Vous êtes sur la page 1sur 21

3. Tidak efektif Pola napas tidak efektif b.

d kelemahan otot pernafasan


atau paralisis
Tujuan : Pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan ventilasi adekuat dengan tidak ada tanda distres
pernapasan, bunyi napas bersih , dan GDA dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau frekuensi, kedalaman dan kesimetrisan pernafasan.
b. Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respons
pada T8 atau daerah lengan atas/ bahu.
c. Catat adanya kelelahan pernafasan selama berbicara (kalau pasien
masih dapat berbicara)
d. Auskultasi bunyi nafas, catat tidak adnya bunyi atau suara napas
tambahan seperti ronki, mengi.
e. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada posisi duduk
bersandar.
f. Kolaborasi: Berikan terapi suplementasi oksigen (yang telah
dilembabkan sesuai indikasi), dengan menggunakan cara pemberian
yang sesuai, seperti kanula, masker oksigen, atau ventilator mekanik.
Rasional
a. Peningkatan distres pernafasan menandakan adanya kelelahan pada otot
pernapasan dan/atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari
ventilasi mekanik.
b. Penurunan sensasi seringkali mengarah pada kelemahan motorik.
c. Merupakan indikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernafasan/
menurunya kapasitas vital paru
d. Peningkatan resistensi jalan napas dan/ atau akumulasi sekret akan
menganngu proses difusi gas dan akan mengarah pada komplikasi
pernafasan (seperti pneumonia)
e. Meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja
pernafasan dan membatasi terjadinya risiko aspirasi sekret.
a. Semua pelayanan mengkoordinasikan usaha untuk meningkatkan
proses penyembuhan/ meminimalkan gejala sisa penurunan
neurologis.

