Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki peranan sangat besar dalam bidang
farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti piretik dan analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam
keadaan bebas di alam, jadi untuk memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara dua zat atau
lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organic adalah sintesis teknik preparasi senyawa
yag dapat dianggap sebagai seni, salah satu senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau
asetosal atau asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari simplisia
tumbuhan Coretx salicis (Baysinger, 2004).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin dikenal. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan
dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk(puyer). Dalam menyambut piala
dunia FIFA 2006 di Jerman, replica tablet aspirin raksasa di pajang di Berlin sebagai bagian dari pameran
terbuka Deutschland, land der Ideen (“Jerman, negeri berbagai ide”). Orang Romawi dan Yunani kuno telah
menggunakan sejenis aspirin yang diekstrak dari sejenis tumbuhan sebagai analgesic (penghilang rasa sakit).
Selain itu, aspirin juga dikenal sebagai antipyretic (penurun demam), dan anti inflamasi. Penggunaan lain aspirin
digunakan untuk mencegah thrombus koroner dan thorombus vena-dalam berdasarkan efek penghambat agregas
trombosit. Laporan menunjukkan bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat
mengurangi incident infark miokard akut, dan kematian pada penderita angina tidak stabil (Tjay,1978).
Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu tukak lambung, kadang-kadang disertai anemia
sekunder (Baysinger, 2004).
Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia adalah turunan dari asam
benzoate, asam o-hidroksi benzoate atau asam salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Meskipun
cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik efek-efek berguna dari ester-ester dari asam
ini telah diketahui sejak dahulu kala, daun-daun yang mengandung jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa
penawar rasa sakit dan demam ini telah dikelola oleh dokter-dokter zamakn dahul kala. Asam salisilat
merupakan suatu unsure aktif dari salisilat adalah obat penawar rasa sakit. Aspirin dengan esternyadengan asam
asetat, kurang bersifat asam dan kurang mengiritasi (Baysinger, 2004).
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya
berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam asetil salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar
nyeri. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti
bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipretik yang berfungsi sebagai obat penurun
demam. Biasanya aspirin dijual dalam bentuk garam natriumnya, yaitu natrium asetil salisilat(Baysinger,2004).
Gambar 2.2 Struktur kimia aspirin (Marry, 2010 ).
RumusMolekul C9H8O4
Beratmolekul 180,16
Namakimia Asamasetilsalisilat
Hablurputih, umumnyasepertijarumataulempengantersusun,
Pemerian atauserbukhablurputih, tidakberbauatauberbaulemah. Stabil di udarakering, di
dalamudaralembabsecarabertahapterhidrolisamenjadiasamsalisilatdanasamasetat.
Bayer adalah perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin. Pada tahun 1845, Arthur
Eichengrum dari perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa asam
salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya. Pada tahun 1897,
Felix Hoffman berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam asetilsalisilat yang
kemudian umum dikenal dengan istilah aspirin( Marry, 2010 ).
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan aspirin memiliki sifat-sifat tertentu, berikut ini nama dan
sifat dari bahan-bahan tersebut :
1. Asam salisilat
Asam salisilat merupakan merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara
topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas dua kelas, ester dari
asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Turunannya yang paling dikenal adalah asam asetil
salisilat(Baysinger,2004).
RumusMolekul C7H6O3
Titikleleh 156oC
Titiknyala 76oC
2. AsetatAnhidridat
Asetat anhidrat merupakan anhidrat dari asam asetat yang struktur antar molekulnya simetris. Asetat
anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa
organik, berperan dalam proses asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk
membuatacetylmorphine. Asam asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa asetat
untukmenghasilkan serat asetat, plastik, serat kain dan lapisan kain(Baysinger,2004).
Tabel 2.4Sifat fisika asetat anhidrat(Baysinger,2004).
