Thermodynamics—Exact Differentials

In thermodynamics, which is sometimes called a search for exact differentials, we encounter

equations of the form

The usual problem is to determine whether

_
(P (x, y) dx +Q(x, y)dy) depends only on
the endpoints, that is, whether df is indeed an exact differential. The necessary and sufficient
condition is that

Equations (1.133c) depend on satisfying the relation(Termodinamika-Perbedaan Tepat

Dalam termodinamika, yang kadang-kadang disebut mencari perbedaan yang tepat, kita jumpai

persamaan bentuk

Masalah yang biasa adalah menentukan apakah

(P (x, y) dx + Q (x, y) dy) hanya bergantung pada

titik akhir, yaitu, apakah memang diferensial yang tepat. Yang diperlukan dan cukup

kondisi itu

Persamaan (1.133c) bergantung pada pemenuhan relasi)

This, however, is exactly analogous to Eq. (1.119), the requirement that F be irrotational.
Indeed, the z-component of Eq. (1.119) yields (Ini, bagaimanapun, adalah persis sama dengan Pers. (1.119),
persyaratan bahwa F menjadi tidak rasional.

Memang, komponen z dari Pers. (1.119) hasil)

Vector Potential
In some branches of physics, especially electrodynamics, it is convenient to introduce a
vector potential A such that a (force) field B is given by(Potensi Vektor

Di beberapa cabang fisika, terutama elektrodinamika, lebih mudah untuk mengenalkan a

potensial vektor A sedemikian rupa sehingga medan (gaya) B diberikan oleh)

Clearly, if Eq. (1.134) holds, ∇ · B = 0 by Eq. (1.84) and B is solenoidal. Here we want
to develop a converse, to show that when B is solenoidal a vector potential A exists. We
demonstrate the existence of A by actually calculating it. Suppose B = ˆxb1 + ˆyb2 + ˆzb3
and our unknown A = ˆxa1 + ˆya2 + ˆza3. By Eq. (1.134),( Jelas, jika Eq. (1.134) memegang, ∇ • B = 0 dengan
Pers. (1,84) dan B bersifat solenoida. Ini yang kita inginkan

untuk mengembangkan kebalikannya, untuk menunjukkan bahwa bila B adalah solenoidal, potensial vektor A ada.
Kita

menunjukkan keberadaan A dengan benar-benar menghitungnya. Misalkan B = xb1 + yb2 + zb3

dan kami tidak diketahui A = xa1 + ya2 + za3. Dengan Persamaan (1.134),)

Let us assume that the coordinates have been chosen so that A is parallel to the yz-plane;
that is, a1 = 0.24 Then

Integrating, we obtain

where f2 and f3 are arbitrary functions of y and z but not functions of x. These two
equations can be checked by differentiating and recovering Eq. (1.136). Equation (1.135a)
becomes(Mari kita asumsikan bahwa koordinat telah dipilih sehingga A sejajar dengan bidang yz;

yaitu, a1 = 0.24 Kemudian

Mengintegrasikan, kita dapatkan

dimana f2 dan f3 adalah fungsi acak dari y dan z tetapi bukan fungsi x. Dua ini

persamaan dapat diperiksa dengan membedakan dan memulihkan Persamaan. (1.136). Persamaan (1.135a)

menjadi)

using ∇ · B = 0. Integrating with respect to x, we obtain

Remembering that f3 and f2 are arbitrary functions of y and z, we choose

so that the right-hand side of Eq. (1.139) reduces to b1(x, y, z), in agreement with
Eq. (1.135a). With f2 and f3 given by Eq. (1.140), we can construct A: (menggunakan ∇ • B = 0. Mengintegrasikan
dengan x, kita dapatkan
Mengingat bahwa f3 dan f2 adalah fungsi sewenang-wenang dari y dan z, kita pilih

sehingga sisi kanan Persamaan. (1.139) dikurangi menjadi b1 (x, y, z), sesuai dengan

Pers. (1.135a). Dengan f2 dan f3 yang diberikan oleh Pers. (1.140), kita bisa membangun A:) )

However, this is not quite complete.We may add any constant since B is a derivative of A.
What is much more important, we may add any gradient of a scalar function ∇ϕ without
affecting B at all. Finally, the functions f2 and f3 are not unique. Other choices could
have been made. Instead of setting a1 = 0 to get Eq. (1.136) any cyclic permutation of
1, 2, 3, x, y, z, x0, y0, z0 would also work.( Namun, ini tidak cukup lengkap. Kita bisa menambahkan konstanta
apapun karena B adalah turunan dari A.

Yang jauh lebih penting, kita bisa menambahkan gradien fungsi skalar ∇φ tanpa

mempengaruhi B sama sekali Akhirnya fungsi f2 dan f3 tidak unik. Pilihan lainnya bisa

telah dibuat. Alih-alih menyetel a1 = 0 untuk mendapatkan Pers. (1.136) setiap permutasi siklik dari

1, 2, 3, x, y, z, x0, y0, z0 juga akan bekerja.)

To illustrate the construction of a magnetic vector potential, we take the special but still
important case of a constant magnetic induction

in which Bz is a constant. Equations (1.135a to c) become

If we assume that a1 = 0, as before, then by Eq. (1.141) (Untuk menggambarkan pembangunan potensial vektor
magnetik, kita mengambil yang spesial tapi tetap

kasus penting dari induksi magnet konstan

di mana Bz adalah konstan. Persamaan (1.135a sampai c) menjadi

Jika kita asumsikan bahwa a1 = 0, seperti sebelumnya, maka dengan Pers. (1.141))

setting a constant of integration equal to zero. It can readily be seen that this A satisfies
Eq. (1.134).
To show that the choice a1 = 0 was not sacred or at least not required, let us try setting
a3 = 0. From Eq. (1.143)
We see a1 and a2 are independent of z, or

Equation (1.145c) is satisfied if we take

Again, Eqs. (1.134), (1.142), and (1.149) are seen to be consistent. Comparison of Eqs.
(1.144) and (1.149) shows immediately that A is not unique. The difference between
Eqs. (1.144) and (1.149) and the appearance of the parameter p in Eq. (1.149) may be
accounted for by rewriting Eq. (1.149) as

The first term in A corresponds to the usual form (menetapkan konstanta integrasi sama dengan nol. Dengan mudah
dapat dilihat bahwa ini A memuaskan

Pers. (1.134).

Untuk menunjukkan bahwa pilihan a1 = 0 tidak suci atau setidaknya tidak diperlukan, mari kita coba settingnya

a3 = 0. Dari Pers. (1.143)

Kita melihat a1 dan a2 tidak bergantung pada z, atau

Persamaan (1.145c) terpenuhi jika kita ambil

Sekali lagi, Pers. (1.134), (1.142), dan (1.149) terlihat konsisten. Perbandingan Pers.

(1.144) dan (1.149) menunjukkan segera bahwa A tidak unik. Perbedaan antara

Pers. (1.144) dan (1.149) dan kemunculan parameter p dalam Pers. (1.149) mungkin

diperhitungkan dengan menulis ulang Pers. (1.149) sebagai

Istilah pertama di A sesuai dengan bentuk yang biasa)

for B, a constant.
Adding a gradient of a scalar function, _ say, to the vector potential A does not affect
B, by Eq. (1.82); this is known as a gauge transformation (see Exercises 1.13.9 and 4.6.4):
Suppose now that the wave function ψ0 solves the Schrödinger equation of quantum
mechanics without magnetic induction field B,

describing a particle with mass m and charge e.When B is switched on, the wave equation
becomes

Its solution ψ picks up a phase factor that depends on the coordinates in general,

From the relation

it is obvious that ψ solves Eq. (1.155) if ψ0 solves Eq. (1.154). The gauge covariant derivative (untuk B, sebuah
konstanta.
Menambahkan gradien fungsi skalar, _ mengatakan, pada potensial vektor A tidak mempengaruhi
B, dengan Pers. (1,82); ini dikenal sebagai transformasi gauge (lihat Latihan 1.13.9 dan 4.6.4):

Anggaplah sekarang bahwa fungsi gelombang ψ0 memecahkan persamaan Schrödinger kuantum

mekanik tanpa medan magnet induksi B,

menggambarkan partikel dengan massa m dan mengisi e.When B dinyalakan, persamaan gelombang
menjadi

Solusinya ψ mengambil faktor fase yang bergantung pada koordinat pada umumnya,

Dari relasi

Jelas bahwa ψ memecahkan persamaan (1.155) jika ψ0 memecahkan persamaan (1.154). Turunan turunan
kovarian)

∇−i(e/.h)A describes the coupling of a charged particle with the magnetic field. It is
often called minimal substitution and plays a central role in quantum electromagnetism,
the first and simplest gauge theory in physics.
To summarize this discussion of the vector potential: When a vector B is solenoidal, a
vector potential A exists such that B = ∇ × A. A is undetermined to within an additive
gradient. This corresponds to the arbitrary zero of a potential, a constant of integration for
the scalar potential.
In many problems the magnetic vector potential A will be obtained from the current
distribution that produces the magnetic induction B. This means solving Poisson’s (vector)
equation (see Exercise 1.14.4). (∇-i (e / .h) A menggambarkan kopling partikel bermuatan dengan medan magnet. ini

sering disebut substitusi minimal dan memainkan peran sentral dalam elektromagnetisme kuantum,

teori pengukur pertama dan paling sederhana dalam fisika.