1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d disfungsi sistem saraf


autonomik
Tujuan : perubahan perfusi jaringan tidak terjadi dan tanda vital tetap
stabil
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, disritmia jantung
tekontrol/takada.
Intervensi :
a. Ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi. Observasi adanyahipotensi
postural.
b. Pantau frekuensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan adanya
disritmia
c. Pantau suhu tubuh. Berikan suhu lingkungan yang yaman, berikan atau
tanggalkan selimut, gunakan kipas angin ruangan dan sebagainya.
d. Catat masukan an haluaran
e. Ubah posisi secara teratur
f. Kolaborasi: Pakailah stroking antiemboli atau alat pemijat kontinu:
lepaskan sesuai jadwal dengan interval tertentu
Rasional
a. Perubahan pada tekanan darah terjadi sebagai akibat dari kehilangan
alur dari saraf simpatik untuk mempertahankan tonus vaskuler perifer.
b. Sinus takikardi/bradikardi dapat berkembang sebagai akibat dari
gangguan saraf autonom simpatis atau tidak adanya hambatan terhadap
refleks vagal yang menyebabkan henti jantung.
c. Perubahan pada tonus vasomotor menimbulkan kesulitan pada regulasi
suhu dan pasien mungkin kan trpengaruh dengan lingkungan
sekitarnya.
d. Relaksasi tonus vaskuler, perubahan cairan dan penurunan masukan
oral dapat menurunkan volume sirkulasi dan secara negatif akan
mempengaruhi tekanan darah dan haluaran urine
e. Perubahan sirkulasi/pengumpulan vaskuler dapat menganggu perfusi
seluler yang meningkatkan risiko iskemia/ kerusakan jaringan.
f. Meningkatkan arus balik vena, menurunkan keadaan vena statis dan
menghindari risiko terjadinya pembentukan trombosis.
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
Tujuan : mempeertahankan posisi fungsi dengan tak ada komplikasi
Kriteria hasil :
Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang sakit, mendemonstrasikan
teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktivitas yang
diinginkan
Intervensi :
a. Kaji kekuatan motorik/ kemampuan secara fungsional dengan
menggunakn skala 0-5
b. Berikan posisi yang menimbukan rasa nyaman
c. Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal, trokhanter roll,
papan kaki.
d. Berikan lubrikasi/ minyak artifisial sesuai kebutuhan
e. Kolaborasi: konfirmasikan dengan/rujuk ke bagian terapi fisik/ terapi
okupasi.
Rasional
a. Menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan/ harapan pasien
b. Menurunkan kelelahan , meningkatkan relaksasi ,enurunkan risiko
terjadinya iskemia/ kerusakan pada kulit.
c. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi fisiologis, mencegah
kontraktur dan kehilangan fungsi sendi.
d. Mencegah kekeringan dari jaringan tubuh yang halus ketika pasien
tidak dpat menutup/ mengedipkan mata secara memadai.
e. Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara inividula/ latihan
terkondisin dan program latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat
bantu/brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
3. Konstipasi b.d imobilitas, perubahan pada masukan diet/ cairan
Tujuan : Klien dapat BAB dengan lancar
