Vous êtes sur la page 1sur 21

Askep Fraktur Tulang Belakang ( Servikal)

A. KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan.
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah
tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua
korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang
dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula
rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi
syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai
cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,
kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

2. ETIOLOGI
a. Fraktur patologis fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang
disebabkan oleh suatu proses., yaitu : Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit
metabolik
b. Trauma
Dibagi menjadi dua, yaitu :
 Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring
dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
 Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset
di kamar mandi pada orangtua.

3. PATOFISIOLOGI
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu
lintas, kecelakakan olah raga. Mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis
dan lumbalis Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif Dan dislokasi,
sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, Kontusio, kerusakan melintang,
laserasi dengan atau tanpa gangguan Peredaran darah.
Blok syaraf pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi Iskemia dan hipoksemia syok
spinal gangguan fungsi rektum,kandung kemih, gangguan rasa nyaman nyeri dan potensial
komplikasi Hipotensi, bradikardia gangguan eliminasi.

4. MANIFESTASI KLINIS
Disfungsi neurologis akibat DAO bisa dibagi kedalam lesi yang mengenai batang otak, saraf
kranial, kord spinal atas, dan akar saraf spinal. Banyak pasien yang disertai cedera kepala hingga
memperrumit gambaran neurologis.
Cedera batang otak walau sering pada DAO, tidak selalu tampil lengkap. Postur deserebrasi atau
adanya kehilangan fungsi batang otak lengkap mungkin tampak, walau sulit untuk memastikan
apakah seluruhnya akibat DAO pada pasien yang disertai cedera kepala. Kerusakan piramidal
diskreta mungkin mengakibatkan paraparesis. Ketidakstabilan kardiopulmoner berakibat
bradikardia, respirasi yang irreguler, atau bahkan apnea dapat terjadi setelah kerusakan batang
otak. Kerusakan batang otak berat paling mungkin sebagai penyebab kematian yang tinggi.
Dislokasi kranioservikal mungkin berakibat avulsi atau peregangan saraf kranial bawah. Saraf
kranial keenam, sembilan hingga duabelas, adalah yang terutama berrisiko.
Etiologi sebenarnya disfungsi saraf keenam sulit dipastikan pada pasien yang disertai cedera
kepala. Hipertensi berat mungkin timbul bila kedua sinus karotid mengalami denervasi setelah
cedera saraf kesembilan. Gangguan fungsi kord spinal atas berakibat kuadri- plegia, walaupun
hemiparesis lebih sering terjadi pada pasien dengan DAO (setiap disfungsi motori mungkin juga
menunjukkan cedera batang otak).
DAO traumatika mungkin juga disertai cedera akar servikal. Cedera unilateral multipel pada akar
servikal bisa menyerupai lesi pleksus brakhial. Sebagai tambahan atas kerusakan neural
langsung, cedera arteria vertebral mungkin menyebabkan iskemia atau disfungsi neural. DAO
berhubungan dengan kompresi, robekan intimal, spasme, dan trombosis pembuluh ini. Beberapa
pasien dengan DAO bisa dengan defisit yang timbul tidak sejak awal. Ini mungkin karena trauma
tambahan terhadap sistema saraf (sekunder terhadap pergerakan pada tulang belakang yang tak
stabil) atau terhadap masalah lain seperti iskemia akibat emboli atau trombosis pembuluh yang
rusak. Pasien DAO sering dengan cedera berganda dan karenanya harus dinilai secara lengkap
atas cedera lainnya.

5. KOMPLIKASI
a. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab
lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan
dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).
c. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi
yang kurang memadai.
d. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses
penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya
kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh
pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
f. Emboli lemak.
g. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
h. Sindrom Kompartemen Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak
ditangani segera.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Perawatan:
a. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.
b. Fraktur dengan kelainan neorologis, Fase Akut (0-6 minggu)
1) Live saving dan kontrol vital sign
2) Perawatan trauma penyerta
 Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
 Perawatan trauma lainnya.
c. Fraktur/Lesi pada vertebra
1) Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama simple
kompressi.
2) Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika dilakukan operasi harus
dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
 Laminektomi
mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis, menghilangkan kompresi
medulla dan radiks.
 fiksasi interna dengan kawat atau plate
 anterior fusion atau post spinal fusion
3) Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear (reflek bladder) dan infra
nuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya
dilakukan bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli
berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan
reflek detrusor dapat kembali.

