Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di
dalam jaringan (penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru
(pernafasan luar). Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan
oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya.
Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah
besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia,
TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan
negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia.
Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan
jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan,
Nigeria dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control, 2010). Dan insiden
asma menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah
penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap
tahunnya.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas untuk memenuhi
kebutuhan dasar klien secara holistic memiliki tanggung jawab untuk membantu
pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat. Sehingga perwatan perlu
membuat asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah di
atas. Asuhan keprawatan itu sendiri terdiri dari pengkajian, diagnosis, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan ulasan singkat latar belakang di atas, maka dapat
disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit BHP/ Pheumonia?
1
2. Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak dengan BHP/ Pheumonia?
3. Bagaimana konsep dasar penyakit asma?
4. Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit asma?
5. Bagaimana konsep dasar penyakit TBC?
6. Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit TBC?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman mengenai
gangguan system pernapasan pada anak dengan bahasan BHP/Pheumonia, asma,
dan TBC, dan untuk mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan
terhadap anak dengan gangguan sistem pernapasan pada anak dengan
BHP/Pheumonia, asma, dan TBC
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit BHP/Pheumonia
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan BHP/Pheumonia
c. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit asma.
d. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan asma
e. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit TBC
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan TBC
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
kepustakaan yaitu mengambil materi pembelajaran dari beberapa literature yang ada
pada beberapa buku dan beberapa sumber dari internet serta beberapa sumber dari
naskah publikasi asuhan keperawatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mekanisme perlahan terganggu oleh organisme secara aspirasi atau melalui
penyebaran hematogen. Aspirasi adalah cara yang lebih sering terjadi.
Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi primer atau komplikasi
dari suatu penyakit virus, seperti mobili atau varicella. Virus tidak hanya merusak
sel epitel bersilia tetapi juga merusak sel goblet dan kelenjar mukus pada bronkus
sehingga merusak clearance mukosilla.
Apabila kuman patogen mencapai bronkoli terminalis, cairan edema
masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jmlah banyak, kemudian
makrofog akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih
jauh lagi ke segala atau lobus yang sama, atau mungkin ke bagian lain dari paru –
paru melaui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran limfe paru, bakteri
dapat mencapai aliran darah atau pluto viscelaris. Karena jaringan paru
mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun, serta
aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau / shunt kanan ke kiri
dengan ventilasi perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja
jantung mungkin meningakat oleh karena saturasi oksigen yang menurun dan
hiperkapne. Pada keadaan yang berat, bisa terjadi gagal nafas.
Sebagian besar pheumonia disebabkan oleh bakteri , yang terjadi secara
primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pheumonia bakteri
adalah bakteri gram positif, streptococcus pheumoniae yang menyebabkan
pheumonia steptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan steptokokus beta
hemolitikus beta A juga sering menyebabkan pheumonia, demikian juga
pseudomonas aeruginosa. Pheumonia lainnya disebabkan oleh virus misalnya
influenza. Anak-anak yang masih kecil sangat rentan terutama terhadap
pheumonia virus, biasanya dari infeksi dengan respiratory syncytial virus (RSV),
parainfluenza, adeno virus, dan rinovirus. Pheumonia mikoplasma, jenis
pheumonia yang sering dijumpai, disebabkan oleh mikroorganisme yang
didasarkan beberapa aspeknya berada diantara bakteri dan virus.
Resiko untuk mengidap pheumonia seperti dijelaskan di atas lebih besar
pada anak-anak, orang berusia lanjut, atau mereka yang mengalami gangguan
4
kekebalan atau menderita penyakit atau kondisi kelmahan lain. Pheumonia bakteri
mengakibatkan respon imun dan inflamasi yang paling mencolok, yang
perjalanannya tergambar jelas pada pheumonia pneumokokus.
Pada periode baru lahir, pheumonia paling sering disebabkan oleh infeksi
penyakit steptokokus grup B yang ditularkan in utero (di dalam kandungan).
Penyakit ini dapat memiiki efek merusak, pada bayi penyakit berkembang
memburuk dalam beberapa jam setelah lahir. Penanganan pelu dilakukan di
rumah sakit, terapi oksigen, antibiotic intavena, penyakit yang berbahaya ini dapat
dicegah dengan melakukan penapisan pada calon ibu, dan mengobati wanita yang
terinfeksi.