Kriteria hasil :
Mempertahankan pola eleminasi usus tanpa ileus
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000 ml/hari (tentunya
jika pasien dapat menelan)
b. Auskultasi bising usus, catat adanya, atau tidak adanya perubahan
bising usus
c. Catat adanya distensi abdomen, nyeri tekan (otot abdomen yang lemas)
d. Kolaborasi: beri obat pelembek feses, supositoria, laksatif, atau
penggunaaan selang rektal sesuai kebutuhan
Rasional
a. Dapat melembekan feses dan memfasilitasi eleminasi
b. Penurunan atau hilangnya bising usus dapat merupakan indikasi adanya
ileus paralitik yang berarti hilangnya motilitas usus dan/ ataau
ketidakseimbangan elektrolit
c. Dapat mencerminkan perkembangan ileus yang komplet dapat
bervariasi tetapi dapat diperkirakan.
d. Mencegah konstipasi, menurunkan distensi abdomen dan membantu
dalam keteraturan fungsi defekasi
TIC POLINEUROPATI
A. Pengertian
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada
beberapa saraf perifer diseluruh tubuh. Sistem saraf perifer terdiri dari
bermacam-macam tipe sel dan elemen yang membentuk saraf motor, saraf
sensor, dan saraf autonom.
Polineuropati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sindroma
yang terjadi dari lesi yang mengenai saraf-saraf, dimana dimanisfestasikan
sebagai kelemahan, kehilangan kemampuan sensor, dan disfungsi autonom.
Polineuropati adalah gangguan saraf perifer difus yang tidak terbatas
pada distribusi saraf tunggal atau nggota tubuh tunggal dan biasanya relative
simetris bilateral. Polineuropati adalah kondisi yang menyebabkan
penurunan kemampuan untuk bergerak atau merasakan (sensasi) yang
diakarenakan adanya kerusakan saraf.
Beberapa polineuropatia mempengaruhi serabut motorik primer;
sebentara polineuropatia lainnya mempengaruhi serabut sensoris. Beberapa
kelainan (seperti, Guillain-Barre syndrome, lyme disease, diabetes, diptheria)
dapat juga mempengaruhi nervus cranialis. Beberapa obat-obatan dan racun
dapat mempengaruhi serabut sensoris atau motoris atau keduanya.
Neuropati memiliki arti sebagai penyakit dari atau kerusakan pada saraf.
Ketika kerusakan itu terjadi di luar oatak atau sumsum tulang belakang,
kerusakan tersebut disebut sebagai neuropati perifer. Mononeuropati berarti
hanya satu saraf yang terlibat, sedangkan polineuropati berarti kerusakan
yang terjadi melibatkan lebih dari satu saraf pada tubuh.
Neuropati dapat mempengaruhi saraf yang memberikan rasa (sesasi)
yang disebut sebagai neuropati sensorik, atau saraf yang mempengaruhi
gerakan, yang disebut sebagai neuropati motorik. Neuropati juga dapat
mempengaruhi keduanya dimana kerusakan ini disebut neruopati
sensorimotorik.
Polineuropati sensorimotorik adalah proses sistemik yang merusak sel-sel
saraf, serabut saraf (Axons), dan lapisan pelindung saraf (selubung myelin).
Kerusakan pada penutup sel saraf dapat menyebabkan sinyal saraf melambat.
Kerusakan pada serabut saraf atau keseluruhan sel saraf dapat menyebabkan
saraf berhenti bekerja. Sebagian neuropatia berkembang selama bertahun-
tahun sementara lainnya dapat bermula dan memburuk dalam hitungan hari.