Untuk meringkas diskusi tentang potensi vektor: Bila vektor B bersifat solenoidal, a

potensial vektor A ada sedemikian rupa sehingga B = ∇ × A. A tidak ditentukan ke dalam aditif
gradien. Ini sesuai dengan nol potensial dari suatu potensi, sebuah konstanta integrasi untuk

potensi skalar.

Dalam banyak masalah potensi vektor magnetik A akan didapat dari arus

distribusi yang menghasilkan induksi magnetik B. Ini berarti memecahkan Poisson's (vektor)

persamaan (lihat Latihan 1.14.4).)

If a force F is given by (Jika gaya F diberikan oleh)

find
(a) ∇ · F.
(b) ∇ ×F.
(c) A scalar potential ϕ(x, y, z) so that F=−∇ϕ.
(d) For what value of the exponent n does the scalar potential diverge at both the origin
and infinity? (menemukan

(a) ∇ • F.

(b) ∇ × F.

(c) Potensi skalar φ (x, y, z) sehingga F = -∇φ.

(d) Untuk berapa nilai eksponen n, potensi skalar menyimpang dari keduanya

dan tak terbatas?)

A sphere of radius a is uniformly charged (throughout its volume). Construct the electrostatic
potential ϕ(r) for 0 _r <∞.
Hint. In Section 1.14 it is shown that the Coulomb force on a test charge at r = r0
depends only on the charge at distances less than r0 and is independent of the charge
at distances greater than r0. Note that this applies to a spherically symmetric charge
distribution.
1.13.3 The usual problem in classical mechanics is to calculate the motion of a particle given
the potential. For a uniform density (ρ0), nonrotating massive sphere, Gauss’ law of
Section 1.14 leads to a gravitational force on a unit mass m0 at a point r0 produced by
the attraction of the mass at r _ r0. The mass at r >r0 contributes nothing to the force.
(a) Show that F/m0 =−(4πGρ0/3)r, 0 _ r _ a, where a is the radius of the sphere.
(b) Find the corresponding gravitational potential, 0 _ r _ a.
(c) Imagine a vertical hole running completely through the center of the Earth and out
to the far side. Neglecting the rotation of the Earth and assuming a uniform density
ρ0 = 5.5 gm/cm3, calculate the nature of the motion of a particle dropped into the
hole. What is its period?
Note. F ∝ r is actually a very poor approximation. Because of varying density,
the approximation F = constant along the outer half of a radial line and F ∝ r
along the inner half is a much closer approximation.
1.13.4 The origin of the Cartesian coordinates is at the Earth’s center. The moon is on the zaxis,
a fixed distance R away (center-to-center distance). The tidal force exerted by the
moon on a particle at the Earth’s surface (point x, y, z) is given by (Lingkup radius a dikenakan biaya seragam
(sepanjang volumenya). Buatlah elektrostatik

potensial φ (r) untuk 0 _r <∞.

Petunjuk. Pada Bagian 1.14 ditunjukkan bahwa gaya Coulomb pada muatan uji pada r = r0

tergantung hanya pada biaya pada jarak kurang dari r0 dan tidak tergantung pada muatan

pada jarak yang lebih besar dari r0. Perhatikan bahwa ini berlaku untuk biaya simetris sferis

distribusi.

1.13.3 Masalah biasa dalam mekanika klasik adalah menghitung gerak partikel yang diberikan

potensi. Untuk kerapatan seragam (ρ0), bola masif nonrotating, hukum Gauss

Bagian 1.14 mengarah ke gaya gravitasi pada massa satuan m0 pada titik yang dihasilkan oleh

daya tarik massa pada r _ r0. Massa di r> r0 tidak berkontribusi pada kekuatan.

(a) Tunjukkan bahwa F / m0 = - (4πGρ0 / 3) r, 0 _ r _ a, di mana a adalah jari-jari bola.

(b) Tentukan potensial gravitasi yang sesuai, 0 _ r _ a.

(c) Bayangkan sebuah lubang vertikal yang berjalan sepenuhnya melalui pusat bumi dan keluar

ke sisi yang jauh Mengabaikan rotasi bumi dan mengasumsikan kerapatan seragam

ρ0 = 5,5 gm / cm3, hitunglah sifat gerak partikel yang jatuh ke dalam

lubang. Berapakah jangka waktunya?

Catatan. F α r sebenarnya merupakan pendekatan yang sangat buruk. Karena kepadatan bervariasi,

aproksimasi F = konstan sepanjang separuh luar garis radial dan F α r

sepanjang bagian dalam adalah perkiraan yang jauh lebih dekat.

1.13.4 Asal koordinat Cartesian ada di pusat bumi. Bulan ada di zaxis,

jarak tetap jarak jauh (jarak tengah-ke-tengah). Kekuatan pasang surut yang diberikan oleh

Bulan pada partikel di permukaan bumi (titik x, y, z) diberikan oleh)

Find the potential that yields this tidal force.

In terms of the Legendre polynomials of

Chapter 12 this becomes
A long, straight wire carrying a current I produces a magnetic induction B with components

Find a magnetic vector potential A.

find a vector A such that ∇ ×A = B. One possible solution is

Show that the pair of equations

is satisfied by any constant magnetic induction B.

1.13.8 Vector B is formed by the product of two gradients

where u and v are scalar functions.

(a) Show that B is solenoidal.
(b) Show that

is a vector potential for B, in that

The magnetic induction B is related to the magnetic vector potential A by B = ∇ × A.

By Stokes’ theorem (Temukan potensi yang menghasilkan tenaga pasang surut ini.

Dalam hal polinomial Legendre dari

Bab 12 ini menjadi

Sebuah kawat lurus panjang yang membawa arus saya menghasilkan B induksi magnetis dengan komponennya

Tentukan potensial vektor magnetik A.

temukan vektor A sedemikian sehingga ∇ × A = B. Salah satu solusi yang mungkin adalah
Tunjukkan bahwa sepasang persamaan

puas dengan induksi magnet konstan B.

1.13.8 Vektor B dibentuk oleh produk dua gradien

dimana u dan v adalah fungsi skalar.

(a) Tunjukkan bahwa B adalah solenoida.

(b) Tunjukkan itu

adalah potensial vektor untuk B, dalam hal itu

B induksi magnetik B berhubungan dengan potensial vektor magnetik A dengan B = ∇ × A.

Dengan teorema Stokes)

Show that each side of this equation is invariant under the gauge transformation, A→ A+∇ϕ.
Note. Take the function ϕ to be single-valued. The complete gauge transformation is
considered in Exercise 4.6.4.
1.13.10 With E the electric field and A the magnetic vector potential, show that [E+∂A/∂t ] is
irrotational and that therefore we may write (Tunjukkan bahwa setiap sisi persamaan ini invariant di bawah
transformasi gauge, A → A + ∇φ.

The total force on a charge q moving with velocity v is

Using the scalar and vector potentials, show that

Note that we now have a total time derivative of A in place of the partial derivative of
Exercise 1.13.10. (Tunjukkan bahwa setiap sisi persamaan ini invariant di bawah transformasi gauge, A → A + ∇φ.

Catatan. Ambil fungsi φ untuk menjadi satu nilai. Transformasi gauge yang lengkap adalah

dipertimbangkan dalam Latihan 4.6.4.

1.13.10 Dengan E medan listrik dan A potensial vektor magnetik, tunjukkan bahwa [E + ∂A / ∂t] adalah

irrotational dan oleh karena itu kita bisa menulis

Gaya total pada muatan q bergerak dengan kecepatan v adalah

Dengan menggunakan potensi skalar dan vektor, tunjukkan itu

Perhatikan bahwa kita sekarang memiliki total waktu turunan A menggantikan derivatif parsial dari

Latihan 1.13.10.)

…………………………………………………………………………………………………………..

