Vous êtes sur la page 1sur 26

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Oleh :

CICIK LESTARI (162310101315)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak adalah individu yang berusia antara 0 sampai 18 tahun, yang


sedang dalam proses tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan yang spesifik fisik,
psikologis, sosial dan spiritual yang berbeda dengan orang dewasa.Perkembangan
anak sangat dipengaruhi rangsangan terutama dari lingkungan eksternal, yaitu
lingkungan yang aman, peduli, dan penuh kasih sayang.Orang tua mempunyai
peranan penting dalam memberikan perawatan pada anak, baik dalam keadaan
sehat maupun sakit. Disaat sakit inilah anak akan sangat membutuhkan dukungan
yang besar baik dari lingkungan internal maupun eksternal.Saat ini banyak kita
jumpai berbagai macam penyakit pada anak , salah satunya adalah kejang demam.

Kejang demam ialah bangkitan kejang pada kenaikan suhu tubuh


o
rektal 38 C paling sering di jumpai pada anak terutama pada usia, 3 sampai 5
tahun. Jenis kejang ini merupakan lupakan paling umum terjadi pada 2-5% dari
golongan anak anak yang berusia kurang dari 5 tahun, terutama pada bayi usia 2
tahun.(Seinfelt dan pellock, 2013).

Pada makalah ini akan membahas tentang kejang demam baik


secara konsep teori maupun asuhan keperawatannya.Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak di PSIK
Universitas Jember kelas Alih Jenis angkatan 2016.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN KEJANG DEMAM

KONSEP DASAR

1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan


suhu tubuh (suhu mencapai >38oC). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-
NOC, 2013).

Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4%


anak usia di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang
dialami oleh anak berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak
berusia kurang dari 6 tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf
pusat; anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam
bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan;
kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi


bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar
4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya
sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak
yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5
tahun. (Dona L.Wong, 2008)

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan


suhu tubuh suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)

Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada


saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ISPA. Kejang ini
akan kejang umum dengan pergerakkan klonik selama kurang dari 10 menit.
Sistem syaraf pusat normal dan tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat
serangan menghilang. Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali
jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang demam setelah
usia 6 tahun.

2. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun.
Di Amerika Serikat, kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan sampai
dengan 5 tahun. Diantaranya, sekitar 70-75% hanya mengalami kejang demam
sederhana, yang lainnya 20-25% mengalami kejang demam kompleks. Lebih
sering pada anak laki laki, jarang terjadi pada usia kurang dari 9 bulan dan diatas
5 tahun. Puncaknya terjadi pada usia 14-18 bulan, dan angka kejadian mencapai
3-4% anak usia dini. Di Indonesia, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun hampir 2-5%.

3. Etiologi

Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:

a) Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis,


faringitis, otitis media, gastroentritis, bronkitis,
bronchopneumonia, morbili, varisela,demam berdarah, dan lain-
lain.
b) Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak)
terhadap otak.
c) Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d) Perubahan cairan dan elektrolit.
e) Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:

Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus


diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.

Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal
tinggi. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi,
tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor
pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan
terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu
yang lama. (Dona L.Wong, 2008).

Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital,


faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam,
gangguan metabolisme, trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit
degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan
penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2002)

Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis .

4. Klasifikasi Kejang Demam

Kejang demam dibagi atas:

a) Kejang demam sederhana


 Kejang yang berlangsung singkat
 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 10
menit
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam

b) Kejang demam kompleks


 Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
 Kejang fokal atau parsial 1 sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam menurut proses terjadinya

1 Intrakranial

 Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler


 Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
 Kongenital, disgenesis, kelainan cerebri

2.Ekstrakranial

 Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,


gangguan elektrolit, (Na dan K) misalnya pasien dengan riwayat diare
sebelumnya.
 Toksik: intoksikasi, anestesi lokal, sindroma putus obat.

5. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi


dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular


b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.

