Vous êtes sur la page 1sur 15

IBU NIFAS DENGAN POST SECTIO CAESAREA

A. PENGERTIAN
Nifas atau purperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil (Forner, 2008 : 225).
Masa nifas/masa purperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu (Arif, 2009 : 344).
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histeretomi) (Cunningham, Mac
Donnald, Gant, 2010. 511).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Arif, 2009 : 344).
Dengan demikian perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio
caesarea adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan
cara insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim
sampai organ-organ reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6
minggu.

B. FASE-FASE NIFAS
Fase-fase nifas terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Immediate post partum : 24 jam post partum
2. Early post partum : minggu I post partum
3. Late post partum : Minggu II – VI post partum

C. INDIKASI SECTIO CAESAREA


Menurut Arif Mansjoer (2009 : 344 - 345) yaitu indikasi dilakukannya
sectio caesarea adalah :
1. Disporsi sefalo peluik
2. Gawat janin
3. Placenta previa
4. Pernah sectio caesarea sebelumnya
5. Kelainan letak
6. Eklamsia
7. Hipertensi
D. FISIOLOGI
1. Fisiologi nifas adalah hal-hal yang bersifat karakteristik dalam masa
nifas
a. Uterus
Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri berada setinggi
umbilicus dan berat uterus 1.000 gram. Uterus kemudian mengalami
involusi dengan cepat selama 7 – 10 hari pertama dan selanjutnya proses
involusi ini berlangsung lebih berangsur-angsur.
b. Lokhea
Adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan
desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas.
Lokhea terbagi dalam :
1) Lokhea rubra (hari 1 – 4) jumlah sedang, warna merah dan
terutama darah
2) Lokhea seresa (hari 4 – 8) jumlah berkurang, warna merah
muda
3) Lokhea alba (hari 8 – 14) jumlah sedikit, warna putih dan
bahkan hampir tidak berwarna
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus, setelah
persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 – 3 jari tangan, setelah
6 minggu post natal serviks menutup.
Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks
tidak pernah kembali seperti keadaan sebelum hamil (nulipara) yang
berupa lubang kecil seperti mata jarum, serviks hanya dapat kembali
sembuh. Dengan demikian OS serviks wanita muda yang sudah pernah
melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukkan riwayat
kelahiran bayi lewat vagina.
d. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi, setelah beberapa hari
keduanya menjadi kendor. Setelah 3 minggu akan kembali dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara
labia lebih menonjol.
e. Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendor, pada hari kelima
perineum akan mendapatkan kembali sebagian besar tonus sekalipun
lebih kendor daripada keadaan sebelum melahirkan.
f. Payudara
Payudara mencapai maturnitas yang penuh selama masa nifas
kecuali jika laktasi disupresi. Payudara lebih besar, kencang dan mula-
mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal
serta dimulainya laktasi.
g. Traktus urinarius
BAK sering sulit pada 24 jam pertama, kemungkinan terdapat
spasme sfingter edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
h. Sistem gastrointestinal
Memerlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Rasa sakit di premium dapat menghalangi keinginan ke belakang.
i. Sistem kardiovaskuler
Jumlah sel darah dan Hb kembali normal pada hari kelima.
j. Perubahan psikologis
Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status hormonal
menyebabkan ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitif terhadap
faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasinya.
2. Fisiologi proses penyembuhan luka
Pada fase satu (I) penyembuhan luka leukosit mencerna bakteri dan
jaringan rusak. Fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan
pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka.
Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan menutupi luka, pasien
akan terlihat merasa sakit pada fase I selama 3 hari setelah bedah besar.
Pada fase II berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai
menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Sel epitel
beregenerasi dalam 1 minggu. Jaringan baru memiliki banyak pembuluh
darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6 – 7
hari. Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan
luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Ini menekan pembuluh darah
baru dan arus darah menurun. Luka terlihat seperti merah jambu yang luas.
Fase ini berlangsung minggu kedua sampai minggu keenam. Pasien harus
menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Pada fase IV, fase terakhir berlangsung beberapa bulan setelah bedah.
Pasien akan mengeluh gatal di seputar luka. Walaupun kolagen terus
menimbun pada waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Karena
penciutan luka terjadi ceruk yang berwarna/berlapis putih. Bila jaringan itu
aseluler, avaskuler, jaringan kolagen tidak akan menjadi coklat karena sinar
matahari dan tidak akan keluar keringat dan tumbuh rambut (Barbara C.
Long, 2009 : 69).

