Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur diatas 65
tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan menurunnya fungsi
tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (Efendy, 2009). Usia
lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena tidak semua orang bisa
mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar di
Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada tahun 2012.
Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki jumlah penduduk
lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012. Berdasarkan jenis
kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai 6,9% dan penduduk
lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012 (Pusat data dan Informasi
Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami perubahan
fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan merupakan
proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini pada setiap
orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam kehidupan seseorang.
Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat menyebabkan gangguan
kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Salah satu masalah fisik yang dapat mengakibatkan kecacatan atau
kematian yang sering terjadi pada lansia yang harus dicegah dan perlu
mendapatkan perhatian dari masyarakat keperawatan adalah jatuh,sebab
kecelakaan dan jatuh merupakan masalah yang sering menyebabkan
kecacatan, cidera, depresi, dan cidera fisik terhadap lansia, karena
bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun
(Nugroho, 2012). Penelitian yang dilaksanakan di Pelayanan lansia di Veresa
Italia pada 1 Juli 2004 sampai 31 Desember 2007 terhadap 293 lansia, terjadi
kasus jatuh sebanyak 695 kali dimana pada wanita sebanyak 221 orang
(75,4%) dan 72 pria (24,6%) , serta 133 (45,4%) orang yang telah mengalami
jatuh sebelumnya, penelitian ini juga menggambarkan bahwa pada 152 lansia
jatuh tidak mengalami cidera sedangkan 141 lainnya mengalami cidera.
Cidera yang terjadi meliputi cidera ringan sebanyak 95 orang serta cidera
berat sebanyak 46 orang (Baranzini et al, 2004).
Berdasarkan survai di masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan
sekitar 30% umur lansia lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh
dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Insiden jatuh di masyarakat
Amerika Serikat pada umur lebih dari 65 tahun sebanyak 1800 kejadian
pertahun yang menyebabkan kematian (Centers for Disease Control and
Prevention,CDC,2014). Di Indonesia terdapat Insiden jatuh, tercatat dari 115
penghuni panti sebanyak 30 lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh
(Darmojo, 2004)
Penjelasan di atas merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang ada pada Tn.
J di Ruang Gerontik RSUP Dr. Kariadi Semarang. Peran perawat sangat
penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn. J. Selain itu
perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis atau pun nonmedis
lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan asuhan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn. J di Ruang Gerontik
RSUP Dr. Kariadi Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Tn. J
b. Menyusun Analisa Data Pengkajian Pada Tn. J
c. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Tn. J
d. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada
pada Tn. J
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Jatuh
1. Pengertian Jatuh
jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai / tempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang
sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja dan tidak
termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau
kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik
yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam
keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006). Jatuh adalah kejadian
tiba-tiba dan tidak sengaja yang mengakibatkan seseorang terbaring
atau terduduk dilantai yang lebih rendah tanpa kehilangan kesadaran
(Maryam,2010).
Definisi keperawatan tentang Risiko jatuh (risk for fall) merupakan
diagnosa keperawatan berdasarkan North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA), yang didefinisikan sebagai peningkatan
kemungkinan terjadinya jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik
(Wilkinson, 2005)
2. Faktor yang mempengaruhi Resiko Jatuh
Risiko jatuh dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri orang tersebut
misalnya dari lingkungan sekitar.
a. Faktor Intrinsik
1). Usia
Usia mempengaruhi risiko jatuh dari seseorang, dimana usia
atau umur erat kaitannya dengan proses pertumbuhan dan
proses penuaan. Pada lansia yang telah mengalami proses
penuaan, terjadi penurunan fisiologis pada tubuhnya, dan
proses penuaan tersebut berlangsung secara terus menerus.
Proses penuaan menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis
pada lansia. Perubahan fisiologis yang terjadi pada:
a) sistem muskuloskeletal,
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi perubahan
pada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot dan sendi.
b) Sistem saraf,
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan
respons motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan
reseptor proprioseptif, hal ini menyebabkan terjadinya
gangguan koordinasi dan kemampuan dalam beraktivitas
pada lansia. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia.
Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak yang mengalami
kematian, sedangkan yang hidup mengalami perubahan.
Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel saraf
mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan
hubungan dengan sel saraf lain. Daya hantar saraf
mengalami penurunan 10 % sehingga gerakan menjadi
lamban. Akson dalam medula spinalis menurun 37 %
(Timiras & Maletta, 2008). Kondisi tersebut mengakibatkan
penurunan fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan,
kekuatan otot, refleksi, proprioseptif, perubahan postur dan
peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta
latihan untuk menjaga mobilitas dan postur (Sri Surini &
Utomo, 2002). Latihan untuk menjaga dan mengoptimalkan
kebugaran lansia juga harus diberikan untuk
memaksimalkan kondisi sistem saraf lansia.
c) Sistem kardio-vaskuler-respirasi
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang
karena perubahan pada jaringan ikat katup jantung
mengalami fibrosis. Sinoatrial node (SA node) dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri
dalam menjalankan fungsinya berkurang sampai 50%.
Pembuluh darah kapiler mengalami penurunan elastisitas
dan permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa
kenaikan tahanan vaskular sehingga menyebabkan
peningkatan takanan sistole dan penurunan perfusi jaringan
(Timiras & Navazio, 2008). Curah jantung (cardiac output)
menurun akibat penurunan denyut jantung maksimal dan
volume sekuncup. Respon vasokontriksi untuk mencegah
terjadinya penumpukan darah (poling of bload) menurun,
sehingga respon terhadap hipoksia menjadi lambat.
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal (VO2
maksimum) berkurang, sehingga kapasitas vital paru
menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2
maksimum, mengurangi tekanan darah dan berat badan
(Timiras & Navazio, 2008 ).
d) Sistem indra dan integumen.
Semua sistem indera yang berhubungan dengan
keseimbangan statik dan dinamik akan menurun bersamaan
dengan menurunnya usia, seperti penglihatan (visual) dan
vestibular. Perubahan pada sistem penglihatan (visual)
menyebabkan cahaya yang dihantar ke retina berkurang
sehingga ambang visual meningkat dan daya adaptasi
terang-gelap menurun, ketajaman penglihatan serta jarak
pandang menurun. Penurunan tajam penglihatan pada
lansia disebabkan oleh katarak, degenerasi makuler dan
penglihatan perifer yang menghilang. Pada sistem
vestibular terjadi degenerasi sel-sel rambut dalam makula
dan sel saraf. Karena kondisi tersebut lansia akan kesulitan
memperkirakan jarak dan memposisikan kepala pada garis
keseimbangan sehingga sering terjadi gangguan
keseimbangan fungsional pada lansia (Sri Surini & Utomo,
2002 ).
2). Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kekuatan suatu otot atau group otot yang
dihasilkan untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang
maksimum. Kekuatan otot diperlukan saat melakukan aktivitas.
Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga
semakin banyak serabut otot yang teraktivasi, maka semakin
besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Irfan, 2012).
3). Keseimbangan
Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk
mengontrol pusat gravitasi (center of gravity) atau pusat massa
tubuh (center of mass) terhadap bidang tumpu (base of
support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap
bagian tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskeletal serta
bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan,
yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan
faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh
agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta
menstabilkan bagian tubuh yang lain saat melakukan suatu
gerakan (Irfan, 2012). Kontrol keseimbangan dipengaruhi oleh
sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan
somatosensoris.