6. Manifestasi Klinis

Gejala berupa :

a) Suhu anak tinggi.


b) Anak pucat/diam saja.
c) Mata terbelalak keatas disertai kekakuan dan kelemahan.
d) Umumnya kejang demam berlangsusng singkat.
e) Gerakan sentakan berulang tanpa disertai kekakuan atau hanya sentakan
atau kekakuan fokal.
f) Seranagan tonik klonik (dapat berhenti sendiri).
g) Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit.
h) Seringkali kejang berhenti sendiri.
(Arif Mansjoer, 2000)
7. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang


demam adalah meliputi:

a. Elektro encephalografi (EEG)

Pemeriksaan ini kurang mempunyai nilai prognostik. EEG


abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya


meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi
yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus
dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan
dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

c. Darah

Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang


(N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN meningkatkan resiko kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian
obat.
Elektrolit : Kalium, Natrium
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda


infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih transiluminasi kepala.

8. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Diazepam diberikan melalui interavena atau per rektal..

 Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kgBB /dosis IV (perlahan-lahan).


 Bila kejang berulang dosis yang sama setelah 20 menit.

b. Turunkan panas

 Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kgBB/dosis.

c. Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien
kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.

d. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten /


saat demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa
setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara
oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan suportif

1) Bebaskan jalan napas


2) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan
A. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.
Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang
disertai demam.
B. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
1) Fenobarbital
2) Fenitoin
3) Klonazepam
 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
 2-8mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis (indikasi khusus)

9. Penatalaksanaan Gizi

Pemberian nutrisi pada pasien kejang demam, di sesuaikan dengan


kebutuhan anak menurut status gizi , berikan makanan sedikit tapi sering,
kolaborasi dengan Nutrisionis.
PATHWAY

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan


virus dan parasit biokimia.Gangguan Kelainan neurologis
keseimbangan cairan perinatal/prenatal
dan ektrolit
Reasksi inflamasi
Perubahan difusi
Perubahan konsentrasi Na dan K+
Proses demam
ion di ruang
ekstraseluler
Hipertermia
Perubahan beda
Ketidakseimbangan potensial membran
potensial membran ATP neuro
Resiiko kejang ASE
berulang
Resiko cedera

Resiko keterlambatan Pelepasan muatan listrik


perkembangan semakin meluas keseluruh sel
maupun membran sel Kejang
sekitarnya dengan bantuan
Resiko cidera neurotransmitter

Kurang dari 15 menit Lebih dari 15 menit


Kesadaran menurun (KDS) (KDK)

Reflek menelan Kontraksi otot Perubahan


menurun meningkat suplaybdarah ke otak

Resiko aspirasi Metabolisme Resiko kerusakan sel


meningkat neuron otak

Kebutuhan O2 Suhu tubuh makin Resiko


meningkat meningkat ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak
Ketidakefektifan
Resiko asfiksia
termoregulasi
BAB III

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

1. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan


menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
(Santosa. NI, 1989, 154)

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan


sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari
pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu
dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa
percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan
klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua
materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).

Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :

1.1. Data Subjektif

a. Biodata/Identitas

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

b. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)

Riwayat penyakit yang diderita sekarang, ditanyakan :


Apakah betul ada kejang.
Diharapkan ibu atau keluarga dapat menggambarkan gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam.
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang.
Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.

Lama serangan

Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama.
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap
prognosa dan pengobatan.

Pola serangan

Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan


apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik.

Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik.

Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
seperti epilepsi akinetik.

Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan
naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile.

Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi


untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan
kejang sering timbul.

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu
ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada
paralise, menangis dan sebagainya.
c. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita


pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA
dan lain-lain.

e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

f. Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang.

g. Riwayat Perkembangan

Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :

 Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan


kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan
koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda,
dan lain-lain.
 Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
 Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.

h. Riwayat kesehatan keluarga.

Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang


demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.

i. Riwayat sosial

Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya.

j. Pola Spiritual

Bagaimana kebiasaan anak melakukan ibadah sesuai agama yang dianutnya,atau


kebiasaan orang tua menanamkan nilai nilai agama atau spirtual.

k. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

Ditanyakan keadaan anak sebelum dan selama sakit. Pola kebiasaan dan fungsi ini
meliputi :

Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,


pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis. Bagaimana
pandangan orang tua terhadap penyakit anaknya, pelayanan kesehatan yang
diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-
obatan pertolongan pertama.

Pola Nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas


dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak. Makanan apa saja yang
disukai dan yang tidak. Bagaimana selera makan anak. Berapa kali minum, jenis
dan jumlahnya per hari.

Pola Eliminasi

BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan


bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah. Serta ditanyakan apakah
disertai nyeri saat anak kencing.

BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak. Bagaimana konsistensinya
lunak, keras, cair atau berlendir.

Pola aktivitas dan latihan

Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya. Berkumpul
dengan keluarga sehari berapa jam, bagaimana kualitas pertemuan. Aktivitas
bermain apa yang disukai anak.

Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur,jam berangkat tidur dan bangun tidur. Kebiasaan sebelum
tidur, misalnya: dongeng sebelum tidur atau musik pengantar tidur, suasana
pecahayaan,ritual pengantar tidur, bagaimana dengan tidur siang.

1.2. Data Objektif

a. Pemeriksaan Umum

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.

b. Fisik

Kepala

Bagaimana kepala klien, adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali, adakah


dispersi bentuk kepala, adakah tanda-tanda peningkatan tekanan intrakarnial, yaitu
ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum.

Rambut

Kaji warna rambut, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.Bagaimana


kebersihannya, adakah lesi atau luka pada kulit kepala.

Muka/ Wajah.

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus . Apakah ada gangguan nervus cranial.

Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, periksa ukuran pupil, isokor antara
pupil kanan dan kiri, reflek cahaya, ketajaman penglihatan. Bagaimana keadaan
sklera, konjungtiva.

Telinga

Bagaimana fungsi telinga, kebersihan serta tanda-tanda infeksi seperti


pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.

Hidung
Kaji nafas spontan, apakah terpasang selang O2, apakah ada pernapasan cuping
hidung, polip yang menyumbat jalan napas, adakah sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya.

Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus, adakah cynosis, Bagaimana keadaan lidah,


adakah stomatitis, Berapa jumlah gigi yang tumbuh, Apakah ada caries gigi .

Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan


eksudat.

Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid, Adakah pembesaran


vena jugularis

Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,


frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale. Pada auskultasi,
adakah suara napas tambahan.

Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya. Adakah bunyi


tambahan. Adakah bradicardi atau tachycardia.

Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen. Bagaimana turgor
kulit dan peristaltik usus. Adakah tanda meteorismus, Adakah pembesaran lien
dan hepar.

Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya. Apakah terdapat
oedema, kemerahan atau lesi, Bagaimana keadaan turgor kulit.

Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang. Bagaimana
suhunya pada daerah akral,

Genetalia

Adakah kelainan bentuk, oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

2.1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


akumulasi sekret jalan nafas.

2.2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya


sistem termoregulasi).

2.3. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang

2.4. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang

2.5. Resiko aspirasi berhubungan dengan menurunnya reflek menelan

2.6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

2.7. Resiko kejang berulang berhubungan dengan hipertermi

2.8. Resiko asfiksia berhubungan dengan peningkatan kebutuhan O2

2.9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.0. Ansietas

3.1. Defisit pengetahuan keluarga tentang perawatan anak kejang demam

3.2. Defisit perawatan diri

3.3. Ketidakmampuan koping keluarga


3. INTERVENSI KEPERAWATAN

3.1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi


sekret jalan nafas.
NOC

 Respiratory status:Ventilation.
 Respiratory status: Airway patency.

Kriteria hasil:

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips).
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas
abnormal).
 Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas.

