Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, sehingga pada suatu derajat
memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.1
Kriteria penyakit ginjal kronik adalah
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus dengan
manifestasi
- kelainan patologis
- tanda tanda kelainan ginjal seperti komposisi darah atau urin, atau kelainan
tes pencitraan
2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60mL/menit/1,73m2 selama 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Klasifikasi
1. Dasar diagnosis etiologi
Tabel 1. Dasar Diagnosis Etiologi
2
*pada perempuan dikalikan 0,851
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
ETIOLOGI
Penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara negara dengan negara lain. Berikut
merupakan penyebab penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat.1
Tabel 4. Penyebab Gagal Ginjal yang menjalani Hemodialisis di Indonesia tahun 2000
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan infeksia 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain ( nefritis lupus, nefropati urat, 13,65%
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan,
3
tumor ginjal, dan penyakit yang tidak
diketahui)
Dan dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai
berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).
Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatkan insidens penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus
baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkemabng lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.1
PATOFISIOLOGI
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah
akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan
ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus
mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu
hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan
fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga
bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap
50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG
50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50%.
4
Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi,
walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini
dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang
seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor
predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal.
Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi,
walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini
dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang
seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor
predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal. 2
Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat
progresif adalah :
a. Hipertensi sistemik
b. Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
c. Proteinuria
d. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan
produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus
yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan
penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia,
nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja,
mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea
nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak
dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan risiko
terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat
ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya
natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan risiko kelebihan
volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin
5
menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang
mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan
fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. 2
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular. 3
a. Kelainan Hematologi
Anemia normokromik normositik muncul serta teratur dan ikut berperan dalam
simtomatologi GGK. Eritropoesis pada GGK menurun akibat efek toksin pada sumsum
tulang yang tertahan dan maupun akibat biosintesis eritropoetin yang berkurang dari
ginjal yang sakit karena adanya inhibitor eritroproetin.
Anemia dari uremia kronik mungkin sebagian disebabkan karena intoksikasi alumunium,
yang menyebabkan anemia mikrositik, fibrosis tulang yang disebabkan
hiperparatiroidisme, dan kadang-kadang, penggantian asam folat tidak memadai.
Hemolisis di sebabkan oleh defek ekstrakorpuskuler, karena ketahanan hidup eritrosit dari
orang yang normal berkurang pada saat sel ini ditransfusikan kepada pasien yang uremik
dan eritrosit pasien GGK mempunyai waktu ketahanan hidup yang normal jika
ditransfusikan kepada individu yang normal.
Hemostatis yang tidak normal juga umum pada GGK, dicirikan oleh kecenderungan
perdarahan dan memar (perdarahan di bawah kulit) yang tidak normal. Perubahan
pembentukan dan fungsi leukosit pada uremia menyebabkan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi. Fungsi leukosit pada pasien GGK juga dapat terganggu, disebabkan oleh
asidosis yang terjadi bersamaan, hiperglikemia, malnutrisi kalori-protein, juga
hiperosmolaritas jaringan dan serum (disebabkan karena azotemia).
b. Kelainan Gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah adalah manifestasi dini uremia. Fetor uremik,
pernapasan berbau seperti urin, berasal dari dipecahnya ureum dalam air liur menjadi
ammonia dan sering disertai dengan sensasi atau rasa yang tidak menyenangkan. Ulserasi
mukosa menyebabkan kehilangan darah yang dapat terjadi pada tingkat saluran makanan
6
yang pada stadium GGK yang sangat lanjut- dinamakan gastroenteritis uremik. Penyakit
ulkus peptikum terdapat pada sebanyak seperempat subjek uremik. Apakah insidens ini
berhubungan dengan peningkatan keasaman lambung, hipersekresi gastrin atau
hiperparatiroidisme sekunder juga masih belum diketahui. Kebanyakan gejala
gastrointestinal kecuali gejala yang berhubungan dengan ulkus peptikum, membaik
dengan dialisis. Asites idiopatik jarang terlihat pada pasien yang menjalani dialisis kronis,
sepertinya terjadi pada sekunder terhadap kelebihan beban cairan dan/atau kongestif hati
pasif yang kronik. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang
setelah pembatasan diet protein. Pembatasan protein tidak boleh diterapkan pada pasien
yang kekurangan kalori-protein.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal
kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan
gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin
disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala
red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai
pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier.
d. Kelainan dermatologi
Kulit menunjukkan berbagai abnormalitas, hal ini tidaklah mengherankan mengingat
anemia (kepucatan), hemostatis (ekimatosis dan hematom), endapan kalsium dan
hiperparatiroidisme sekunder (pruritus, ekskoriasi), dehidrasi (turgor kulit yang jelek,
membrane mukosa kering), dan konsekuensi kutaneus secara umum akibat kekurangan
kalori-protein. Silinder kuning dan pucat mungkin mencerminkan pengaruh gabungan
anemia dengan retensi aneka macam metabolit yang berpigmentasi atau urokorm. Pada
uremia stadium lanjut, konsentrasi ureum dalam air keringat dapat mencapai kadar cukup
tinggi, sehingga setelah penguapan, dapat ditemukan segaris bubuk putih pada permukaan
kulit (uremic (urea) frost). Walaupun kebanyakan kelainan kulit ini baik dengan dialisis,
pruritus uremic (kegatalan uremik) biasanya resisten dengan terapi sistemik dan topical.
Hemokromatis menyebabkan perubahan warna kulit menjadi perak keabu-abuan dan
umum pada pasien dialisis yang telah menerima transfusi yang multiple.
7
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Gangguan ringan fungsi sistem saraf pusat meliputi ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi, rasa mengantuk dan insomnia, adalah sebagian gejala dini dari uremia.
Perubahan perilaku ringan, kehilangan ingatan, dan kesalahan dalam menyatakan
pendapat yang terlihat pada mengikuti dan dapat berhubungan dengan iritabilitas
neuromuskuler yang mencakup cegukan (hiccup), kejang, dan fasikulasi, serta kedutan
otot. Astrixis, mioklonus dan korea adalah umum pada uremia terminal, demikian pula
stupor, bangkitan kejang dan koma. Banyak komplikasi neuromuskuler uremia hebat ini
menghilang dengan dialisis, meskipun kelainan EEG yang nonspesifik dapat menetap,
Neuropati perifer adalah umum pada GGK lanjut, mula-mula keterlibatan saraf sensoris
melampui saraf motor, ekstremitas bawah lebih sering terlibat daripada ekstremitas atas,
dan bagian distal ekstremitas lebih sering terlibat daripada bagian proksimal. “Rest less-
legs syndrome” ditandai khas dengan rasa sakit yang tetap berupa ketidaknyaman pada
kaki dan tungkai bawah serta gerakan kaki yang sering. Bila dialisis tidak di mulai
dengan segera setelah mulainya kelainan sensoris, keterlibatan motor akan menyusul,
meliputi hilangnya refleks tendon dalam, kelemahan, kelumpuhan saraf peroneus (foot
drop) dan akhirnya kuadriplegia flaksid. Dengan demikian, neuropati perifer merupakan
indikasi untuk memulai dialisis atau transplantasi ginjal.
Timbul dua jenis gangguan neurologik yang unik pada pasien yang menjalani dialisis
kronik. Demensia dialisis ditemukan pada pasien yang telah didialisis untuk beberapa
tahun dan dicirikan oleh speech dyspraxia (kehilangan sebagian kemampuan berbicara),
mioklonus, demensia, dan dan akhirnya kejang dan kematian. Ketidakseimbangan dialisis
terjadi selama beberapa dialisis pertama, disertai dengan penurunan kadar urea darah
yang cepat,. Mual, muntah, rasa kantuk, sakit kepala dan bahkan kejang dihubungkan
dengan perubahan pH yang lebih cepat (disebabkan oleh dialisis) dan pengurangan
osmolalitas, osmolalitas cairan ekstraseluler daripada cairan intraseluler dalam tengkorak
yang menyebabkan edema serebral dan tekanan intracranial yang meningkat.
