Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. Definisi Halusinasi

1. Pengertian

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita
mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari,
2001).

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).

Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan
tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan.
Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga
terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya
keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang
memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik
(Stuart & Sundenn, 1998).

Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang
terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)

2. Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

· Bicara sendiri.

· Senyum sendiri.

· Ketawa sendiri.

· Menggerakkan bibir tanpa suara.

· Pergerakan mata yang cepat

· Respon verbal yang lambat

· Menarik diri dari orang lain.

· Berusaha untuk menghindari orang lain.


· Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

· Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.

· Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.

· Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.

· Sulit berhubungan dengan orang lain.

· Ekspresi muka tegang.

· Mudah tersinggung, jengkel dan marah.

· Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

· Tampak tremor dan berkeringat.

· Perilaku panik.

· Agitasi dan kataton.

· Curiga dan bermusuhan.

· Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

· Ketakutan.

· Tidak dapat mengurus diri.

· Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

3. Tahapan/Tingkatan Halusinasi

Menurut Stuart dan Laraia (2001), terdiri dari 4 fase :

Fase I :

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri.

Fase II :

Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-
tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.

Fase III :

Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.
Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.

Fase IV :

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

4. Klasifikasi Halusinasi

a. Halusinasi pendengaran :

karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.

b.Halusinasi penglihatan :

karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.

c. Halusinasi penciuman:

karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine
atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang
dan dementia.

d. Halusinasi peraba :

karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh :
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap :

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :

karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine. (Menurut Stuart, 2007)

B. Rentang Respon

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologi.

- Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

- Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh
perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.

- Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak
komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

- Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat
diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.

- Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu
dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.

- Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat
panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi
sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.

- Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.

- Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.

- Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan
masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.

- Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.

- Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

C. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:


1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan
pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.
Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan
atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

D. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu
terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:


1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.

3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

E. Mekanisme koping

1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.

3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. (Stuart, 2007).

II. Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian

Konsep Dasar Keperawatan

Menurut Carpenito (1998) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses
terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa,
menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi,
faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki
klien.

Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses
keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:
a. Identitas klien dan penanggung

Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan
alamat.

b. Alasan masuk rumah sakit

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat,
terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

c. Faktor predisposisi

1). Faktor perkembangan terlambat

a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.

b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.

c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.

2). Faktor komunikasi dalam keluarga

a. Komunikasi peran ganda.

b. Tidak ada komunikasi.

c. Tidak ada kehangatan.

d. Komunikasi dengan emosi berlebihan.

e. Komunikasi tertutup.

f. Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.

3). Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.

4). Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5). Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk
sel korteks dan limbik.
6). Faktor genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian
kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15
%, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

d. Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di
thalamus dan frontal otak.

2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).

3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya.

e. Faktor Pemicu

1. Kesehatan : Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-
obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

2. Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam
melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social,
kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.

3. Sikap : Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal
(kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa
punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak
tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku
agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.

4. Perilaku : Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman,
gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.

Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:

a). Isi halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika
halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang
tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang
dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

b). Waktu dan frekuensi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali
sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.

c). Situasi pencetus halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga
bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi
pernyataan klien.

d). Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang
dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol
stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

d. Pemeriksaan fisik

Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi
badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

Status Mental

Pengkajian pada status mental meliputi:

1). Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.

2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.

3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.


4). Alam perasaan: suasana hati dan emosi.

5). Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen

6). Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.

7). Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.

8). Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi
proses pikir.

9). Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.

10). Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.

11). Memori

a. Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.

b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.

12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung
sederhana.

13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.

14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.

Kebutuhan persiapan pulang

yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri,
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.

Mekanisme koping

1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.

3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan
perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.

Masalah Keperawatan

Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:

- Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

- Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.

- Isolasi sosial : menarik diri.

- Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

- Intoleransi aktifitas.

- Defisit perawatan diri.

III. Diagnosa Keperawatan

Vous aimerez peut-être aussi