%UnsurPenyusun C= 1(16,67%), H= 4 (66,67%), O= 1 (16,67%)
Rumusmolekul (CH3CO)2O
Suhukritis 2960C
3. Asam sulfat
Asam sulfat H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua
perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utamaindustri
kimia (Baysinger,2004).
Tabel 2.6 Sifat fisika Asam Sulfat (Baysinger,2004).
% UnsurPenyusun H=2 (28,57%), S=1 (14,28 %), O = 4 (57,14%)
RumusMolekul H2SO4
Titikdidih 340oC
Titikbeku 10,49oC
Densitas 1,9224 gr/cm3
4. Aspirin
Aspirin adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai
senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri), antipiretik (terhadap demam) dan
peradangan(Baysinger,2004).
Tabel 2.8 Sifat fisika Aspirin(Baysinger,2004).
BobotMolekul 180,2 gr/mol
Titikdidih 1400C
Rumusmolekul FeCl3
Titikdidih 315OC
Titiklebur 282OC
Penyimpanan Dalamwadahtertutuprapat.
Sebagian materi padat baik alami maupun buatan terdapat dalam bentuk kristal. Bentuk dari kristal dapat
berupa kubik, orthorhombic, heksagonal, monoklinik, triklinik, dan trigonal. Namun banyak dari kristal ini
berupa polycrystalline yang juga terbentuk dari kristal tunggal. Dalam kehidupan sehari-hari, kristal tunggal
yang sering dikonsumsi oleh manusia, antara lain kristal garam dan gula(Austin, 1984).
Seperti dijelaskan di atas, proses kristalisasi dimulai dengan menambahkan senyawa yang akan
dimurnikan dengan pelarut panas sampai kelarutan senyawa tersebut berada pada level super jenuh. Pada
keadaan ini, bila larutan tersebut didinginkan, maka molekul-molekul senyawa terlarut akan saling menempel,
tumbuh menjadi kristal-kristal yang akan mengendap di dasar wadah. Sementara kotoran-kotoran yang terlarut
tidak ikut mengendap(Austin, 1984).
Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah nukleasi primer atau
pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal mulai tumbuh namun belum mengendap. Tahap ini
membutuhkan keadaan superjenuh dari zat terlarut. Saat larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan semua
za-zat terlarut, akibatnya molekul-molekul yang lepas dari pelarut saling menempel dan mulai tumbuh menjadi
inti kristal. Semakin banyak inti-inti yang bergabung, maka akan semakin cepat pula pertumbuhan kristal
tersebut.Tahap kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi sekunder. Pada tahap ini petumbuhan kristal
semakin cepat, yang ditandai dengan saling menempelnya inti-inti menjadi kristal-kristal padat(Austin, 1984).
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin. Seringkali senyawa yang diperoleh dari
hasil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut
perlu dilakukan rekristalisasi.Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok
dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian
dipanaskan (refluks) sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa
tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya
dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor
penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Austin, 1984).
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi tidak dikenal secara pasti, maka
kita setidaknya harus mengenal komponen penting dari senyawa tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa
organik, maka yang kita ketahui sebaiknya adalah gugus fungsional senyawa tersebut. Dengan kata lain, kita
minimal harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi(Austin, 1984).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan-bahan yang Digunakan:
1. Alkohol
2. Aquadest
3. Asam asetat glasial
4. Asam salisilat
5. Asam sulfat pekat
6. Ferri klorida
m.aspirin teori = n x Mr
= 0,038 mol x 180 gr/mol
=6,48 gram
% rendemen x 100 %
x 100 % = 57,19 %
4.2 Pembahasan
Sintesa asam asetil salisilat berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat dengan asetatglasialdengan
menggunakan asamsulfat pekat sebagai katalisator. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung
dua gugus –OH dan –COOH.
