Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
ditandai dengan mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan.
Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat hampir semua negara di
dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan
merupakan penyakit kronis yang sering muncul pada anak-anak dan usia muda
perkembangan anak.1
sedangkan pada dewasa secara umum berdasarkan beberapa survei sekitar 6% pada
Tangga (SKRT) tahun 1992, asma, bronkhitis kronis dan emfisiema merupakan
penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Pada tahun 1995,
inflamasi juga disertai adanya remodelling. Di lain pihak, walaupun banyak hal
1
yang berkaitan dengan asma telah terungkap namun ternyata hingga saat ini, secara
patofisiologi, dan imunologi asma berkembang sangat pesat, khususnya untuk asma
pada orang dewasa dan anak besar. Pada anak kecil dan bayi, mekanisme dasar
perkembangan penyakit ini masih belum diketahui pasti. Lagipula bayi dan balita
yang mengalami mengi saat terkena infeksi saluran napas akut, banyak yang tidak
asma pada anak sulit untuk dirumuskan, sehingga untuk menyusun diagnosis dan
tata laksana yang baku juga mengalami kesulitan. Akibat berikutnya adalah adanya
secara mendasar, sehingga berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma.
Tujuan pengobatan asma adalah untuk mencapai dan mempertahankan kontrol dan
terjadinya remodelling.4
BAB II
2
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
No.RM : 21 17 xx
Nama : An. MF
Agama : Islam
Bangsa/suku : Indonesia/Bugis
Orang tua
Ayah
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan terakir : S1
Ibu
Nama : Ny. W
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan terakhir : S1
3
Lama perawatan : 3 hari
B. Status Umum
Keluhan utama :
Sesak
Anamnesis :
- Batuk (+) sudah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, lendir
- Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), dan nafsu makan menurun.
sesak pada saat tidur di malam hari pada umur 4 tahun, lalu sempat
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : Kakek (+), ayah (+)
C. Status Gizi
I .Kurva CDC
4
Tinggi badan : 95 cm
Berat Badan : 16 kg
persentil umur
BB aktual = 16 Kg
BB ideal = 17 Kg
= 17 Kg x 90 = 1530 Kkal
D. Status Imunisasi
E. Pemeriksaan Fisik
5
Keadaan Umum : Sakit sedang/gizi baik/Composmentis GCS 15
(E4M6V5)
Tanda Vital
Kepala
Bentuk : Normosefali
Ubun-ubun : Menutup
Wajah
isokor 2,5mm/2,5mm.
6
Leher : Kaku kuduk (-), kelenjar limfe tidak teraba
Thorax
Paru
Jantung
sinistra
gallop (-)
7
Abdomen
Ekstremitas
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Resume
An MF, laki-laki, 7 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas,
yang dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sebelum tidur.
Demam (-), menggigil (-), kejang (-). Pasien mengalami batuk (+) dialami 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, lendir (+), dan pilek (+). Nyeri perut (-) mual (-)
muntah (-) nafsu makan menurun. BAK lancar, warnanya kuning, BAB biasa,
sebelumnya, pasien pertama kali mengalami sesak pada saat tidur di malam hari
8
pada umur 4 tahun, lalu sempat dirawat dan mengalami perbaikan. Riwayat
370C; per axilla. Pada pemeriksaan toraks di temukan hasil inspeksi tampak
H. Diagnosis kerja
Diferensial Diagnosis
- Laringotrakeomalasia
- Bronkiolitis
I. Terapi
- Ambroxol tab 9 mg
Salbutamol tab 18 mg
S 3 dd 1
9
- Injeksi Dexamethasone 1/2 amp/8j/iv
J. Prognosis
K. FOLLOW-UP
Hari-1 (+), batuk (+) lender warna putih cair (+) 22 tpm
pilek (+), nafsu makan menurun, BAK O2 2-4 lpm via nasal
O: Lemah Dexamethasone
10
Pernapasan (vesikuler), Rhonki (-/-),
Wheezing (+/+)
Kardiovaskular: BJ I/II murni reguler,
bising (-), CRT < 2 detik
Hematologi: pucat (-), perdarahan (-)
Abdomen : Inspeksi : perut darat,
mengikuti gerak napas ; Auskultasi :
Peristaltik (+) dalam batas normal ;
Perkusi : Tympani ; Palpasi : Nyeri
Tekan (-)
BAB biasa, warna kuning kecoklatan
Metabolisme: edema (-), BAK lancar,
warna kuning
BB : 18 Kg
intermitten
pernapasan.