GAUSS’ LAW, POISSON’S EQUATION

Gauss’ Law
Consider a point electric charge q at the origin of our coordinate system. This produces an
electric field E given by

We now derive Gauss’ law, which states that the surface integral in Fig. 1.35 is q/ε0 if the
closed surface S = ∂V includes the origin (where q is located) and zero if the surface does
not include the origin. The surface S is any closed surface; it need not be spherical.
Using Gauss’ theorem, Eqs. (1.101a) and (1.101b) (and neglecting the q/4πε0), we
Obtain

by Example 1.7.2, provided the surface S does not include the origin, where the integrands
are not defined. This proves the second part of Gauss’ law.
The first part, in which the surface S must include the origin, may be handled by surrounding
the origin with a small sphere S′ = ∂V ′ of radius δ (Fig. 1.36). So that there
will be no question what is inside and what is outside, imagine the volume outside the
outer surface S and the volume inside surface S′(r < δ) connected by a small hole. This (HUKUM GAUSS,
PERSYARATAN POISSON

Hukum Gauss

Perhatikanlah sebuah muatan listrik q pada asal sistem koordinat kita. Ini menghasilkan sebuah

medan listrik E yang diberikan oleh

Kami sekarang menurunkan hukum Gauss, yang menyatakan bahwa integral permukaan pada Gambar 1.35 adalah q
/ ε0 jika

Permukaan tertutup S = ∂V mencakup titik asal (di mana q berada) dan nol jika permukaannya tidak
tidak termasuk asal Permukaan S adalah permukaan tertutup; itu tidak perlu bulat.

Menggunakan teorema Gauss ', Persamaan. (1.101a) dan (1.101b) (dan mengabaikan q / 4πε0), kita

Memperoleh

dengan Contoh 1.7.2, asalkan permukaan S tidak termasuk asal, di mana integran

tidak didefinisikan Ini membuktikan bagian kedua hukum Gauss.

Bagian pertama, di mana permukaan S harus mencakup titik asal, dapat ditangani oleh sekitarnya

asal dengan bola kecil S '= ∂V' jari-jari δ (Gambar 1.36). Sehingga di sana

tidak akan ada pertanyaan apa yang di dalam dan apa yang di luar, bayangkan volume di luar

permukaan luar S dan volume di dalam permukaan S '(r <δ) yang dihubungkan oleh lubang kecil. Ini)

FIGURE 1.35 Gauss’ law.

FIGURE 1.36 Exclusion of the origin.

joins surfaces S and S′, combining them into one single simply connected closed surface.
Because the radius of the imaginary hole may be made vanishingly small, there is no additional
contribution to the surface integral. The inner surface is deliberately chosen to be

spherical so that we will be able to integrate over it. Gauss’ theorem now applies to the
volume between S and S′ without any difficulty. We have

We may evaluate the second integral, for dσ′ =−ˆrδ2 d_, in which d_ is an element of
solid angle. The minus sign appears because we agreed in Section 1.10 to have the positive
normal ˆr′ outward from the volume. In this case the outward ˆr′ is in the negative radial
direction, ˆr′ =−ˆr. By integrating over all angles, we have (GAMBAR 1.35 Hukum Gauss.

GAMBAR 1.36 Pengecualian dari asal.

bergabung dengan permukaan S dan S ', menggabungkan keduanya menjadi satu permukaan tertutup yang hanya
terhubung.
Karena jari-jari lubang imajiner bisa dibuat sangat kecil, tidak ada tambahan

kontribusi terhadap integral permukaan. Permukaan bagian dalam sengaja dipilih

bulat sehingga kita bisa mengintegrasikannya. Teorema Gauss sekarang berlaku untuk

volume antara S dan S 'tanpa kesulitan. Kita punya

Kita dapat mengevaluasi integral kedua, untuk dσ '= -rδ2 d_, di mana d_ adalah elemen dari

sudut padat Tanda minus muncul karena kita sepakat pada Bagian 1.10 untuk memiliki yang positif

normal r 'keluar dari volumenya. Dalam hal ini r 'lahiri berada dalam radial negatif

arah, r '= -r. Dengan mengintegrasikan semua sudut, kita memiliki) GAMBAR 1.35 Hukum Gauss.

GAMBAR 1.36 Pengecualian dari asal.

bergabung dengan permukaan S dan S ', menggabungkan keduanya menjadi satu permukaan tertutup yang hanya
terhubung.

Karena jari-jari lubang imajiner bisa dibuat sangat kecil, tidak ada tambahan

kontribusi terhadap integral permukaan. Permukaan bagian dalam sengaja dipilih

bulat sehingga kita bisa mengintegrasikannya. Teorema Gauss sekarang berlaku untuk

volume antara S dan S 'tanpa kesulitan. Kita punya

Kita dapat mengevaluasi integral kedua, untuk dσ '= -rδ2 d_, di mana d_ adalah elemen dari

sudut padat Tanda minus muncul karena kita sepakat pada Bagian 1.10 untuk memiliki yang positif

normal r 'keluar dari volumenya. Dalam hal ini r 'lahiri berada dalam radial negatif

arah, r '= -r. Dengan mengintegrasikan semua sudut, kita memiliki

independent of the radius δ. With the constants from Eq. (1.158), this results in
completing the proof of Gauss’ law. Notice that although the surface S may be spherical,
it need not be spherical. Going just a bit further, we consider a distributed charge so that

Equation (1.162) still applies, with q now interpreted as the total distributed charge enclosed
by surface S:

Using Gauss’ theorem, we have

Since our volume is completely arbitrary, the integrands must be equal, or

one of Maxwell’s equations. If we reverse the argument, Gauss’ law follows immediately
from Maxwell’s equation. (tidak tergantung pada radius δ. Dengan konstanta dari Pers. (1.158), ini menghasilkan

melengkapi bukti hukum Gauss. Perhatikan bahwa meskipun permukaan S mungkin bulat,

itu tidak perlu bulat. Akan sedikit lebih jauh, kami mempertimbangkan biaya terdistribusi sehingga

Persamaan (1.162) masih berlaku, dengan q sekarang ditafsirkan sebagai muatan terdistribusi total yang dilampirkan

dengan permukaan S:

Dengan menggunakan teorema Gauss, kita punya

Karena volume kita benar-benar sewenang-wenang, integrel harus sama, atau

salah satu persamaan Maxwell. Jika kita membalikkan argumen, hukum Gauss segera menyusul

dari persamaan Maxwell.)

Poisson’s Equation
If we replace E by −∇ϕ, Eq. (1.166) becomes

which is Poisson’s equation. For the condition ρ = 0 this reduces to an even more famous
equation,

Laplace’s equation. We encounter Laplace’s equation frequently in discussing various coordinate

systems (Chapter 2) and the special functions of mathematical physics that appear
as its solutions. Poisson’s equation will be invaluable in developing the theory of Green’s
functions (Section 9.7).
From direct comparison of the Coulomb electrostatic force law and Newton’s law of
universal gravitation,

All of the potential theory of this section applies equally well to gravitational potentials.
For example, the gravitational Poisson equation is (Persamaan Poisson

Jika kita mengganti E dengan -∇φ, Pers. (1.166) menjadi

yang merupakan persamaan Poisson. Untuk kondisi ρ = 0 ini dikurangi menjadi yang lebih terkenal

persamaan,

Persamaan Laplace. Kami sering bertemu dengan Laplace dalam membahas berbagai koordinat

sistem (Bab 2) dan fungsi khusus fisika matematika yang muncul

sebagai solusinya. Persamaan Poisson akan sangat berharga dalam mengembangkan teori Green's

fungsi (Bagian 9.7).

Dari perbandingan langsung hukum gaya elektrostatik Coulomb dan hukum Newton

gravitasi universal,

Semua teori potensial dari bagian ini berlaku sama baiknya dengan potensi gravitasi.

Misalnya, persamaan Poisson gravitasi adalah)

with ρ now a mass density.

Develop Gauss’ law for the two-dimensional case in which

Here q is the charge at the origin or the line charge per unit length if the two-dimensional
system is a unit thickness slice of a three-dimensional (circular cylindrical) system. The
variable ρ is measured radially outward from the line charge. ˆρ is the corresponding
unit vector (see Section 2.4).
1.14.2 (a) Show that Gauss’ law follows from Maxwell’s equation

Here ρ is the usual charge density.

(b) Assuming that the electric field of a point charge q is spherically symmetric, show
that Gauss’ law implies the Coulomb inverse square expression

Show that the value of the electrostatic potential ϕ at any point P is equal to the average
of the potential over any spherical surface centered on P . There are no electric charges
on or within the sphere.
Hint. Use Green’s theorem, Eq. (1.104), with u−1 = r, the distance from P , and v = ϕ.
Also note Eq. (1.170) in Section 1.15.

Using Maxwell’s equations, show that for a system (steady current) the magnetic vector
potential A satisfies a vector Poisson equation,

provided we require ∇ · A = 0. (dengan ρ sekarang kerapatan massa.