2. Penyebab BHP/Pheumonia
Penyebab utamanya adalah microorganism bakteri, virus dan jamur, dan benda-
benda asing lainnya. Diantara nya adalah :
5
c. Pheumonia berada diantara bakteri dan virus (atipikal): pheumonia
mikoplasma. terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih
menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin
tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada
anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang
diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya
batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area
paru.
3. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme bakteri, jamur, fungi, aspirasi penyebab pneumonia
masuk melalui saluran pernapasan bagian atas, masuk bronkiolus dan alveoli.
Mikroorganisme dapat meluas dari alveoli ke alveoli diseluruh segmen atau lobus.
6
Timbulnya hepatisasi merah akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari
kapiler paru. Alveoli menjadi penuh dengan cairam edema yang berisi eritrosit dan
fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar dan
penurunan jaringan efektif paru. Paru menjadi terisi udara, kenyal, dan berwarna
merah, stadium ini dinamakan hepatisasi merah. Pada tingkat lanjut, aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit dan terjadi
fagositosis dengan cepat oleh leukosit dan saat resolusi berlangsung, makrofag masuk
ke dalam alveoli. Paru masuk dalam tahap hepatisasai abu-abu dan tampak berwarna
abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah mati, dan eksudat-fibrin
dibuang dari alveoli. Stadium ini disebut stadium resolusi. (Muttaqin,2008)
4. Gambaran Klinis
a. Peningkatan frekuensi napas yang bermakna. Frekuensi pernapasan pada
bayi dan anak yang masih kecil memiliki frekuensi napas normal yang lebih
cepat dibanding anak-anak yang sudah besar dan orang dewasa.
b. Demam dan menggigil akibat proses imflamasi dan batuk yang seringkali
produktif, purulen, dan terjadi sepanjang hari. Bayi mungkin terdengar
mendengkur sebagai upaya untuk memperbaiki aliran udara.
c. Nyeri dada akibat iritasi pleura, nyeri mungkin menjalar ke area abdomen.
d. Sputum berwarna merah karat (untuk streptococcus pheumoniae), merah
muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk
pseudomonas aeruginosa).
e. Bunyi crakle, bunyi paru tambahan ketika jalan napas terbuka tiba-tiba.
Merupakan indikasi adanya infeksi jalan napas bawah.
f. Bunyi mengi, yaitu bunyi bernada tinggi yang terdengar ketika udara masuk
ke orifisium atau lubang yang sempit , sehingga menyumbat aliran udara.
g. Keletihan akibat reaksi inflmasi dan hipoksia , apabila infeksinya serius.
h. Nyeri pleura akibat proses inflamasi dan edema.
i. Biasanya sering terjadi reaksi subjektif dispnea. Dispnea adalah perasaan
sesak atau kesulitan bernapas akibat penurunan pertukaran gas.
7
j. Hemoptisis pada kapiler, atau akibat reaksi inflamasi yang menyebabkan
kerusakan kapiler
5. Perangkat Diagnostik
a. Hitung sel darah putih biasanya meningkat (kecuali pada pasien yang
mengalami imunodefisiensi). Hal ini terutama terjadi pada pheumonia
bakteri
b. Edema ruang intertisial sering tampak pada pemeriksaan radio graf (sinar x)
dada. Hasil pemeriksaan gas darah arteri mungkin abnormal.
6. Komplikasi
a. Sianosis disertai hipoksia mungkin terjadi
b. Ventilasi mungkin menurun akibat akumulasi mucus, yang dapat
berkembang menjadi atelektasis absorpsi.
c. Gagal napas dan kematian dapat terjadi pada kasus ekstream berhubungan
dengan kelelahan atau sepsis (penyebaran infeksi ke darah).
7. Penatalaksanaan
Pentalaksanaan pheumonia tergantung penyebab , sesuai yang ditentukan
berdasarkan pemeriksaan sampel sputum prapengobatan.
a. Antibiotic, terutama untuk pheumonia bakteri. Pheumonia lain dapat diobati
dengan antibiotic untuk mengurangi resiko infeksi sekunder yang dapat
berkembang dari infeksi asal.
b. Istirahat
c. Hidrasi untuk mengencerkan sekresi
d. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi
resiko atelektasis.
e. Pemberian obat lain yang spesifik untuk mikroorganisme yang di identifikasi
dari hasil biakan sputum.