Hari-2 (+), batuk (+) lender warna putih cair (+) 22 tpm
O: Lemah
11
Pemeriksaan Fisik : Injeksi
intermitten
pernapasan.
12
Tanggal Subjective (S), Objective (O), Assestment Instruksi
Hari-3 (-), batuk (+) lender warna putih cair (+) pemberian Injeksi
13
Metabolisme: edema (-), BAK lancar,
warna kuning
BB : 18 Kg
intermitten
pernapasan.
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien anak laki-laki umur 7 tahun diantar oleh orangtuanya (ayah),
masuk RSUD Sawerigading Palopo dengan keluhan sesak napas, yang dialami
sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sebelum tidur. Demam (-),
menggigil (-), kejang (-). Pasien mengalami batuk (+) dialami 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, lender (+), dan pilek (+). Nyeri perut (-) mual (-) muntah (-) nafsu
makan menurun. BAK lancar, warnanya kuning, BAB biasa, warnanya kuning
14
kecoklatan. Sebelum dibawah ke rumah sakit pasien sempat diberikan salbutamol
tetapi sesaknya tidak dapat teratasi. Riwayat penyakit sebelumnya, pasien pertama
kali mengalami sesak pada saat tidur di malam hari pada umur 4 tahun, lalu sempat
dirawat dan mengalami perbaikan. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga :
suhu : 370C; per axilla. Pada pemeriksaan toraks di temukan hasil inspeksi tampak
dari penyakit asma bronkial. Asma merupakan penyakit obstruksi jalan napas yang
reversibel dan ditandai oleh serangan batuk , wheezing, (mengi) dispnea pada
individu dengan jalan napas yang hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar
alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma
mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering menucul pertama kali dalam
5 tahun pertama kehidupan. Beberapa orang dengan gejala asma yang bermula
15
Asma merupakan suatu bentuk reaksi hipersensitivitas tipe 1, alergen masuk
ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE yang terdiri dari 3
fase, yaitu ; 5
sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan
3. Fase efektor yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks sebagai efek
Sensitasi terhadap allergen mungkin terjadi pada usia awal. Fase sensitasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang
oleh reseptor spesifik (Fc –R) pada permukaan sel mast atau basophil. Antigen
CD4 sel T yang kemudian akan berdeferensiasi masuk ke sel T dari TH2 fenotip.
Sel akan mensekresi IL-4, IL-5, IL-9, IL-10, dan IL-13 yang mencetus pengaktifan
dengan reseptor spesifik afinitas tinggi (FcεRI) disel mast dan basophil dan
berikatan dengan reseptor spesifik afinitas rendah (FcεRI, CD23) pada eosinophil
dan makrofag. 5
16
Ketika terjadi reekspos, allergen dapat dengan cepat berikatan ke
fase. Pada fase pertama, fungsi paru dengan cepat menurun dalam waktu 10-20
menit pertama dan secara perlahan kembali 2 jam berikutnya. Respon awal ini
dan bradikinin dan molekul prokursor protein yang menimbulkan kontraksi sel otot
Fase kedua dimulai 4-6 jam berikutnya. LTB4 dan PAF akan menarik
eosinophil. LTB4 dan PAF dalam hal ini akan menarik major basic protein (MBP)
dan eosinophil cationic protein (ECP) yang memiliki efek toksik terhadap sel epitel.
