Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH :
KELOMPOK 2
LINA OKTARINA
RISKA FAUZANAH
WELLYA RESTY ALDRA
YOSA ULVIA
PRODI DIII KEPERAWATAN
ii
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan kulit yang menular (herpes simplex)”.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini guna memenuhi salah satu penilaian
tugas Ilmu Keperawatan Sistem Integumen Semester 3 Tahun 2011.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kerja keras berbagai pihak yang dengan
tulus dan ikhlas membantu penulis sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan lancar.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha untuk menyelesaikan
dengan sebaik-baiknya berdasar kemampuan yang ada pada penulis. Akan tetapi,
pengetahuan penulis masih kurang dan terbatas, maka makalah ini tidak luput dari
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pihak pembaca
pada umumnya.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya.
Penulis
ii
4
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................................i2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................i3
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................4
2.1 Definisi Herpes Simplex...............................................................................................4
2.2 Penyebab dan Epidemiologi.........................................................................................5
2.3 Patogenesis....................................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis.........................................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................12
2.6 Komplikasi..................................................................................................................13
2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................................14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................16
3.1 Pengkajian...................................................................................................................16
3.2 WOC Herpes Simpleks...............................................................................................17
3.3 Diagnosa Keperawatan...............................................................................................18
3.4 Intervensi Keperawatan..............................................................................................18
BAB 4 PENUTUP................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................20
4.2 Saran...........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................21
iii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Saat ini penyakit herpes simplex terutama herpes genital menjadi salah satu
penyakit menular seksual dan telah berhasil mempengaruhi kehidupan jutaan pasien
beserta pasangannya. Kebanyakan individu mengalami gangguan psikologis dan
psikososial sebagai akibat dari nyeri yang timbul, gejala lain yang menyertai ketika terjadi
infeksi aktif, kekambuhan yang tinggi, dan komplikasinya seperti meningitis aseptic serta
transmisi neonatus menyebabkan penyakit ini mendapat perhatian yang besar dari
penderita dan petugas kesehatan.
Penderita herpes genitalis kebanyakan adalah kalangan orang dewasa muda berusia
20 – 30 tahun dan penularannya melalui kontak seksual. Penyakit tersebut disebabkan oleh
HSV-1 (sekitar 16,1%) akibat hubungan kelamin secara orogenital atau penularan melalui
tangan. Risiko tinggi penularan HSV ini terutama terjadi pada wanita hamil dengan infeksi
primer, yaitu ibu yang belum memiliki antibodi terhadap HSV namun pasangannya
seropositif; atau dilakukannya prosedur invasif saat intrapartum (saat proses kelahiran)
terhadap bayi dari ibu dengan riwayat herpes genitalis atau seropositif HSV. Penularan
pada bayi sebagian besar (90%) terjadi saat proses kelahiran, 5% pada janin melalui
plasenta atau langsung mengenai fetus (janin). Selebihnya, 5%, infeksi HSV diperoleh
sehabis masa persalinan
Transmisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui
kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya
mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Penyebaran HSV sulit dicegah. Hal ini
sebagian karena banyak orang dengan HSV tidak tahu dirinya terinfeksi dan dapat
menularkannya. Orang yang tahu dirinya terinfeksi HSV pun mungkin tidak mengetahui
mereka dapat menularkan infeksi walaupun mereka tidak mempunyai luka herpes yang
terbuka. Angka penularan HSV dapat dikurangi dengan penggunaan kondom.
Oleh karena penyakit herpes genital tidak dapat disembuhkan serta bersifat
kambuh-kambuhan, maka terapi sekarang difokuskan untuk meringankan gejala yang
1 angka penularan sehingga diharapkan
timbul, menjarangkan kekambuhan, serta menekan
kualitas hidup dari pasien menjadi lebih baik setelah dilakukan penanganan dengan tepat.
2
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Mendapatkan informasi tentang herpes simplek genetalia.
2. Manfaat Praktis
Sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes
simplek genetalia
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Herpes adalah infeksi virus pada kulit yang paling umum. Kondisi yang muncul
karena infeksi ini sangat bervariasi meliputi infeksi tanpa gejala, pilek dan herpes pada
genital. Herpes genetalia merupakan infeksi akut pada genetalia dengan gambaran khas berupa
vesikel berkelompok pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren.
Transmisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui
kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya
mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Inokulasi virus pada lesi kulit atau
mukosa akan menimbulkan respons imunitas seluler awal tetapi jika terjadi penghambatan
pada virus, maka akan terjadi reepitelisasi pada lesi ( Daili, Sjaiful & Judanarso, Jubianto ).
Herpes simpleks genitalis dapat ditularkan melalui kontak seksual, dan mengenai organ-
organ seks tubuh seperti vagina dan daerah sekitamya (bokong, anal dan paha) atau melalui
aktivitas seksual oral (organ oral seks). Tetapi tidak dapat ditularkan melalui udara atau
melalui air, misalnya jika seseorang berenang di kolam renang.
Infeksi ini dapat berupa kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta
daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas adanya vesikel
berkelompok di atas dasar yang eritema. Di antara keduanya herpes genitalis merupakan salah
satu penyakit infeksi menular seksual yang sering menjadi masalah karena sukar
disembuhkan, sering rekuren, juga karena penularan penyakit ini yang dapat terjadi pada
penderita yang tanpa gejala atau asimtomatis.
3
4
1. Penyebab : Herpes Simpleks Virus merupakan penyebab terjadinya infeksi herpes simpleks.
Sedangkan herpes simplex genetalia umumnya disebabkan oleh herpes simplek virus
tipe 2 ( herpes virus hominis tipe 2 ), sebagain kecil dapat pula oleh tipe 1.
2. Umur : dewasa muda / masa seksual aktif.
3. Jenis kelamin : insiden yang sama pada pria dan wanita.
4. Ras : kulit hitam lebih banyak dari kulit putih
5. Risiko mendapatkan infeksi genetalia adalah keaktifan seksual yang bertambah, umur
muda pada saat pertama kali melakukan hubungan seks, bertambahnya jumlah
pasangan seksual, status imun penderita.
6. Faktor pencetus : menstruasi, koitus, gangguan pencernaan, stress emosi, kecapaian,
dan obat – obatan
7. Klasifikasi :
Herpes simpleks dibagi dalam 2 serogroup, yaitu:
Herpes Simpleks tipe 1 ( HSV-1)
HSV-2 atau disebut dengan herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual
dan menyebabkan vagina terlihat seperti bercak dengan luka mungkin muncul
iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit
(jaundice) dan kesulitan bernapas atau kejang.
HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4 - 6 hari. Tetapi,
bagaimanapun kedua tipe virus tersebut dapat menyebabkan penyakit dibagian tubuh
manapun
5
2.3 Patogenesis
Infeksi herpes simpleks mengikuti pola yang biasa pada family virus herpes yaitu:
a. Infeksi primer
Hampir semua orang yang terinfeksi tidak mengetahui episode pertama dari infeksi
herpes simpleks. Pada gejala individu, infeksi primer adalah tahap di mana mungkin
rasa nyeri muncul dan gejala memanjang pada tahap ssesudah itu. Infeksi primer
mungkin berlangsung selama beberapa hari.
b. Masa laten (inkubasi)
Virus yang awalnya menginfeksi sel epitel membran mukosa dan kulit akan
menyerang sel saraf sensori selama masa laten. Pada masa ini virus tidak melakukan
replikasi tetapi hidup. Pada keadaan ini adanya stressor emosi atau fisiologik dapat
menyebabkan virus aktif kembali.
c. Infeksi sekunder (reaktivasi)
Virus melakukan replikasi pada reaktivasi dari infeksi baik dengan menunjukan
gejala atau tanpa gejala. Pada kasus lain dapat terjadi penyebaran virus pada orang
lain. Umumnya reinfeksi simtomatik tidak terlalu parah dan dalam waktu yang lebih
singkat dari infeksi primer. Gejala yang muncul kembali dari infeksi mempunyai
periode prodromal dan dapat diketahui dengan adanya sensasi gatal, panas,atau
kesemutan.
Infeksi herpes genitalis dimulai bila sel epitel mukosa saluran hospes (host) yang rentan
terpapar oleh virus yang ada dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. HSV
menjadi inaktif, melekat pada sel epitel masuk dengan cara meleburkan diri di dalam
membran. Sekali masuk di dalam sel akan terjadi replikasi menghasilkan banyak vinon
sehingga sel-selnya akan mati. Virus juga memasuki ujung saraf sensoris yang mensarafi
saluran genital. Virion masuk ke dalam inti sel neuron dan ganglia sensorik.
