Vous êtes sur la page 1sur 8

MITOS TIMBUL KARENA KETERBATASAN INDERA MANUSIA

ARTIKEL
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Fisika
Dosen Pengampu:
Drs. Dedi Kuntadi, M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 2
Ade Putri 1152070004

Irma Apriliani 1152070036

Lugina Kamalia 1152070040

Pendidikan Fisika V A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PMIPA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017

1
MITOS TIMBUL KARENA KETERBATASAN INDRA MANUSIA

Masyarakat Indonesia kaya dengan mitos. Walaupun demikian, ada pandangan


kontradiktif antara masyarakat yang memercayai dan yang tidak memercayai mitos.
Ketidakpastian kebenaran suatu mitos diikuti oleh ketakutan manusia akan kebenaran mitos
itu sendiri. Mitos bukan sekadar cerita belaka, tetapi juga fenomena budaya, produk imajinasi
manusia, mengandung berbagai makna dan merupakan fakta sosial yang dipercayai oleh
masyarakat pendukungnya.(Roekhan, n.d.) (Jamaluddin, n.d.)
Mitos merupakan sebuah pengetahuan dan kepercayaan yang nyata dan jelas hidup
dalam masyarakat. Pengetahuan yang merupakan mitos diperoleh dengan berbagai cara, bisa
dengan pengalaman sendiri yang nantinya akan menambah mitos / pengetahuan dan bisa juga
diperoleh melalui keturunan (dengan diturunkan dalam silsilah keluarga / masyarakat). Mitos
dapat diterima oleh masyarakat karena keterbatasan pengetahuan, keterbatasan penalaran, dan
hasrat ingin tahunya terpenuhi. Sebagian besar masyarakat yang menjadikan mitos sebagai
pengetahuan paten (pengetahuan pokok) adalah masyarakat uneducated, karena mereka
hanya mengandalkan pengetahuan non ilmiah yang diwariskan dari generasi terdahulu. Mitos
erat kaitannya dengan kepercayaan dan dapat tumbuh dalam masyarakat karena keterbatasan
indera manusia yang tidak dapat menjangakau sampai ke sebab atas terjadinya suatu hal.
Mitos seringkali dijadikan alasan seseorang dalam bertindak dan tidak bertindak karena
dalam mitos yang bersangkutan tidak membolehkan. Misalkan masyarakat Jawa mengatakan
untuk tidak bersiul ketika malam hari karena akan mengundang setan, hal ini sebenarnya
tidak ada sangkut pautnya dengan hal ghaib, hanya saja yang namanya bersiul itu, apalagi di
malam hari jelas tidak sesuai dengan etika sosial (mengganggu orang yang sedang tidur),
mengingat bahwa malam hari adalah waktunya untuk beristirahat. Sama halnya dengan mitos
yang mengatakan bawa tidak boleh berdiam diri dibawah pohon pada malam hari karena
rohnya akan diambil sementara oleh mahluk gaib. Penjelasan atas hal ini adalah, padasiang
hari tumbuhan menghirup CO2 sedangakan pada malam hari menghirup O2, dan kita tahu
bahwa manusia bernafas membutuhkan O2 maka jika terlalu lama dibawah pohon pada
malam hari seseorang akan sesak nafas dan akan mengakibatkan 5 orang itu pingsan. Pada
hakekatnya manusia dianugerahi rasa ingin tahu dan menuntut manusia itu sendiri untuk
melegakan /memuaskan rasa ingin tahu itu, dan inilah yang menjadi dasar beberapa mitos
yang dulunya hanya misteri menjadi terpecahkan. Segala hal pasti ada sebabnya, tidak akan
ada C jika tidak ada B, dan tidak akan ada B jika tidak ada A, begitu seterusnya sampai pada

2
Prima Causa, yaitu Tuhan sebagai pencipta segala hal. Mitos dijadikan sebagai
acuan/pedoman dalam bertindak oleh masyarakat tanpa mengetahui alasan secara ilmiah,
akan tetapi hal itu akan mengarah pada kebaikan dalam konteks sosial dan bermuara pada
keimpulan logis dan melalui proses yang kritis sehingga menjadi pengetahuan ilmiah.
(Miftakhuddin, 2014)
Brunvand menuliskan dalam Danandjaja (1986:169) bahwa latar belakang mengapa mitos
masih bertahan sampai hari ini di tengah-tengah masyarakat yang modern dapat dijelaskan
dengan berbagai kategori. Misalnya, disebabkan oleh cara berpikir yang salah, koinsidensi,
predileksi (kegemaran) secara psikologis umat manusia untuk percaya pada yang gaib, ritus
peralihan hidup, teori keadaan dapat hidup terus (survival), perasaan ketidaktentuan akan
tujuan-tujuan yang sangat didambakan, ketakutan akan hal-hal yang tidak normal atau penuh
resiko dan takut akan kematian, pemodernisasian takhyul, serta pengaruh kepercayaan bahwa
tenaga gaib dapat tetap hidup berdampingan dengan ilmu pengetahuan dan agama. (Roekhan,
n.d.)