8
B. Asuhan Keperawatan pada anak dengan BHP/ Pheumonia
A. Pengkajian
a) Usia. Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi
pada anak berusia di bawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi
yang berusia kurang dari 2 bulan.
b) Keluhan utama biasanya sesak nafas.
c) Riwayat penyakit:
1) Pneumonia virus
Didahului oleh gejala – gejala infeksi saluran nafas, termasuk rinitis dan
batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.
Pneumonia virus tidak dapat dibedakan dengan pneumonia bakteri dan
mukuplasma.
2) Pneumonia stafilokokus (bakteri)
Didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah dalam
beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan mengalami
kesulitan pernafasan.
d) Riwayat penyakit dahulu:
1) Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas.
2) Riwayat penyakit campak/fertusis (pada bronkopneumonia).
e) Pemeriksaan fisik:
1) Inspeksi. Perlu diperhatikan adanya tahipneu, dispne, sianosis sirkumoral,
pernafasan cuping indung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik nafas. Batasan
katipnea pada anak 2 bulan – 12 bulan adalah 50x/menit atau lebih,
sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40x/menit atau
lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam akan
tampak jelas.
9
2) Palpasi. Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,
fremetus raba mungkin meningkat pada sisi sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan (tachicardia)
3) Perkusi. Suara redup pada sisi yang sakit.
4) Auskultasi. Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara
mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang pneumonia
akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara
nafas berkurang, ronkhi halus pada sisi sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernafasan ronkial, egotomi, bronkofoni, kadang – kadang
terdengar bising gesek pleura.
f) Penegak diagnosis:
1) Pemeriksaan labolaturium
a. Leukosit 18.000 – 40.000 / mm3.
b. Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri.
c. LED meningkat.
2) X – foto dada.
Terdapat bercak – bercak infiltrat yang tersebar (bronko pneumonia) atau
yang meliputi satu / sebagian besar lobus / lbulus.
B. Diagnosa/Masalah
10
b. Masalah yang sering timbul:
1) Inefektivitas pola nafas.
2) Defisit volume cairan.
1. Pemberian antibiotik yang sesuai selama 5 hari (atau jenis antibiotika yang
sesuai tabel di bawah).
2. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman.
3. Berikan nasihat mengenai kapan harus segera kembali.
4. Melakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.
6kg)
4-12 bulan (6 - ½ 2 5.0 ml
< 10kg)
12 bulan-5 thn 1 3 7.5 ml
(10 - <19kg)
11
Keterangan :
12
7) Ciptakan situasi yang nyaman.
Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun sering terjadi pada anak-
anak, terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun. Beberapa anak menderita asma
sampai mereka usia dewasa; namun dapat disebutkan. Kebanyakan anak-anak pernah
menderita asma. Para dokter tidak yakin pada hal ini, meskipun hal itu adalah teori.
Lebih dari 6% anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75% meningkat pada akhir-
akhir ini. Meningkat tajam sampai 40% anatara populasi anak di kota.
Asma terjadi pada individu tertentu yang berespons secara agresif terhadap
berbagai jenis iritan di jalan napas. Faktor resiko untuk salah satu jenis gangguan
hiper-responsif ini adalah riwayat asma atau alergi dalam. Keluarga yang
megisyaratkan adanya kecenderungan genetic. Pajanan yang berulang atau terus
13
menerus terhadap beberapa rangsangan iritan , kemungkinan pada masa penting
perkembangan . juga dapat meningkatkan resiko penyakit ini. Meskipun kebanyakan
kasus asma didiagnosis pada masa kanak-kanak, pada saat dewasa dapat menderita
asma tanpa adanya riwayat penyakit sebelumnya. Stimulasi pada asma awitan dewasa
seringkali terjadi dikaitkan dengan riwayat alergi yang memburuk. Infeksi pernapasan
atas yang berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa. Seperti yang dapat
terjadi akibat pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja.