Digunakan asetat glasialdimaksudkan karena asetat glasial tidak mengandung air dan mudah menyerap
air sehingga air yang dapat menghidrolisis aspirin menjadi salisilat dan asetat dapat dihindari. Penggunaan
asetat glasial juga dimaksudkan agar mencegah adanya air, karena jika terdapat air maka kristal dari aspirin akan
terurai menjadi asam salisilat dan asetat glasial kembali atau dengan kata lain reversible (reaksi bolak balik).
Penambahan asam sulfat pekat pada larutan campuran asam salisilat dengan asetatglasial adalah berfungsi
sebagai kataliastor, jadi asam sulfat berfungsi untuk mempercepat terjadinya sintesadengancara menurunkan
energi aktivasi sehingga energi yang diperlukan dalam sintesa sedikit.
Setelah asam salisilat tercampur sempurna maka larutan dipanaskan dengan menggunakan penangas air,
hal ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada bahan sehingga aspirin yang diperoleh
nanti memiliki kemurniaan tinggi. Selain itu fungsi dari pemanasan adalah untuk memepercepat kelarutan dari
asam salisilat sehingga dapat bercampur dengan sempurna, hal ini dikarenakan proses pemanasan akan
mempercepat gerak kinetik dari molekul-molekul yang ada dalam larutan sehingga laju reaksi akan semakin
cepat dan reaksi berjalan cepat.
Berat aspirin kasar basah yang kami dapatkan pada praktikum yaitu 6,77 gram. Aspirin kasar ini
kemudian dimurnikan dengan melarutkannya dalam 15 ml alkohol dan 40 ml air hangat, agar aspirin larut
sempurna dilakukan pemanasan pada suhu 500C-600C. Dengan demikian aspirin akan larut dan dapat dipisahkan
dari pengotornya dengan penyaringan menggunakanpompa vakum.
Setelahitu dilakukan proses rekristalisasi menggunakan dua pelarut (alkoholdan air) supaya
mendapatkan kristal yang bagus dan hasil yang maksimum. Dalam hal ini alkohol berperan untuk melarutkan
sedangkan air berperan untuk mengkristalkan. Syarat pelarut rekristalisasi adalah dalam keadaan panas maupun
dingin, aspirin tetap larut dalam alkohol sehingga perlu ditambahkan air untuk membantu mengkristalkan
aspirin. Akan tetapi penambahan air dilakukan setelah aspirin larut dalam etanol. Karena aspirin akan berubah
menjadi asam asetat jika terkena air langsung.
Filtrat hasil penyaringan mengandung aspirin murni didinginkan dan dibiarkan membentuk kristal
aspirin, setelah tidak lagi terbentuk kristal. Kristal disaring dan dikeringkan. Hasil kristal aspirin murni yang
didapat yaitu 3,706 gram.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan-bahan, yaitu alat-alat yang digunakan harus
bebas air (kering),jika aspirin yang sudah terbentuk terkena air, maka aspirin akan berubah kembali menjadi
asam asetatdan tidak dapat dipakai kembali.Reaksi akan berlangsung dengan baik pada suhu 50 0C-600C. Pada
suhu tersebut merupakan suhu optimal pada pembentukan aspirin (reaksi berlangsung cepat tetapi ikatan ester
aspirin tidak lepas). Jika suhu yang digunakan di atas 60 0C maka ester yang terbentuk dapat terurai sehingga
aspirin tidak terbentuk. Dikarenakan titik leleh aspirin di atas 70 0C. dan bila suhu yang digunakan dibawah 500C
maka reaksi yang terjadi akan berlangsung lambat. Juga pada percobaan ini baru terbentuk endapan putih
(aspirin) setelah dipanaskan. Lalu didiamkan sampai dingin dan di uji dengan larutan FeCl 3, supaya kita dapat
mengetahui apakah masih ada asam salisilat yang tersisa (yang belum beraksi dengan asetat glasial) untuk
membentuk aspirin. Jika masih ada asam salisilat, maka larutan yang telah ditambahkan FeCl3, akan berwarna
ungu. Jika semua asam salisilat sudahberubah menjadi aspirin maka larutan tersebut akan berwarna bening bila
ditambahkan FeCl3. Apabila masih ada asam salisilat maka harus dilakukan rekristalisasi ulang sampai tidak
berwarna ungu lagi saat di uji dengan FeCl3
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Aspirin dibuat dengan cara mereaksikan asam salisilat dengan asetat glacial menggunakan asam sulfat pekat
sebagai katalis.