Kembangkan hukum Gauss untuk kasus dua dimensi di mana

Berikut q adalah muatan pada titik asal atau muatan garis per satuan panjang jika dua dimensi

Sistem adalah irisan ketebalan satuan dari sistem tiga dimensi (silinder melingkar). Itu

variabel ρ diukur secara radial ke luar dari muatan line. Ρ adalah yang sesuai

vektor unit (lihat Bagian 2.4).

1.14.2 (a) Tunjukkan bahwa hukum Gauss mengikuti persamaan Maxwell

Disini ρ adalah kerapatan muatan biasa.

(b) Dengan mengasumsikan bahwa medan listrik dari muatan titik q adalah simetris sferis, tunjukkan

bahwa hukum Gauss menyiratkan ekspresi persegi terbalik Coulomb

Tunjukkan bahwa nilai potensial elektrostatik φ pada titik manapun P sama dengan rata-rata

dari potensi di atas permukaan bola yang berpusat pada P. Tidak ada biaya listrik
pada atau di dalam bola.

Petunjuk. Gunakan teorema Green, Pers. (1.104), dengan u-1 = r, jarak dari P, dan v = φ.

Perhatikan juga persamaan (1.170) pada Bagian 1.15.

Dengan menggunakan persamaan Maxwell, tunjukkan bahwa untuk sebuah sistem (arus tetap) vektor magnetik

potensi A memenuhi persamaan Poisson vektor,

asalkan kita membutuhkan ∇ • A = 0.)

…………………………………………………………………………………………………………..

DIRAC DELTA FUNCTION

From Example 1.6.1 and the development of Gauss’ law in Section 1.14

depending on whether or not the integration includes the origin r = 0. This result may be
conveniently expressed by introducing the Dirac delta function,

This Dirac delta function is defined by its assigned properties

where f (x) is any well-behaved function and the integration includes the origin. As a
special case of Eq. (1.171b),

From Eq. (1.171b), δ(x) must be an infinitely high, infinitely thin spike at x = 0, as in the
description of an impulsive force (Section 15.9) or the charge density for a point charge. 27
The problem is that no such function exists, in the usual sense of function. However, the
crucial property in Eq. (1.171b) can be developed rigorously as the limit of a sequence
of functions, a distribution. For example, the delta function may be approximated by the (FUNGSI DIRAC DELTA

Dari Contoh 1.6.1 dan pengembangan hukum Gauss di Bagian 1.14

tergantung pada apakah integrasi termasuk asal r = 0. Hasil ini mungkin

dengan mudah diungkapkan dengan memperkenalkan fungsi Dirac delta,

Fungsi delta Dirac ini didefinisikan oleh propertinya

Dimana f (x) adalah fungsi berperilaku baik dan integrasi mencakup asal. Sebagai

kasus khusus Pers. (1.171b),

Dari Pers. (1.171b), δ (x) harus merupakan lonjakan kurus yang sangat tinggi dan tak terhingga pada x = 0, seperti
pada

deskripsi gaya impulsif (Bagian 15.9) atau kerapatan muatan untuk muatan titik.27

Masalahnya adalah tidak ada fungsi seperti itu, dalam arti biasa fungsi. Namun,

properti penting di Pers. (1.171b) dapat dikembangkan secara ketat sebagai batas urutan

fungsi, distribusi. Sebagai contoh, fungsi delta dapat didekati oleh)

FIGURE 1.37 δ-Sequence

function.

These approximations have varying degrees of usefulness. Equation (1.172) is useful in

providing a simple derivation of the integral property, Eq. (1.171b). Equation (1.173)
is convenient to differentiate. Its derivatives lead to the Hermite polynomials. Equation
(1.175) is particularly useful in Fourier analysis and in its applications to quantum
mechanics. In the theory of Fourier series, Eq. (1.175) often appears (modified) as the
Dirichlet kernel:

In using these approximations in Eq. (1.171b) and later, we assume that f (x) is well behaved—
it offers no problems at large x.

For most physical purposes such approximations are quite adequate. From a mathematical
point of view the situation is still unsatisfactory: The limits

do not exist.
A way out of this difficulty is provided by the theory of distributions. Recognizing that
Eq. (1.171b) is the fundamental property, we focus our attention on it rather than on δ(x)
itself. Equations (1.172) to (1.175) with n = 1, 2, 3, . . . may be interpreted as sequences of
normalized functions: (GAMBAR 1.37 δ-Urutan

fungsi.
Perkiraan ini memiliki berbagai tingkat kegunaan. Persamaan (1.172) berguna dalam

memberikan derivasi sederhana dari properti integral, Pers. (1.171b). Persamaan (1.173)

nyaman untuk membedakan. Derivatifnya menyebabkan polinomial Hermite. Persamaan

(1.175) sangat berguna dalam analisis Fourier dan penerapannya pada kuantum

mekanika. Dalam teori deret Fourier, Persamaan (1.175) sering muncul (dimodifikasi) sebagai

Kernel Dirichlet:

Dalam menggunakan perkiraan ini di Pers. (1.171b) dan kemudian, kita asumsikan bahwa f (x) berperilaku baik-

itu tidak memberikan masalah pada x besar.

Untuk sebagian besar tujuan fisik, aproksimasi semacam itu cukup memadai. Dari matematika

Sudut pandang situasinya masih belum memuaskan: Batasannya

tidak ada.

Jalan keluar dari kesulitan ini disediakan oleh teori distribusi. Mengakui itu

Pers. (1.171b) adalah properti mendasar, kita memusatkan perhatian kita pada hal itu dan bukan pada δ (x)

diri. Persamaan (1.172) sampai (1.175) dengan n = 1, 2, 3,. . . dapat diartikan sebagai urutan dari

fungsi normal:) )

The sequence of integrals has the limit

Note that Eq. (1.178) is the limit of a sequence of integrals. Again, the limit of δn(x),
n→∞, does not exist. (The limits for all four forms of δn(x) diverge at x = 0.)
We may treat δ(x) consistently in the form

δ(x) is labeled a distribution (not a function) defined by the sequences δn(x) as indicated
in Eq. (1.179). We might emphasize that the integral on the left-hand side of Eq. (1.179) is
not a Riemann integral.28 It is a limit.
This distribution δ(x) is only one of an infinity of possible distributions, but it is the one
we are interested in because of Eq. (1.171b).
From these sequences of functions we see that Dirac’s delta function must be even in x,
δ(−x) = δ(x).
The integral property, Eq. (1.171b), is useful in cases where the argument of the delta
function is a function g(x) with simple zeros on the real axis, which leads to the rules (Urutan integral memiliki
batas

Perhatikan bahwa Pers. (1.178) adalah batas urutan integral. Sekali lagi, batas δn (x),

n → ∞, tidak ada (Batas untuk keempat bentuk δn (x) berbeda pada x = 0.)

Kami mungkin memperlakukan δ (x) secara konsisten dalam bentuk

δ (x) diberi label distribusi (bukan fungsi) yang didefinisikan oleh urutan δn (x) seperti yang ditunjukkan

di Pers. (1.179). Kita mungkin menekankan bahwa integral di sisi kiri Persamaan. (1.179) adalah

bukan integral Riemann.28 Ini adalah batas.

Distribusi ini δ (x) hanyalah salah satu dari tak terhingga kemungkinan distribusi, tapi itu adalah satu

kami tertarik karena Persamaan (1.171b).

Dari urutan fungsi ini kita melihat bahwa fungsi delta Dirac harus sama dengan x,

δ (-x) = δ (x).

Properti integral, Pers. (1.171b), berguna dalam kasus dimana argumen delta

Fungsi adalah fungsi g (x) dengan angka nol sederhana pada sumbu sebenarnya, yang mengarah pada aturan)

applying Eq. (1.171b). Equation (1.180) may be written as δ(ax) = 1

|a| δ(x) for a <0. To
prove Eq. (1.181a) we decompose the integral

into a sum of integrals over small intervals containing the zeros of g(x). In these intervals,
g(x) ≈ g(a) + (x − a)g′(a) = (x − a)g′(a). Using Eq. (1.180) on the right-hand side of
Eq. (1.181b) we obtain the integral of Eq. (1.181a).
Using integration by parts we can also define the derivative δ′(x) of the Dirac delta
function by the relation

We use δ(x) frequently and call it the Dirac delta function29—for historical reasons.
Remember that it is not really a function. It is essentially a shorthand notation, defined
implicitly as the limit of integrals in a sequence, δn(x), according to Eq. (1.179). It should
be understood that our Dirac delta function has significance only as part of an integrand.
In this spirit, the linear operator
_
dx δ(x −x0) operates on f (x) and yields f (x0):
It may also be classified as a linear mapping or simply as a generalized function. Shifting
our singularity to the point x = x′, we write the Dirac delta function as δ(x − x′).
Equation (1.171b) becomes

As a description of a singularity at x = x′, the Dirac delta function may be written as

δ(x −x′) or as δ(x′ −x). Going to three dimensions and using spherical polar coordinates,
we obtain

This corresponds to a singularity (or source) at the origin. Again, if our source is at r = r1,
Eq. (1.185) becomes (menerapkan Pers. (1.171b). Persamaan (1.180) dapat ditulis sebagai δ (ax) = 1

| a | δ (x) untuk <0. Untuk

buktikanlah persamaan (1.181a) kita menguraikan integral

ke dalam jumlah integral pada interval kecil yang mengandung angka nol dari g (x). Dalam interval ini,

g (x) ≈ g (a) + (x - a) g '(a) = (x - a) g' (a). Menggunakan Pers. (1.180) di sisi kanan

Pers. (1.181b) kita mendapatkan integral dari Persamaan (1.181a).