Terpajan asap rokok selama dalam Rahim atau pada masa kanak kanak dini dianggap
sebagai factor risiko asma pada kanak-kanak. Infeksi respiratory synctitial virus (RSV) pada
masa bayi juga merupakan factor risiko penyakit ini. Asma pada anak dapat menghilang
dengan sendirinya, meskipun kecenderungan mengalami alergi tetap ada.
2. Penyebab Asma
Untuk sebab yang tidak jelas, anak-anak penderita asma bereaksi terhadap
rangsangan tertentu (pencetus) dimaana anak yang dapat menderita asma tidak
bereaksi . terhadap banyak pencetus yang berpotensi, dan kebanyakan anak-anak
bereaksi hanya ke beberapa pencetus. Penecetus termasuk iritasi dalam beberaapa
ruangan, seperti bau yang menyegat dan iritasi asap (minyak wangi, asap rokok);
populasi dari luar: udara dingin, olahraga; gangguan emosi; infeksi pernafasan karena
virus; dan berbagai macam zat yang mana si anak menjadi alergi, seperti bulu
binatang, debu atau ruangan yang agak berdebu, jamur, dan serbuk di udara terbuka.
Pada beberapa anak, pencetus khusus yang menyebabkan kambuh tidak dapat di
kenali.
Semua pemicu ini menghasilkan reaksi serupa; sel tertentu di saluran udara
melepaskan zat kimia. Zat-zat ini menyebabkann saluran udara menjadi meradang
14
dan bengkak dan merangsang sel otot pada dinding saluran udara untuk mengkerut.
Mengurangi perangsangan dengan zat-zat kimia meningkatkan produksi lendir pada
saluran udara, dan memperlebar sel tumpahnya lapaisan sel saluran udara, dan
memperlebar sel otot pada dinding saluran udara. Setiap reaksi ini memicu kepada
mengecilnya saluran udara secara tiba-tiba (serangan asma). Pada kebanyakan anak-
anak, saluran udara kembali normal di antara serangan asma.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma.
A. Faktor predisposisi.
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
B. Faktor Presipitasi (Pencetus )
a. Alergen.
Dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti : perhiasan,
logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
15
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress.
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja .
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti
e. Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3. Patofisiologi
Patofisiologi asma tampaknya melibatkan hiper responsitivitas pada jalan napas
setelah terpajan satu atau lebih rangsangan iritan, stimulan yang diketahui memicu
reaksi asmatik antara lain infeksi virus; respons alergik terhadap debu, serbuk sari,
tungau, atau bulu binatang; latihan fisik; pajanan dingin; dan refluks saluran cerna.
Karena jalan napas yang rentan dan hiper responsive, reaksi inflamasi dan
bronkokonstriksi, keduanya dapat terjadi bersamaan. Meskipun bronkokonstriksi
dan perasaan saluran napas menyempit merupakan gejala pertama dari serangan
asmatik, reaksi inflamasi yang lambat dapat memperburuk asma menjadi penyakit
yang serius.
16
Mediator inflamasi utama pada reaksi asmatik adalah eosinofil, salah satu jenis
sel darah putih. Eosinofil terkonsentrasi di satu area dan melepaskan zat kimia yang
menstimulasi degranulasi sel mast. Eonofil juga menarik jenis sel darah putih lainnya,
termasuk basofil dan neutrofil; menstimulasi produksi mucus; dan meningkatkan
pembengkakakn serta edema jaringan. Respons inflamasi terjadi diawali oleh
stimulus, tetapi mungkin memerlukan waktu paling lama 12 jam untuk
memperlihatkan gejala.
Asma yang lebih akut adalah efek dari histamine kimiawi pada otot polos
bronkus. Histamine dilepaskan bersamaan dengan igE yang memediasi degranulaisi
sel mast dan dengan cepat menyebabkan konstriksi dan spasme otot polos bronkiolus.
Histamine juga mesntimulasi produksi mucus dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, selanjutnya menyebabkan kongesti dan pembengkakan ruang instertisial
paru.
17
simpatis pada otot polos bronkiolus menyebabkan dilatasi bronkus. Biasanya, stimulus
simpatis berkaitan dengan kondisi ”fight or fight”, saat terjadi peningkatan ventilasi
merupakan komponen penting untuk menyelamatkan diri.