2. Hasil rekristalisasi aspirin dalam pratikum berwujud kristal.
3. Berat aspirin yang didapatkan dari percobaan yaitu 3,706 gr, dengan rendemen sebesar 57,19 %.
4. Pada proses pengujian dengan menggunakan FeCl3, warna larutan tetap bening yang menandakanaspirin telah
murni.
5.2 Saran
1. Sebaiknya melakukan pencampuran zat-zat untuk membuat aspirin dilakukan di dalam lemari asam dengan hati-
hati.
2. Jaga rentang suhu pada saat pemanasan karena suhu tinggi menyebabkan zat terurai.
3. Lakukan penyaringan zat pengotor dengan segera setelah aspirin dipanaskan agar aspirin yang didapat lebih
murni.
Daftar Pustaka
Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra- Hill Book Co: Singapura
Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.
Marry, Bellis. 2010. “Aspirin”, http://inventors.about.com,DiaksesRabu18 Maret 2015.
Mimir. 2011. “Aspirin atau Asam Asetilsalisilat (Asetosal”). http://robbaniryo.com, Kamis19 Maret2015.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
A. TUJUAN
Memahami reaksi asetilasi pembuatan aspirin dari asam salisilat dan asam asetat anhidrad.
B. DASAR TEORI
1. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasasakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap
demam), dan anti-inflamasi(peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat
digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran
penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai
wilayah dunia (Schror K. 2009)
Asam salisilat (o-hidroksi asam benzoat) merupakan senyawa bifungsional, yaitu gugus fungsi
hidroksil dan gugus fungsi karboksil. Dengan demikian asam salisilat dapat berfungsi sebagai fenol
(hidroksi benzena) dan juga berfungsi sebagai asam benzoat. Baik sebagai asam maupun sebagai
fenol, asam salisilat dapat mengalami reaksi esterifikasi. Bila direaksikan dengan anhidrida asam
akan mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan asam asetil salisilat (aspirin). Apabila asam salisilat
direaksikan dengan alkohol (metanol) juga mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan ester metil
salisilat (minyak gandapura) .(Horizon,2011)
Cara Kerja Aspirin dalam bentuk tablet mengandung asam asetilsalisilat 0,5 g. Dimaksudkan untuk
mengatasi segala rasa sakit terutama sakit kepala/ pusing, sakit gigi, pegal linu dan nyeri otot, pilek,
influenza dan demam. Efek terapeutik aspirin, menghambat pengaruh dan biosintesa dari zat-zat
yang menimbulkan rasa nyeri, demam dan peradangan (prostaglandin, kinin), days keria antipiretik
dan analgetik pada aspirin berpengaruh langsung susunan saraf pusat (Dirjen POM, 1979). Beberapa
penelitian menyebutkan aspirin dapat digunakan untuk pencegahan kanker usus besar (kolorektal),
kanker payudara, kanker prostat, kanker paru, Alzheimer dan penyakit lainnya.
Selain mempunyai banyak manfaat, penggunaan aspirin juga dapat menimbulkan bahaya.
Penggunaan berulang dapat menyebabkan pendarahan gastrointestinal, indikasi tukak lambung atau
tukak peptik yang kadang – kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna dan
jika dikonsumsi dalam dosis tinggi (10 sampai 20 g) dapat mengakibatkan kematian.(Tjay, 2002).