Destruksi sel epitel terjadi pada late stage. Pada akhirnya akan menimbulkan
akumulasi mucus di lumen bronkial akibat dari peningkatan jumlah sel goblet dan
17
Teori terbaru mengenai patogenesis asma adalah hubungan antara suatu
proses inflamasi dengan proses remodelling sel epitel yang rusak akibat proses
inflamasi. Semakin lama suatu proses inflamasi terjadi, maka semakin besar pula
saluran respiratori melalui proses diferensiasi, migrasi, dan maturasi struktur sel. 5
Pada kasus ini, pasien adalah anak laki-laki dan berumur 6 tahun, sesuai
lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak daripada
laki-laki. 6 Adapun faktor resiko terjadinya penyakit asma bronkial adalah faktor
genetik. Pada kasus di atas, pasien memiliki kakek dan ayah yang mengalami
18
Gejala yang paling menonjol pada pasien asma yaitu penyempitan saluran
nafas. Pada pasien keluhan utama yang dialami adalah sesak, sesak kebanyakan
penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh mediator
agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik
dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas.
Selain itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma
adanya hipersekresi mucus, dimana terjadi hiperplasia kelenjar submukosa dan sel
goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas pasien asma dan penampakan
remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas
akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang
fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan
asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator. 8 Gejala batuk
serta pilek merupakan gejala yang timbul karena infeksi yang menyerang saluran
pernapasan, yang merupakan tempat viremia primer. Batuk ini bertujuan untuk
berdasarkan tingkat kekerapan asma, keadaan saat terjadi serangan asma, dan
19
Derajat asma Kekerapan gejala asma
meningkat meningkat
meningkat meningkat
terbaik
20
Kriteria serangan asma pada balita
terganggu mengantuk
wheezing
21
Klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai keberhasilan tata laksana
yang tengah dijalankan dan untu penentuan peningkatan (step up), pemeliharaan
gejala yang ditemukan yaitu, 1) Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar
episodik intermitten yang dimana terapi serangan berat pasien harus dirawat di
Ruang Rawat Inap. Oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal termasuk saat
22
nebulisasi. Terapi yang diberikan pada pasien ini antara lain pemberian oksigen
agar suplai oksigen ke tubuh dan otak tetap ada. Pemberian cairan yaitu infus RL
untuk memenuhi kebutuhan cairan dan mencegah dehidrasi pada anak, pemberian
nebulizer (NaCl 0,9% 2cc + Combivent 2cc) untuk mukosiliar purulent, pemberian
injeksi dexamethasone untuk mengurangi reaksi inflamasi pada bronkus. Jika sejak
penilaian awal pasien mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan sekali
menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat
di Ruang Rawat Intensif. Untuk pasien dengan serangan berat dan ancaman henti
suportif dan simtomatis yang terdiri dari pemberian oksigen diteruskan. Jika ada
dehidrasi dan asidosis maka diatasi dengan pemberian cairan intravena dan
dikoreksi asidosisnya. Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam.
jika dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat
diperlebar menjadi tiap 4-6 jam. Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi
diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti peroral.
Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali
obat beta-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam.
Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke Klinik Rawat Jalan
23
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Departemen Kesehatan RI. You Can Control Your Asthma. Info Datin Pusat
Pulmonologi 2004.
Pediatri.Vol.2:1.2000
6. Sundaru Heru, Sukamto. Asma Bronkial. Dalam: Sudoyo, Ayu W, dkk, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
2006. h404-414.
7. McFadden E. Rjr. Asthma. In: Kasper Dennis L, Fauci Athony S, Longo Dan
Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta:
25
9. Indawati W. Diagnosis and Classification of Asthma in Children. UKK
10. Kartasasmita C,. B. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Asma pada Anak. Bogor
11. Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of
Health, 2015.
12. Buku pedoman pengendalian penyakit asma [online]. 13 Maret 2017 [cited
26