4. Gambaran Klinis
Sewaktu saluran udara menyempit pada saat serangan asma, si anak menjadi
kesulitan bernafas, ciri khasnya di sertai bunyi mengi. Mengi adalah suara keras yang
tinggi yang terdengan ketika anak bernafas. Tidak semua serangan asma
menghasilkan bunyi mengi, meskipun begitu. Asma ringan terutama sekali pada anak
yang masih kecil, bisa hanya menghasilkan batuk; beberapa anak yang lebih besar
dengan asma ringan cenderung batuk hanya pada waktu olahraga atau ketika terkena
udara dingin.
Juga, anak dengan asma akut bisa tidak mengi karena terlalu sedikit udara
mengalir untuk mengasilkan suara gaduh. Pada asma akut, bernafas menjadi lebih
kencang, si anak bernafas dengan cepat dengan usaha lebih besar, dan rusuk
menonjol ketika si anak menghirup nafas (inspiration). Dengan serangan akut, si anak
mengap-mengap untuk bernafas dan duduk tegak, bersandar ke depan. Kulit
berkeringat dan pucat atau membiru.
Anak dengan serangan akut yang sering kadang kala memiliki perkembangan
yang lambat, namun pertumbuhan mereka biasanya mengejar anak yang lain pada
waktu dewasa. Atau gejala asma ini dapat disimpulkan menjadi:
a. Dispnea yang bermakna.
b. Batuk, tertutama di malam hari.
c. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
d. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya
saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
e. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan
kondisi, napas cuping hidung.
f. Kecemasan, yang berhubungan dengan kertidaksamaan mendapat udara yang cukup.
18
g. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi
pada pasien asma. Kondisi ini terlihat dengan memanjangnya waktu ekspirasi.
h. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam
pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan pada
pasien yang memiliki asma persisten.
5. Perangkat Diagnostic
Seorang dokter mencurigaai asma pada anak yang memiliki peristiwa mengik
berulang- ulang, terutama sekali ketika keluaraga anggota keluarga diketahui
memiliki asma atau alergi. Anak yang dengan peristiwa mengiknya sering bisa di tes
untuk gangguan lainnya, seperti kista serat atau gastroesophageal berulang. Anak
yang lebih tua kandangkala melakukan tes fungsi paru- paru, meskipun pada
kebanyakan anak-anak fungsi paru-paru adalah normal diantara kekambuhan.
Satu dari setengah atau lebih anak-anak penderita asma menguasai keadaan.
Mereka dengan penyakit yang lebih parah lebih mungkin memiliki asma sesama
remaja.
19
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan
Anak yang lebih tua atau anak remaja dapat mengenali memiliki asma
seringkali menggunakan peak flow meter sebuah alat kecil yang merekam seberapa
cepat seseorang bisa meniup udara untuk mengukur tingkatan gangguan saluran
udara. Alat ini bisa digunakan sebagai penelitian obyektif pada kondisi anak.
Pengobatan pada sebuah serangan berat terdiri dari membuka saluran udara
(bronchodilator) dan menghentikan paradangan. Berbagai macam obat-obatan
inhalasi membuka saluran udara (bronchodilator). Contoh khusus adalah albuterol
dan ipratropium. Anak yang lebih tua dan anak remaja biasanya bisa menggunakan
kemudahan untuk menggunakan alat inhalasi dengan dosis meteran anak yang lebih
tua dari 8 tahun atau seringkali menemukan kemudahan untuk menggunkan inhalasi
dengan pengatur jarak atau ruangan peyangga dipasang. Bayi dan anak yang sanagat
kecil kadangkala bisa menggunakan alat inhalasi dan pengatur jarak jika masker
ukuran bayi dipasang.
20
yang mengasilkan uap obat menggunakan udara yang di padatkan. Alat inhalasi dan
nebulizer sama sama efektif mengeluarkan obat. Albuterol bisa digunakan dengan
mulut, meskipun kegiatan ini tidak banyak berhasil dibandingkan inhalasi dan
biasanya digunakan hanya pada bayi yang tidak menggunakan nebulizer. Anak yang
sedang mengalami serangan berat juga bisa diberikan kortikosteroid melalui mulut.