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001 : 414), antara
lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800
ml
6. Emosi klien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Terpasang kateter urinarius pada sistem eliminasi BAK
8. Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar
9. Immobilisasi karena adanya pengaruh anastesi
10. Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit
11. Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka
biasanya kurang pahami prosedur

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Hb dan Ht
3. Urinalisis
4. Kultur urine, darah, vaginal dan lokhea (Doenges, 2001 : 414)
G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan I setelah post operasi
a. Pembalutan luka (wound dressing) dengan baik
Dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan betadine) lalu
ditutup dengan kain penutup luka.
b. Pemberian cairan
D 5 – 10%, garam fisiologis dan RL secara bergantian, 20 tts/mnt
c. Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah pasien flatus. Minuman yang
diberikan air putih atau air teh. Makanan yang diberikan dari bubur
saring, minuman air buah dan susu, selanjutnya secara bertahap bubur dan
akhirnya makanan biasa.
d. Kateteriasasi
e. Obat-obatan
1) Antibiotik, kemoterapi dan anti inflamasi
2) Obat-obat pencegah perut kembung : plasil, perimpuran
3) Obat anti nyeri : pethidin 100 – 150 mg atau morfin 10 – 15
mg
4) Transfusi darah apabila penderita anemia
2. Perawatan rutin
Pemeriksaan dan pengukuran, yang diukur adalah :
a. Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu
b. Jumlah cairan masuk dan keluar (urine)
Dilakukan pemeriksaan dan pengukuran setiap 4 jam sekali
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN DASAR DATA KLIEN


1. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml.
2. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran.
3. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling mungkin terpasang : urine jernih pucat.
Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
4. Makanan/cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
5. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spinal
apidural.
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misal :
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen, efek-
efek anastesi, mulut mungkin kering.
7. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler.
8. Keamanan
Balutan abdomen tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur
parental, bila digunakan, paten dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri
tekan.
9. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus. Aliran lokhea sedang
dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
10. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, Hb/Ht : mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Urinalisis : kultur urine, darah, vaginal dan lokhea : pemeriksaan tambahan
didasarkan pada kebutuhan individual.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul ;
1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anastesi, efek
hormonal, distensi kandung kemih atau abdomen ditandai dengan mengeluh
nyeri insisi, kram, sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara,
perilaku melindungi atau distraksi wajah menahan nyeri
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
atau kulit rusak, penurunan hemoglobin
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral ditandai dengan mulut dan
membran mukosa kering, perdarahan
4. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot,
efek progesteron
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik,
penurunan kekuatan dan tahanan
6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya tingkat
pengetahuan ibu ditandai dengan ASI belum keluar, mammae terasa lembek
7. Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan berhubungan dengan
status post anastesi, immobilisasi post operasi dan nyeri
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat,
kesalahan interprestasi