Dengan menggunakan integrasi oleh bagian, kita juga dapat menentukan turunan δ '(x) delta Dirac

fungsi oleh relasi

Kami sering menggunakan δ (x) dan menyebutnya fungsi Dirac delta29-untuk alasan historis.

Ingat bahwa itu tidak benar-benar sebuah fungsi. Ini pada dasarnya adalah notasi singkat, didefinisikan

secara implisit sebagai batas integral dalam suatu urutan, δn (x), menurut Persamaan. (1.179). Itu harus

dipahami bahwa fungsi Dirac delta kami hanya memiliki signifikan sebagai bagian dari integrand.

Dalam semangat ini, operator linier

dx δ (x-x0) beroperasi pada f (x) dan menghasilkan f (x0):

Ini juga dapat diklasifikasikan sebagai pemetaan linear atau hanya sebagai fungsi umum. Pergeseran

singularitas kita ke titik x = x ', kita menulis fungsi Dirac delta sebagai δ (x - x').

Persamaan (1.171b) menjadi

Sebagai gambaran singularitas pada x = x ', fungsi delta Dirac dapat ditulis sebagai

δ (x-x ') atau sebagai δ (x' -x). Pergi ke tiga dimensi dan menggunakan koordinat kutub bulat,

kita dapatkan

Ini sesuai dengan singularitas (atau sumber) pada titik asal. Sekali lagi, jika sumber kita ada di r = r1,

Pers. (1.185) menjadi)

Consider the total electric flux

_
E · dσ out of a sphere of radius R around the origin
surrounding n charges ej , located at the points rj with rj <R, that is, inside the sphere.
The electric field strength E=−∇ϕ(r), where the potential

is the sum of the Coulomb potentials generated by each charge and the total charge density
is ρ(r) =
_
j ej δ(r−rj ). The delta function is used here as an abbreviation of a pointlike
density. Now we use Gauss’ theorem for

in conjunction with the differential form of Gauss’s law, ∇ · E=−ρ/ε0, and

In the scattering theory of relativistic particles using Feynman diagrams, we encounter the
following integral over energy of the scattered particle (we set the velocity of light c = 1):

where we have used Eq. (1.181a) at the zeros E = ±

m2 + p2 of the argument of the

delta function. The physical meaning of δ(p2 − m2) is that the particle of mass m and
four-momentum pμ = (p0,p) is on its mass shell, because p2 = m2 is equivalent to E =
± (Perhatikan fluks listrik total
_
E • dσ keluar dari bidang radius R di sekitar asalnya
sekitar n biaya ej, terletak di titik rj dengan rj <R, yaitu, di dalam bola.
Kekuatan medan listrik E = -∇φ (r), dimana potensial

adalah jumlah potensi Coulomb yang dihasilkan oleh masing-masing muatan dan kerapatan
muatan total
adalah ρ (r) =
_
j ej δ (r-rj). Fungsi delta digunakan di sini sebagai singkatan dari pointlike
massa jenis. Sekarang kita menggunakan teorema Gauss 'untuk

dalam hubungannya dengan bentuk diferensial hukum Gauss, ∇ • E = -ρ / ε0, dan

Dalam teori hamburan partikel relativistik menggunakan diagram Feynman, kita

menemukan
berikut integral atas energi partikel yang terpencar (kita mengatur kecepatan cahaya c = 1):
dimana kita telah menggunakan Persamaan (1,181a) pada angka nol E = ±

m2 + p2 dari argumen
fungsi delta Arti fisik δ (p2 - m2) adalah partikel m dan m
empat momentum pμ = (p0, p) ada pada cangkang massanya, karena p2 = m2 ekuivalen
dengan E =
±)

m2 +p2. Thus, the on-mass-shell volume element in momentum space is the Lorentz
invariant d3p
2E , in contrast to the nonrelativistic d3p of momentum space. The fact that
a negative energy occurs is a peculiarity of relativistic kinematics that is related to the
antiparticle. _
Delta Function Representation by Orthogonal
Functions
Dirac’s delta function30 can be expanded in terms of any basis of real orthogonal functions
{ϕn(x), n = 0, 1, 2, . . .}. Such functions will occur in Chapter 10 as solutions of ordinary
differential equations of the Sturm–Liouville form.

They satisfy the orthogonality relations

where the interval (a, b) may be infinite at either end or both ends. [For convenience we
assume that ϕn has been defined to include (w(x))1/2 if the orthogonality relations contain
an additional positive weight function w(x).] We use the ϕn to expand the delta function
as

where the coefficients an are functions of the variable t . Multiplying by ϕm(x) and integrating
over the orthogonality interval (Eq. (1.187)), we have

This series is assuredly not uniformly convergent (see Chapter 5), but it may be used as
part of an integrand in which the ensuing integration will make it convergent (compare
Section 5.5).
Suppose we form the integral
_
F(t)δ(t − x)dx, where it is assumed that F(t) can be
expanded in a series of orthogonal functions ϕp(t), a property called completeness. We
then obtain
the cross products
_
ϕpϕn dt (n = p) vanishing by orthogonality (Eq. (1.187)). Referring
back to the definition of the Dirac delta function, Eq. (1.171b), we see that our series
representation, Eq. (1.190), satisfies the defining property of the Dirac delta function and
therefore is a representation of it. This representation of the Dirac delta function is called
closure. The assumption of completeness of a set of functions for expansion of δ(x − t)
yields the closure relation. The converse, that closure implies completeness, is the topic of
Exercise 1.15.16. (m2 + p2. Dengan demikian, elemen volume on-mass-shell pada ruang momentum adalah Lorentz

invariant d3p

2E, berbeda dengan ruang momentum momentum nonrelativistik. Fakta bahwa

Energi negatif terjadi adalah kekhasan kinematika relativistik yang terkait dengan

antipartikel _

Representasi Fungsi Delta oleh Orthogonal

Fungsi

Fungsi delta Dirac30 dapat diperluas dalam bentuk dasar fungsi ortogonal yang sebenarnya

{φn (x), n = 0, 1, 2,. . .}. Fungsi seperti itu akan terjadi di Bab 10 sebagai solusi biasa

persamaan diferensial bentuk Sturm-Liouville.

Mereka memenuhi hubungan ortogonalitas

dimana interval (a, b) mungkin tak terbatas di kedua ujung atau kedua ujungnya. [Untuk kenyamanan kita

asumsikan bahwa φn telah didefinisikan untuk memasukkan (w (x)) 1/2 jika hubungan ortogonalitas mengandung

sebuah fungsi bobot positif tambahan w (x).] Kami menggunakan φn untuk memperluas fungsi delta

sebagai

dimana koefisiennya adalah fungsi dari variabel t. Mengalikan dengan φm (x) dan mengintegrasikan

selama interval ortogonalitas (Persamaan (1.187)), kita miliki

Seri ini pasti tidak seragam konvergen (lihat Bab 5), tapi bisa juga digunakan sebagai

bagian dari integrasi di mana integrasi berikutnya akan membuatnya konvergen (bandingkan

Bagian 5.5).
Misalkan kita membentuk integral

F (t) δ (t - x) dx, dimana diasumsikan bahwa F (t) dapat

diperluas dalam serangkaian fungsi ortogonal φp (t), sebuah properti yang disebut kelengkapan. Kita

lalu dapatkan

produk silang

φpφn dt (n = p) hilang oleh ortogonalitas (Persamaan (1.187)). Merujuk

Kembali ke definisi fungsi Dirac delta, Pers. (1.171b), kita melihat seri kita

representasi, Pers. (1.190), memenuhi properti pendefinisian fungsi Dirac delta dan

Oleh karena itu adalah representasi dari itu. Representasi fungsi Dirac delta ini disebut

penutupan. Asumsi kelengkapan seperangkat fungsi untuk perluasan δ (x - t)

menghasilkan hubungan penutupan. Kebalikannya, penutupan itu menyiratkan kelengkapan, adalah topik

Latihan 1.15.16.)