8. WOC/PATHWAY
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajin
Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:
a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, Hipotensi, bradikardi, ekstremitas
dingin atau pucat
c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik hilang
d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri
e. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, Hilangnya sensasi dan
hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosi
h. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
Mengalami deformitas pada daerah trauma
i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j. Keamanan : suhu yang naik turun
(Carpenito (2000), Doenges at al (2000))

2. Diagnosa
Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada fraktur servikal,
diantaranya :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
b. Mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan gangguan rasa nyaman nyeri
c. Berhubungan dengan adanya cedera gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan
d. Dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
e. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
3. Intervensi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat
Dx Intervensi Rasional
a 1) Pertahankan jalan nafas; posisi kepala1) pasien dengan cedera cervicalis akan
tanpa gerak membutuhkan bantuan untuk
mencegah aspirasi/ mempertahankan
jalan nafas.
2) Lakukan penghisapan lendir bila 2) jika batuk tidak efektif, penghisapan
perlu, catat jumlah, jenis dan dibutuhkan untuk mengeluarkan
karakteristik sekret. sekret, dan mengurangi resiko infeksi
pernapasan.
3) Kaji fungsi pernapasan 3) trauma pada C5-6 menyebabkan
hilangnya fungsi pernapasan secara
partial, karena otot pernapasan
mengalami kelumpuhan.
4) Auskultasi suara napas 4) hipoventilasi biasanya terjadi atau
menyebabkan akumulasi sekret yang
berakibat pnemonia.
5) Observasi warna kulit. 5) menggambarkan adanya kegagalan
pernapasan yang memerlukan tindakan
segera
6) Kaji distensi perut dan spasme otot. 6) kelainan penuh pada perut disebabkan
karena kelumpuhan diafragma
7) Anjurkan pasien untuk minum 7) membantu mengencerkan sekret,
minimal 2000 cc/hari. meningkatkan mobilisasi sekret
sebagai ekspektoran.
8) Lakukan pengukuran kapasitas vital, 8) menentukan fungsi otot-otot
volume tidal dan kekuatan pernapasan pernapasan. Pengkajian terus menerus
untuk mendeteksi adanya kegagalan
pernapasan.
9) Pantau analisa gas darah. 9) untuk mengetahui adanya kelainan
fungsi pertukaran gas sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2 rendah dan
PaCO2 meningkat.
10) Berikan oksigen dengan cara yang 10) Membentu pasien dalam bernafas
tepat : metode dipilih sesuai dengan
keadaan isufisiensi pernapasan.
11) Lakukan fisioterapi nafas. 11) mencegah sekret tertahan

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan


Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi
dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara
bertahap.
Dx Intervensi Rasional
b 1) Kaji secara teratur fungsi motorik. 1) mengevaluasi keadaan secara umum
2) Lakukan log rolling 2) membantu ROM secara pasif
3) Pertahankan sendi 90 derajad terhadap3) mencegah footdrop
papan kaki.
4) Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah
4) mengetahui adanya hipotensi ortostatik
log rolling.
5) Inspeksi kulit setiap hari. 5)gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai
resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
6) Berikan relaksan otot sesuai pesanan
6) berguna untuk membatasi dan mengurangi
seperti diazepam. nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera


Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Dx Intervensi Rasional
c 1) Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. 1) pasien melaporkan nyeri biasanya diatas
Rasional tingkat cedera.
2) Bantu pasien dalam identifikasi faktor 2) nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan,
pencetus. ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan
berbaring lama.
3) Berikan tindakan kenyamanan. 3) memberikan rasa nayaman dengan cara
membantu mengontrol nyeri.
4) Dorong pasien menggunakan tehnik 4) memfokuskan kembali perhatian,
relaksasi. meningkatkan rasa kontrol.
5) Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. 5) untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk
menghilangkan kecemasan dan meningkatkan
istirahat.
d. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rectum
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Dx Intervensi Rasional
d 1) Auskultasi bising usus, catat lokasi dan 1) bising usus mungkin tidak ada selama syok
karakteristiknya. spinal.
2) Catat adanya keluhan mual dan ingin 2) pendarahan gantrointentinal dan lambung
muntah, pasang NGT. mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
3) Berikan diet seimbang TKTP cair 3) meningkatkan konsistensi feces
4) Berikan obat pencahar sesuai pesanan. 4) merangsang kerja usus
e. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
Dx Intervensi Rasional
e 1) Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. 1) mengetahui fungsi ginjal
2) Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih. 2)
3) Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. 3) membantu mempertahankan
fungsi ginjal.
4) Pasang dower kateter. 4) membantu proses pengeluaran
urine

4. Implementasi
Sesuai dengan Intervensi.
5. Evaluasi
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA DAN CIDERA KEPALA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kasus pra rumah sakit, penanganan pasien dilakukan setelah pengkajian lokasi kejadian
dilakukan. Apabila pengkajian awal lokasi kejadian tidak dilakukan maka akan membahayakan jiwa
paramedik dan orang lain di sekitarnya sehingga jumlah korban akan meningkat.

Dalam kasus ini, kematian muncul akibat tiga hal: mati sesaat setelah kejadian, kematian akibat
perdarahan atau kerusakan organ vital, dan kematian akibat komplikasi dan kegagalan fungsi organ-
organ vital

Kematian mungkin terjadi dalam hitungan detik pada saat kejadian, biasanya akibat cedera kepala hebat,
cedera jantung atau cedera aortik. Kematian akibat hal ini tidak dapat dicegah.

Kematian berikutnya mungkin muncul sekitar sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian
pada fase ini biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural, hemo atau pneumothorak,
robeknya organ-organ tubuh atau kehilangan darah. Kematian akibat cedera-cedera tersebut dapat
dicegah. Periode ini disebut sebagai ‘golden hour’ dimana tindakan yang segera dan tepat dapat
menyelamatkan nyawa korban.

Yang ketiga dapat terjadi beberapa hari setelah kejadian dan biasanya diaklibatkan oleh sepsis
atau kegagalan multi-organ. Tindakan tepat dan segera untuk mengatasi syok dan hipoksemia selama
‘golden hour’ dapat mengurangi resiko kematian ini.

Dalam menangani kasus ini, meskipun dituntut untuk bekerja secara cepat dan tepat, paramedik
harus tetap mengutamakan keselamatan dirintya sebagai prioritas utama sebelum menyentuh pasien.
Pasien ditangani setelah lokasi kejadian sudah benar-benar aman untuk tindakan pertolongan.

B. Tujuan

1. Tujuan Instruksional Umum

Terciptanya pengetahuan mahasiswa mengenai segala hal yang berkaitan dengan konsep gawat darurat
pada Trauma Leher dan Tulang belakang
2. Tujuan Instruksional Khusus

a. Mahasiswa mampu mengenali dan menyebutkan berbagai tanda dan macam-macam


klasifikasi dalam Trauma Leher dan Tulang belakang
b. Mahasiswa dapat membuat tindakan perawatan dalam mengatasi atau memecahkan
masalah Trauma Leher dan Tulang belakang

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan.
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang
lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus
vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan
memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-
syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut
(Mansjoer, Arif, et al. 2000).
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma
; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb yang dapat menyebabkan
fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi (
Sjamsuhidayat, 1997).

B. Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian

3. Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)

4. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra

5. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang
atau melemahnya tulang.

(Harsono, 2000).

C. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian,
cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll)
dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak
selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan
dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah
misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak,
atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical
(terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat
sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi
untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala
yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah.
Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan
terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung
karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan
dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa,
hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam medulla spinalis yang
berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak
tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi
medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis
vertebralis.

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan
dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna
vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan
abses didalam kanalis vertebralis.

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan
mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan
gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang
belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada
dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior
spinal.

D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan
meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari
tempat kerusakan disertai shock spinal.shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang
belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya berlangsung
selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya
fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah
shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom,
berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung
kemih dan gangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan
disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak
terganggu (Price &Wilson (1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat
cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang
terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang
memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak
sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.gambaran klinik berupa
tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan
daerah perianal tidak terganggu (Aston. J.N, 1998).

Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal,
gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa
(Aston. J.N, 1998).

E. Pemeriksaan Penunjang
Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
(Tucker,Susan Martin . 1998)

F. Penatalaksanaan Medis
Pembagian trauma atau fraktur tulang belakang secara umum:
1. Fraktur Stabil
a. Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
b. Burst fraktur
c. Extension

2. Fraktur tak stabil


a. Dislokasi
b. Fraktur dislokasi
c. Shearing fraktur

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak.
Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan fraktur tulang
belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.
Perawatan:

1. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.

2. Fraktur dengan kelainan neorologis.


Fase Akut (0-6 minggu)
a. Live saving dan kontrol vital sign
b. Perawatan trauma penyerta
• Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
• Perawatan trauma lainnya.
c. Fraktur/Lesi pada vertebrata

1. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)


Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama simple
kompressi.

2. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika dilakukan operasi harus
dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
- Laminektomi: mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada

kanalis spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks.


- fiksasi interna dengan kawat atau plate

- anterior fusion atau post spinal fusion

3. Perawatan status urologi

Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear (reflek bladder) dan infra
nuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya
dilakukan bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli
berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan
reflek detrusor dapat kembali.
Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
a) Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)

b) Manuver crede

c) Ransangan sensorik dan bagian dalam paha

d) Gravitasi/ mengubah posisi

4) Perawatan dekubitus

Dalam perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi didaerah
tersebut.

1. Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis

Penderita dengan diagnose cervical sprain derajat I dan II yang sering karena “wishplash Injury” yang
dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya dilakukan pemasangan culiur brace untuk 6 minggu.
Selanjutnya sesudah 3-6 minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronik instability

Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:


1) Dislokasi feset >50%
2) Loss of paralelisine dan feset.
3) Vertebral body angle > 11 derajat path fleksi.
4) ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)
5) Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada foto AP

Pada dasarnya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergensi closed reduction dengan atau
tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih ada kontrol dan otot leher. Harus diingat bahwa
reposisi pada cervical adalah mengembalikan keposisi anatomis secepat mungkin untuk mencegah
kerusakan spinal cord.

2. Penanganan Cedera dengan Gangguan Neorologis

Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan
untuk memudahkan perawatan dengan tujuan supaya dapat segera diimobilisasikan. Pembedahan
dikerjakan jika keadaan umum penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam. Tindakan pembedahan
setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam pertama pengaruh
hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil. Prognosa pasca bedah tergantung komplit atau
tidaknya transeksi medula spinalis.

G. Pembagian Trauma Vertebra


1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
o Grade I = Simple Compression Fraktur

o Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation

o Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation

o Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation

2. BEDBROCK membagi atas:

o Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation injury

o Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio, stretching, gangguan vaskuler, trombus dan
hematoma

3. E. SHANNON STAUPER membagi:

o Extension injury

o simple flexion injury dan

o flexion compression fraktur dislocation.

4. HOLDS WORTH membagi alas taruma: Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct
shearing force)

5. Pembagian Umum:
a. Fraktur Stabil
o Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
o Burst fraktur

o Extension

b. Fraktur tak stabil


o Dislokasi
o Fraktur dislokasi

o Shearing fraktur

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak.
Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan fraktur tulang
belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.

H. Komplikasi (Mansjoer, Arif, et al. 2000).


1. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab
lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan
dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).

3. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi
yang kurang memadai.

4. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses
penyembuhan fraktur.

5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya
kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh
pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.

6. Emboli lemak

Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.

7. Sindrom Kompartemen

Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.
I. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:
a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal

b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,


Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat

c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik hilang

d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri

e. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid,
Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosi

h. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
Mengalami deformitas pada daerah trauma

i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

j. Keamanan : suhu yang naik turun

(Carpenito (2000), Doenges at al (2000))

J. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
o Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

o Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis –

o Intervensi keperawatan :

a. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.

Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/
mempertahankan jalan nafas.

b. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.

Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi
resiko infeksi pernapasan.

c. Kaji fungsi pernapasan.

Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot
pernapasan mengalami kelumpuhan.
d. Auskultasi suara napas.

Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.

e. Observasi warna kulit.

Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera

f. Kaji distensi perut dan spasme otot.

Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma

g. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.

h. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan
fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

i. Pantau analisa gas darah.

Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2
rendah dan PaCO2 meningkat.

j. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.

k. Lakukan fisioterapi nafas.

Rasional : mencegah sekret tertahan

2. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan

o Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi
dengan pembedahan.

o Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara
bertahap.

o Intervensi keperawatan :

a. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

b. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman

c. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif

d. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop

e. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
f. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan
integritas kulit.

g. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan
mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

3. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

o Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

o Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang

o Intervensi keperawatan :

a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.

Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

b. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.

Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring
lama.

c. Berikan tindakan kenyamanan.

Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

d. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.

Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

e. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.

Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan
istirahat.

4. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan
pada usus dan rektum.

o Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi

o Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

o Intervensi keperawatan :

a. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.

Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.


b. Observasi adanya distensi perut.

c. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.

Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.

d. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces

e. Berikan obat pencahar sesuai pesanan.

Rasional: merangsang kerja usus

5. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat
perkemihan.

o Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

o Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada

o Intervensi keperawatan:

a. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.

Rasional : mengetahui fungsi ginjal

b. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

c. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.

d. Pasang dower kateter.

Rasional membantu proses pengeluaran urine

6. Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

o Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan

o Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

o Intervensi keperawatan :

a. Inspeksi seluruh lapisan kulit.

Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.

b. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit

c. Bersihkan dan keringkan kulit

Rasional: meningkatkan integritas kulit


d. Jagalah tenun tetap kering

Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit

e. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan

Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta
mengurangi kerusakan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company,
Philadelphia.

Vous aimerez peut-être aussi