Anak yang menderita asma ringan, dengan serangan yang jarang biasanya
menggunkan obat-obatan hanya pada waktu serangan. Anak yang sering atau dengan
serangan hebat juga perlu menggunakan obat-oabatan bahkan ketika mereka tidak
mengalami serangan.
Anak dengan serangan yang sering atau lebih hebat juga menerima satau atau
lebih obat-oabatan ,termasuk bronchodilator jangka panjang seperti salmeterol,
leukotriene modiefer, seperti zafirlukast atau montelukast, dan kortikosteriod yang di
hirup. Jika obat-obataan ini tidak mencegah serangan hebat anak bisa membutuhkan
kortikosteriod yang di hirup melalui mulut. Anak yang berpengalaman terserang habit
21
selama olahraga biasanya menghirup sejumlah dosis bronchodilator hanya sebelum
olahraga.
2) Pemeriksaan fisik
- Hidung :
a. Inspeksi : Terdapat cuping hidung
- Dada:
a. Inspeksi: Contour, Confek, tidak ada defresi sternum, Diameter antero
posterior lebih besar dari diameter transversal, Keabnormalan struktur
Thorax,Contour dada simetris, Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat
atau tidak, distribusi warna merata, RR dan ritme selama satu menit.
b. Palpasi : Temperatur kulit, Premitus : fibrasi dada, Pengembangan
dada,Krepitasi, Massa, Edema
c. Auskultasi : Vesikuler, Broncho vesikuler, Hyper
ventilasi, Rochi, Wheezing,Lokasi dan perubahan suara napas serta
kapan saat terjadinya.
22
3) Pemeriksaan penunjang
Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Tes
provokasi: Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. Tes provokasi
dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. Tes provokasi
bronchial, Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi
dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti
: Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi
dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. Analisa gas darah
dilakukan pada asma berat. Pemeriksaan eosinofil total dalam
darah.danPemeriksaan sputum.
(1) Diagnosa 1 :
23
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
Sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
(2) Diagnosa 2 :
24
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi
dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan, Berikan humidifikasi tambahan
misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran
sekret.
(3) Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
25
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
e. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
f. Kolaborasi :Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan.
g. Berikan obat sesuai indikasi.: Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
h. Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
(4) Diagnosa 4 :
26
d) Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
e) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan
istirahat.
(5) Diagnosa 5 :
27
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah
meminimalkan komplikasi.
e. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,
misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan
pada patogen.
1. Pengertian
Mereka yang beresiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang terinfeksi aktif . kelompok ini antara lain tunawisma yang
tinggala ditempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis , serta anggota
keluarga pasien. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan. Tenaga
28
kesehatan yang merawat pasien tuberculosis dan mereka yang menggunakan fasilitas
klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakakn oleh penderita tuberculosis
juga berisiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Diantara mereka ynag terpajan
basil, individu yang tidak adekuat system imunnya, seperti mereka yang kekurangan
gizi, individu lanjut usia atau bayi dan anak-anak, individu yang mendapat
imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus HIV kemungkinan besar akan
terinfeksi. Penegndalian TB terhambat oleh munculnya resistentesi multi obat dan
efek sinergis HIV/AIDS.
Komplikasi tuberculosis yang serius dan meluas saat ini adalah berkembangnya
basil tuberculosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat. Resistensi terjadi
jika individu tidak menyelesaikan program pengobatannya hingga tuntas, dan mutasi
basil yang megakibatkan basil tidak lagi responsif terhadap antibiotic yang digunakan
dalam waktu jangka pendek. Basil tuberculosis bermutasi dengan cepat dan sering.
Tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan juga dapat terjadi jika individu tidak
dapat menghasilkan respon imun yang efektif.tenaga kesehatan atau individu yang
terpajan dengan galur basil ini , juga dapat menderita tuberculosis resisten multi-obat,
yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatan mordibitas dan sering bahkan
kematian. Mereka yang mengidap penyakit tuberculosis resisten multi-
obatmemerlukan terapi yang lebih toksik dan mahal dengan kecenderungn mengalami
kegagalan.