1. Sukar larut dalam air, kelarutan dalam air 10 mg/mL (20 °C)
• Anpiretik
• Analgesik
• Antiinflamasi
2. Reaksi Asetilasi
Asetilasi merupakan proses penggantian atom H pada gugus -OH atau -NH3 oleh gugus asetil. Zat
pengasetelasi yang umum ialah anhidra asetat, asetil klorida, dan ketena <mulyono.Reaksi asetilasi
ini merupakan reaksi yang setimbang. Reaksi asetilasi sama dengan reaksi esterifikasi, yaitu reaksi
antara alkohol dan asam sehingga dihasilkan suatu ester dan air (Groggin, 1985).
Ester merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya diganti dengan
gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, atau dari anhidrida asam
denga alcohol.Suatu ester asam karboksilat merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus -
CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril.Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan
asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi (Fessenden
& Fessenden, 1986).
Produksi ester secara industri dilakukan dengan mereaksikan asam asetat anhidrat dengan
alkohol.Esterifikasi berkataliskan asam merupakan reaksi yang reversible.Asam anhidrat ialah
turunan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus karboksil dan menghubungkan fragmen-
fragmennya. Ester yang dibuat dengan cara ini adalah asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal
dengan aspirin.
Proses sintesis aspirin harus dalam kondisi bebas air, dikarenakan aspirin yang terbentuk akan
terhidrolisis kembali menjadi asam salisilat jika dalam keadaan berair. Mengingat sifatnya yang
higroskopis, asam sulfat juga berperan sebagai penyerap air.
Kristalisasi merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dillanjutkan dengan
pengendapan. Kristalisasi juga merupakan teknik pemisahan kimia antara bahan padat-cair, di mana
terjadi perpindahan massa (mass transfer) dari suat zat terlarut (solute) dari cairan larutan ke fase
kristal padat. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut yang dibawa oleh zat terlarut yang membentuk
padatan dan tergantung dalam struktur Kristal. Karakter proses kristalisasi ditentukan oleh
termodinamika dan faktor kinetik. Faktor-faktor seperti tingkat ketidakmurnian, metoda
penyamburan, desain wadah, dan profil pendinginan bisa berpengaruh besar terhadap ukuran,
jumlah dan bentuk kristal yang dihasilkan. keadaan inilah yang menyebabkan kristalisasi sulit untuk
di kontrol.
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip
rekristalisasi yaitu perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat
pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat
yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Rekristalisasi juga berkaitan erat dengan
suhu. Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin,
maka konsentrasi impuriti yang rendah tetap dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi
tinggi akan mengendap. Kristalisasi dari zat akan menghsilkan kristal yang identik dan teratur
bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan kristal ini akan mencapai
optimum bila berada dalam kesetimbangan.
Titik leleh atau titik lebur dari sebuah benda zat adalah suhu dimana benda atau zat mengalami
perubahan fisik dari fase padat ke fasa cair.(Mulyono,2006. Hal417). Ketika dipandang dari sisi yang
berlawanan (dari cair menjadi padat) disebut titik beku. Pada sebagian besar benda, titik lebur dan
titik beku biasanya sama. Contoh, titik lebur dan titik beku dari "raksa" adalah 234,32 kelvin (-38,83
°C atau -37,89 °F) Namun, beberapa subtansi lainnya memiliki temperatur beku cair yang berbeda.
contohnya "agar-agar", mencair pada suhu 85 °C (185 °F) dan membeku dari suhu 32-40 °C (89,6 -
104 °F); fenomena ini dikenal sebagai hysteresis. Beberapa benda lainnya, seperti kaca, dapat
mengeras tanpa mengkristal terlebih dulu; ini disebutamorphous solid.Tidak seperti titik didih, titik
lebur tidak begitu terpengaruh oleh tekanan (wikipedia, 2014).
Senyawa – senyawa murni suhunya hampir tetap selama meleleh atau disebut juga mempunyai titik
leleh yang tajam, misalnya 125,5° - 126° atau 180° - 181°, sedangkan untuk senyawa yang sama
tetapi tidak murni akan meleleh pada interval suhu yang lebar, missal 123° – 126° atau 176° – 180°.