Integral Representations for the Delta Function

Integral transforms, such as the Fourier integral

of Chapter 15, lead to the corresponding integral representations of Dirac’s delta function.
For example, take

where δn(t −x) is the sequence in Eq. (1.192) defining the distribution δ(t −x). Note that
Eq. (1.193a) assumes that f (t) is continuous at t = x. If we substitute Eq. (1.192) into
Eq. (1.193a) we obtain

Interchanging the order of integration and then taking the limit as n→∞, we have the
Fourier integral theorem, Eq. (15.20).
With the understanding that it belongs under an integral sign, as in Eq. (1.193a), the
Identification
provides a very useful integral representation of the delta function.
When the Laplace transform (see Sections 15.1 and 15.9)

is inverted, we obtain the complex representation

which is essentially equivalent to the previous Fourier representation of Dirac’s delta function.

Let (Representasi Integral untuk Fungsi Delta

Transformasi integral, seperti integral Fourier

dari Bab 15, mengarah pada representasi integral yang sesuai dari fungsi delta Dirac.

Misalnya, ambil

dimana δn (t -x) adalah urutan di Pers. (1.192) menentukan distribusi δ (t -x). Perhatikan itu

Pers. (1.193a) mengasumsikan bahwa f (t) kontinyu pada t = x. Jika kita mengganti Pers. (1.192) ke dalam

Pers. (1.193a) kita dapatkan

Interchanging urutan integrasi dan kemudian mengambil batas sebagai n → ∞, kita memiliki

Teorema integral Fourier, Persamaan (15.20).

Dengan pemahaman bahwa itu termasuk dalam tanda yang tidak terpisahkan, seperti dalam Pers. (1.193a),

Identifikasi

menyediakan representasi integral yang sangat berguna dari fungsi delta.

Saat Transformasi Laplace (lihat Bagian 15.1 dan 15.9)

terbalik, kita mendapatkan representasi kompleks

yang pada dasarnya setara dengan representasi Fourier sebelumnya dari fungsi delta Dirac.
Membiarkan)

assuming that f (x) is continuous at x = 0.

1.15.2 Verify that the sequence δn(x), based on the function

is a delta sequence (satisfying Eq. (1.178)). Note that the singularity is at +0, the positive
side of the origin.
Hint. Replace the upper limit (∞) by c/n, where c is large but finite, and use the mean
value theorem of integral calculus.

Demonstrate that δn = sin nx/πx is a delta distribution by showing that

Assume that f (x) is continuous at x = 0 and vanishes as x→±∞.

Hint. Replace x by y/n and take lim n→∞before integrating.
1.15.5 Fejer’s method of summing series is associated with the function

Show that δn(t) is a delta distribution, in the sense that

Note. In terms of integral transforms, the initial equation here may be interpreted as
either a Fourier exponential transform of e−|t |/n or a Laplace transform of eixt .

The Dirac delta function representation given by Eq. (1.190),

is often called the closure relation. For an orthonormal set of real functions,
ϕn, show that closure implies completeness, that is, Eq. (1.191) follows from
Eq. (1.190).
Hint. One can take

Following the hint of part (a) you encounter the integral

_
F(t)ϕn(t) dt. How do
you know that this integral is finite?

(dengan asumsi bahwa f (x) kontinyu pada x = 0.

1.15.2 Verifikasi bahwa urutan δn (x), berdasarkan fungsi

adalah urutan delta (Persamaan memuaskan (1.178)). Perhatikan bahwa singularitas berada di posisi +0, positif

sisi asal.

Petunjuk. Ganti batas atas (∞) dengan c / n, di mana c berukuran besar tapi terbatas, dan gunakan rata-rata

nilai teorema integral kalkulus.

Tunjukkan bahwa δn = sin nx / πx adalah distribusi delta dengan menunjukkan bahwa

Asumsikan bahwa f (x) kontinyu pada x = 0 dan hilang sebagai x → ± ∞.

Petunjuk. Ganti x dengan y / n dan ambil lim n → ∞ sebelum diintegrasikan.

1.15.5 Metode penjajaran seri Fejer dikaitkan dengan fungsinya

Tunjukkan bahwa δn (t) adalah distribusi delta, dalam arti itu

Catatan. Dalam hal transformasi integral, persamaan awal disini dapat diartikan sebagai

baik transformasi eksponensial Fourier dari e | t | / n atau transformasi Laplace dari eixt.

Representasi fungsi Dirac delta yang diberikan oleh Pers. (1.190),

sering disebut dengan closure relation. Untuk seperangkat fungsi normal ortonormal,

φn, menunjukkan bahwa penutupan menyiratkan kelengkapan, yaitu Pers. (1.191) berikut dari

Pers. (1.190).

Petunjuk. Satu bisa ambil

Mengikuti petunjuk bagian (a) Anda menemukan integral

F (t) φn (t) dt. Bagaimana

Anda tahu bahwa integral ini terbatas?)

For the finite interval (−π,π) write the Dirac delta function δ(x − t) as a series of
sines and cosines: sin nx, cos nx, n = 0, 1, 2, . . . . Note that although these functions
are orthogonal, they are not normalized to unity.
1.15.18 In the interval (−π,π), δn(x) = n √π
exp(−n2x2).
(a) Write δn(x) as a Fourier cosine series.
(b) Show that your Fourier series agrees with a Fourier expansion of δ(x) in the limit
as n→∞.
(c) Confirm the delta function nature of your Fourier series by showing that for any
f (x) that is finite in the interval [−π,π] and continuous at x = 0,

Fourier expansion

Write δn(x) = n √π
exp(−n2x2) in the interval (−∞,∞) as a Fourier integral and
compare the limit n→∞with Eq. (1.193c).
(b) Write δn(x) = n exp(−nx) as a Laplace transform and compare the limit n→∞ with Eq. (1.195).
Hint. See Eqs. (15.22) and (15.23) for (a) and Eq. (15.212) for (b).
1.15.20 (a) Show that the Dirac delta function δ(x − a), expanded in a Fourier sine series in
the half-interval (0,L), (0<a <L), is given by

Note that this series actually describes

By integrating both sides of the preceding equation from 0 to x, show that the
cosine expansion of the square wave

Verify the Fourier cosine expansion of the square wave, Exercise 1.15.20(b), by direct
calculation of the Fourier coefficients.
1.15.22 We may define a sequence

(This is Eq. (1.172).) Express δn(x) as a Fourier integral (via the Fourier integral theorem,
inverse transform, etc.). Finally, show that we may write

Note. Remember that δ(x) is defined in terms of its behavior as part of an integrand—
especially Eqs. (1.178) and (1.189).
1.15.24 Derive sine and cosine representations of δ(t −x) that are comparable to the exponential
representation, Eq. (1.193c).

(Untuk interval terbatas (-π, π) tulis fungsi Dirac delta δ (x - t) sebagai rangkaian

sinus dan kosinus: sin nx, cos nx, n = 0, 1, 2,. . . . Perhatikan bahwa meskipun fungsi ini

ortogonal, mereka tidak dinormalisasi menjadi satu kesatuan.

1.15.18 Pada interval (-π, π), δn (x) = n √π

exp (-n2x2).

(a) Tuliskan δn (x) sebagai deret kosinus Fourier.

(b) Tunjukkan bahwa seri Fourier Anda sesuai dengan perluasan Fourier δ (x) dalam batas

sebagai n → ∞.

(c) Konfirmasikan fungsi delta dari deret Fourier Anda dengan menunjukkannya untuk apapun

f (x) yang terbatas pada interval [-π, π] dan kontinu pada x = 0,

Ekspansi Fourier

Tuliskan δn (x) = n √π

exp (-n2x2) pada interval (-∞, ∞) sebagai integral Fourier dan

bandingkan batas n → ∞dengan persamaan (1.193c).

(b) Tuliskan δn (x) = n exp (-nx) sebagai transformasi Laplace dan bandingkan batas n → ∞ dengan Persamaan.
(1.195).

Petunjuk. Lihat Pers. (15.22) dan (15.23) untuk (a) dan Pers. (15.212) untuk (b).

1.15.20 (a) Tunjukkan bahwa fungsi Dirac delta δ (x - a), diperluas dalam deret sinus Fourier di

interval setengah (0, L), (0 <a <L), diberikan oleh

Perhatikan bahwa seri ini sebenarnya menggambarkan

Dengan mengintegrasikan kedua sisi persamaan sebelumnya dari 0 sampai x, tunjukkan bahwa

Ekspansi kosinus dari gelombang persegi

Verifikasi perluasan kosinus Fourier dari gelombang persegi, Latihan 1.15.20 (b), secara langsung

perhitungan koefisien Fourier.