2. Penyebab
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada dua macam
mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada
dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka
dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. (Wim de
Jong,2005)
Pada waktu batuk atau bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup
29
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainya.(Akhsin Zulkoni,2010)
3. Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Micobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan 5 napas menuju alveoli
lalu berkembang baik dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Micobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisisikan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam
alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksiawal biasanya timbul dalam
waktu 2- 10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah
massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma selanjutnya berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
30
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif.
4. Gambaran Klinis
Menurut Wong (2008), tanda dan gejala tuberkulosis adalah: Demam, malaise,
anoreksia, penurunan berat badan, batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan
selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan), peningkatan frekuensi napas,
ekspansi paruburuk pada tempat yang sakit, bunyi napas hilang dan ronki kasar,
pekak pada saat perkusi, demam persisten, pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan
berat badan.
Gambaran tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal, dan mungkin
tidak akan pernah tampak apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila terjadi infeksi
aktif maka pasien biasanya memperlihatkan :
5. Perangkat Diagnostik
a. Pemeriksaan kulit positif untuk tuberculosis memperlihatkan imunitas seluler
dan hanya membuktikan bahwa saluran nafas bawah yang bersangkutan pernah
terpajan basil. Tidak ada tanda-tanda bahwa tuberculosis aktif pernah diderita.
b. Tuberculosis aktif didiagnosis dengan pengumpulan sampel sputum yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikriskopik untuk adanya basil tahan asam
atau kultur sel yang diikuti dengan identifikasi dan pengujian sensitivitas obat
yang diisolasi. Objek mikriskopi dengan intensitas rendah, terutama pada
tuberculosis ekstrapulmonaslis dan kondisi dengan basil hitung rendah, yang
umum terjadi pada individu terinfeksi HIV. Kultur individu yang ter infeksi
31
aktif akan memperlihatkan adanya basil tetapi memerlukan waktu yang lebih
lama.
c. Pengujian resistensi obat biasanya dlakukan dengan metode konvensional
menggunakan media cair atau padat metode yang lebih baru adalah teknik
modular berdasarkan PCR yang dihubungkan dengan elektroforesis, sequencig
(pengurutan gen), atau hibridasi yang telah digunakan untuk mendeteksi mutasi
gen berkaitan dengan berkembangnya sifat resisten terhadap obat. Teknik
molecular ini telah digunakan untuk menyempurnakan hasil usapan (smear)dan
diagnosis klinis.
d. Radiografi dada memperlihatkan pembentukan tuberkel lama atau baru.
6. Komplikasi
a. Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas, dan
kematian
b. Tb yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan galur lain yang
resisten akan terjadi
7. Penatalaksanaan
a. Pengobatan untuk individu dengan tuberculosis aktif memerlukan waktu lama
karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat bermutasi
apabila terpajan antibiotic yang masih sensitive. Saat ini, terapi untuk individu
pengidap infeksi aktif adala kombinasi empat obat dan setiknya selama 9 bulan
atau lebih lama. Apabila pasien tidak berespons terhadap obat-obatan
tersebut,obat dan protocol lain akan diupayakan.
b. Individu yang memperlihatkan tuberculin positif setelah sebelumnya negative,
bahkan individu tidak memperlihatkan gejala aktif. Biasanya mendapat
antibiotic selama 6-9 bulan untuk membantu respons imun nya dan
meningkatkan kemungkinan eradikasi basil total.
c. Jika tuberculosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogramkan. Pasien mungkin akan tetap menginap di rumah sakit atau di
32
bawah pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi
medis cenderung rendah.
33
e) Berikan oksigenasi dengan nasal. R/: Memenuhi kebutuhan oksigen.
f) Kolaborasi dalam pemberian obat dengan tim medis. R/: Untuk pemberian
terapi medis.
(2) Diagnosa 2
Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.(NANDA,
2013)
- Tujuan: Setelan dilakukan asuhan keperaweatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pertukaran gas kembali normal.KH:Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan
oksigen yang adekuat, memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-
tanda distress pernapasan, mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dispneu.
- Intervensi (NIC):
a) Kaji dispnea, tarkipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.R/: TB paru dapat
menyebabkan meluasnya jangkauan paru-paru.
b) Berikan oksigenasi dengan nasal. R/: Memfasilitasi suction nasotrakeal.
c) Monitor respirasi dan status oksigenasi. R/: Penurunan bunyi napas dapat
menunjukkan atelektasis.
d) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.R/:
Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction. R/: Pengeluaran sulit bila sekret
sangat kental.
f) Aukskultasi suara napas. R/: Mencatat adanya suara tambahan.