4). Indeks Masa Tubuh
Dengan bertambahnya usia akan meningkatkan berat badan
karena penumpukan lemak di dalam otot sementara sel otot
sendiri berkurang jumlah dan volumenya, sehingga ada
kecenderungan untuk mengurangi aktifitas fisik karena
obesitas. Hal ini menyebabkan kelemahan fisik yang dapat
membatasi mobilitas yang berpengaruh terhadap keseimbangan
karena menjadi lamban di dalam bergerak dan kurangnya
reaksi antisipasi terhadap perubahan Centre Of Gravity (COG)
serta secara umum akan menurunkan kualitas hidup lansia.
b. Faktor Ekstrisik
1). Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko jatuh adalah
penerangan yang tidak baik, lantai yang licin dan basah, tempat
berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang, dan alat –
alat atau perlengkapan rumah yang tidak stabil.
2). Latihan Atau Aktifitas Fisik
Menurut WHO (2007) salah satu intervensi yang bisa
digunakan untuk memperbaiki faktor fisiologis yang
menyebabkan kejadian jatuh adalah program latihan fisik.
Latihan fisik dapat didefinisikan sebagai sebuah tipe aktivitas
yang direncanakan, terstruktur dan berupa gerakan tubuh yang
berulang-ulang yang dilakukan untuk meningkatkan atau
mempertahankan satu atau lebih komponen kebugaran fisik.
3). Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama bertahun-
tahun biasanya menjadikan lansia lebih mudah jatuh seperti
penyakit stroke, hipertensi, hilangnya fungsi penglihatan,
dizziness dan sinkope sering menyebabkan jatuh (Darmojo,
2009).
3. Etiologi
Penyebab lansia mengalami jatuh antara lain:
a. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat
mencetuskan fraktur.
b. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural,
menyebabkan pandangan berkunang-kunang, kehilangan
keseimbangan, dan jatuh.
c. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan
gelap dan penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi
kedalaman, dan persepsi warna dapat menyebabkan salah
interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat mengakibatkan lansia
terpeleset dan jatuh.
d. Gaya berjalan dan keseimbangan
Berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka,
sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini
mengubahpusat gravitasi, mengganggu keseimbangan tubuh dan
menyebabkan limbung, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuh.
Perubahan keseimbangan dan properosepsi membua lansia sangat
rentan terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin
dan mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah
dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat
individu yang bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).
4. Patofisiologi
5. Manisfestasi Klinik
6. Pemeriksaan diagnostic
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti
dibawah ini: (Kane, 1994; Fischer, 1982)
a. Riwayat Penyakit (Jatuh)
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata
jatuh atau keluarganya. Anamnesis ini meliputi :
1). Seputar jatuh
Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri
kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens,
sesak nafas.
2). Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism,
osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi,
defisit sensorik.
3). Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik,
autonomik bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik,
psikotropik.
4). Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun
tempat-tempat kegiatannya.
b. Pemeriksaan Fisik
1). Tanda vital
2). Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran,
nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan,
bising.
3). Jantung : aritmia, kelainan katup
4). Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati
perifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
5). Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi
problem kaki ( podiatrik ), deformitas.
c. Assesmen Fungsional
Dilakukan observasi atau pencarian terhadap :
1). Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika dari
bangku langsung duduk dikursi, ketika berjalan, ketika
membelok atau berputar badan, ketika mau duduk dibawah.
2). Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan
alat bantu, memakai kursi roda atau dibantu.
3). Aktifitas kehidupan sehari – hari : mandi, berpakaian,
bepergian, kontinens.
7. Penatalaksanaan
a. Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh
berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan
fungsi AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan diri penderita.
b. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau
meneliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani
komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan
membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik,
neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll),
sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
c. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap
kasus karena perbedaan factor – factor yang bekerjasama
mengakibatkan jatuh.Bila penyebab merupakan penyakit akut
penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan langsung
bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif.Tetapi lebih
banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga
diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan,
misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat
bantu gerak.
d. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan
penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki
nfungsionalnya.Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi
rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami
jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus – menerus sampai terjadi
peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang
dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap
pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan
kekuatan otot dan ketahanannya baru terlihat nyata setelah
menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan, semakin lama lansia
melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
e. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor
yang mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait
training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan.
Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh
fisioterapis.Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke,
fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
f. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti
depresan, dll.
g. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan
rumah / tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian diagnostic keperawatan
1). Aktivitas/Istirahat:
2). Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk
dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya
terjadi bilateral dan simetris.Limitasi fungsional yang
berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
3). Tanda :Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit,
kontraktor/kelaianan pada sendi.
4). Kardiovaskular:
5). Gejala :
Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna
kembali normal).\
6). Integritas Ego:
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan,
keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan),
ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi
( misalnya ketergantungan pada orang lain).
7). Makanan/Cairan:
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/
mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia,
kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran
mukosa.
8). Hygiene:
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi, ketergantungan.
9). Neurosensori:
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
10). Nyeri/Kenyamanan:
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
11). Keamanan:
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit,
ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/
pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap
Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
12). Interaksi Sosial:
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang
lain; perubahan peran; isolasi.
b. Diagnosa Keperawatan
1). Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
keterbataan rentang gerak.
2). Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma
jaringan akibat jatuh
3). Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan fraktur, pemasangan traksi pen, imobilitas fisik.
c. Intervensi Keperawatan
.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Umum
Nama lansia : Tn. J
Usia : 70 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Jenis kelamin : Laki-Laki
Ruangan : Ruang Gerontik
Pendidikan : SD
Riwayat pekerjaan : Karyawan swasta
Status perkawinan : Janda
Pengasuh wisma : Ny. R
2. Alasan Berada di Rumah Sakit
Keluarga Klien mengatakan klien terjatuh di kamar mandi, tangan dan
kaki kiri pasien susah digerakkan, pasien mengalami afasia(Kesulitan
berbicara) saat dilakukan pengkajian TD:180/100mmHg, N:64x/menit,
RR: 20x/menit, S:37,20C.
3. Dimensi Biofisik
a. Riwayat penyakit Sekarang
Keluarga Klien mengatakan klien terjatuh di kamar mandi, tangan
dan kaki kiri pasien susah digerakkan, pasien mengalami
afasia(Kesulitan berbicara) saat dilakukan pengkajian
TD:180/100mmHg, N:64x/menit, RR: 20x/menit, S:37,20C. Indeks
KATZ (AKS) : F, Kekuatan otot : ta 5/3, ka 5/3. GCS E:4V:4:M:4
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga Klien mengatakan sebelumnya belum pernah berobat di
suatu klinik
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan ayah klien memiliki riwayat hipertensi
d. Riwayat pencegahan penyakit
1) Riwayat monitoring tekanan darah
Keluarga Klien mengatakan setiap hari klien diperiksa tekanan
darahnya oleh petugas rumah sakit
2) Riwayat vaksinasi
Keluarga klien mengatakan Selama berada di rumah sakit, klien
tidak mendapatkan vaksinasi
3) Skrining kesehatan yang dilakukan
Setiap hari pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah
Tanggal 23 Januari 2018 180/100 mmHg
e. Status gizi
BB : 62 kg
Tinggi lutut 48 cm
TB : 84,88 - (0,24 x usia dalam th) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)
: 84,88 - (0,24 x 70 th) + (1,83 x 48 cm)
: 84,88 - (13,44) + (78,69)
: 150,13 cm
IMT : 62/(1,5)2
: 27, 55 (lebih dari rentang normal)
f. Masalah kesehatan terkait status gizi
1) Masalah pada mulut
Kondisi gigi klien banyak yang mengalami karies dan sudah
banyak yang tanggal/copot
2) Perubahan berat badan
Keluarga mengatakan Berat Badan pasien bertambah
3) Masalah nutrisi
Klien mengalami masalah kelebihan nutrisi dari kebutuhan
tubuh, dilihat dari hasil pengukuran IMT yang menunjukkan
nilai 27,55.
Klien terkadang merasa makanan yang disediakan oleh pihak
panti itu tidak bergizi, sehingga menyebabkan kondisinya
kadang lemah
g. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk)
Klien sering merasa pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggannya.
h. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Klien berkata “Nek pegel atau linu iku yo tak ombeni jamu mbak”
(Kalo terasa nyeri ya saya minumi jamu mbak)
i. Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
Tidak ada tindakan spesifik yang dilakukan dalam mengatasi
masalah pada klien
j. Status fungsional (AKS)
Kegiatan Mandiri Tergantung Pernyataan
4. Dimensi Psikologi
a. Status kognitif
Jawaban
No Pertanyaan
Betul Salah
1. Tanggal berapa hari ini ? √
2. Hari apakah hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no telepon rumah anda? √
5. Berapa usia anda? √
6. Kapan anda lahir? √
7. Siapakah nama presiden sekarang? √
8. Siapakah nama presiden sebelumnya? √
9. Siapakah nama ibu anda? √
10 5+6 adalah √
Skor SPMSQ
Jumlah kesalahan 1
Status kognitif klien : baik
b. Perubahan yang timbul terkait status kognitif
Dari hasil pengukuran status kogniti menggunakan SPMSQ,
didapatkan hasil bahwa status kogniti klien tergolong masih baik,
karena hanya terdapat satu pertanyaan yang dijawab salah. Tidak
nampak adanya perubahan terkait status kognitif klien
c. Dampak yang timbul terkait status kognitif
Tidak ada dampak yang timbul terkait status kognitif klien karena
status kognitif klien tergolong baik
d. Status depresi
Jawaban
No Pertanyaan Jawaban Poin
klien
5. Dimensi Fisik
a. Luas wisma
Luas Panti Wreda Harapan Ibu ± 3876 m2
b. Keadaan lingkungan di dalam panti
1) Penerangan
Didalam panti terdapat pencahayaan yang terang yang berasal
dari lampu yang terpasang, terdiri dari 7 lampu. Ketika siang
hari lampu dimatikan. Kondisi pencahayaan matahari juga
baik, karena terdapat banyak jendela dan ventilasi yang
memungkinkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan dan
pertukaran udara yang lancar
2) Kebersihan dan kerapian
Setiap hari lantai selalu di sapu oleh petugas. Namun, kondisi
kebersihan di panti dirasa masih kurang dibeberapa titik
ruangan didalam panti. Beberapa bagian lantai nampak masih
kotor. Penataan barang didalam panti lumayan teratur, hanya
saja terkadang disekitar tempat tidur para lansia masih terdapat
banyak barang yang berserakan dan tidak tertata rapi. Para
lansia menata tempat tidur secara mandiri
3) Pemisahan ruangan antara pria dan wanita
Lansia wanita dibagi dan tinggal dalam dua kamar. Pemisahan
ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok dan lansia
pria tinggal di wisma bagian belakang
4) Sirkulasi udara
Di panti terdapat banyak jendela dan ventilasi untuk pertukaran
udara sebanyak 64 buah.. Jendela dan pintu dibuka saat pagi
dan ditutup saat malam, jeda waktu ini memaksimalkan
terjadinya pertukaran udara yang baik
5) Keamanan
Kondisi lantai di panti jarang ditemukan dalam kondisi licin,
hanya saja ada beberapa bagian yang kotor karena bekas air
yang tidak di lap lalu diinjak. Tidak ada pegangan untuk
dijadikan pengaman. Jika tidak ditemukan alarm atau alat yang
dapat digunakan jika lansia dalam bahaya
6) Sumber air minum
Air bersumber dari kemasan galon isi ulang. Kualitas air baik,
jernih. Pengelolaan air untuk kebutuhan sehari-hari
menggunakan air sumur artetis, jarak antar kamar dengan WC ±
10 m
7) Ruang berkumpul bersama
Di dalam panti terdapat satu ruangan yang digunakan untuk
berkumpul para lansia. Di ruangan tersebut dilengkapi dengan
televisi, VCD yang dapat digunakan untuk memutar musik.