Pengotoran yang menyebabkan penurunan titik leleh ini mungkin adalah suatu bahan berbentuk
resin yang tidak diidentifikasi atau senyawa lain yang mempunyai titik leleh lebih rendah atau lebih
tinggi dari senyawa utamanya. Bila suatu senyawa A yang murni meleleh pada suhu 150° – 151° dan
senyawa B murni meleleh pada suhu 120° – 121°, maka bila senyawa A ditambah senyawa B,
campuran ini akan meleleh secara tidak tajam pada daerah suhu di bawah 150°. Sebaliknya bila
senyawa B ditambah sedikit senyawa A, campuran ini akan meleleh di atas suhu 120°. Alat penentu
titik leleh ada beberapa macam mulai yang manual hingga digital seperti thiele, Fisher John Melting
point apparatus, blok logam atau dengan system digital.
5. Analisis Bahan
a. Asam Salisilat
% Unsur penyusun : Tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 101,0
%C7H6O3 dihitung terdiri dari zat yang telah dikeringkan.
Sifat Bahan : Padatan ,tidak berbau, rasanya agak manis, berwarna putih, tidak
korosif, kemungkinan mudah terbakar, berbahaya jika kontak langsung dengan mata, kulit, tertelan
dan terhirup.
Sinonim :-
Sifat Bahan : Cairan jernih tidak berwarna, berbau tajam, rasanya asam, sangat
korosif, mudah terbakar.
c. Aspirin
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam
kloroform.
Sifat Bahan :Hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau
hampir tidak berbau, rasa asam.
d. Asam Sulfat
% unsur penyusun : Asam sulfat mengandung tidak kurang dari 95 % dan larut dalam
kloroform.
e. Alkohol
Sinonim : Alkohol
Rumus Molekul : C2H6O
f. FeCl3
Sifat Bahan : Padatan, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, korosif, tidak
mudah terbakar, sangat berbahaya jika tertelan. Dan bahaya ketika kontak langsung dengan mata,
kulit, dan terhirup.
g. Aquades
h. HCl
Sifat Bahan : Cairan, berbau tajam, tidak berasa, tidak berwarna sampai
berwarna kuning terang, sangat korosif, tidak mudah terbakar, sangat berbahaya jika kontak
langsung dengan mata, kulit,dan terhirup.
i. NaHCO3
% unsur penyusun : NaHCO3 larut dalam 11 bagian air, praktis tidak larut dalam kloroform.
Sifat Bahan : Tidak berbau, berwarna aputih, tidak korosif, tidak mudah terbakar,
sedikit berbahaya jika kontak langsung dengan kulit, mata, tertelan, dan terhirup.
j. Benzena
Sinonim : Benzene
Alat
1. Gelas ukur
2. Corong buchner
3. Kertas saring
4. Gelas beker
5. Pengaduk
6. Thermometer
7. Pipet tetes
8. Gelas arloji
Bahan
4. Alkhohol
5. Besi(III) klorida
6. Aquades
8. Air es
10. Benzena
D. CARA KERJA
1.
Pembuatan Aspirin
2. Pemurnian dengan Etanol-air
3. Pengujian
E. HASIL PENGAMATAN
1. Pembuatan Aspirin
NO PERTANYAAN PENGAMATAN
2. Pemurnian
Titik leleh -
% rendemen - 23,37 %
ANALISIS DATA
· Menghitung Rendemen
m: 0,0145 mol -
Rx:0,0145
mol 0,0145 mol
S: 0,0145 mol
Rendemen = 100%
= 100%
= 23,37 %
F. PEMBAHASAN
Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam salisilat. Aspirin berupa
kristal putih dan berbentuk seperti jarum. Dalam pembuatan aspirin tidak akan dihasilkan produk
yang baik jika suasananya berair, karena asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi
asam salisilat berair. Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat dengan
katalisator H2SO4 pekat. Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H pada gugus –OH dan asam
salisilat dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat. Karena asam salisilat adalah desalat phenol,
maka reaksinya adalah asetilasi destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang kuat
dari phenol, tetapi tergantung pada pemakaian, pemisahan ikatan –OH. Jika dipakai asam karboksilat
untuk asetilasi biasanya rendemen rendah. Hasil yang diperoleh akan lebih baik. Jika digunakan
suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester asetat. Nama lain aspirin adalah metil ester
asetanol (karena doperoleh dari esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan
fenilsalisilat.
