Vous êtes sur la page 1sur 5

ILUSTRASI KASUS

Ny. L 43 tahun, datang dengan keluhan luka di kaki kiri yang tidak sembuh sejak
2 minggu yang lalu disertai nyeri, kemerahan, bernanah dan berbau busuk. Pasien
juga demam dan lemas sejak seminggu yang lalu. Kaki dan tangan sering kesemutan,
sering bangun malam untuk kencing, ada riwayat DM Tipe 2(+) sejak 3 tahun yang
lalu.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit sedang dengan kesadaran compos
mentis, tekanan darahmmHg, nadi x/menit, suhu 38,0oC, pernapasan. Pada
pemeriksaan kaki kiri didapatkan tampak ulkus didigiti 3 pedis sinistra, nanah(+),
berbau(+), kulit sekitar tampak eritem(+), teraba hangat(+). Dari hasil laboratorium
didapatkan hiperglikemi dengan GDS: 521mg/dl dan leukosistosis: 43790/mm3.

Dari diagnosis kerja pada kasus ini adalah ulkus pedis sinistra et causa DM tipe 2
yang disebabkan oleh glukosa darah yang tidak terkontrol.

DISKUSI

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10
menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin
yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah
sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi
glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel
beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun
menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah
puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan
insulin akan menurun.

Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang


menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi
hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar
glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi
jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu
meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta
menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai
menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat
dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain
menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit
amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity)3

Pada diabetes melitus tipe 2, keluhan dan gejala klasik yangsering dikeluhkan
berupa penurunan berat badan, penurunan berat badan diakibatkan oleh glukosa
dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel mengambil cadangan lain
yaitu sel lemak dan otot. Lalu gejala lain seperti kencing yang banyak, cepat haus
sehingga banyak minum, cepat lapar sehingga banyak makan yang diakibatkan
metabolisme glukosa sepenuhnya tidak dapat dimanfaatkan, gangguang saraf tepi,
gatal/bisul, gangguang ereksi pada pria dan keputihan pada wanita.

Penegakan diagnosis

Anamnesis

PF

PP

Diskusi

Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori
dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan
bervariasi, bergantung pada kebutuhan, apakah untuk mempertahankan, menurunkan
atua meningkatkan berat tubuh. Rencana diet harus dikonsultasi dahulu dengan ahli
gizi yang terdaftar dan berdasarkan pada riwayat diet pasien, makanan yang lebih
disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan aktivitas fisik.1

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.1
Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dini dapat mempertahankan
kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik
saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga
dianjurkan. Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin dan
sulfoniurea.10,11

Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion.


Metformin yang merupakan suatu biguanid, dapat memberikan sebagai terapi tunggal
pertama dengan dosis 500 hingga 1700 mg/hari. Metformin menurunkan prouksi
glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan
kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan
seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas.
Asidosis laktat jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang serius, khususnya
pada insufisiensi ginjal dan gagal jantung kongestif. Sedangkan tiazolidinedion
meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa
hepatik.10,11

Efek obat-obatan ini kelihatannya menjadi perantara interaksi dengan proliferator


peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma). Dua
analog tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dengan dua dosis 4 hingga 8 mg/hari dan
pioglitazon dengan dosis 30 hingga 45 mg/hari, dapat diberikan sebagai terapi tunggal
atau dikombinasikan dengan metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat-obatan ini
dapat menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien
dengan gagal jantung kongestif. 10,11

Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan
cara-cara yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel
pulau Langerhans yang masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk
menggunakan sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan
meningkatkan sekresi insulin. Sebaliknya, pasien-pasien dengan diabetes tipe 1 yang
telah kehilangan kemampuannya untuk menyekresi insulin, pengobatan dengan
sulfonilurea menjadi tidak efektif. Efek potensial yang merugikan akibat penggunaan
agen-agen hipoglikemik oral. Namun, sulfonil urea generasi kedua menyebabkan
sedikit retensi air atau tidak ada sama sekali, yang merupakan masalah potensial
dengan beberapa agen generasi pertama. Dua bahan sulfonilurea yang paling sering
digunakan adalah glipizid 2,5 hingga 40 mg/hari, dan gliburid 2,5 hingga 25 mg/hari.
Gliburid memiliki waktu paruh yang lebih lama dari pada glipizid, dan dosis total
hariannya dapat diberikan sekali sehari. Gabungan sulfonilurea dengan pensensitif
insulin adalah terapi obat yang paling sering digunakan untuk pasien ini, absorbsi
karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengonsumsi akarbosa
preprandial, yaitu penghambat alfa glukosida yang bekerja pada usus halus dengan
menyekat pencernaan kompleks karbohidrat.5

Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dini dapat mempertahankan


kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik
saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga
dianjurkan. Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfoniurea.3
Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin
yang merupakan suatu biguanid, dapat memberikan sebagai terapi tunggal pertama
dengan dosis 500 hingga 1700 mg/hari. Metformin menurunkan prouksi glukosa
hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin,
khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga
biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas. Asidosis laktat jarang
terjadi namun merupakan komplikasi yang serius, khususnya pada insufisiensi ginjal
dan gagal jantung kongestif. Sedangkan tiazolidinedion meningkatkan kepekaan
insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatik.3

Efek obat-obatan ini kelihatannya menjadi perantara interaksi dengan


proliferator peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma
(PPAR-gamma). Dua analog tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dengan dua dosis 4
hingga 8 mg/hari dan pioglitazon dengan dosis 30 hingga 45 mg/hari, dapat diberikan
sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan metformin, sulfonilurea, atau
insulin. Obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk
diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.5

Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan
cara-cara yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel
pulau Langerhans yang masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk
menggunakan sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan
meningkatkan sekresi insulin. Sebaliknya, pasien-pasien dengan diabetes tipe 1 yang
telah kehilangan kemampuannya untuk menyekresi insulin, pengobatan dengan
sulfonilurea menjadi tidak efektif. Efek potensial yang merugikan akibat penggunaan
agen-agen hipoglikemik oral. Namun, sulfonil urea generasi kedua menyebabkan
sedikit retensi air atau tidak ada sama sekali, yang merupakan masalah potensial
dengan beberapa agen generasi pertama. Dua bahan sulfonilurea yang paling sering
digunakan adalah glipizid 2,5 hingga 40 mg/hari, dan gliburid 2,5 hingga 25 mg/hari.
Gliburid memiliki waktu paruh yang lebih lama dari pada glipizid, dan dosis total
hariannya dapat diberikan sekali sehari. Gabungan sulfonilurea dengan pensensitif
insulin adalah terapi obat yang paling sering digunakan untuk pasien ini, absorbsi
karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengonsumsi akarbosa
preprandial, yaitu penghambat alfa glukosida yang bekerja pada usus halus dengan
menyekat pencernaan kompleks karbohidrat.3,5

Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia.
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang
dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai
tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik
oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala
dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe
2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan
hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme

Vous aimerez peut-être aussi