B. Etiologi
1. Infeksi bisa menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang
dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi
autoimun (pada sindroma Guillain-Barr).
2. Bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati
atau mononeuropati (lebih jarang).
3. Kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke
dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun
4. Kekurangan gizi dan kelainan metabolikjuga bisa menyebabkan
polineuropati. Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraaf perifer
diseluruh tubuh.
5. Penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah
diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat.
Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai
beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di
tangan).
C. Patofisiologi
Berbagai macam pencetus dan kondisi dapat mengakibatkan
polineuropati dengan caranya masing-masing. Kerusakan pada neuronal
nuclei seperti pada diabetes melitus, mengakibatkan kedegenerasi tipe axonal
retrogade sekunder distal. Di lain pihak kerusakan langsung pada
segmenaxon mengakibatkan degenerasi tipe Wallerian pada segmen axon
bagian distal. Berbeda pula padapolineuropati karena zat toksik, sel schwann
menjadi target serangan, sehingga menyebabkan demyelinisasi

D. Manifestasi Klinis
1. Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk
merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala
utama dari polineuropati kronik.
2. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika
menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.
3. Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering
melukai dirinya sendiridan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat
penekanan terus menerus atau cedera lainnya.
4. Karena tidak dapat merasakan nyeri, maka sendi sering mengalami cedera
(persendian Charcot ).
5. Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan
ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan.
6. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot).
Banyak penderita yang juga memiliki kelainan pada sistem saraf
otonom yang mengendalikanfungsi otomatis di dalam tubuh, seperti denyut
jantung, fungsi pencernaan, kandung kemih dan tekanan darah.
Jika neuropati perifer mengenai saraf otonom, maka bisa terjadi :
1. Diare atau sembelit
2. Ketidakmampuan untuk mengendalikan saluran pencernaan atau kandung
kemih
3. Impotensi
4. Tekanan darah tinggi atau rendah
5. Tekanan darah rendah ketika dalam posisi berdiri
6. Kulit tampak lebih pucat dan lebih kering- keringat berlebihan

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Darah lengkap, elektrolit, gula darah, elektroforesis, tes toleransi gula,
HBA 1c, faal ginjal dan hepar, serum vitamin B12 dan asam folat,
parameter vaskulitis, TSH, dan mungkin pula dilakukan tes endokrin lebih
jauh dan marker tumor
2. Elektroneurografi dapat menunjukan tingkat gangguan dari konduksi
impuls, bergantung dari etiologi penyebabnya.
3. Elektromyografi (EMG) memiliki cara kerja dengan menggunakan jarum
ditusukkan kepada otottertentu dan aktifitas dari otot tersebut ditampilkan
pada oscilloscope . EMG biasanya digunakan untuk mengevaluasi
penyakit otot tapi secara tidak langsung juga bisa digunakan untuk
mengetahui prosesneuropatik
4. Biopsi saraf sangat berguna pada mononeuropathy multiplexatau
kecurigaan neuropati vaskulitis.
5. Biopsi kulit mengalami peningkatan untuk penggunaannya
untukmengevaluasi pasien dengan polineuropati
F. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi spesifik dilakukan bergantung kepada etiologi penyebab dari pasien
tersebut, terapi simptomatis, dan meningkatkan kemampuan pasien self-
care.
2. Terapi simptomatis dari polineuropati terdiri dari mengurangi atau
menghilangkan dari nyeri yang diderita dan fisioterapi.
3. Intubasi trakhea dan suport pernafasan mungkin dibutuhkan untuk pasien
SGB.
4. Proteksi kornea diberikan apabila terdapat kelemahan untuk menutup
mata.
5. Kasur tidur tempat pasien selalu dibersihkan dan penutupnya dibuat halus
untukmencegah cedera kulit pada kasus anesthetic skin.
6. Fisioterapi termasuk pijat untuk otot yang lemahdan melakukan
pergerakan pasif terhadap semua sendi.