Kondisi ruangannya luas dan bersih
6. Dimensi Sosial
a. Hubungan antar lansia didalam wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain didalam panti terjalin
dengan baik. Klien sering berkomunikasi dengan lansia yang lain,
terkadang juga saling membantu satu sama lain
b. Hubungan antar lansia diluar wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain jika diluar panti juga
terjalin dengan baik
c. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Klien jarang berkomunikasi dengan pihak keluarga. Hanya
seminggu sekali terkadang anak-anaknya menjenguk klien ke
panti, itupun juga dalam waktu yang singkat
d. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan klien dengan pengasuh panti juga terjalin dengan baik.
Terkadang klien membantu pengasuh panti dalam merawat lansia
yang lain (seperti mencucikan tempat makan dan minum dari
lansia yang lain)
e. Kegiatan organisasi sosial
Klien nampak selalu ikut aktif pada semua kegiatan di panti
3 Kurang Setelah dilakukan asuhan Setelah dilakukan tindakan 5510 Knowledge Enhancement
- Kaji pengetahuan klien
pengetahuan keperawatan selama 15 keperawatan selama 1x15
mengenai kondisinya
berhubungan menit x 1 pertemuan dalam 1 menit, diharapkan klien
- Beri penjelasan mengenai
dengan kurangnya minggu, pengetahuan pada mampu :
kondisi klien
informasi klien dapat meningkat - Terlibat aktif dalam - Beri penjelasan mengenai
mengenai kondisi dengan kriteria hasil: kegiatan pendidikan definisi asam urat
- Beri penjelasan mengenai
kesehatan - Pengetahuan klien kesehatan yang
tanda dan gejala asam urat
mengenai kondisi diberikan
- Beri penjelasan mengenai
- Menjelaskan kembali
kesehatannya akan
penyebab asam urat
mengenai kondisi
meningkat - Beri penjelasan mengenai
- Klien mampu menjaga kesehatannya
jenis makanan yang boleh
- Menjelaskan kembali
kesehatan dirinya sendiri
dan yg tidak boleh
mengenai jenis
makanan yang boleh dikonsumsi untuk kondisi
dikonsumsi dan yang klien
- Beri penjelasan mengenai
tidak boleh dikonsumsi
penatalaksanaan asam urat
E. Implementasi Keperawatan
Waktu Diagnosa Tujuan
No Implementasi Evaluasi Formatif
Keperawatan Umum Khusus
1 22 Oktober Nyeri Setelah dilakukan Setelah dilakukan Memberikan terapi non S : Ny. L berkata
2015, berhubungan tindakan tindakan Farmakologi (Terapi Air “iyo nak penak
pukul dengan faktor keperawatan keperawatan Hagat untuk menurunkan rasane, nek sikile
11.00 – fisiologis selama 15 menit x selama 1 x 15 Nyeri) kumat mengko tak
11.30 WIB (kerusakan 1 pertemuan dalam menit, diharapkan tempeli banyu anget”
jaringan sendi) 1 minggu, nyeri dapat teratasi ya dek enak rasanya,
diharapkan dengan kriteria kalau nanti rasa
masalah hasil : sakitnya kumat saya
- Pengetahuan
keperawatan nyeri lakukan tindakan
tentang
dapat teratasi terapi air hangat.
penanganan
dengan kriteria
nyeri meningkat O : Ny L tampak
hasil:
- Klien mampu antusias
- Klien dapat
untuk mendengarkan
menerapkan
melakukan penjelasan dan
cara
intervensi yang melaksanakan terapi
penanganan
diajarkan.
nyeri
- Nyeri klien yang dajarkan
dapat
berkurang dari
sekala 4
menjadi 2
A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia memanglah tidak
mudah. Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif.