Dalam percobaan ini, dicampurkan asam salisilat dan asam asetat an-hidrat. Digunakan asam asetat
an-hidrat, karena asam asetat anhidrat memiliki gugus asetil yang merupakan leaving group yang
lebih baik dibandingkan gugus hidroksi pada asam asetat, asam asetat anhidrid akan menyerang
nukleofil yang ada pada asam salisilat. Asam asetat anhidrat lebih reaktif jika dibandingkan dengan
asam asetat, kelebihreaktifan asam asetat anhidrat ini disebabkan oleh struktur asam asetat
anhidrat yang telah kehilangan 1 atom hidrogen sehingga atom karbon menjadi
elektropositif.Setelah ditambahkan asam asetat an-hidrat, selanjutnya digojog hal ini bertujuan agar
asam salisilat yang berbentuk padatan dapat larut sempurna dalam larutan asam asetat an-
hidrat.Kemudian campuran ditetesi dengan asam sulfat pekat. Penambahan asam sulfat pekat
berfungsi sebagai katalisator yaitu untuk mempercepat terjadinya sintesa dengan cara menurunkan
energi aktivasi sehingga reaksi berjalan lebih cepat dan energi yang diperlukan semakin sedikit. pada
penambahan asam sulfat pekat timbul panas dan letupan hal ini menunjukkan reaksinya eksoterm.
setelah pencampuran dihasilkan campuran seperti bubur atau dalam fasa padat.
Campuran selanjutnya dipanaskan dalam air mendidih, pemanasan dilakukan selama 10 menit
.Setelah dipanaskan campuran yang awalnya berada dalam fasa padat berubah menjadi fasa cair dan
berwarna bening.Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan menghilangkan zat-zat pengotor yang ada
pada larutan sehingga menghasilkan aspirin dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Pemanasan ini
juga bertujuan mempercepat kelarutan asam salisilat, dimana hal ini akan mempengaruhi laju reaksi
yang semakin cepat karena mempercepat gerak kinetik dari molekul-molekul larutan tersebut.
Sebelumnya telah disiapkan baskom yang berisi es batu atau air es. Setelah 10 menit pemanasan,
erlenmeyer yang berisi larutan langsung dimasukkan kedalam basom berisi air es. Hal ini
dimaksudkan agar terjadi proses kristalisasi, ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam
larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan.
Setelah itu, dilakukan penyaringan dengan corong buchner dan kertas saring yang telah ditimbang
sebelumnya. Penyaringan ini dilakukan untuk mendapatkan kristal aspirin yang terdapat dalam
larutan. Karena telah berbentuk padatan, kristal sulit untuk diambil jadi sebelum kristal disaring,
ditambahkan air. Residu yang dihasilkan juga dibilas dengan air. Hal ini bertujuan untuk
menghidrolisis kelebihan asam pada kristal aspirin. Selanjutnya, kristal aspirin yang ada pada kertas
saring dikeringkan di oven hingga kering dan setelah kering maka ditimbang di timbangan analitik.
Reaksi
Setelah ditimbang didapatkan padatan. Padatan yang didapatkan ini masih mengandung zat
pengotor atau belum 100% murni.Selanjutnya padatan dibilas dengan aquades untuk
menghilangkan kelebihan asam yang ada dalam aspirin.Padatan lalu dicampur dengan 25 mL etanol,
dan didapatkan larutan yang berwarna bening. Kemudian ditambahkan 60mL air panas dan
diperoleh larutan yang tetap berwarna bening. Selanjutnya seperti tahap pengkristalan awal, larutan
didinginkan dalam air es, dan setelah terbentuk kristal dioven hingga kering.