1. Pengertian Mitos
Kata mitos secara etimologi berasal dari bahasa Yunani muthos, yang secara harfiah
diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang, mengandung penafsiran
tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar
terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas
bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama. (Mariasusai
Dhavamony, Fenomenologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, h. 147)

Dalam jurnal Teologia Fakultas Ushuluddin volume 18 nomor 2 tahun 2007


dijelaskan, bahwa mitos adalah penuturan yang khayali belaka, yang biasanya melibatkan
tokoh-tokoh, tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian luar-alamin (supernatural), dan
meliputi beberapa ide umum mengenai gejala alam atau sejarah. Secara wajar (mitos)
dibedakan dari alegori dan legenda (yang mengandung arti suatu ini kenyataan) tetapi
juga sering digunakan secara samar untuk meliputi pula penuturan apa pun yang
mempunyai unsur khayali. (Abdul Choliq Dahlan, Mitos dan Kehidupan Bermakna,
Jurnal Teologia Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, 2007, h. 479)

Mitos biasanya dipakai untuk menunjuk cerita yang tidak benar, cerita buatan yang
tidak mempunyai kebenaran historis. Meskipun begitu, cerita semacam itu tetap
dibutuhkan agar manusia dapat memahami lingkungan dan dirinya, inilah yang coba

3
diteorisasikan oleh Barthes dengan menggunakan pendekatan semiotik. Dia menemukan
bahwa orang modern pun dikerumuni oleh banyak mitos, orang modern juga produsen
dan konsumen mitos. Mitos-mitos ini tidak hanya didengar dari orang-orang tua dan
buku-buku tentang cerita lama, melainkan bisa ditemukan setiap hari di televisi, radio,
pidato, dan sebagainya. (ST. Sunardi, Semiotika Negativa, Kanal, Yogyakarta, 2002, h
103)

Mitos juga disebut mitologi, yang kadang diartikan sebagai cerita rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi serta berhubungan dengan terjadinya tempat, alam semesta,
para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Kata mythology dalam bahasa Inggris
menunjukkan pengertian, baik sebagai studi atas mitos atau isi mitos, maupun bagian
tertentu dari sebuah mitos. Mitos diciptakan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia.
Dalam alam pikiran mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya
khayal, intuisi, atau imajinasi. Mitos sarat dengan keajaiban yang jauh dari fakta sejarah.(
Mariasusai Dhavamon y,op. cit.,h.147)

Ciri khusus yang berkaitan dengan mitos adalah aspek sakral yang berkaitan erat
dengan itual keagamaan. B. Malinowski membedakan pengertian mitos dari legenda dan
dongeng. enurut dia, legenda lebih sebagai cerita yang diyakini seolah-olah merupakan
kenyataan sejarah, meskipun sang pencerita menggunakannya untuk mendukung
kepercayaan-kepercayaan dari komunitasnya. Sebaliknya dongeng mengisahkan
peristiwa-peristiwa ajaib tanpa dikaitkan dengan ritus. Dongeng juga tidak diyakini
sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, dongeng lebih menjadi bagian dari dunia
hiburan. Sedangkan mitos merupakan “pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan
lebih penting tentang realitas asal, yang masih dimengerti sebagai pola dan fondasi dari
kehidupan primitif”. (Ibid., H. 147)

2. Asal Mula Mitos


Bila mendengar kata mitos, yang terlintas dalam fikiran kita adalah cerita tentang
kebohongan, cerita palsu, atau hal-hal yang bernuansa magis atau misterius. Dalam hal
ini, mitos memiliki makna yang sama dengan takhayul. Mitos muncul berkaitan dengan
pengetahuan-pengetahuan baru yang bermunculan dan kepercayaan dalam masyarakat itu
sendiri. Mitos timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indra manusia
misalnya:
a. Alat Penglihatan