Infeksi oleh virus herpes 1 atau 2 akafi menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada
permukaan sel-sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan
seluler akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respons imun. Pada
hewan coba tikus, antibodi spesifik akan muncul dalam serum setelah 3 hari, sel T sitotoksik
setelah 4 hari dan imunitas seluler fungsional setelah 5 hari.
Sifat virus berbeda dari bakteri, di mana bakten bersifat independent, dapat
6
bereproduksi sendiri sedangkan virus harus dibantu oleh sel untuk bereproduksi. Virus
masuk ke dalam sel manusia dan dapat membuat virus lain. Demikian juga pada sel
manusia yang terinfeksi oleh herpes simpleks, sel tersebut akan melepas virus baru sebelum
mati. Sel yang mati tersebut akan menghasilkan kerusakan pada jaringan yang ditandai atau
dimulai dengan munculnya gambaran vesikula.
Virus herpes dapat juga menginfeksi suatu sel yang kemudian akan membuat virus baru
lagi untuk kemudian virus tersebut akan bersembunyi di dalam sel. Bersifat hanya menunggu.
Virus yang tersembunyi dalam sel sistem saraf ini disebut sebagai neuron. Dan masa menunggu
tersebut kita sebut sebagai masa laten. Virus laten dapat menunggu dalam neuron dalam
beberapa hari, bulan atau tahun.
Infeksi aktif ini akan dikontrol oleh sistem imun tubuh kita, sampai fase penyembuhan dari
sakitnya. Di antara masa infeksi aktif dari virus tersebut, dapat timbul masa laten. Pada masa
laten selanjutnya virus menjadi aktif lagi dan sekali lagi menyebabkan terjadinya sakit. Dan
keadaan ini disebut sebagai rekurensi.
Selama fase induksi, infeksi menjadi tidak terkontrol, infeksi herpes simpleks dapat
menyebar, memburuk dengan durasi yang lebih lama daripada infeksi herpes rekurens.
Keadaan ini memburuk secara klinis danNiibedakan dengan cara, menghitungjumlah din
melihat karakteristik dari imunitas seluler. Ketika imunitas tubuh seseorang dirangsang maka
gambaran infeksi herpes simpleks secara khas akan muncul sehingga fungsi antibodi
menjadi kurang berarti.
Seperti infeksi virus yang lain, pada infeksi virus herpes simpleks ini akan terbentuk
antibodi IgG, IgM dan IgA. Titer antibodi IgG dan IgM akan menurun lebih cepat setelah
infeksinya terkontrol. Titer IgG muncul secara indefinitif, yang menunjukkan bahwa imunitas
humoral protektif yang muncul adalah akibat dari rangsangan oleh virus hidup atau oleh
vaksinasi. Keberadaan antibodi terhadap virus herpes simpleks 1 merupakan peningkatan
perlindungan paling tinggi melawan infeksi yang disebabkan oleh herpes virus tipe 2 atau
sebaliknya, atau disebabkan oleh reaktivasi silang.
Faktor status imunologi seseorang pada beberapa kasus mungkin berhubungan dengan
efek dari faktor imunologi penyakit ini.4 Kekambuhan dibedakan dari infeksi primer dalam hal,
ukuran vesikelnya yang kecil dan dalam kelompok yang tersendiri juga tidak disertai gejala
konstitusional.
7
Derajat keparahan penyakit dapat dilihat dari gambaran klinis dan frekuensi serta seringnya
kekambuhan dari herpes genitalis ini juga dipengaruhi oleh faktor hospes dan virus, seperti tipe
virus serta keadaan imunitas hospes. Faktor hospes yang ikut mempengaruhi derajat keparahan
penyakit adalah umur, suku, inokulasi atau latar belakang genetik.
Manifestasi klinis herpes genitalis dapat dibedakan antara episode yang pertama
dengan episode kekambuhan herpes genitalis. Pada episode pertama herpes genitalis,
sering bersama-sama dengan gejala sistemik disertai gejala pada genital maupun
ekstragenital.
Gejala sistemik yang muncul seperti nyeri, sakit tenggorokan, panas, pusing, gatal,
kesemutan, limfadenopati, malaise dan myalgia dilaporkan terjadi 40% pada laki-laki dan
70% pada wanita dengan HSV2 primer. Muncul pada awal penyakit dan mencapai puncaknya
pada hari ke-3—4 setelah onset penyakitnya. Gejala lokal yang muncul berupa nyeri, gatal,
disuria dan adenopati inguinal. Discharge uretra dan disuria dapat muncul pada sepertiga
pasien laki-laki dengan infeksi HSV2.