Untuk membuktikan apakah padatan yang dihasilkan benar-benar murni aspirin atau tidak maka
ditambahkan dengan FeCl3. Ketika Besi (III) Klorida bereaksi dengan gugus fenol akan membentuk
kompleks yang berwarna ungu. asam salisilat termasuk fenol, sehingga jika dalam padatan masih
mengandung asam salisilat maka akan menghasilkan larutan berwarna ungu jika dimasukkan FeCl3.
Namun, jika padatan adalah aspirin murni maka akan dihasilkan warna larutan yang keruh. Sebelum
ditambahkan FeCl3, sebelumnya padatan dilarutakn dengan etanol agar berada dalam fasa larutan,
tidak dilarutkan dalam air karena aspirin dan asam salisilat sukar larut dalam air.Pada percobaan ini
didapatkan hasil larutan berwarna ungu, hal ini menunjukan padatan yang dihasilkan masih
mengandung pengotor.Kemungkinan kesalahan adalah karena pemanasan larutan yang kurang lama
Pemanasan dilakukan untuk menaikan kelarutan asam salisilat yang terbentuk sehingga mampu
bereaksi sempurna.Selain itu, proses asetilasi asam salisilat juga dilakukan dalam kondisi bebas air.
Proses pengeringan yang tidak sempurna akan menyebabkan aspirin yang terbentuk akan
terhidrolisis kembali menjadi asam salisilat. Pada percobaan ini, asamsalisilat diharapkan menjadi
pereaksi pembatas sehingga habis bereaksi, namun ternyata asam salisilat masih terdapat dalam
padatan.
Massa aspirin teoritis yang didapatkan adalah 2,61 gram tetapi pada percobaan ini tidak dihasilkan
massa sebanyak itu hanya 0,6 gram, dan prosentase rendemennya hanya23,37%. Karakter proses
kristalisasi ditentukan oleh termodinamika dan faktor kinetik. Faktor-faktor seperti tingkat
ketidakmurnian, metoda penyamburan, desain wadah, dan profil pendinginan bisa berpengaruh
besar terhadap ukuran, jumlah dan bentuk kristal yang dihasilkan. Keadaan inilah yang
menyebabkan kristalisasi sulit untuk di kontrol. Pada percobaan ini proses pendinginan dilakukan
secara manual dengan menggunakan air es dalam baskom sehingga proses pengkristalan juga
kurang sempurna. Perpindahan tempat yang awal penimbangan digunakan gelas arloji lalu
dimasukkan ke erlenmeyer, kemungkinan masih ada sedikit padatan yang tertinggal atau jatuh, lalu
setelah pendinginan kristal di pindah dari erlenmeyer ke kertas saring yang ada dalam corong
buchner, kemungkinan ada padatan yang masih tertinggal di erlenmeyer, penyaringan ini juga
dilakukan dua kali. Kesalahan-kesalahan tersebut menyebabkan hasil yang didapatkan jauh dari
massa teoritis.
Pada percobaan ini tidak dilakukuan pengujian titik didih, hal ini dikarenakan kurangnya waktu
praktikum.
Reaksi Keseluruhan
G. KESIMPULAN
1. Asprin dapat dibuat dari asam salisilat dan asam asetat anhidrad dengan bantuan katalis H2SO4
2. Aspirin merupakan senyawa turunan dari asam salisilat, yang dibuat dengan proses asetilasi
asam salisilat dalam kondisi bebas air
3. Identifikasi kemurnian dari aspirin yang dihasilkan dapat digunakan larutan FeCl3
4. Massa teoritis yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah 2,61 , sedangkan rendemen yang
dihasilkan adalah 23,37%