Sehingga setiap detail kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya
masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Ny. L , kami mendapatkan tiga
masalah yang harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah
keperawatan itu diantaranya adalah nyeri akut berhubungan dengan faktor
fisiologis (kerusakan jaringan sendi), resiko kesepian berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu, dan kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan. Dari ketiga
masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa terapi kompres
hangat untuk mengurangi nyerinya, terapi okupasi menjahit untuk
mengatasi resiko kesepian yang mungkin dialami klien, dan pemberian
informasi mengenai kondisi kesehatan klien.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini dirasa cukup efektif
dalam mengatasi masalah yang ada pada Ny.L . Ada beberapa perubahan
yang menunjukkan keefektifan intervensi kita. Diantaranya, Ny.L merasa
agak enakan setelah diberi kompres hangat pada lututnya, Ny. L merasa
senang saat di beri kegiatan berupa menjahit dan Ny. L mengatakan sedikit
banyak sudah mengetahui mengenai kondisi kesehatannya.
B. Saran
Untuk kedepannya, ketiga terapi intervensi yang kita berikan ini
dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang
memiliki masalah yang sama dengan kasus Ny. L dengan pengembangan
tertentu yang mungkin dapat dilakukan guna memperbaiki efektivitas
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Joice Young, dkk. 2005. Prosedur Perawatan Di Rumah. Jakarta : EGC
Maryam, R., et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol. 2. Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EGC
LAMPIRAN II
C. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan Gout Atritis
F. Setting tempat
Keterangan
2
: Ny. L
: Praktikan
G. Susunan Acara
Kegiatan
Orientasi :
- Salam - Mengucapkan - Mejawab Ceramah
Salam Salam
Ceramah
- Memperkenalkan - Memperhatikan
- Perkenalan Diri Ceramah
- Memperhatikan
- Menjelaskan
- Menjelaskan Ceramah
Tujuan - Menyepakati
Tujuan - Menawarkan
Kontrak waktu
- Membuat kontrak waktu
yang dibuat
kontrak waktu
Fase Kerja : Ember Praktik
- Menyiapkan - Menyiapkan Alat
kecil,
Alat
- Menjelaskan - Bersedia handuk Diskusi
- Menjelaskan
tindakan mendengarkan kecil
materi
kompres hangat dan bertanya
kompres
ke pasien bila tidak jelas
hangat dengan
atau bingung praktik
diskusi dan - Melaksanakan
ceramah tindakan - Bersedia sesuai
- Melaksanakan
kompres hangat dengan waktu
tindakan
yag ditawarkan
kompress
hangat
Fas Terminasi :
- Evaluasi - Menanyakan - Menjawab Diskusi
Respon Respon
- Kesimpulan Ceramah
- Menyampaikan - Mendengarkan,
hasil kesimpulan memperhatikan
Ceramah
dan hasil terapi dan menyimak
- Mengucapkan - Menjawab
- Salam salam salam
H. Pengorganisasian
Setiap anggota ikut berpartisipasi memberikan terapi, mulai dari
pengkajian, diagnosa hingga pelaksanaan terapi.
I. Kriter Evaluasi
- Struktur
a. Klien bersedia menerima terapi perilaku
b. Terapi sudah tepat diberikan kepada Ny. L dengan masalah
Nyeri Akut
c. Kontrak waktu dilakukan kepada klien sesuai dengan
kesepakatan
d. Metode yang digunakan sudah tepat untuk klien
- Proses
a. Klien mendengarkan materi tentang Terapi Kompres hangat
b. Klien mendengarkan materi yang disampaikan
c. Klien tidak meninggalkan tempat
- Hasil
a. Terapi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan
b. Setelah dilakukan terapi nyeri pada klien berkurang
J. Materi
Persiapan
- Menyediakan air hangat, dan handuk
Pelaksanaan
- Merendam handuk ke air
- Handuk diperas
- Tempelkan ke bagian sendi yang menglami nyeri selama 5-10
menit
Evaluasi
- Menanyakan apakah pasien sudah mngerti dengan terapi
kompres hangat yang diberikan
- Mengkaji respon yang dirasakan oleh klien