Vous êtes sur la page 1sur 19

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

Disusun Oleh :

Disusun Oleh:
Kelompok 3

1. Chandra Maulana (14.401.13.016)


2. Chintia Nori Septian (14.401.13.017)
3.Choerol Awaludin (14.401.13.018)
4. Christina Tri Yuli p. (14.401.13.019)
5. Dewi Destayanti (14.401.13.021)
6. Dewi Ernawati (14.401.13.0)
7. David Eka Prasetya (14.401.130)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2013-2014


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat infeksi
yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen,
yang disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur.
Virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus yang meliputi virus influensa,
virus pra-influensa dan virus campak. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA
tahun 2005 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian. Bukti bahwa ISPA merupakan penyebab utama
kematian adalah banyaknya penderita ISPA yang terus meningkat. Menurut WHO, ISPA
merupakan peringkat keempat dari 15 juta penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun
kejadian ISPA di Indonesia 150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5
menitnya. Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian
disebabkan oleh ISPA.
Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah pencemaran udara. Adanya
pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru
sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran
udara menyebabkan ISPA memiliki angka yang paling banyak diderita oleh masyarakat
dibandingkan penyakit lainnya. Selain faktor tersebut, peningkatan penyebaran penyakit
ISPA juga dikarenakan oleh perubahan iklim serta rendahnya kesadaran perilaku hidup
bersih dan sehat dalam masyarakat. Dalam rangka memahami lebih jauh tentang ISPA maka
di dalam makalah ini akan dijabarkan secara lengkap semua hal yang berkaitan dengan ISPA

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan ISPA?
2. Apa penyebab dari ISPA?
3. Apa saja komplikasi ISPA?
4. Apa saja manifestasi dari ISPA?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari ISPA?
6. Askep ISPA?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu ISPA
2. Mengetahui penyebab dari ISPA
3. Mengetahui komplikasi dari ISPA
4. Mengetahui manifestasi dari ISPA
5. Mengetahui penatalaksanaan dari ISPA
6. Mengetahui askep ISPA
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing
dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan
menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah,
2005)

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta
organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus
paru-paru.
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu (Suyudi, 2002) :
1. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu
berbicara atau menangis).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan
punggung tangan terasa panas.

2. Gejala ISPA Sedang


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan
disertai gejala sebagai berikut :
a. Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih
dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 390C.
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

3. Gejala ISPA Berat


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang
disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e. Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h. Tenggorokan berwarna merah
C. Etiologi

Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus,


Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan
prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan
salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain
yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja
secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna
untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan
tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi
(Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari
penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan
Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran
pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang
tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan
kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di
kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi
tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi
tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan.
Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).
D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974).
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,
1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

E. Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri
pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri
pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman
(+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

G. Pencegahan ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik
untuk bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup
protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di
peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak
sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya
sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat
pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)
2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu
DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah
penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber
Ministries, 2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA,
sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai
penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat
dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan
yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan
yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu
manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002)

H. Pengobatan Pada Ispa


1. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri
oksigen dan sebagainya
2. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika
terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
3. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Perawatan Dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA.
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol
atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi
sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya.
Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit
yang diderita.
5. Lain-lainnya
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih
pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung , yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau
petugas kesehatan.

I. Pemberantasan Ispa
Yang Dilakukan Adalah :
1. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
3. Immunisasi
4. Menghindari anak kontak langsung dengan penderita ISPA
K. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1. Meningitis
2. OMA
3. Mastoiditis
4. Kematian

J. Prognosis
Jika penanganannya tepat dan cepat maka prognosis baik. Namun, jika penanganan lambat
dan tidak tepat maka akan terjadi komplikasi yang menyebabkan prognosis buruk
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Umur : Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada
usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika,
2009).

Jenis kelamin : Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Anggana Rafika, 2009).

Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi
ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan
lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap
tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah
terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009)

1. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama : Klien mengeluh demam


2) Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
3) Riwayat penyakit dahulu : Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
sekarang
4) Riwayat penyakit keluarga : Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
5) Riwayat sosial:
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya
2. Pemeriksaan Persistem

B1 (Breath) :

1) Inspeksi : Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan


Tonsil tanpak kemerahan dan edema
Tampak batuk tidak produktif
Tidak ada jaringna parut pada leher
Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi

2) Palpasi
Adanya demam
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Perkusi
Suara paru normal (resonance)
4) Auskultasi
Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

B2 (Blood) : Hipertermi

B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi
gangguan penciuman

B4 (Bladder) : perkemihan Tidak ada kelainan

B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit,
nyeri telan pada tenggorokan
B6 (Bone) : Warna kulit kemerahan(Benny:2010)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan,
aadanya sekret
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan
nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
7. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat

C Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, aadanya sekret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria: Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi
c. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
d. Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
e. Kolaborasi
o Pemberian oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
o Nebulizer
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret
o Pemberian obat bronchodilator
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari
jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara
napas bersih
Intervensi:
a. Kaji bersihan jalan napas klien
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
c. Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d. Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional: membantu mengeluarkan sekret
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan
f. Kolaborasi
Pemberian ekspectorant
Rasional : Untuk mengencerkan dahak
Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil : Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi
wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi :
a. Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
b. Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat
Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
d. Kolaborasi
Pemberian antibiotik
Rasional: Mengobati infeksi
Pemberian ekspectoran
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat batuk
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang

Intervensi :
a. Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan
selanjutnya.
c. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah
dahi dan ketiak
Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi / perpindahan
panas dengan bahan perantara .
d. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral sesuai
indikasi
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
e. Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
menyerap keringat.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
Rasional: Untuk mengontrol panas
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan
cairan
Tujuan :Volume cairan tetap seimbang
Kriteria Hasil :Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Observasi TTV
Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi
c. Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif orang tua dalam tindakan
keperawatan

e. Kolaborasi pemberian cairan parenteral


Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan : Pola tidur kembali optimal
Kriteria Hasil :Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah
dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
a. Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien
Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya
b. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan klien tidak nyaman untuk
tidur
c. Berikan bantal dan seprei yang bersih
Rasional: meningkatkan kenyamanan
d. Kolaborasi
Pemberian obat sedatif
Rasional :membantu klien untuk istirahat
Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi
7. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat
Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan
yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi klien
Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Timbang berat badan setiap hari
Rasional: Mengetahui perkembangan terapi
c. Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
d. Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: Meningkatkan nafsu makan
e. Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses kesembuhan
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif keluarga dalam pemberian
tindakan
f. Kolaborasi dengan bagian gizi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan

Vous aimerez peut-être aussi