikasi/ nasehat saat berobat, ceramah, latihan/training, supervisi,
diskusi, tukar-menukar informasi (sharing of information group),
film/video presentasi, leaflet, brosur, buku bacaan, dll (Perhimpunan
Dokter paru Indonesia, 2006).
b. Menilai dan Monitor Berat Asma Secara Berkala
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang
menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal
apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi
gejala yang dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru
(GINA, 2005). Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan
monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada
penatalaksanaan asma. Hal ini meliputi pemantauan tanda gejala asma

10
setiap kunjungan ke dokter dan pemeriksaan faal paru , misalnya
pengukuran peak flow meter.
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow
Meter ini dianjurkan pada :
1) Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter
dan oleh pasien di rumah.
2) Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3) Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma
persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi penderita setelah
perawatan di rumah sakit, penderita yang sulit/tidak mengenal
tingkat keparahan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk
mendapat serangan yang mengancam jiwa (Depkes RI, 2007).
c. Identifikasi dan Mengendalikan Faktor Pencetus
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi
gejala asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat
meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan,
obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).
d. Merencanakan dan Memberikan Pengobatan Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada
penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada
penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat
glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh teofilin, kromones,
atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan
pilihan obat β2-agonist inhalsi dikombinasikan dengan glukokortikoid
inhalasi, teofilin atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-
agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi,
teofilin dan leukotrien atau menggunakan obat β2 agonist oral (GINA,
2005). Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma
(Controller):

11
1) Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk
mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan
fungsi paru, mengurangi hiperresponsif dan mengurangi gejala
asma dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, obat ini dapat
menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi pada
bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik,
menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast
(GINA, 2005).
2) Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat
kortikosteroid inhalasi. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi,
diabetes,penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal,
katarak, glukoma, obesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
3) Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronkial pada gejala
asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi
hiperresponsitivitas pada system imun nonspesifik. Obat ini dapat
menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk
formulasi powder (GINA, 2005).
4) β2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah
pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu
malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan
tremor pada bagian muskuloskeletal, menstimulasi kerja
kardiovaskular dan hipokalemia (GINA, 2005).
5) β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma
pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan ansietas,

12
meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada
bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).
6) Teofilin
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan
asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos
bronki dan pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat
menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit
kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35
mcg/mL menyebabkan hiperglikemia, hipotensi, aritmia jantung,
takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).
7) Leukotriens Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini
berfungsi untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan
fungsi paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005)
e. Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan
kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala
asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini
dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat
bronkodilator seperti: β2-agonist inhalasi dan glukokortikosteroid
oral (GINA, 2005).
f. Pemeriksaan Teratur
g. Pada penatalaksanaan jangka apnjang terdapat dua hal penting yang
harus diperhatikan, yaitu tindak lanjut (follow-up) teratur dan rujuk
ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lebih lanjut
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2007). Penderita asma
disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur kepada
tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat
perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).

13
h. Pola Hidup Sehat
i. Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan.
Pola hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan
asma. Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stres,
dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai
toleransi tubuh (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stres akan
menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat
memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh
penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Selain itu, juga terdapat serangkaian terapi komplementer yang bisa
bermanfaat bagi penderita asma. Tujuannya bukan untuk
menggantikan pengobatan konvensional yang sedang dijalani,
melainkan sebagai upaya pelengkap yang bisa mempercepat proses
penyembuhan. Beberapa terapi komplementer tersebut adalah terapi
herba, homeopati, terapi nutrisi, tissue salt therapy, aromaterapi,
akupunktur, akupresur, refleksologi, teknik pernapasan Buteyko,
meditasi, Yoga, relaksasi progresif dan Chikung (VitaHealth, 2006).
Salah satu terapi alternatif untuk asma yang paling mutakhir dan
paling ilmiah tapi sekaligus kontroversial adalah teknik pernapasan
Buteyko. Dalam teknik pernapasan ini, secara sederhana penanganan
asma didasarkan pada usaha mengembalikan cara bernapas yang
benar (VitaHealth, 2006). Penderita asma dapat memperbaiki pola
nafas dan gejala asma lainnya dengan melakukan teknik pernafasan
yang benar secara hati-hati dan teratur (Dupler, 2005).
5. Tujuan
Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol
manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. GINA (2009) dan