1.15.22 Kita dapat menentukan urutan

(Ini adalah Persamaan (1.172)). Express δn (x) sebagai integral Fourier (melalui teorema integral Fourier,

invers transform, dll). Akhirnya, tunjukkan agar kita bisa menulis

Catatan. Ingat bahwa δ (x) didefinisikan dalam kaitannya dengan perilakunya sebagai bagian dari integrasi-

terutama Pers. (1.178) dan (1.189).

1.15.24 Turunkan representasi sinus dan kosinus δ (t-x) yang sebanding dengan eksponensial

representasi, Pers. (1.193c).)

…………………………………………………………………………………………..

HELMHOLTZ’S THEOREM
In Section 1.13 it was emphasized that the choice of a magnetic vector potential A was not
unique. The divergence of A was still undetermined. In this section two theorems about the
divergence and curl of a vector are developed. The first theorem is as follows:
A vector is uniquely specified by giving its divergence and its curl within a simply connected
region (without holes) and its normal component over the boundary.

Note that the subregions, where the divergence and curl are defined (often in terms of
Dirac delta functions), are part of our region and are not supposed to be removed here or
in Helmholtz’s theorem, which follows. Let us take

where s may be interpreted as a source (charge) density and c as a circulation (current)

density. Assuming also that the normal component V1n on the boundary is given, we want
to show that V1 is unique. We do this by assuming the existence of a second vector, V2,
which satisfies Eq. (1.196) and has the same normal component over the boundary, and
then showing that V1 −V2 = 0. Let

Laplace’s equation.
Now we draw upon Green’s theorem in the form given in Eq. (1.105), letting u and v
each equal ϕ. Since
on the boundary, Green’s theorem reduces to

The quantity W·W=W2 is nonnegative and so we must have (TEOREM HELMHOLTZ

Pada Bagian 1.13 ditekankan bahwa pilihan potensial vektor magnetik A tidak

unik. Perbedaan A masih belum ditentukan. Pada bagian ini dua teorema tentang

divergensi dan curl dari sebuah vektor dikembangkan. Teorema pertama adalah sebagai berikut:

Sebuah vektor ditentukan secara unik dengan memberikan perbedaan dan keritingnya dalam hubungan yang
sederhana

daerah (tanpa lubang) dan komponen normalnya di atas batas.

Perhatikan bahwa subregional, di mana perbedaan dan ikal didefinisikan (seringkali dalam hal

Fungsi delta Dirac), adalah bagian dari wilayah kami dan tidak seharusnya dihapus di sini atau

dalam teorema Helmholtz, berikut ini. Mari kita ambil

dimana s dapat diartikan sebagai sumber (muatan) densitas dan c sebagai sirkulasi (arus)

massa jenis. Dengan asumsi juga bahwa komponen normal V1n pada batas diberikan, kita inginkan

untuk menunjukkan bahwa V1 itu unik. Kita melakukan ini dengan mengasumsikan adanya vektor kedua, V2,

yang memenuhi Pers. (1.196) dan memiliki komponen normal yang sama di atas batas, dan

kemudian menunjukkan bahwa V1 -V2 = 0. Biarkan

Persamaan Laplace.

Sekarang kita memanfaatkan teorema Green dalam bentuk yang diberikan dalam Pers. (1.105), membiarkanmu dan
v

masing sama φ. Sejak

Pada batas, teorema Green dikurangi menjadi

Kuantitas W • W = W2 tidak penting dan jadi harus kita miliki)

everywhere. Thus V1 is unique, proving the theorem.
For our magnetic vector potential A the relation B = ∇ × A specifies the curl of A.
Often for convenience we set ∇ · A = 0 (compare Exercise 1.14.4). Then (with boundary
conditions) A is fixed.
This theorem may be written as a uniqueness theorem for solutions of Laplace’s equation,
Exercise 1.16.1. In this form, this uniqueness theorem is of great importance in solving
electrostatic and other Laplace equation boundary value problems. If we can find a
solution of Laplace’s equation that satisfies the necessary boundary conditions, then our
solution is the complete solution. Such boundary value problems are taken up in Sections
12.3 and 12.5.

Helmholtz’s Theorem
The second theorem we shall prove is Helmholtz’s theorem.
A vector V satisfying Eq. (1.196) with both source and circulation densities vanishing
at infinity may be written as the sum of two parts, one of which is irrotational, the other of
which is solenoidal.
Note that our region is simply connected, being all of space, for simplicity. Helmholtz’s
theorem will clearly be satisfied if we may write V as

−∇ϕ being irrotational and ∇ ×A being solenoidal. We proceed to justify Eq. (1.204a).
V is a known vector. We take the divergence and curl

with s(r) and c(r) now known functions of position. From these two functions we construct
a scalar potential ϕ(r1),

If s = 0, then V is solenoidal and Eq. (1.205a) implies ϕ = 0. From Eq. (1.204a), V = ∇ × A, with A as given in
Eq. (1.141), which is consistent with Section 1.13. Further,
if c = 0, then V is irrotational and Eq. (1.205b) implies A = 0, and Eq. (1.204a) implies
V=−∇ϕ, consistent with scalar potential theory of Section 1.13.
Here the argument r1 indicates (x1, y1, z1), the field point; r2, the coordinates of the
source point (x2, y2, z2), whereas

When a direction is associated with r12, the positive direction is taken to be away from
the source and toward the field point. Vectorially, r12 = r1 − r2, as shown in Fig. 1.42.
Of course, s and c must vanish sufficiently rapidly at large distance so that the integrals
exist. The actual expansion and evaluation of integrals such as Eqs. (1.205a) and (1.205b)
is treated in Section 12.1.
From the uniqueness theorem at the beginning of this section, V is uniquely specified
by its divergence, s, and curl, c (and boundary conditions). Returning to Eq. (1.204a), we
have

the divergence of the curl vanishing, and (dimana mana. Jadi V1 itu unik, membuktikan teorema.
Untuk potensial vektor magnetik kita A relasi B = ∇ × A menentukan curl dari A.

Seringkali untuk kenyamanan kita atur ∇ • A = 0 (bandingkan Latihan 1.14.4). Lalu (dengan batas

kondisi) A adalah tetap.

Teorema ini dapat ditulis sebagai teorema keunikan untuk solusi persamaan Laplace,

Latihan 1.16.1. Dalam bentuk ini, teorema keunikan ini sangat penting dalam pemecahannya

elektrostatik dan lainnya Laplace persamaan nilai batas masalah. Jika kita bisa menemukan a

solusi dari persamaan Laplace yang memenuhi syarat batas yang diperlukan, maka

Solusi adalah solusi yang lengkap. Masalah nilai batas tersebut diambil di Bagian

12.3 dan 12.5.

Teorema Helmholtz

Teorema kedua yang akan kita buktikan adalah teorema Helmholtz.

V vektor yang memuaskan Pers. (1.196) dengan kepadatan sumber dan sirkulasi hilang

pada tak terhingga dapat ditulis sebagai jumlah dari dua bagian, salah satunya adalah irrotational, yang lain

yang solenoidal.

Perhatikan bahwa wilayah kita hanya terhubung, menjadi semua ruang, untuk kesederhanaan. Helmholtz's

Teorema jelas akan terpenuhi jika kita bisa menulis V sebagai

-Sebuah irrotational dan ∇ × A menjadi solenoidal. Kami lanjutkan untuk membenarkan Pers. (1.204a).

V adalah vektor yang diketahui. Kami mengambil divergensi dan curl

dengan s (r) dan c (r) sekarang dikenal fungsi posisi. Dari dua fungsi yang kita bangun ini

potensial skalar φ (r1),

Jika s = 0, maka V adalah solenoida dan Persamaan. (1.205a) menyiratkan φ = 0. Dari Pers. (1.204a), V = ∇ × A,
dengan A seperti yang diberikan dalam Pers. (1.141), yang konsisten dengan Bagian 1.13. Lebih lanjut,

jika c = 0, maka V adalah irrotasional dan Persamaan. (1.205b) menyiratkan A = 0, dan Pers. (1.204a) menyiratkan

V = -∇φ, konsisten dengan teori potensi skalar dari Bagian 1.13.

Disini argumen r1 menunjukkan (x1, y1, z1), field point; r2, koordinat dari

titik sumber (x2, y2, z2), sedangkan

Bila arah dikaitkan dengan r12, arah positif diambil dari jarak jauh

sumber dan menuju titik lapangan. Vectorially, r12 = r1 - r2, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.42.

Tentu saja, s dan c harus lenyap dengan cukup cepat pada jarak yang jauh sehingga integral

ada. Perluasan dan evaluasi aktual integral seperti Persamaan. (1.205a) dan (1.205b)

dirawat di Bagian 12.1.

Dari teorema keunikan pada awal bagian ini, V ditentukan secara unik

dengan divergensi, s, dan curl, c (dan kondisi batas). Kembali ke Pers. (1.204a), kita

memiliki

divergensi curl lenyap, dan)

the curl of the gradient vanishing. If we can show that

then V as given in Eq. (1.204a) will have the proper divergence and curl. Our description
will be internally consistent and Eq. (1.204a) justified.33
First, we consider the divergence of V:

The Laplacian operator, ∇ · ∇, or ∇2, operates on the field coordinates (x1, y1, z1) and so
commutes with the integration with respect to (x2, y2, z2). We have

We must make two minor modifications in Eq. (1.169) before applying it. First, our source
is at r2, not at the origin. This means that a nonzero result from Gauss’ law appears if and
only if the surface S includes the point r = r2. To show this, we rewrite Eq. (1.170):

This shift of the source to r2 may be incorporated in the defining equation (1.171b) as

Second, noting that differentiating r−1

12 twice with respect to x2, y2, z2 is the same as
differentiating twice with respect to x1, y1, z1, we have

Rewriting Eq. (1.209) and using the Dirac delta function, Eq. (1.212), we may integrate to
Obtain

The final step follows from Eq. (1.211b), with the subscripts 1 and 2 exchanged. Our
result, Eq. (1.213), shows that the assumed forms of V and of the scalar potential ϕ are in
agreement with the given divergence (Eq. (1.204b)).
To complete the proof of Helmholtz’s theorem, we need to show that our assumptions are
consistent with Eq. (1.204c), that is, that the curl of V is equal to c(r1). From Eq. (1.204a),

The first term, ∇∇ · A, leads to (keriting gradien lenyap. Jika kita bisa menunjukkan itu

maka V seperti yang diberikan dalam Pers. (1.204a) akan memiliki perbedaan yang tepat dan curl. Deskripsi kami

akan konsisten secara internal dan Pers. (1.204a) dibenarkan.33

Pertama, kita mempertimbangkan perbedaan V:

Operator Laplacian, ∇ • ∇, atau ∇2, beroperasi pada koordinat lapangan (x1, y1, z1) dan sebagainya.

pergi dengan integrasi sehubungan dengan (x2, y2, z2). Kita punya

Kita harus membuat dua modifikasi kecil di Pers. (1.169) sebelum menerapkannya. Pertama, sumber kita

ada di r2, bukan di titik asal. Ini berarti bahwa hasil taknol dari hukum Gauss muncul jika dan

hanya jika permukaan S meliputi titik r = r2. Untuk menunjukkan ini, kita menulis ulang Pers. (1.170):

Pergeseran sumber ke r2 dapat digabungkan dalam persamaan yang menentukan (1.171b) sebagai

Kedua, mencatat bahwa membedakan r-1

12 dua kali terhadap x2, y2, z2 sama dengan

membedakan dua kali dengan x1, y1, z1, kita miliki

Menulis ulang Pers. (1.209) dan menggunakan fungsi Dirac delta, Pers. (1.212), kita bisa berintegrasi ke

Memperoleh

Langkah terakhir berikut dari Pers. (1.211b), dengan subskrip 1 dan 2 dipertukarkan. Kami

hasil, Pers. (1.213), menunjukkan bahwa bentuk V dan potensial skalar yang diasumsikan φ masuk

kesepakatan dengan divergensi yang diberikan (Persamaan (1.204b)).

Untuk melengkapi bukti teorema Helmholtz, kita perlu menunjukkan bahwa asumsi kita adalah

konsisten dengan Pers. (1.204c), yaitu curl dari V sama dengan c (r1). Dari Pers. (1.204a),

Istilah pertama, ∇∇ • A, mengarah ke)

by Eq. (1.205b). Again replacing the second derivatives with respect to x1, y1, z1 by second
derivatives with respect to x2, y2, z2, we integrate each component34 of Eq. (1.215) by
parts:

The second integral vanishes because the circulation density c is solenoidal.35 The first
integral may be transformed to a surface integral by Gauss’ theorem. If c is bounded in
space or vanishes faster that 1/r for large r, so that the integral in Eq. (1.205b) exists,
then by choosing a sufficiently large surface the first integral on the right-hand side of
Eq. (1.216) also vanishes.
With ∇∇ · A = 0, Eq. (1.214) now reduces to

This is exactly like Eq. (1.209) except that the scalar s(r2) is replaced by the vector circulation
density c(r2). Introducing the Dirac delta function, as before, as a convenient way
of carrying out the integration, we find that Eq. (1.217) reduces to Eq. (1.196). We see that
our assumed forms of V, given by Eq. (1.204a), and of the vector potential A, given by
Eq. (1.205b), are in agreement with Eq. (1.196) specifying the curl of V.
This completes the proof of Helmholtz’s theorem, showing that a vector may be resolved
into irrotational and solenoidal parts. Applied to the electromagnetic field, we have
resolved our field vector V into an irrotational electric field E, derived from a scalar potential
ϕ, and a solenoidal magnetic induction field B, derived from a vector potential A.
The source density s(r) may be interpreted as an electric charge density (divided by electric
permittivity ε), whereas the circulation density c(r) becomes electric current density
(times magnetic permeability μ). (dengan Pers. (1.205b). Sekali lagi mengganti turunan kedua berkenaan dengan x1,
y1, z1 per detik

turunan sehubungan dengan x2, y2, z2, kita mengintegrasikan masing-masing komponen34 dari Pers. (1.215) oleh

bagian:
Bagian integral kedua lenyap karena kerapatan sirkulasi adalah solenoidal.35 Yang pertama

integral dapat ditransformasikan ke permukaan yang integral oleh teorema Gauss '. Jika c dibatasi

ruang atau lenyap lebih cepat sehingga 1 / r untuk r besar, sehingga integral dalam Persamaan. (1.205b) ada,

maka dengan memilih permukaan yang cukup besar integral pertama di sisi kanan

Pers. (1.216) juga lenyap.

Dengan ∇∇ • A = 0, Pers. (1.214) sekarang dikurangi menjadi

Ini persis seperti Pers. (1.209) kecuali bahwa skalar s (r2) diganti oleh sirkulasi vektor

densitas c (r2). Memperkenalkan fungsi Dirac delta, seperti sebelumnya, sebagai cara mudah

Dengan melakukan integrasi, kita menemukan bahwa Pers. (1.217) dikurangi menjadi Pers. (1.196). Kita lihat itu

bentuk asumsi V kita, yang diberikan oleh Pers. (1.204a), dan potensial vektor A, yang diberikan oleh

Pers. (1.205b), sesuai dengan Pers. (1.196) menentukan curl dari V.

Ini melengkapi bukti teorema Helmholtz, menunjukkan bahwa sebuah vektor dapat dipecahkan

menjadi bagian yang tidak beraturan dan solenoid. Diterapkan ke medan elektromagnetik yang kita miliki

Selesaikan vektor medan V kita ke medan listrik irrotasional E, yang berasal dari potensial skalar

φ, dan medan induksi magnet solenoidal B, diturunkan dari potensial vektor A.

Sumber kerapatan s (r) dapat diartikan sebagai kerapatan muatan listrik (dibagi dengan listrik

permitivitas ε), sedangkan kerapatan sirkulasi c (r) menjadi kerapatan arus listrik

(kali permeabilitas magnetik μ).)

Implicit in this section is a proof that a function ψ(r) is uniquely specified by requiring
it to (1) satisfy Laplace’s equation and (2) satisfy a complete set of boundary conditions.
Develop this proof explicitly.
1.16.2 (a) Assuming that P is a solution of the vector Poisson equation, ∇21
P(r1)=−V(r1),
develop an alternate proof of Helmholtz’s theorem, showing that V may be written
as

Solving the vector Poisson equation, we find

Show that this solution substituted into ϕ and A of part (a) leads to the expressions
given for ϕ and A in Section 1.16. (Tersirat dalam bagian ini adalah bukti bahwa fungsi ψ (r) secara unik ditentukan
oleh kebutuhan

untuk (1) memenuhi persamaan Laplace dan (2) memenuhi satu set lengkap kondisi batas.

Kembangkan bukti ini secara eksplisit.

1.16.2 (a) Dengan asumsi bahwa P adalah solusi dari persamaan Poisson vektor, ∇21

P (r1) = - V (r1),

Kembangkan bukti alternatif dari teorema Helmholtz, yang menunjukkan bahwa V dapat ditulis

sebagai

Memecahkan persamaan Poisson vektor, kita temukan

Tunjukkan bahwa larutan ini diganti menjadi φ dan A dari bagian (a) mengarah ke ungkapan

diberikan untuk φ dan A pada Bagian 1.16.)