Gambar 2.3 Herpes simpleks genetalis, tampak vesikula bergerombol di atas kulit
yang eritematus.
Gambar 2.4 Herpes simpleks genetalis, tampak erosi multipel akibat vesikula yang sudah
pecah dan di beberapa tempat masih terdapat vesikula.
3) Pembesaran limfonodi inguinal dan femoral secara umum bersifat nonf luktuasi
serta nyeri pada perabaan.
d. Gambaran klinis infeksi herpes genitalis yang rekuren sebagai berikut.
1) Vesikel kecil-kecil yang multipel bergerombol pada satu sisi muncul pada kulit yang
normal atau daerah kemerahan, berisi cairan jernih kemudian akan tampak keruh
dan purulen, kering dan berkrusta menyembuh setelah 7-10 hari, lesi yang matang
terdiri atas vesikel bergerombol dan atau pustula di atas kulit yang eritematosa
dengan dasar edema.
2) Adanya krusta yang kekuningan atau keemasan mengindikasikan adanya
superinfeksi dengan bakteri
3) Pembesaran kelenjar regional dengan nyeri sering ditemukan.
4) Gambaran eritema multiforme sering bersamaan dengan infeksi HIV dan
berespons dengan pemberian antivirus sebagai profilaksis.
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis, meupakan kasus
fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai penyakit menular seperti pneumonia,
colitis, atau esofagitis pada pasien AIDS. Infeksi primer atau rekuren selama hamil dapat
menimbulkan infeksi congenital janin dan bayi baru lahir. Komplikasi dapat berupa infeksi
lokal sampai dengan kelainan dan kadang meninggal.
Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan
pada pasien dengan dermatitis atopik atau kehamilan.
2.7 Penatalaksanaan
dikeringkan. Jika daerah terinfeksi terlalu lembab, dapat mengundang infeksi sekunder
(infeksi lanjutan).
1. Medis
a. Pengobatan lesi inisial / episode pertama yang diberikan dapat dibagi
menjadi 3 bagian.
1) Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya,
psikoterapi dan proteksi individual.
2) Pengobatan nonspesifik, yaitu pengobatan yang bersifat simtomatis
3) Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan berupa obat-obat antivirus terhadap virus
herpes.
Obat antivirus yang kini telah banyak dipakai adalah acyclovir, di samping itu ada 2
macam obat lagi antivirus baru yaitu valacyclovir dan famacyclovir. Efek obat antivirus
tersebut belum dapat mengeradikasi virus, yang ada hanya mengurangi viral shedding,
memperpendek hari sakit dan memperpendek rekurensi.
Pada keadaan imunokompeten resistensi terhadap asiklovir diperkirakan sekitar 3%.
Pada penderita dengan frekuensi rekurensi yang tinggi dapat diberikan terapi asiklovir sebagai
obat supresif kronis dalam dosis 400 mg dua kali sehari dan dapat menyembuhkan 50% dari
lesinya.
Pemberian terapi topikal juga mempunyai beberapa keuntungan dalam
penatalaksanaan herpes genitalis yang bersifat rekuren. Di Amerika Serikat preparat asiklovir
5% topikal dalam propiletilen glikol menghasilkan efek antivirus, tetapi hanya sedikit
keuntungan klinis yang didapat. Di Eropa dengan sediaan preparat asiklovir 5% dalam
krim aqua lebih efektif.
b. Lesi Rekurens
Jika lesi ringan: simtomatis
Jika lesi berat : dapat diberikan asiklovir 5 X 200 mg/hari per oral selama 5 hari atau 2 X
400 mg/hari atau Valasiklovir 2 x 500 mg/hari atau Famsiklovir 2 x 125-250 mg /hari.
2. Non Medis
a. Menjaga kebersihan local
b. Menghindari trauma atau factor predisposisi
13
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Biodata.
Cantumkan semua identitas klien: umur (penyakit ini sering terjadi pada anak
usia di atas 10 tahun atau kelompok dewasa); jenis kelamin (tidak ada
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan).
b. Keluhan utama.
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam disertai dengan adanya lepuh
berisi air pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok.
Biasanya, klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa
gatal/nyeri pada derma-tom yang terserang, klien juga mengeluh nyeri kepala
dan badan terasa lelah. Pada daerah yang terserang, mula-mula timbul papula
atau plakat berbentuk urtika, setelah 1-2 hari timbul gerombolan vesikula.