14
PDPI (2006) menganjurkan untuk melakukan penatalaksanaan berdasarakan
kontrol. Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang
terkontrol terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
a. Medikasi
Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui
berbagai cara seperti inhalasi, oral dan parenteral. Dewasa ini yang
lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke jalan
napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macam–
macam pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur
(IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler (DPI),
breath–actuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma terdiri atas
pengontrol (controllers) dan pelega (reliever).
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama
untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar
asma tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol,
yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari:
1) Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik
2) Leukotriene modifiers
3) Agonis β-2 kerja lama (inhalasi dan oral)
4) Metilsantin (teofilin)
5) Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium)
Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk
cepat mengatasi bronkokonstriksi dan mengurangi gejala – gejala asma.
Prinsip kerja obat ini adalah dengan mendilatasi jalan napas melalui
relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa
berat di dada, dan batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hipersensitivitas
jalan napas. Pelega terdiri dari:
1) Agonis β-2 kerja singkat

15
2) Kortikosteroid sistemik
3) Antikolinergik (Ipratropium bromide)
4) Metilsantin
b. Pengobatan Berdasarkan Derajat
Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:
1) Asma Intermitten
a) Umumnya tidak diperlukan pengontrol
b) Bila diperlukan pelega, agonis β-2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan.
Alternatif dengan agonis β-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja
singkat dan agonis β-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi
c) Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga
bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten
ringan
2) Asma Persisten Ringan
a) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah
progresivitas asma, dengan pilihan:
(1) Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau
terbagi dua kali sehari) dan agonis β-2 kerja lama inhalasi
(2) Budenoside : 200–400 μg/hari
(3) Fluticasone propionate : 100–250 μg/hari
(4) Teofilin lepas lambat
(5) Kromolin
(6) Leukotriene modifiers
b) Pelega bronkodilator (Agonis β-2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan
bila perlu
3) Asma Persisten Sedang
a) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah
progresivitas asma, dengan pilihan:
(1) Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis
β-2 kerja lama inhalasi

16
(2) Budenoside: 400–800 μg/hari
(3) Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari
(4) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin
lepas lambat
(5) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah agonis β-
2 kerja lama oral
(6) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)
(7) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah
leukotriene modifiers
b) Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu
(1) Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari,
atau
(2) Agonis β-2 kerja singkat oral, atau
(3) Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat
(4) Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita
(5) telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol
c) Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja
lama inhalasi
d) Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT
atau kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah
4) Asma Persisten Berat
a) Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala
b) Seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal
paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin
dan efek samping obat seminimal mungkin
c) Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol
asma, dengan pilihan:
(1) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis)
dan agonis β-2 kerja lama inhalasi

17
(2) Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari
(3) Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan
leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis β-
2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi
(4) Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat
mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia,
dan batuk karena iritasi saluran napas atas

2. 6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
1) Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen
2) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus
b. Pemeriksaan darah
Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit
2. Pemeriksaan Scanning Paru
Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi(ketidak
cocokan/perfusi) atau tidak adanya ventilasi/perfusi.
3. Pemeriksaan Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
4. Pemeriksaan fisik
Adanya gejala obstruksi aliran udara saat dilakukan pemeriksaan fisik
dapat membantu diagnosis asma. Mengi saat ekspirasi merupakan tanda
khas terbatasnya aliran udara, tetapi hal ini bukan merupakan pengukuran
yang paling sensitif terhadap obstruksi.
Dada hiperinflamasi, penggunaan otot tambahan untuk bernapas, resesi
interkostal, sianosis, dan mengantuk adalah mengindikasikan adanya
serangan asma berat (Francis Caia, 2008).

18
2. 7 Klasifikasi Asma
Berdasarkan faktor penyebabnya penyakit Ashma dibagi atas 2 golongan yaitu:
1. Golongan allergen = Asma Ekstrinsik / faktor Atopi
Ashma golongan Allergen adalah golongan Asma Bronkiale dengan
gejala-geiala atopi baik secara klinis maupun laboratorium, serangan asma
bronkiale jenis ini terjadi oleh karena adanya interaksi antara
AntigenAntibodi yang spesifik dan adanya interaksi Antigen Antibodi:
Anamnesa, test kulit, pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan cara masuknya allergen maka dikenal 4 macam
penyakit ashma yaitu:
a. Asma inhalasi yang disebabkan oleh:
1) debu rumah (tungau)

2) air liur

3) tepung sari

4) bulu binatang: aniing, kucing bulu burung spora jamur → tembok


lembap

5) serpihan kulit hewan.

b. Asma lngestan yang disebabkan oleh:

1) Susu

2) obat-obatan (anti panas. anti nyeri)

3) telur

4) bahan-bahan kimia (obat nyamuk)

5) ikan/makanan asal laut

6) dll.

19
c. Asma kontakta yang disebabkan oleh:

1) salep (untuk kulit)

2) logam: perhiasan. jam. dll)

3) Storm van leeuwen, 1920: Debu rumah merupakan allergen


Voorhost: debu rumah (Dermatophoqoides)

4) Mansell (London): tungau pada debu rumah (D. Culinae, D. Far-


mac) Besmom. dkk. 1984:

5) Di dalam kamar. terulama allergen jamur penicullin. lalu


Aspergillus

6) Diluar rumah, terulama jamur cladosporium. allemaria (musim


panas)

d. Asthma Ekstrinsik

1) Pada umumnya mulai usia 3 45 Iahun

2) Pada umumnya oleh karma allergen inhalasi

3) Ada hubungan antara geiala asma dengan allergen inhalan yang


dicurigai → test kulil ( + )

4) Prognosa lebih balk

5) Ada riwayat alergi pada diri/ keluarga, dis amping asma Alergi
makanan >> pada anak-anak

2. Golongan Non Allergen = Asma Intrinsik/ Faktor Non Alopik


Ashma golongan Non allergen disebabkan karena adanya:

a. 72x kimia non alergi merupalun irritant Ozon, Nitrogen, eter, sulfur
oksida, C0, silikat, polutan udara lainnya.

b. Fakror link

Perubahan iklirn/cuaca, suhu panas, suhu Iingkungan yang dingin bau-


bauan merangsang, udara Iembap, kabut, dll.

c. lnfcksi (crutama infcksi saluran nafas olch karena virus inlluenza

20
1) fahor infeksi: 32 42% serangan asma anal

2) juga infeksi pada sinus, tonsil, polip hidung

3) serangan asma bias terjadi benahun-lahun setelah infcksi lembut


diam

d. Aktivitas fisik merupakan “Exercise induced Asthma'.

Dapat menyebabkan kelelahan fisik. Golongan ini sering teriadi pada


anak-anak dan orang dewasa temtama pada saat suhu rendah dengan
kelembaban udara kurang.

e. Obat-obatan dan bahan kimia

1) aspirin (dewasa 10%)

2) zat warna: tartrazin

f. Ketegangan mental emosional

50% serangan asma

g. Faktor lain yang dikenal dengan factor intrinsic.

Asma Intrinsik pada seiumlah kecil penderita geiala klinis sama


dengan atau sepeni asma atopik yang meliputi:

a. Pada umumnya mulai umur > 40 tahun

b. Anamnesa penyebab dari luar (-)

c. Test kulit(-)/(+)lemah

d. Riwayat alergi pada diri / keluarga (-)

e. Kadang-kadang riwayat sensitive terhadap aspirin, ada polip nosi/


hidung.

f. Pada umumnya asma lebih berat dengan kadar Ig,, E. Rendah.

g. Perbedaan asma ekstrinsik dengan Asma Intrinsik (Warwick) adalah


sebagai berikut:

21
2. 8 Pencegahan Asma
1. Pencegahan Primer
Ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma ( orang
tua asma ) Dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi / anak
b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut
tidak mengganggu asupan janin
c. Pemberian ASI ekslusif sampai usia 6 bulan
d. Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan Sekunder
Ditunjukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi
dengan cara menhindari pajanan asap roko, serta allergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah
3. Pencegahan Tersier
Ditunjukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan maniefestasi pennyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter
yang dikenal dengan nama ETAC study (early treatment of atopic children)
mendapatkan bahwa pemberian setirizin selama 18 bulan pada anak atopi
dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput ( Pollen )
dan tungau debu.

2. 9 Teori Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata
Asma bronkial terjadi dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering
di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timubl usia 10 tahun sepertiga
kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Presdiposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30
tahun.

22
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial
adalah dipsnea (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),
batuk dan mengi (pada beberapa kasuss lebih banyak paroksimal).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya factor presdiposisi
timbulnya penyakit ni, diantaranya adalah riwayat alergi dan
riwayat penyakit saluran napas bagian bawah (rhinitis, urkaria, dan
eksim).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanta riwayat
penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
c. Pemeriksaan fisik
1) Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengan kasar dan suara mengi (wheezing) pada
kedua fase respirasi semakin menampol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit
dikeluarkan.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah dan pulsis paradokus.
f) Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (diapeks dan
hilus)
g) Penurunan berat badan secara bermakna.
2) Subjektif
Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia.
3) Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung

23
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penuakitnya.
c) Data tambhaan (medikal terapi).
4) Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jka sebelumnya telah digunakan obat
golongan atau simpatomimetik, maka sebalinya diberikan
Aminophilin secara parenteral, sebab mekanisme yang belainan,
demkian pula sebaliknya, bila sebelumya telah digunakan obat
golongan Teofilin oral, maka sebaliknya diberikan obat golongan
simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk
selektif terhadap adrenoresptor (Orsiprendlin, Salbutamol,
Terbutalin, Inspenturin, Fenoterol)mempunyai sifat ;ebih efektif
dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan
dengan bentuk non-selsktif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin).
a) Obat-obatan bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat
dan efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan
untuk sesak napas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-
mula diberikan dua seditan dari Metered Aerosol Defire
(Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan
dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada perbaikan 10-
15 menit setelah pengobatan, maka berikan aminophilin
intravena.
b) Obat-obatan bronkodilator simpatomimetik memberi efek
samping takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua
harus hati-hati, berahaya pada penyakit hipertensi,
kardiovaskuler. Dan serebrovasluler. Pada dewasa dicoba
dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1:1000 secara subskutan.
Pada anak-anak 0,01 mg/KgBB aubkutan (1 mg per mil)

24
dapat diulang setiap 30 m3nit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan.
c) Pemberian Aminophilin secara intravena dengan dosis awal
5-6 mg/KgBB dewasa/anak-anak, disuntikkan perlahan
dalam 5-10 menit, untuk dosis penunjang dapat diberikan
sebanyak 0,9 mg/KgBB/Jam secraa intravena. Efek
sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan
perlahan.
5) Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan, maka bisa dilanjutkan dengan pengobatan
kortikosteroid, 200 mg hidrokortison secara oral atua dengan 3-4
mg/KgBB secara parenteral sampai serangan akut terkontrol,
dengan diikuti pemberian 30-60 mg Prednison atau dengan dosis
1-2 mg/KgBB/Hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian
dosis dikurangi secara bertahap.
6) Pemberian Oksigen
Oksihen dialirkan melalui kanul hidung dngan kecepatan 2-4
liter/menit, menggunakan air (humidifier) untuk memberikan
kelembapan. Obat ekspektoran seperti Gliserolguaiankolat juga
dapat digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu
intake cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan
pronsiprehidrasi, sedangkan antibiotic diberikan bika ada infeksi.
7) Beta Agonis
Beta agonis (β-adreneric agents) merupakan pengobatan awal
yang digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma,
dikarenakan obat-obatan ini bekerja dengan cara mendilatasikan
otot polos (vasodilator). Adreneric agents juga meningkatkan
pergerakan siliari, menurunkan mediator kimia anfilaksis, dan
dapat meningkatka efek bronkodilatasi dari kortikosreroid.

25
Adrenergik yang digunakan antara lain epinefrin, albuterol,
metaproterenol, isoproterenol, isoetaron, dan terbutaline.biasanya
diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupkan
salah satu pilihan dikarenakan dapat memengaruhi secara
langsung dan mempuntai efek samping yang lebih kecil.
2. Diagnosa
a. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan
perfusi-ventilasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
denganbronkokonstriksi, peningkatan produksi lender, batuk tidak
efektif dan infeksi bronkopulmonal
c. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengannafas pendek,
lender, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunderakibat
peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi pernafasan dan
oksigenasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia, dan
pola pernafasan tidak efektif.
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang
sosialisasi, ansietas, depresi tingkat aktivitas rendah dan
ketidakmampuan untuk bekerja.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dyspneu

26
BAB III
KASUS

Keluarga Tn. C tinggal di RW 04 Kelurahan Rambutan, sejak tahun 1980, sampai


sekarang belum pernah pindah, status rumah milik sendiri. Tn. C memiliki seorang
anak An. R laki-laki berusia 7 tahun, sekarang sudah kelas 2 SD. Tn. C bekerja sebagai
karyawan swasta dan istri Tn. C bernama Ny. M, sebagai seorang ibu rumah tangga.
Keluarga mengatakan anaknya sering sakit-sakitan, dan kadang mengeluh nafasnya
sesak. Saat dilakukan pengkajian An. R terlihat kurus BB 11 kg dan An. R terlihat
sedang batuk. Ny. M mengatakan anaknya susah untuk makan dan maunya jajan saja.
Ny. M khawatir anaknya kurus dan sering sesak nafas, serta tidak mengetahui
penyebabnya sehingga dapat mengganggu perkembangan.

Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif

1. Keluarga mengatakan anaknya 1. An. R terlihat sedang batuk


sering sakit-sakitan, dan kadang 2. An. R laki-laki berusia 7 tahun,
mengeluh nafasnya sesak. 3. An. R terlihat kurus BB 11 kg
2. Ny. M mengatakan anaknya 4. Ny. M terlihat khawatir
susah untuk makan dan maunya
jajan saja.
3. Ny. M tidak mengetahui
penyebabnya sehingga dapat
mengganggu perkembangan.

27
Diagnosa Keperawatan

Data Fokus Masalah Etiologi

DS: Ketidakefektifan Mucus dalam jumlah

1. Keluarga mengatakan anaknya bersihan jalan napas berlebih, peningkatan

sering sakit-sakitan, dan produksi mucus

kadang mengeluh nafasnya


sesak.
DO:

1. An. R terlihat sedang batuk


DS: Defisiensi pengetahuan Kurangnya informasi

1. Ny. M tidak mengetahui


penyebabnya sehingga dapat
mengganggu perkembangan.
DO:

1. Ny. M terlihat khawatir


DS: Ketidakseimbangan Kurang minat pada

1. Ny. M mengatakan anaknya nutrisi kurang dari makanan

susah untuk makan dan kebutuhan tubuh

maunya jajan saja.