G. Pengkajian
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang biasanya
dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya
berkembang dengan cepat kearah atas.
Tanda : - Kelemahan otot, paralisis flaksaid (simetris)
- Cara berjalan tidak mantap
2. Sirkulasi
Tanda : - Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
- Disritmia, takikardia/ bradikardia
- Wajah kemerahan, diaforesis
3. Integritas Ego
Gejala : Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang
dihadapi.
Tanda : Tampak takut dan bingung
4. Eliminasi
Gejala : Adanya perubahan pola eliminasi
Tanda : - Kelemahan pada otot-otot abdomen
- Hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan refleks sfingter
5. Makanan/ Cairan
Gejala : Kesulitan dalam mengunyah dan menelan
Tanda : Gangguan pada refleks menelan atau refleks gag
6. Neurosensori
Gejala : - Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan
selanjutnya terus naik (distribusi stoking atau sarung tangan)
- Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi nyeri,
sensasi suhu
- Perubahan dalam ketajaman penglihatan
Tanda : - Hilangnya/ menurunya refleks tendon dalam
- Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan
- Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak
mata (keterlibatan saraf kranial)
- Kehilangan kemampuan untuk bicara
7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan otot; seperti terbakar, mengganggu, sakit, nyeri
(terutama pada bahu, pelvis, pinggang, punggung, dan bokong).
Hipersensitif terhadap sentuhan.
8. Pernapasan
Gejala : Kesulitan dalam bernapas, napas pendek.
Tanda : - Pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas, apnea.
- Penurunan/ hilangnya bunyi napas
- Menurunnya kapasitas vital paru
- Pucat/ sianosis
- Gangguan refleks gag/ menelan/ batuk
9. Keamanan
Gejala : - Infeksi virus nonspesifik (seperti, infeksi saluran pernapasan
atas) kira-kira 2 minggu sebelum munculnya tanda serangan.
- Adanya riwayat terkena herpes zoster, sitomegalovirus
Tanda : - Suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu
lingkungan
- Penurunan kekuatan/ tonus otot, paralisis atau parestesia
10. Inteaksi Sosial
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara/ berkomunikasi
11. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Penyakit sebelumnya (infeksi saluran napas atas,
gastroenteritis); vaksinasi (campak, influensa, polio);
keadaan kronis (lupus eritematosus, penyakit
Hodgkin/ proses keganasan): pembedahan/ anestesia
umum, trauma.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama perawatan: 6 hari
Rencana Pemulangan : Mungkin pasien memerlukan bantuan mengenai
transfortasi, penyiapan makanan, perawatan diri,
dan kewajiban pekerjaan rumah. Mungkin perlu
perubahan pada tata ruang.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d kelemahan/ paralisis otot pernafasan.
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (parestesia,
disestesia).
3. Perubahan persepsi sensori b.d ketidakmampuan berkomunikasi, bicara
atau berespon.
4. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d disfungsi sistem saraf
autonomik
5. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
6. Konstipasi b.d imobilitas, perubahan pada masukan diet/ cairan
I. Rencana Asuhan Keperawatan
4. Pola napas tidak efektif b.d kelemahan/ paralisis otot pernafasan.
Tujuan : Pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan ventilasi adekuat dengan tidak ada tanda distres
pernapasan, bunyi napas bersih , dan GDA dalam batas normal.
Intervensi :
g. Pantau frekuensi, kedalaman dan kesimetrisan pernafasan.
h. Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respons
pada T8 atau daerah lengan atas/ bahu.
i. Catat adanya kelelahan pernafasan selama berbicara (kalau pasien
masih dapat berbicara)
j. Auskultasi bunyi nafas, catat tidak adnya bunyi atau suara napas
tambahan seperti ronki, mengi.
k. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada posisi duduk
bersandar.
l. Kolaborasi: Berikan terapi suplementasi oksigen (yang telah
dilembabkan sesuai indikasi), dengan menggunakan cara pemberian
yang sesuai, seperti kanula, masker oksigen, atau ventilator mekanik.
Rasional
f. Peningkatan distres pernafasan menandakan adanya kelelahan pada otot
pernapasan dan/atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari
ventilasi mekanik.
g. Penurunan sensasi seringkali mengarah pada kelemahan motorik.
h. Merupakan indikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernafasan/
menurunya kapasitas vital paru
i. Peningkatan resistensi jalan napas dan/ atau akumulasi sekret akan
menganngu proses difusi gas dan akan mengarah pada komplikasi
pernafasan (seperti pneumonia)
j. Meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja
pernafasan dan membatasi terjadinya risiko aspirasi sekret.
5. Nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (parestesia,
disestesia).
Tujuan : Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi sesuai indikasi
untuk situasi individu, melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
Intervensi :
a. Evaluasi derajat nyeri/rasa tidak nyaman dengan menggunakan skala 0-
10. Observasi adanya tanda-tanda nonverbal dari nyeri tersebut.
b. Berikan kompres hangat atau dingin, mandi dengan air hangat, berikan
massase atau sentuhan sesuai toleransi pasien secara individual.
c. Berikan latihan rentang gerak secara pasif
d. Instruksikan /anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti
visualisasi, bimbingan imajinasi.
e. Kolaborasi penggunaan obat analgetik sesuai kebutuhan.
Rasional
a. Menganjurkan pasien untuk “melokalisasi/ mengetahui kuantitas” nyeri
yang menunjukan adanya perubahan, perbaikan.
b. Membantu pasien mendapatkan kontrol perasaan tidak nyaman secara
konstan yang disebabkan oleh parestesia dan menurunkan kekakuan/
nyeri pada otot.
c. Menurunkan kekakuan pada sendi
d. Memfokuskan kembali secara langsung dari perhatian/ persepsi dan
meningkatkan koping yang dapat membantu menghilangkn rasa nyeri.
e. Berguna untuk menghilangkan rasa nyeri ketika metode lain yang telah
dicoba tidak memberikan hasil yang memuaskan.