g. Kelainan Kardiovaskular dan Paru
Retensi cairan pada uremia sering menyebabkan gagal jantung kongestif dan/atau edema
paru. Suatu bentuk yang unik dari kongesti paru dan edema paru bahkan dapat terjadi
pada tiadanya beban berlebihan volume dan disertai dengan tekanan intracranial dan
8
pulmonal yang meningkat atau normal. Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada
gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,
aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
DIAGNOSIS
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
9
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal
(LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1. Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
2. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG).3
PENATALAKSANAAN
Perencanaan tatalaksana sesuai dengan derajatnya:
10
Mengikuti kecepatan penurunan LFG untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan. Contoh komorbid: gangguan keseimbangan cairan, hipertensi
tidak terkontrol, infeksi traktur urinarius, obat nefrotoksik dan bahan radiokontras.
11
b. Hiperfosfatemia
Pemberian diet rendah fosfat pada diet tinggi kalori rendah protein dan rendah
garam. Asupan fosfat dibatasi 600-800mg/hari. Pembatasan yang ketat tidak
dianjurkan untuk menghindari malnutrisi.
KOMPLIKASI
Tabel 6.Komplikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik sesuai Derajatnya
Derajat Laju filtrasi glomerulus Komplikasi
(ml/menit/1,73m2 )
1 > 90 -
(ada kerusakan ginjal,
proteinuria menetap, kelainan
sedimen urin, kelainan kimia
darah dan urin, kelainan pada
pemeriksaan radiologi)
- Hipokalsemia
12
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
4 15-29 - Malnutrisi
- Asidosis metabolic
- Hiperkalemia
- Dislipidemia
5 < 15 - Gagal jantung
- uremia
13
d. Anemia
Anemia normositer, normokromik merupakan komplikasi GGK yang biasa ditemukan
dan berhubungan dengan derajat GGK. Penyebab utama anemia pada GGK adalah
berkurangnya produksi eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi
ginjal (90%) dan sisanya diproduksi di luar ginjal (hati dan sebagainya). Kadar
eritropoietin serum nyata menurun pada pasien GGK berat, tetapi korelasi ini tidak
jelas pada LFG >20ml/menit/1,73m 2. Anemia pada pasien dapat dikoreksi dengan
pemberian eritropoietin rekombinan dan responsnya tergantung dari dosis yang
diberikan. Dengan terapi ini terlihat perbaikan pada toleransi latihan, fungsi kognitif
dan kualitas hidup keseluruhan. Mekanisme lain terjadinya anemia pada GGK adalah
pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal, toksisitas aluminium karena
pemakaian obat-obat pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena
kehilangan darah sewaktu dialisis dan pengambilan contoh darah, serta terjadinya
defisiensi asam folat pada pasien yang sedang menjalani dialisis. Anemia yang terjadi
karena toksisitas aluminium mempunyai gambaran mikrositik, hipokromik yang mirip
dengan defisiensi zat besi, tetapi kemampuan mengikat besi dan kadar feritin
serumnya normal.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik
Akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D
abnormal, dan peningkatan kadar alumunium.3
PENCEGAHAN
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular adalah:
Pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil risiko
penurunan fungsi ginjal
Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
Berhenti merokok
Peningkatan aktivitas fisik
Pengendalian berat badan
Obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat
ACE(angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin telah
terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan penurunan fungsi
ginjal.4
14
PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit ginjal kronik, tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi
dan penanganan dini, serta penyakit penyebab.
Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya, hasilnya akan lebih baik.Beberapa
jenis kondisi/penyakit, akan tetap progresif. Misalnya: dampak diabetes pada ginjal dapat
dibuat berjalan lebih lambat dengan upaya kendali diabetes. Pada kebanyakan kasus, penyakit
ginjal kronik progresif bisa menjadi gagal ginjal kronik.
Kematian pada penyakit ginjal kronik tertinggi adalah karena komplikasi jantung,
dapat terjadi sebelum maupun sesudah gagal ginjal.
15