NIC

 Airway Suction
 Pastikan kebutuhan oral / trakeal suctioning.
 Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
 Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning.
 Minta klien nafas dalan sebelum suction dilakukan.
 Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal.
 Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
 Monitor sttus oksigenasi pasien.
 Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction.
 Hentikan suction dan berikan O2 apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2 dan lain lain
 Airway Managemen
 Buka jalan nafas gunakan tehnik chin lift dan jawtrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memeksimalkan
 Identikfikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
 Pasang mayo bila perluLakukan fisioterapi dada bila perlu.
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
 Lakukan suction pada mayo.
 Berikan bronkodilator bila perlu.
 Berikan pelembab udara kassa basah NACL, lembab.
 Atur intake untuk cairan, mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

3.2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem


termogulasi)

NOC

 Thermoregulation

Kriteria Hasil

 Suhu tubuh dalam rentang normal


 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

NIC

 Monitor suhu sesering mungkin


 Monitor IWL
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Kolaborasi pemberian cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksilla
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah menggigil

3.3. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang


NOC

 Risk Kontrol

Kriteria hasil

 Klien terbebas dari cedera


 Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera
 Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan /perilaku personal
 Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
 Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
 Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIC

 Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien


 Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
 Memasang side rail tempat tidur
 Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu yang mudah dijangkau pasien
 Membatasi pengunjung
 Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan
 Memindahkan barang barang yang dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit

3.4. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang


NOC

 Growth and developmen delayed


 Family coping
 Breastfeeding ineffektif
 Nutritional Status: nutrient intake
 Parenting Performance

Kriteria hasil:

 Pengetahuan orang tua terhadap perkembangan anak meningkat


 BB=indeks masa tubuh
 Perkembangan anak 1 bulan: penanda perkembangan fisik, kognitif, dan
psikososial usia 1 bulan
 Perkembangan anak 2 bulan: penanda perkembangan fisik, kognitif, dan
psikososial usia 2 bulan
 Perkembangan anak 4 bulan: penanda perkembangan fisik, kognitif, dan
psikososial usia 4 bulan
 Kematangan fisik wanita dan pria: perubahan fisik normal pada wanita
yang terjadi dengan transisi dari masa kanak kanak ke dewasa
 Fungsi gastrointestinal anak adekuat
 Makanan dan asupan cairan bergizi
 Kondisi gizi adekuat

NIC

 Pendidikan orang tua:masa bayi


 Ajarkan kepada orang tua tentang penanda perkembangan normal
 Demonstrasikan aktifitas yang menunjang perkembangan
 Tekankan pentingnya perawatan prenatal sejak dini
 Ajarkan cara cara memberikan rangsangan yang berarti unt uk ibu dan
bayi
 Ajarkan tentang perilaku yang sesuai dengan usia anak
 Ajarkan tentang mainan dan benda benda yang sesuai dengan usia anak
 Berikan model peran intervensi perawatan perkembangan untuk bayi
prematur
 Diskusikan hal hal terkait kerjasama antara orang tua dan anak
BAB IV

PENUTUP

Perawatan anak dengan kejang demam membutuhkan situasi dan kondisi yang
sangat mendukung, karena ketepatan penanganan dan kecepatan dalam
mendeteksi tanda tanda kejang sangatlah penting. Dalam hal ini peranan perawat
sangat besar pengaruhnya untuk upaya meminimalkan komplikasi dari kejang
demam. Pengetahuan dan keterampilan perawat tentang penanganan kejang
demam akan menentukan tingkat keberhasilan kasus inibaik di Rumah sakit
ataupun Puskesmas.Tingkat pengetahuan orang tua anak dan masyarakat tentang
penanganan awal kejang demam juga akan mendukung terhadap keberhasilan
penanganan selanjutnya. Pendidikan kesehatan pada orang tua dan masyarakat
tentang penanganan awal kejang demam saat dirumah atau lingkungan anak akan
menjadi penting untuk mencegah komplikasi dan kematian anak akibat kejang
demam. Demikianlah makalah ini kami susun mudah mudahan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.

Lynda Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.


Penerjemah Monica Ester. Jakarta: EGC

Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I


Made. Jakarta: EGC,

Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku


Kedokteran.

Vous aimerez peut-être aussi