6. Perubahan persepsi sensori b.d ketidakmampuan berkomunikasi, bicara


atau berespon.
Tujuan : Mengungkapkan kesadran tentang defisit sensori.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan mental/ orientasi umum
b. Mengidentifikasi intervensi untuk meminimalkan kerusakan/
komplikasi sensori.
Intervensi :
a. Pantau status neurologis secara periodik
b. Berikan alternatif cara berkomunikasi jika pasien tidak dapat berbicara,
seperti “metode kedipan”
c. Berikan lingkungan yang aman (penghalang tempat tidur, proteksi
terhadap trauma termal).
d. Berikan stimulasi sensori yang sesuai, meliputi suara musik yang
lembut; jam (waktu); televisi; bercakap-cakap santai.
e. Kolaborasi: rujik keberbagai sumber penolong untuk membantu, seperti
terapi fisik, terapi okulasi/ terapi wicara, ahli agama, pelayanan sosial,
departemen rehabilitasi
Rasional
b. Catatan yang teratur sangat membantu dalam perawatan untuk
menemukan adanya komplikasi yang memerlukan intervensi/ evaluasi
selanjutnya.
c. Jika gejala tersebut berkembang dengan lambat, pasien dapat
membantu untuk menciptakan metode komunikasi alternatif.
d. Kehilangan sensasi dan kontrol motorik menjadikan pasien perhatian
utama dari pemberi asuhan yang harus mempertahankan lingkungan
teurapeutik dan mencegah trauma.
e. Pasien (biasanya sadar) merasa terisolasi total karena terjadi paralisis
dan selama fase penyembuhan.
f. Semua pelayanan mengkoordinasikan usaha untuk meningkatkan
proses penyembuhan/ meminimalkan gejala sisa penurunan
neurologis.
7. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d disfungsi sistem saraf
autonomik
Tujuan : perubahan perfusi jaringan tidak terjadi dan tanda vital tetap
stabil
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, disritmia jantung
tekontrol/takada.
Intervensi :
g. Ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi. Observasi adanyahipotensi
postural.
h. Pantau frekuensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan adanya
disritmia
i. Pantau suhu tubuh. Berikan suhu lingkungan yang yaman, berikan atau
tanggalkan selimut, gunakan kipas angin ruangan dan sebagainya.
j. Catat masukan an haluaran
k. Ubah posisi secara teratur
l. Kolaborasi: Pakailah stroking antiemboli atau alat pemijat kontinu:
lepaskan sesuai jadwal dengan interval tertentu
Rasional
g. Perubahan pada tekanan darah terjadi sebagai akibat dari kehilangan
alur dari saraf simpatik untuk mempertahankan tonus vaskuler perifer.
h. Sinus takikardi/bradikardi dapat berkembang sebagai akibat dari
gangguan saraf autonom simpatis atau tidak adanya hambatan terhadap
refleks vagal yang menyebabkan henti jantung.
i. Perubahan pada tonus vasomotor menimbulkan kesulitan pada regulasi
suhu dan pasien mungkin kan trpengaruh dengan lingkungan
sekitarnya.
j. Relaksasi tonus vaskuler, perubahan cairan dan penurunan masukan
oral dapat menurunkan volume sirkulasi dan secara negatif akan
mempengaruhi tekanan darah dan haluaran urine
k. Perubahan sirkulasi/pengumpulan vaskuler dapat menganggu perfusi
seluler yang meningkatkan risiko iskemia/ kerusakan jaringan.
l. Meningkatkan arus balik vena, menurunkan keadaan vena statis dan
menghindari risiko terjadinya pembentukan trombosis.
8. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
Tujuan : mempeertahankan posisi fungsi dengan tak ada komplikasi
Kriteria hasil :
Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang sakit, mendemonstrasikan
teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktivitas yang
diinginkan
Intervensi :
f. Kaji kekuatan motorik/ kemampuan secara fungsional dengan
menggunakn skala 0-5
g. Berikan posisi yang menimbukan rasa nyaman
h. Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal, trokhanter roll,
papan kaki.
i. Berikan lubrikasi/ minyak artifisial sesuai kebutuhan
j. Kolaborasi: konfirmasikan dengan/rujuk ke bagian terapi fisik/ terapi
okupasi.
Rasional
f. Menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan/ harapan pasien
g. Menurunkan kelelahan , meningkatkan relaksasi ,enurunkan risiko
terjadinya iskemia/ kerusakan pada kulit.
h. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi fisiologis, mencegah
kontraktur dan kehilangan fungsi sendi.
i. Mencegah kekeringan dari jaringan tubuh yang halus ketika pasien
tidak dpat menutup/ mengedipkan mata secara memadai.
j. Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara inividula/ latihan
terkondisin dan program latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat
bantu/brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
9. Konstipasi b.d imobilitas, perubahan pada masukan diet/ cairan
Tujuan : Klien dapat BAB dengan lancar
Kriteria hasil :
Mempertahankan pola eleminasi usus tanpa ileus
Intervensi :
e. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000 ml/hari (tentunya
jika pasien dapat menelan)
f. Auskultasi bising usus, catat adanya, atau tidak adanya perubahan
bising usus
g. Catat adanya distensi abdomen, nyeri tekan (otot abdomen yang lemas)
h. Kolaborasi: beri obat pelembek feses, supositoria, laksatif, atau
penggunaaan selang rektal sesuai kebutuhan
Rasional
e. Dapat melembekan feses dan memfasilitasi eleminasi
f. Penurunan atau hilangnya bising usus dapat merupakan indikasi adanya
ileus paralitik yang berarti hilangnya motilitas usus dan/ ataau
ketidakseimbangan elektrolit
g. Dapat mencerminkan perkembangan ileus yang komplet dapat
bervariasi tetapi dapat diperkirakan.
h. Mencegah konstipasi, menurunkan distensi abdomen dan membantu
dalam keteraturan fungsi defekasi
Daftar Pustaka

1. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi


8. EGC. Jakarta.
2. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I
Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
3. http://id.scribd.com/doc/68988102/polineuropati-polyneuropathy
4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001.
LAPORAN TIC
POLINEUROPATI

DISUSUN OLEH:

ARINI MEILITA PK.11.17.032


LIA FITRIYANI PK.11.17.048
DESI KURNIASIH S PK.11.17.040
SALMA DIYANAH PK.11.17.063
ADE RIFAI PK.11.17.030

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI KENCANA BANDUNG
TAHUN 2017
Tgl: Nilai Tgl: Nilai Rata-Rata
RSUD
Paraf CI Paraf Dosen
DR.
SLAMET
GARUT

Vous aimerez peut-être aussi