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan
a. Tujuan
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa
manajemen pengurangan nyeri selama 30 detik dalam 2 x 24 jam
diharapkan klien dapat beradaptasi nyeri.
b. Kriteria hasil
1) Klien bisa mengidentifikasi dan menggunakan intervensi
untuk mengatasi nyeri
2) Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
3) Klien tampak rileks dan mampu istirahat dengan tepat
c. Intervensi
1) Evaluasi TD, nadi, perubahan perilaku
2) Ubah posisi klien
3) Lakukan latihan nafas dalam
d. Rasionalisasi
1) Pada banyak klien nyeri dapat menyebabkan gelisah dan TD
meningkat
2) Merelaksasikan otot
3) Nafas dalam meningkatkan upaya pernafasan, pembebatan
menurunkan regangan dan ketegangan areal insisi
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma pembedahan
a. Tujuan
Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan berupa perawatan luka
operasi selama 30 menit dalam 9 – 14 hari sampai luka sembuh
b. Kriteria hasil
1) ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿaspalphaMendemonstrasikan
menurunkan resiko teknik-teknik untuk
2) Menunjukkan
awal penyembuhan luka bebas dari drainase purulent dengan tanda
3) Tidak demam
c. Intervensi
1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat
dan pembuangan kotoran
2) Tinjau ulang Hb/Ht
3) Inspeksi balutan abdominal
d. Rasionalisasi
1) Membantu mencegah/membatasi penyebaran infeksi
2) Anemia, DM, dan persalinan lama sebelum kelahiran caesarea
meningkatkan resiko infeksi dan menghambat penyembuhan
3) Balutan steril menutup luka pada 24 jam pertama kelahiran
caesarea membantu melindungi luka dari cidera atau kontaminasi

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan


masukan cairan secara oral
a. Tujuan
Eliminasi urine kembali normal setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan pada pasien berupa penggunaan metode-metode untuk
pengeluaran urine dalam dower kateter dalam 24 jam pertama post partum
b. Kriteria hasil
Klien tetap dalam normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urine
seimbang dan Hb/Ht dalam kadar normal
c. Intervensi
1) Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase
urine
2) Perhatikan adanya rasa haus
3) Pantau suhu dan nadi
d. Rasionalisasi
1) Oliguri mungkin disebabkan oleh kehilangan cairan
2) Rasa haus merupakan cara homestatis dari penggantian cairan
melalui peningkatan rasa haus
3) Peningkatan suhu dapat memperberat dehidrasi
4. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot,
kelebihan analgesik, penurunan peristaltik usus
a. Tujuan
Konstipasi tidak terjadi setelah dilaksanakan tindakan keperawatan berupa
anjuran untuk mobilisasi selama 15 menit dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Mendemonstrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan
oleh bising usus dan keluarnya flatus
2) Mendapatkan pola eliminasi kembali biasanya
c. Intervensi
1) Auskultasi terhadap adanya bising usus
2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi, ketidaknyamanan
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat
d. Rasionalisasi
1) Menentukan kesiapan terhadap pemberian makanan per oral
2) Menandakan pembentukan gas akumulasi/kemungkinan ileus
paralitis
3) Mencegah konstipasi defekasi
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
a. Tujuan
Personal hygiene pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan berupa membantu memandikan pasien selama 30 menit
dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri
2) Mengidentifikasi atau menggunakan sumber-sumber yang
tersedia
c. Intervensi
1) Kaji status psikologis pasien
2) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan hygiene
3) Kolaborasi pemberian analgetik
d. Rasionalisasi
1) Pengalaman nyeri fisik mungkin disertai nyeri mental yang
mempengaruhi keinginan klien untuk mendapatkan otonomi
2) Memperbaiki harga diri meningkatkan sejahtera
3) Menurunkan ketidaknyamanan
6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya tingkat
pengetahuan ibu
a. Tujuan
Menyusui efektif setelah dilaksanakan tindakan keperawatan berupa
penyuluhan dan teknik menyusui 1 jam dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Menyatakan pemahaman tentang proses/situasi menyusui
2) Mendemonstrasikan teknik efektif menyusui
c. Intervensi
1) Kaji pengetahuan klien tentang menyusui sebelumnya
2) Berikan informasi verbal dan tertulis mengenai fisiologi dan
keuntungan menyusui
d. Rasionalisasi
1) Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan
mengembangkan rencana keperawatan
2) Membantu suplay susu adekuat, mencegah puting luka,
memberi kenyamanan
7. Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan berhubungan dengan
status pasca anastesi, immobilisasi pasca operasi dan nyeri
a. Tujuan
Fungsi pernafasan tidak berubah setelah dilakukan tindakan keperawatan
berupa batuk efektif selama 1 x 15 menit dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
Tidak terjadi penumpukan sputum di tenggorokan
c. Intervensi
1) Anjurkan batuk efektif setiap 2 jam sekali setelah operasi
2) Kaji respirasi dan nadi setiap 2 jam setelah post operasi
3) Mobilisasikan pasien setiap 2 jam post operasi miring
kanan/kiri sebelum ambulasi
d. Rasional
1) Untuk mengeluarkan sputum dari tenggorokan
2) Respiratori dapat berubah jika terjadi perubahan fungsi
pernafasan
3) Membantu mengeluarkan sekret dari jalan nafas dan mencegah
kongesti dan mencegah organisme status di jalan nafas
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat,
kesalahan interprestasi
a. Tujuan
Pengetahuan tentang proses fisiologis post partum terpenuhi setelah
dilakukan tindakan keperawatan berupa pemberian informasi post partum
selama 30 menit dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis
keutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan
2) Melakukan aktivitas-aktivitas yang perlu dengan benar
c. Intervensi
1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
2) Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan
format yang distandarisasi
3) Kaji keadaan fisik klien
4) Perhatikan status psikologis dan respon terhadap kelahiran
caesarea serta peran menjadi ibu
d. Rasionalisasi
1) Periode post partum dapat menjadi pengalaman positif bila
kesempatan penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pengetahuan ibu, motivasi dan kompetisi
2) Membantu menjamin kelengkapan informasi yang diterima
orang tua dari anggota staf dan menurunkan konfusi klien yang
disebabkan oleh desiminasi nasehat atau informasi yang menimbulkan
konflik
3) Ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi atau nyeri penyerta,
biasanya berkurang pada hari ketiga pasca operasi, memungkinkan
klien berkonsentrasi lebih penuh dan lebih menerima penyuluhan
4) Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk
merawat diri sendiri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman
kelahiran dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar
dan kesiapan klien
DAFTAR PUSTAKA

Farrer, H. 2009. Perawatan Maternitas, Edisi II. Jakarta : EGC.

Gant, M. 2010. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

Hamilton, PM. 2008. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :


EGC.

Ibrahim, Cs. 2011. Perawatan kebidanan, Jilid III. Jakarta : Bharata.

Long, BC. 2009. Perawatan Medikal Bedah, Suatu Pendekatan Proses Keperawatan,
Volume 2. Bandung : Yayasan IAPK Padjdjaran.

Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta : Media Aescilapius.

Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana. Jakarta : EGC.

Mochtar, R. 2008. Sinopsis Obstetri, Jilid II. Jakarta : EGC.


Sectio caesarea

Luka post operasi Luka post operasi nifas

Penekanan pons
Penekanan Mo
Jaringan terputus Luka insisi Uterus Laktasi
Peristaltik usus menurun
Reflek batuk terganggu
Nyeri Jaringan terputus Kontraksi Isapan bayi

Penumpukan sekret
Gangguan mobilitas Perdarahan Merangsang
Adekuat Tidak adekuat
Luka bekas perlengketan plasenta
Pola nafas tidak efektif
Hb rendah
Penyempitan pembuluh darah
Kontraksi
pada luka
uterus
jahittidak baik Hipofisa anterior Hipofisa posterior
Resti Kurang perawatan
konstipasi
diri Resti infeksi
Lokhea
Memproduksi prolaktin
Perdarahan Memproduksi oxytocin
Nyeri Resti infeksi
Resiko volume cairan kurang Inadekuat
Adekuat
Sumber : Produksi ASI <
Gangguan sirkulasi Kontraksi otot polos duktus mayor
Prof. Dr. Ida Bagus Manuaba, 2010
Prof. Dr. Rustam Mochtar, 2008 Ketidakefektifan menyusui
Christina S. Ibrahim, 2011 Resti shock hipovolemik
ASI mengalir

Vous aimerez peut-être aussi