4
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampa k jelas oleh
mata. Mata tak dapat membedakan 10 gambar yang berada satu dengan yang lain dalam
satu detik. Jika ukuran partikel terlalu kecil, demikian juga jika benda yang dilihat terlalu
jauh, maka mata tak mampu melihatnya.
b. Alat Pendengaran
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30
sampai 30.000 per / detik. Getaran di bawah tiga puluh atau di atas tiga puluh ribu per /
detik tidak terdengar.
c. Alat pencium dan pengecap
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun diciumnya.
Manusia hanya bisa membedakan 4 jenis rasa yaitu rasa manis, asam, asin, dan pahit. Bau
seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita bila
konsentrasinya di udara lebih dari sepersepuluh juta bagian. Melalui bau, manusia dapat
membedakan satu benda dengan benda yang lain, namun tidak semua orang isa
melakukannya.
d. Alat Perasa
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin namun sangat
relatif, sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat. Alat-alat indra
tersebut di atas sangat berbeda-beda di antara manusia: ada yang sangat tajam
penglihatannya ada yang tidak. Demikian juga ada yang tajam, penciumannya ada yang
lemah. Akibat dari keterbatasan alat indra manusia maka mungkin timbul salah informasi,
salah tafsir dan mungkin salah pemikiran.
Jadi mitos dapat diterima oleh masyarakat pada masa
itu karena:
1) Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan pengindraan baik
langsung maupun dengan alat.
2) Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu.
3) Hasrat ingin tahunya terpenuhi. (Hari Purnama, Ilmu Alamiah Dasar, Rineka
cipta, Jakarta, 2003, h. 11-12
Menurut A. Comte dalam perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia
berkembang dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum
ditemukan metode berfikir secara objektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang
objektif. Berbeda dengan tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia mencoba
mempergunakan rasionya untuk memahami objek secara dangkal, tetapi objek belum

5
dimasuki secara metodologi yang definitif. (Abdullah Aly, Eny Rahma, Ilmu Alamiah
Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, h. 6)

Tahap selanjutnya adalah tahap positif atau ilmiah riil yang mana pada tahap ini
manusia telah mampu berfikir secara positif atau riil, atas dasar pengetahuan yang telah
dicapainya yang dikembangkan secara positif melalui pengamatan, percobaan dan
perbandingan. (Hari Purnama, op.cit., h. 13)

Manusia pada tahap ini dalam menanggapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung
api meletus yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi
mengadakan selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati peristiwa
itu, mempelajari mengapa gunung api itu dapat meletus, kemudian berusaha mencari
penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya.
Dengan adanya tahapan-tahapan tingkat pemikiran manusia, lambat laun manusia
berusaha mencari jawaban secara rasional mengenai gejala-gejala alam dengan
meninggalkan cara yang irasional. Pemecahan masalah secara rasional berarti
mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. (Abdullah Aly,
Eny Rahma, op.cit., h. 7) (Anonim, 1999)
Mitos dapat diterima, karena:
1) Keterbatasan pengetahuan
2) Keterbatasan penalaran
3) Hasrat ingin tahu terpenuhi
3. Macam-macam mitos
a. Mitos sebenarnya
Menerangkan dengan sungguh-sungguh gejala alam dengan imajinasinya tapi
belum tepat karena kurang pengetahuan sehingga dikaitkan dengan kekuatan
mutlak (dewa).
b. Cerita rakyat
Menceritakan peristiwa penting yang menyangkut kehidupan masyarakat dari
mulut ke mulut sehingga sulit diperiksa kebenarannya
c. Legenda
Tentang tokoh yang dikaitkan degann terjadinya suatu daerah.(Isti Yunita, 2015)

6
4. Fungsi Mitos
Fungsi utama mitos bagi kebudayaan primitif adalah mengungkapkan, mengangkat,
dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas, menjamin
efisiensi ritus, serta memberikan peraturan-peraturan praktis untuk menuntun manusia
(Malinowski, 1954: 101). Mitos, pada satina, betul-betul berperan sebagai peran agama,
mengingat masih sederhananya konsepsi agama ketika itu di kalangan komunitas primitif.
Mitos pada saatnya mengandaikan suatu ontologi dan hanya berbicara mengenai
kenyataan, yakni apa yang sesungguhnya terjadi. Mircea Aliade mengartikan bahwa
mitos adalah sebagai kenyataan yang suci. Kesucian sebagai satu-satunya kenyataan
tertinggi. (Roibin, 2010)

7
REFERENSI

Anonim. (1999). Mitos, 20–49.


Isti Yunita, M. S. (2015). Alam pikiran manusia dan perkembangannya.
Jamaluddin, M. (n.d.). KOLOIMBA MITH AND THE INCHES RELATIONSHIP, 93–100.
Miftakhuddin. (2014). No Title, 1–17.
Roekhan, D. R. Y. P. (n.d.). Kata kunci: mitos, folklor, makam Ki Ageng Gribig.
Roibin. (2010). AGAMA DAN MITOS : Dari Imajinasi Kreatif Menuju Realitas yang
Dinamis, 12(2), 85–97.

Vous aimerez peut-être aussi