(3) Diagnosa 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.(NANDA, 2013)
34
- Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nutrisi pasien terpenuhi dan adanya peningkatan berat badan.KH:Adanya
peningkatan berat badan, berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
- Intervensi (NIC):
a) Kaji adanya alergi makanan. R/: Menghindari makanan yang membuat
alergi.
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien. R/: Takaran gizi yang sesuai.
c) Monitor adanya mual dan muntah R/: Mengidentifikasi intervensi yang
diperlukan oleh pasien.
d) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. R/: Mengetahui intake yang
masuk kedalam tubuh.
e) Monitor adanya penurunan berat badan. R/: Mengetahui apakah ada
perubahan dalam pemenuhan nutrisi.
f) Berikan makanan sedikit tapi sering selagi masih hangat. R/: Memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien.
g) Modifikasi makanan. R/: Memberikan daya tarik pasien terhadap makanan.
(4) Diagnosa 4
Resiko penyebaran infeksi b.d kurangnya pengetahuan untuk mencegah
paparan dari kuman patogen.(soemantri, 2008) 1)
- Tujuan dan kriteria hasil (Soemantri, 2008) Tujuan: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi penyebaran
infeksi.KH:Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat, tidak muncul tanda-tanda
infeksi lanjutan, tidak ada anggota keluarga yang tertular TB.
- Intervensi (NANDA, 2013):
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. R/: Mengurangi resiko
penyebaran infeksi.
35
b) Batasi pengunjung bila perlu. R/: Mengidentifikasi resiko penularan kepada
orang lain.
c) Gunakan alat pelindung untuk batuk/bersin. R/: Mencegah terjadinya
penularan infeksi.
d) Instruksikan pasien untuk minium obat antibiotik sesuai resep dan
pentingnya tidak menghentikan/tidak putus obat. R/: Mempercepat proses
penyembuhan.
e) Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap
sputum. R/: Mengawasi keefektifan obat dan efek serta respon pasien
terhadap terapi.
f) Pertahankan teknik isolasi. R/: Mengurangi resiko penularan pada orang lain.
(5) Diagnosa 5
Hipertemia b.d dehidrasi
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
suhu tubuh dalam batas normal.KH:Suhu tubuh dalam rentang normal.
- Intervensi (NIC):
a) Monitor suhu lingkungan sesering mungkin. R/: Mengidentifikasi seberapa
besar derajat demam pasien.
b) Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan. R/: Mengetahui keadaan umum
pasien.
c) Berikan kompres hangat. R/:Menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi
perpindahan panas.
d) Monitor warna dan suhu kulit. R/: Untuk mengetahui suhu kulit.
e) Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan intravena. R/: Dapat
menyeimbangkan pengeluaran yang adekuat.
36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diantara banyak penyakit akibat infeksi bakteri maupun virus yang menyerang
system pernapasan pada anak-anak, salah satu diantaranya adalah BHP/Pheumonia,
Asma, dan TBC. Ketiga penyakit tersebut sering ditemukan pada anak-anak yang
lingkungan dan pola hidupnya kurang baik meskipun salah satu nya pada asma
biasanya yg diturunkan atau genetic..
Dalam menangani anak yang terkena penyakit diatas, harus segera ditangani
secepat-cepatnya, karena apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat bisa
mgengakibatkan fatal bahkan kematian serta ketidaktahuan akan penyebaran yang di
sebabkan oleh virus seperti halnya TBC
B. Saran
Sebagai seorang perawat yang professional, kita harus bisa memahami tentang
berbagai jenis penyakit pada anak- anak yang berhubungan dengan system
pernapasan karena kita ketahui bahwa bernapas adalah kebutuhan kita yang pertama
sebagai mahluk hidup. Dengan mempelajari hal tersebut, kita bisa memahami
bagaimana proses penyakit yang berhubungan dengnn system pernapasan serta
penanganannya. Sehingga proses keperawatan yang dilakukan bisa berjalan dengan
dengan baik.
37