2. Ny. M khawatir anaknya
kurus.
DO:

1. An. R laki-laki berusia 7 tahun,


An. R terlihat kurus BB 11 kg

28
Rencana Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Tujuan Umum
Keperawatan Kriteria Standar
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Setelah dilakukan Keluarga dapat a. Informasikan
bersihan jalan napas asuhan keperawatan pertemuan sebanyak menerapkan kepada keluarga
berhubungan dengan selama 1 x pertemuan 1 x dalam 45 menit penanganan tentang tanda-
mucus dalam jumlah diharapkan keluarga diharapkan: terjadinya sumbatan tanda sumbatan
berlebih, peningkatan khususnya Tn. C dan 1. Keluarga dapat nafas dan jalan nafas dan
produksi mucus Ny. M dapat menyebutkan: penumpukan secret: penumpukan
mengetahui penyebab a. Tanda-tanda a. Mengetahui sekret
terjadinya sumbatan adanya cara b. Demonstrasi
nafas dan sumbatan menggunakan terkait
penumpukan secret jalan nafas inhalasi penggunaan
b. Tanda-tanda sederhana inhalasi sederhana
penumpukan
secret
Defisiensi Setelah dilakukan Setelah dilakukan Keluarga dapat a. Kaji tingkat
pengetahuan asuhan keperawatan pertemuan sebanyak menyebutkan konsep pengetahuan
selama 1 x pertemuan asma:

29
berhubungan dengan diharapkan keluarga 1 x dalam 45 menit a. Pengertian asma keluarga terkait
kurangnya informasi khususnya Tn. C dan diharapkan: b. Penyebab asma asma
Ny. M dapat 1. Keluarga dapat c. Tanda dan gejala b. Berikan
mengetahui informasi menyebutkan: asma penyuluhan terkait
terkait dengan Konsep terjadinya d. Komplikasi asma penyakit asma
penyakit asma asma Pengobatan asma c. Diskusikan
dengan keluarga
penanganan asma
jika kambuh
d. Diskusikan kepada
keluarga terkait
pencegahan asma
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Setelah dilakukan Keluarga dapat a. Diskusikan kepada
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan pertemuan sebanyak menerapkan keluarga terkait
kebutuhan tubuh selama 1 x pertemuan 1 x dalam 45 menit penanganan kebutuhan gizi
berhubungan dengan diharapkan keluarga diharapkan: terjadinya anak
kurang minat pada khususnya Tn. C dan 1. Keluarga dapat kekurangan nutrisi: b. Diskusikan kepada
makanan Ny. M dapat menyebutkan: keluarga tentang
mengetahui diet asma

30
terjadinya a. Tanda-tanda a. Informasikan (dianjurkan dan
kekurangan nutrisi kekurangan tentang gizi dihindari)
pada anak nutrisi dari seimbang
adanya b. Mengenali
penurunan perubahan berat
berat badan badan
dan nafsu
makan

31
BAB IV
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan
saluran pernafasan yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang
dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernapasan di
antara dua interval asimtomatik. Pencegahan Asma terdiri atas 3 macam :
Pencegahan Primer, Pencegahan Sekunder, Pencegahan Tersier.

3. 2 Saran
Dengan mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma, maka beberapa
saran penulis sebagai berikut :
1. Jangan menganggap remeh penyakit Asma, jika pembaca memiliki
penyakit asma maka disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter.
Akan tetapi, jangan pula pembaca terlalu memikirkan tentang
penyakitnya, karna akan memicu asma kambuh.
2. Semoga makalah yang telah kami susun dapat bermanfaat sebagai
tambahan wawasan pembaca pada penyakit Asma

32
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I. 2009. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
EGC

Djojodibroto, Darmanto. 2015. Respirologi (respiratory medicine), ed. 2. Jakarta:


EGC

Francis, Caia, 2008. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga

International Consensus Report on the Diagnosis and Management of Asthma


1992 dalam Francis, 2008 hal.23
Irwan. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.Ed.1. Yogyakart : Deepublish
Nurarif A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction
Somantri, Irman. 2012. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Vous aimerez peut-être aussi