Biasanya, keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes zoster,
atau klien pernah kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster.
e. Riwayat psikososial.
Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran/citra diri
dan harga diri. Sering kali kita jumpai gangguan konsep diri pada klien. Hal ini
karena herpes zoster merupakan penyakit yang merusak kulit dan mukosa,
14
terutama pada kasus herpes zoster berat. Di samping itu, perlu dikaji tingkat
kecemasan klien dan informasi/pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit ini.
f. TTV
1) Head To Toe
a) Kepala
b) Kulit kepala
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
3) Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak ada
penurunan penglihatan.
4) Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan
tidak terdapat hiposmia. Anosmia, parosmia, kakosmia.
5) Telinga (Pendengaran)
a) Inspeksi
b) Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid.
c) Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
d) Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
e) Pemeriksaan pendengaran
f) Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
g) Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar lebih
keras.
h) Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
6) Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak
terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
7) Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
8) Thorak
a) Bentuk : simetris
15
b) Pernafasan : regular
c) Tidak terdapat otot bantu pernafasan
9) Abdomen
a) Inspeksi
b) Bentuk : normal simetris
c) Benjolan : tidak terdapat benjolan
d) Palpasi
e) Tidak terdapat nyeri tekan
f) Tidak terdapat massa / benjolan
g) Tidak terdapat tanda tanda asites
h) Tidak terdapat pembesaran hepar
i) Perkusi
j) Suara abdomen : tympani.
10) Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada
wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora,
klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk,
ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limferegional
11) Ekstremitas
Sitologi (64% zanck smear positif); adanya sel raksasa yang multilokuler dan
sel-sel okantolitik.
Tzanck’s smear dan punch biopsy: adanya sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel mengandung badan inklusi eosinofilik, yang tidak terdapat pada lesi yang
lain, kecuali virus herpes simpleks.
Isolasi virus: cairan vesikel, darah, cairan serebrospinalis, jaringan terinfeksi,
antigen VVZ.
Sitologi (64% zanck smear positif) : adanya sel raksasa yang multilokuler dan
sel-sel okantolitik.
h. Pola Kehidupan
16
Menghasilkan banyak
Virion
MK : Kerusakan
Integritas Kulit
MK : Risiko
penyebaran
penyakit Timbul Vesikula dan
MK : Gangguan Ulkus
fungsi sexsual
Demam, myalgia,
malaise
MK : Nyeri
18
2. Tissue integrity
Kerusakan integritas kulit Pressure
berhubungan dengan lesi (skin and management
Jaga kebersihan
20
3.
Risiko infeksi berhubungan Infeksi Kontrol Infeksi
yang
Bersihkan
dengan kerusakan fungsi hebat
Dahak kental lingkungan setelah
barier kulit
Pengambilan
dipakai pasien
Kriteria Hasil :
nanah Pertahankan
Klien bebas dari tanda dan
Demam
teknik isolasi
gejala infeksi Hypotermi
Instruksikan pada
Mendeskripsikan proses Ketidakstabilan
pengunjung untuk
penularan penyakit, factor suhu
Nyeri mencuci tangan
yang mempengaruhi
Gejala
saat berkunjung
penularan serta
gastrointestinal
dan setelah
penatalaksanaanya Rasa tidak enak
21
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Herpes simplek genetalia merupakan penyakit menular seksual, penularannya
melalui hubungan seksual maupun permukaan kulit.
2. Gejala yang sering adalah nyeri serta klien kebanyakan mengalami gangguan
psikologi maupun psikososial.
3. Penanganan dapat berupa medis maupun nnon medis dimana peran perawat disini
adalah penanganan non medis yaitu memberikan health education dalam mencegah
penularan herpes genetalia
4.2 Saran
1. Sebagai ilmu pengetahuan untuk memberikan intervensi pada pasien herpes
simplek genetalia.
2. Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada pada makalah ini, maka dapat
dikembangkan untuk penulisan lebihy lanjut.
20
23
DAFTAR PUSAKA
Braig ,Suzanne. 2004. Management of Genital Herpes during Pregnancy: the French
Experience. Herpes Journal of IHMF. http://www.ihmf.org/112Braig . Diakses
pada tanggal 17 Oktober 2009.
Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8. Penerbit buku
kedokteran EGC
Daili, Sjaiful & Judanarso, Jubianto. 2007. Infeksi Menular Seksual: Herpes Genitalis edisi
ketiga, hal 125-139. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitasb Indonesia.
Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI